Anda di halaman 1dari 14

SKENARIO PBL 2

Informasi 1
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang ke klinik setelah 2 jam yang lalu laboratorium tempat
ia bekerja mengalami ledakan. Mata kanan terkena percikan bahan kimia yang merupakan
campuran dari sulfuric acid, chromic acid, dan sodium hidroksida. Saat ini mata kanan terasa
tidak nyaman, pedih, mengganjal, merah, dan penglihatan menjadi kabur. Serta terdapat luka
robek kecil di sekitar alis kanan pasien. Pasien merupakan seorang staf laboratorium dari
sebuah perusahaan bahan kimia. Pasien tidak menggunakan kacamata pelindung, hanya
menggunakan jas laboratorium saja.

1. Klarifikasi istilah
2. Identifikasi masalah
- Anamnesis *
- Identifikasi sulfuric acid , chromic acid, sodium hidroksida *
- bagamana pengaruh kerusakan pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia
asam dan basa sekaligus? *
- komplikasi apakah yang dapat terjadi? *
- apakah kasus ini termasuk kegawatdaruratan? *
- Tatalaksana awal sesuai kasus *
- Pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan? *
- Pencegahan yang dapat dilakukan ?*
- bagaimana menilai tingkat keparahan pada cedera mata akibat trauma kimia? *
- bagaimana bisa terjadi penglihatan kabur, rasa menganjal dan tidak nyaman pada
kasus?
- Perbedaan komplikasi trauma kimia basa dan asam
3. Brainstorming
- Anamnesi :
a. Keluhan utama: Mata kanan terkena percikan bahan kimia yang merupakan
campuran dari sulfuric acid, chromic acid dan sodium hidroksida
b. RPS :
1) Onset dan kronologis: 2 jam lalu laboratorium tempat ia bekerja
mengalami ledakan
2) Lokasi: Mata kanan
3) Kualitas: Mata kanan terasa tidak nyaman, pedih, mengganjal, merah dan
penglihatan menjadi kabur
4) Kuantitas: -
5) Faktor memperberat: -
6) Faktor memperingan: -
7) Gejala penyerta: Luka robek kecil di alis kanan pasien
c. RPD :
d. RPK :
e. RPSosek :

- Ident bahan :
a. Asam sulfat:
atau H2SO4 merupakan asam mineral (anorganik) yg kuat, tidak berwarna,
dan bersifat korosif tinggi. Jika terpapar ke mata, harus langsung di guyur
dgn air hangat selama 20 menit lalu segera ke dokter.
b. Asam kromat
atau H2CrO4 merupakan asam kuat yg bersifat toksik dan karsinogenik, zat
peroksidasi kuat dan korosif. Dapat menyebabkan iritasi pd mata,
konjuntivitis, dan lakrimasi.
c. Sodium hidroksida
atau NaOH merupakan basa kuat dan bersifat korosif. Dapat menyebabkan
iritasi parah krn sangat korosif, kemerahan, nyeri, penglihatan kabur, luka
bakar yg dalam dan parah
- bagamana pengaruh kerusakan pada mata yang diakibatkan oleh bahan
kimia asam dan basa sekaligus?

- bagaimana bisa terjadi penglihatan kabur, rasa menganjal dan tidak nyaman pada
kasus?

- komplikasi apakah yang dapat terjadi?


Komplikasi
1. Simblefaron
2. Hipotoni bola mata
3. Ptisis bulbi
4. Entropion
5. Katarak
6. Neovaskularisasi kornea
7. corneal scarring
8. xerophtalmia
9. dry eyes
10. ankyloblepharon
11. glaucoma
12. uveitis
13. lagophthalmos
14. entropion
15. ectropion
16. trichiasis

- apakah kasus ini termasuk kegawatdaruratan?


Trauma kimia pada mata termasuk kedaruratan umum akibat masuknya zat
kimia baik asam maupun basa yang masuk ke jaringan mata dan adneksa
sekitarnya sehingga perlu penanganan cepat dan segera karena dpt mengakibatkan
kerusakan berat mata dan kebutaan serta komplikasi yang lebih lanjut
Sebenarnya sebagian besar bahan kimia hanya akan menyebabkan penetrasi
terbatas pada permukaan mata, namun bila penetrasi terjadi lebih dalam dapat
membahayakan visus. Trauma karena bahan kimia pada mata ini memerlukan
penanganan cepat dan segera karena dapat mengakibatkan kerusakan berat pada
jaringan mata dan menyebabkan kebutaan. Beratnya trauma bergantung dari jenis
bahan kimia, jumlah bahan kimia yang terkena, serta lama kontak dengan mata
(Subagio, 2019).
- Tatalaksana awal sesuai kasus
Tata laksana emergensi: (sekar)
1. Irigasi mata dgn larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30 menit
2. 5-10 menit setelah irigasi dihentikan sementara, ukur pH dgn kertas lakmus,
irigasi dilanjutkan hingga ph mencapai pH netral (untuk air mata 7,3)

