Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PNEUMOTORAKS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan


Dalam Menempuh Kepaniteraan Klinik
Ilmu Radiologi

Disusun oleh :
Joscelind Sunaryo
03.015.094

Pembimbing:
dr. Paralam Sinambela, Sp.Rad (K)RI, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT TNI-AL DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 DESEMBER 2020 – 01 JANUARI 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar di SMF Ilmu Radiologi Rumah
Sakit TNI AL dr. Mintohardjo atas segala waktu dan bimbingan yang telah diberikan
kepada kami. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan referat ini. Penulis menyadari bahwa
penulisan referat ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan masukan yang membangun dari segala pihak. Akhir kata,
penulis berharap semoga penulisan referat ini bermanfaat untuk berbagai pihak yang
telah membacanya.

Jakarta, 23 Desember 2020

Joscelind Sunaryo

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan ....................................................................................................... 4
BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 5
2.1 Anatomi Pleura .............................................................................................. 5
2.2 Definisi Pneumotoraks ................................................................................... 6
2.3 Epidemiologi Pneumotoraks .......................................................................... 6
2.4 Etiologi Pneumotoraks ................................................................................... 6
2.5 Klasifikasi Pneumotoraks .............................................................................. 7
2.6 Pemeriksaan Radiologi Pada Pneumotoraks .................................................. 8
2.6.1 Pemeriksaan Foto / X-Ray Pada Pneumotoraks .................................... 8
2.6.2 Pemeriksaan Ultrasonografi Pada Pneumotoraks ................................ 10
2.6.3 Pemeriksaan Computed Tomography Pada Pneumotoraks.................. 13
2.6.4 Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging Pada Pneumotoraks ........ 14
2.7 Diagnosis Banding Pneumotoraks ............................................................... 15
BAB III Kesimpulan .................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 19

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Pleura................................................................................... 5


Gambar 2. Foto toraks PA.................................................................................... 8
Gambar 3. Foto toraks supine ............................................................................. 9
Gambar 4. Foto Toraks PA ................................................................................. 10
Gambar 5. USG toraks normal dengan gambaran Seashore................................ 11
Gambar 6. USG toraks. Pneumotoraks dengan Barcode sign.............................. 12
Gambar 7. USG toraks......................................................................................... 12
Gambar 8. USG Pneumotoraks dengan gambaran barcode sign dan lung point. 13
Gambar 9. CT scan toraks potongan axial .......................................................... 14
Gambar 10. MRI toraks potongan axial dan coronal .......................................... 15
Gambar 11. Foto toraks PA.................................................................................. 16
Gambar 12. CT scan toraks potongan axial ........................................................ 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumotoraks adalah keadaan dimana terkumpulnya udara dalam rongga pleura.


Pneumotoraks terjadi karena ada hubungan antara paru dan rongga pleura atau
hubungan antara rongga dada dan dunia luar. Pneumotoraks dapat terjadi karena adanya
penyakit paru yang mendasari atau tanpa penyakit paru yang mendasari. Gejala klinis
yang paling sering ditemui yaitu suara napas paru yang melemah pada sisi yang sakit
dan pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperresonansi.1-3

Pneumotoraks merupakan salah satu kasus gawat darurat saluran pernapasan


yang dapat mengancam jiwa dan membutuhkan penanganan segera. Pneumotoraks
didiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan radiologi menggunakan computed tomography (CT scan) merupakan gold
standard untuk mendiagnosis pneumotoraks. Namun, CT scan merupakan alat yang
mahal dan menggunakan radiasi tinggi, dimana tidak semua fasilitas kesehatan
memiliki CT scan. Maka sering kali terjadi keterlambatan diagnosis dan
penatalaksanaan pneumotoraks, akibatnya kejadian tersebut dapat mengancam jiwa.
Oleh karena itu, pemeriksaan radiologi lainnya dapat digunakan dalam membantu
untuk menegakkan diagnosis pneumotoraks, seperti foto toraks, ultrasonografi (USG),
dan magnetic resonance imaging (MRI).4-7

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pleura

Pleura terdiri atas membrane serosa viseralis dan parietalis. Pleura melingkupi
parenkim paru, mediastinum, diafragma serta tulang iga. rongga pleura terisi cairan
yang memisahkan kedua pleura, sehingga memungkinkan pergerakan kedua pelura
tanpa hambatan selama proses respirasi. Pleura viseral membatasi permukaan luar
parenkim paru termsuk bagian fisura interlobaris, sementara pleura parietal
membatasi dinding dada yang tersusun dari tulang iga, diafragma dan mediastinum.
Bagian terrendah pleura parietal berada pada sulcus kostofrenikus. Terdapat
rongga pleura antara pleura viseralis dan parietalis yang berisi cairan ataupun udara.
Dalam keadaan normal, terdapat sekitar 1 hingga 5 mL cairan pleura pada rongga
pleura. Besar rongga pleura adalah sekitar 0,2 hingga 0,4 mm.1

Gambar 1. Anatomi Pleura. Pleura viseral yang menempel pada paru-paru,


diantara pleura viseral dan parietal terdapat rongga pleura, dan pleura parietal
membatasi dinding dada.1

5
2.2 Definisi Pneumotoraks

Pneumotoraks didefinisikan sebagai terkumpulnya udara pada rongga pleura.1

2.3 Epidemiologi Pneumotoraks


Pneumotoraks spontan primer sebagian besar terjadi pada usia 20-40 tahun.
Insiden di Amerika Serikat adalah 7 per 100.000 pria dan 1 per 100.000 wanita per
tahun. Rasio pria terhadap wanita adalah 5:1. Mayoritas rekurensi terjadi pada
tahun pertama, dan insidensi berkisar dari 25% hingga 50%. Tingkat kekambuhan
tertinggi selama 30 hari pertama. Sementara pada pneumotoraks spontan sekunder,
lebih banyak terlihat pada pasien usia tua 60-65 tahun. Insiden ini adalah 6 kasus
untuk pria dan 2 kasus untuk wanita per 100.000 pasien. Rasio pria terhadap wanita
adalah 3:1. Rasio tersebut meningkat dikarenakan terdapat catamenial
pneumotoraks, kondisi ketika udara memasuki rongga pleura pada saat menstruasi.
PPOK memiliki insiden 26 pneumotoraks per 100.000 pasien. Risiko
penumotoraks spontan pada perokok berat adalah 102 kali lebih tinggi daripada
non-perokok.1,8
Di Indonesia, angka kejadian penumotoraks cukup banyak dan memiliki angka
mortalitas yang tinggi. Di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 2000-2011
didapatkan pasien dengan penumotoraks spontan primer 25%, penumotoraks
spontan sekunder 47,1%, penumotoraks traumatik 13,5%, dan pneumotoraks
tension 14,4%. Angka mortalitas penumotoraks juga tinggi yaitu sebanyak 33.7%
dengan penyebab kematian terbanayk karena gagal napas, 45,8%.8
2.4 Etiologi Pneumotoraks
A. Pneumotoraks spontan
(i) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya
dan tanpa adanya penyakit paru sebelumnya, biasanya berasal dari
subopleura bleb atau bulla.9
(ii) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit
paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya emfisema.9
B. Pneumotoraks traumatik
Pneumotoraks traumatik dapat terjadi secara iatrogenik atau trauma.9
C. Penyakit yang dapat merusak jaringan paru