(kiky)
- Segera lakukan irigasi mata yang terkena zat kimia dengan cairan mengalir
sebanyak mungkin dan nilai kembali dengan kertas lakmus. Irigasi terus dilakukan
hingga tidak terjadi perubahan warna pada kertas lakmus(pH 7,3-7,7). Irigasi
dilakukan 5 – 10 menit. Jika pH diatas atau dibawah 7 lanjutkan irigasi. Jika tidak
tersedia lakmus lakukan irigasi selama 20 menit
- Lakukan eversi pada kelopak mata selama irigasi dan singkirkan debris yang
mungkin terdapat pada permukaan bola mata atau pada forniks.
- Setelah irigasi selesai dilakukan, nilai tajam penglihatan, kemudian rujuk segera
ke dokter spesialis mata di fasilitas sekunder atau tersier.
CATATAN : Irigasi dilakukan dengan normal saline solution, RL, Normal saline
dengan bicarbonate, balanced salt solution (BSS) dan lebih baik di anestesi
sebelum di irigasi
Jika tidak tersedia bisa pakai air biasa

(fenthy)
(istiq)
Irigasi yangdilberikan sebaiknya dilakukan selama 60menit, irigasi
dihentikan apabila pH sudah netral.
Terapi medis awal tersebut bertujuan agar permukaan bola mata segera
mengadakan reepitelisasi dan transdiferensiasi,mempercepat penyembuhan
kornea dengan membantu produksi keratosit dan kolagen danmemperkecil
terjadinya inflamasi

(laras)
Emergency response. Initial treatment of any chemical burn should begin
immediately at the time and place of the injury. The affected eye(s) should be
irrigated copiously with any available noncaustic fluid at the injury site and
throughout transport to the hospital. Irrigation should continue at the hospital until
the pH of the ocular surface has normalized to a range of between 7.0 and 7.2.
Some evidence has shown a benefit when a borate buffer (Cederroth Eye Wash) is
used for irrigation, compared with saline or tap water.2
The pH should be rechecked with narrow-range pH test strips (between 6 and 8)
at 15- to 30-minute intervals after stabilization to confirm that there has not been a
change outside normal range. Such a change can signify the presence of a hidden
particle in the eye that continues to elute chemicals onto the ocular surface. A
Morgan lens may be used with topical anesthesia to facilitate the irrigation process
in a patient who is uncomfortable.
Ophthalmic examination.
Once pH has been neutralized reliably, a complete ophthalmic examination is
required to characterize the extent of the injury and plan further treatment. The
initial screen should include a thorough sweep of fornices with eyelid eversion to
detect and remove occult particles such as lime and plaster.
As discussed above, it is important to thoroughly assess the presence and degree
of limbal ischemia as well as the degree of corneal epithelial defect and
opacification. In eyes with chemosis, it is necessary to gently push aside chemotic
conjunctiva from the limbus with a sterile ophthalmic sponge to gain good access
to the limbus. Fluorescein should be used to assess the status of the corneal and
conjunctival epithelium, with the knowledge that fluorescein staining may be
difficult to appreciate in the presence of a complete epithelial defect. Intraocular
pressure (IOP) should be checked, as serious chemical burns can greatly increase
or lower the pressure. Examination of the rest of the eye should be attempted,
although the initial exam may be limited due to the view through the cornea and
patient discomfort. Finally, even in cases of purported unilateral chemical injury,
the contralateral eye must still be examined carefully (including a check of the
pH) in order to confirm that both eyes are not involved.

- Pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan?


KU: ?
Kesadaran:?
Antropometri : TB? BB? IMT?
Tanda vital: TD? Frekuensi nadi? RR? Suhu?

1. Dengan bantuan senter dan lup, dapat ditemukan kelainan berikut ini:
- Hiperemia konjungtiva
- Defek epitel kornea dan konjungtiva
- Iskemia limbus kornea
- Kekeruhan kornea dan lensa
- edema palpebra dan kemerahan pada palpebra?
- Air mata banyak?
- Apakah terdapat dilatasi pembuluh darah disekitar sklera dan konjungtiva =
injeksi
2. Pemeriksaan visus menunjukkan ada penurunan ketajaman penglihatan
3. Bila tersedia, dapat dilakukan tes dengan kertas lakmus untuk mengetahui zat
kimia penyebab
- Bila kertas lakmus terwarnai merah, maka zat penyebab bersifat asam
- Bila kertas lakmus terwarnai biru, maka zat penyebab bersifat basa

melakukan pemeriksaan ophtalmologi

 Visus --> ada penurunan visus ato nggak


 Rima orbita (inspeksi dan palpasi) --> ada fraktur orbita ato ngak
 Supersilia (inspeksi dan palpasi --> ada madarosis ato nggak)
 Palpebra (inspeksi) --> ada ectropion ato nggak
 Konjungtiva --> ada benda asing ato nggak, hiperemis ato nggak, pucat ato
nggak
 Kornea --> melihat ada injeksi ato nggak, ada laserasi ato tidak
 COA ---> ada hifema, ada kekeruhan ato tidak
 Iris dan pupil --> ada laserasi ato ngak, ada benda asing ato tidak, ada
nodul ato tidak
 Lensa --> jernih atoh keruh, jatuh atau mengantung
 Vitreus humor --> ada pendaraan ato flakes ato nga
 Macula --> ada pendarahan ato ngak
 Papil --> edem ato atrofi
 Retina --> ada ablasi ato ngga
 IOP --> peningkatan iop ato nggak
 Gerak bola mata --> ggn gerak ato nga? nervus?
 Lapang pandang --> ada penyempitan ato nggak
- Pencegahan yang dapat dilakukan ?
1. Lakukan substitusi pengenalan lingkungan kerja dengan menganalisis
potensial bahaya lingkungan kerja. Mengganti perlengkapan kerja yang dianggap
membahayakan
2. Pelajari lingkungan kerja dalam perihal menilai karakter serta besarnya
potensi-potensi bahaya yang mungkin muncul sehingga bisa mengutamakan
dalam menangani permasalahan yang lebih potensial.
3. Pengendalian lingkungan kerja dengan bertindak mengurangi bahkan juga
menghilangkan pajanan dilingkungan kerja dengan teknologi pengendalian
4. Pengendalian administratif dengan memperingatkan pekerja agar bisa
memakai alat
pelindung diri yang benar dan baik, membuat rambu-rambu bahaya dilingkungan
kerja yang punya potensi bahaya.
5. Kontrol kesehatan pekerja dengan berkala untuk mencari aspek pemicu serta
upaya penyembuhan.
6. Pendidikan serta penyuluhan kesehatan serta keselamatan kerja untuk pekerja
di lingkungan rumah sakit.
7. Pengendalian fisik lingkungan kerja, mengidenti kasi suhu, kelembapan,
pencahayaan, getaran, kebisingan, pengendalian sistem ventilasi dan sebagainya.
8. Lakukan pengawasan serta monitoring dengan berkala pada lingkungan kerja
rumah sakit.
9. Substitusi berbahan kimia, alat kerja serta mekanisme kerja

- bagaimana menilai tingkat keparahan pada cedera mata akibat trauma


kimia?
(mba dhisti,laras)
Klasifikasi digunakan sesuai derajat yang ditimbulkan akibat bahan kimia
penyebab trauma. Tujuan dari klasifikasi ini yaitu untuk menentukan tatalaksana
yang sesuai dengan kerusakan yang muncul, juga sebagai indiikasi penentuan
prognosis.
Ada 4 derajat dalam Klasifikasi Hughes:
Derajat 1:
• Terdapat erosi kornea tetapi kornea jernih, lesi hanya terbatas pada epitel
kornea
• Tidak ada iskemik limbus
• Prognosis baik
Derajat 2:
• Kornea sedikit keruh tapi iris masih terlihat
• Kurang dari 1/3 iskemik limbus
• Ditemukan neovaskularisasi the site of limbal stem cell loss.
• Prognosis baik
Derajat 3:
• Kornea keruh, iris dan pupil sulit terlihat
Epitel kornea tidak bisa beregenasi
• 1/3 sampai ½ iskemik limbus
• Prognosis baik
Derajat 4:
• Kornea keruh, pupil tidak dapat terlihat
• Lebih dari ½ iskemik limbus
• Konjungtiva dan sclera pucat
Kehilangan limbal stemsel
• Prognosis buruk

(sekar)

(Luqlun)
- Perbedaan komplikasi trauma kimia asam & basa

Info 2
Hasil PF :
Visus:
OD: 6/40 dan tidak membaik dengan Pinhole test
Supracilia dextra:
dextra: laserasi partial thickness uk 1 x 0.5 cm di superor supracilia
Palpebra:
dextra: edema
konjungtiva:
O.dextra: injeksi konjungtiva
Vitreous:
O.dextra: sulit dinilai
macula:
OD: refleks suram
papil:
OD: sulit dinilai
Retina:
OD : sulit dinilai
Lapang pandang:
OD: Lapang pandang superior menyempit

Hasil gambar :
terdapat edem pada palpebra superior, injeksi konjungtiva, defek epitel ditandai dengan
fluoresensi+ (warna hijau) , didapatkan juga gambaran laserasi di bagian superior cilia

Sasbel :
1. bagaimana patofisiologi dan bisa terjadi penglihatan kabur, rasa menganjal dan tidak
nyaman pada kasus?
2. Perbedaan komplikasi trauma kimia basa dan asam
3. dk dan dd pada kasus
4. teknik pemeriksaan fisik mata
5. peraturan perundang-undangan terkait penyakit akibat kerja
6. Bagaimana penegakkan diagnosis penyakit akibat kerja pada mata (bisa dikaitkan dengan
peraturan perundangan juga, apakah sudah ada aturannya)
7. tatalaksana medis dan okupasi

Anda mungkin juga menyukai