6
Penyakit kronis fibrosis, seperti eosinofilik granuloma.9
D. Penyakit yang dapat membuat jaringan paru menjadi kaku
Contoh penyakit yang dapat membuat jaringan paru menjadi kaku
adalah penyakit membran hialin.9
E. Alveoli atau brokiolus ruptur
Contoh penyakitnya adalah asthma.9
2.5 Klasifikasi Pneumotoraks
 Pneumotoraks dapat dibagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu
spontan dan traumatik. Spontan juga dibagi menjadi primer dan sekunder,
dimana primer terjadi pada keadaan paru normal dan sekunder terjadi akibat
penyakit paru yang telah mendasarinya.8-9
 Berdasarkan ada tidaknya pergeseran struktur mediastinum, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis :
A. Simple Pneumotoraks
Biasanya tidak ditemukan adanya pergeseran pada organ hemitoraks.9
B. Tension Pneumotoraks
Tension pneumotoraks atau Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks
dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.
Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta
percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal napas. Akibat peningkatan tekanan udara, makan akan
mengakibatkan pergeseran stuktur mediastinum menjauh dari
pneumotoraks. Selain dari pergeseran struktur mediastinum, dapat juga
terjadi inversi pada hemidiafragma terutama pada sisi sebelah kiri, dan
dapat terjadi perubahan pada kontur jantung pada sisi pneumotoraks,
dimana kontur jantung akan menjadi datar. Bila tekanan intratorakal
terus meningkat, dapat menyebabkan kerusakan aliran darah balik vena
ke jantung. 8-10

7
2.6 Pemeriksaan Radiologi pada Pneumotoraks
2.6.1 Pemeriksaan Foto / X-Ray pada Pneumotoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto toraks dapat ditegakkan
dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
(i) Visceral pleural white line pada foto toraks PA

Gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami


pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang
mengalami pneumotoraks dengan paru yang kolaps memberikan
gambaran radioopak. Bagian paru yang kolaps dan yang
menganlami pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps
berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis yang
biasa dikenal dengan visceral pleural white line. Garis ini berbentuk
convex keluar terhadap dinding dada.9-12

Gambar 2. Foto toraks PA. Visceral pleural white line ditunjukkan dengan panah
putih.9
(ii) Deep sulcus sign pada foto toraks supine

Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang


dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.
Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura

8
menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan
lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut
kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Jika hal ini
terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang dengan posisi tegak.
Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks berupa
tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya terjadi
pada posisi supine di mana udara berkumpul di daerah anterior tubuh
utamanya daerah medial. Tetapi 30% pneumotoraks dengan foto
suping tidak terdeteksi.9-13

Gambar 3. Foto toraks supine. Deep sulcus sign (panah berwarna hitam) dan sinus
costofrenikus normal (panah putih)9

(iii)Dapat ditemukan pergeseran mediastinum ke arah kontralateral


dan depresi diafragma. Pergeseran mediastinum paling sering
terlihat adalah organ trakea. Depresi hemidiafragma disebabkan
oleh peningkatan tekana intratorakal.9

9
Gambar 4. Foto Toraks PA. Pasien dengan kondisi pneumotoraks spontaneous,
didapatkan paru kiri yang kolaps (panah solid putih), pergeseran trakea ke arah
kontralateral (panah hitam), dan depresi diafragma.9

2.6.2 Pemeriksaan Ultrasonografi pada Pneumotoraks


Ultrasound merupakan gelombang suara dengan frekuensi di atas
ambang pendengaran manusia, yaitu sebesar 2-15 MHz. Ultrasounds
akan disebarkan apabila melewati media cair (cairan dan darah) atau
jaringan yang banyak mengandung air (otot, hati, dan paru), diserap
apabila melewati media padat (tulang), dan dipantulkan apabila
melewati media gas (udara). Tulang dan udara sangat sulit untuk
dievaluasi dengan menggunakan USG.14
Pada pemeriksaan USG toraks dapat digunakan 2 probe, yaitu probe
curvilinier (2-5MHz) dan probe linier (5-10 MHz). Probe curvilinier
baik untuk menggambarkan struktur yang lebih dalam seperti atelektasis,
efus pleura dan jantung. Probe linier digunakan untuk melihat pleura

10
viseralis dan parietalis, dimana akan tampak sebagai dua garis berbeda.
Pleura viseralis akan tampak sebagai garis yang lebih tebal daripada
pleura parietalis. Kedua lapisan tersebut dapat terlihat bergerak
berlawanan satu sama lainnya sesuai dengan gerak pernapasan.13-15
Pada gambaran USG pneumotoraks dengan M-mode didapatkan adanya
gambaran garis mendatar pada seluruh layar USG yang disebut juga
sebagai tanda barcode atau stratosphere, dimana pada keadaan normal
didapatkan adanya tanda seashore. Pada teknik M-mode, tidak
didapatkan tanda lung sliding, lung pulse, dan B lines, tetapi didapatkan
lung point.13-14

Gambar 5. USG toraks normal dengan gambaran Seashore.6

11
Gambar 6. USG toraks. Pneumotoraks dengan Barcode sign.6

Pada keadaan normal, B lines sering terlihat dalam jumlah banyak,


sehingga dapat disebut dengan lung rocket atau comet tail artifact.
Gambaran tersebut berasal dari singgungan antara jaringan fibrosa
pleura viseral dan parietal yang akan terganggu bila terdapat udara di
rongga pleura. Bila masih terlihat B-lines maka pneumotoraks dapat
diekslusikan.13-15

Gambar 7. USG toraks. Gambaran garis vertikal, B lines (A) dan lung rocket (B)15

Lung point menunjukkan titik batas antara pleura normal yang saling
melekat dan pleura yang terpisah oleh udara di dalamnya. Gambaran
tanda ini berupa pleura normal dengan lung sliding dan B-lines di satu
sisi dan sisi lainnya berupa penumotoraks dengan tidak terlihatnya lung

12
sliding dan B-lines. Sensitivitas lung point adalah 79% dan
spesifisitasnya adalah 100%. Pemeriksaan di seluruh zona paru dapat
menggambarkan luasnya pneumotoraks. Tanda diagnostik lain adalah
lung pulse yakni gerakan ritmik pleura akibat kontraksi jantung. Bila
terlihat tanda ini, maka pneumotoraks bisa disingkirkan.15-17

Gambar 8. USG Pneumotoraks dengan gambaran barcode sign dan lung point.15

Teknik M-mode dan doppler juga dapat digunakan untuk


mengkonfirmasi lung sliding dan lung pulse. M-mode dapat
memperlihatkan ritme lung pulse dengan baik pada bagian lung sliding
B-mode. Teknik USG juga perlu diubah menjadi M-mode pada titik
tidak ditemukannya lung sliding. Pada titik ini M-mode menunjukkan
tanda diagnostik berupa Barcode sign, dimana hilangnya gambaran
bergranul (Seashore sign).15
USG memiliki keakuratan yang baik dalam mendiagnosis pneumotoraks
pada pasien dengan trauma mayor. Pada penelitian yand dilakukan pada
Instalasi Gawat Darurat (IGD), USG memiliki sensitifitas 88% dan
spesifisitas 99,5%. USG merupakan pemeriksaan yang efektif dalam
keadaan gawat darurat dan penting dalam mendiagnosis pneumotoraks
dini. Pada penilitian meta-analisis menunjukkan bahwa keakuratan
diagnostik USG lebih tinggi daripada foto toraks supine dalam
mendiagnosis pneumotoraks, USG memiliki spesifisitas dan sensitivitas
(87% dan 99%) dan foto toraks supine (46% dan 100%).18-21
2.6.3 Pemeriksaan Computed Tomography pada Pneumotoraks
CT scan merupakan gold standard yang digunakan untuk mendiagnosa
dan mengukur besar pneumotoraks. CT scan toraks lebih spesifik untuk
membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas

13
antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder. CT
scan dapat mendeteksi udara minimal pada rongga pleura. CT scan dapat
melihat udara pada rongga pleura yang berakumulasi di bagian ventral
atau dinding torakal medial. CT scan juga dapat mengidentifikasi cairan
pada hidropneumotoraks. CT scan juga dapat digunakan sebagai
pemeriksaan dini pneumotoraks pada pasien dengan trauma tumpul.
Sensitifitas dan spesifisitas CT scan adalah 100%. Pengukuran besarnya
pneumotoraks merupakan hal kontroversial dan tidak terdapat
konsensus internasional. Menurut British Thoracic Society (BTS)
guidelines 2010, pengukuran pneumotoraks diukur dari dinding toraks
hingga tepi paru setinggi hilum, dibagi menjadi besar (≥2cm) dan kecil
(<2cm). Namun, CT scan tidak dapat digunakan pada pasien
haemodinamik yang tidak stabil. Tidak semua fasilitas kesehatan
memiliki modalitas CT scan karena biaya yang mahal dan CT scan
menggunakan radiasi.5-6,9,22-23

Gambar 9. CT scan toraks potongan axial. Pneumotoraks bilateral (panah putih) dan
terdapat juga subcutaneous emfisema (panah hitam) yang disebabkan karena udara
bocor dari selang yang dimasukkan.9

2.6.4 Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging pada Pneumotoraks


Pneumotoraks terdiagnosa menggunakan MRI dengan sensitivitas 100%
dan spesifitas dan akurasi 73%. MRI postmortem dapat dilakukan untuk
mendiagnosa pneumotoraks karena 10 kasus pneumotoraks tidak

14
terdiagnosa ketika dilakukan otopsi. Pada kasus pneumotoraks berulang
dengan pleural endometriosis yang akan menjalani pembedahan, MRI
dikatakan pemeriksaan penting yang dapat membantu dalam
mengevaluasi karena MRI memberikan resolusi dan kontras spasial
yang lebih baik dan lebih mampu untuk mengkarakterisasi lesi
hemoragik. MRI juga dapat digunakan untuk membantu mendiagnosa
catamenial pneumotoraks ataupun mencari kemungkinan terjadinya
diafragma endometriosis.24-27

Gambar 10. MRI toraks potongan axial (A dan B) dan coronal (C dan D). Gambar
tersebut menunjukkan pneumotoraks kanan (panah putih).27

2.7 Diagnosis Banding Pneumotoraks


o Bula paru
Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang hiperlusen,
dengan dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa kasus, dimana
bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan gambaran radiologi
yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk membedakannya, dapat dilihat dari
daerah yang hiperlusen apakah pada daerah tersebut terdapat gambaran
vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks daerah hiperlusen-nya tidak

15
terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular, sedangkan pada
bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang mengalami
bleb atau bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di
sekitar bulla akan mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan
bulla tersebut kepada jaringan paru. Pada foto toraks, garis pleura pada bulla
terlihat lebih konkaf, memperlihatkan tepi medial dari bulla. Sedangkan pada
pneumotoraks, garis pleura terlihat konveks terhadap dinding dada. Bila
diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan CT scan toraks untuk menegakkan
diagnosis.9,28

Gambar 11. Foto toraks PA. Gambaran pada bula paru pada lobus kanan atas,
terlihat dinding tipis bula (panah putih).9

Gambar 12. CT scan toraks potongan axial. Bula pada bagian paru kanan
(panah putih garis putus), pneumotoraks paru kiri (panah putih solid), dan
subcutaneous emfisema (panah hitam).9

16
o Emboli paru
Akibat terjadi emboli pada arteri pulmonalis yang akan menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi jaringan. Ketika terjadi penurunan perfusi jaringan, jumlah
pembuluh darah yang akan terlihat pada pemeriksaan radiologi terutama foto
toraks akan menurun, tanda tersebut dinamakan sebagai Westermark sign of
oligemia.9

17
BAB III

KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan kasus kegawatdaruratan yang harus didiagnosis sedini


mungkin. Pnumotoraks dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan radiologi,
dengan CT scan sebagai gold standard. CT scan dapat melihat udara minimal dan
mengukur besarnya pneumotoraks. Namun, tidak semua fasilitas kesehatan memiliki
CT scan, dan tidak semua pasien dapat dilakukan CT scan, seperti pasien dengan
hemodinaka tidak stabil. Pemeriksaan radiologi lain yang dapat membantu dalam
mendiagnosis pneumotoraks adalah USG dan foto toraks. USG lebih baik dalam
mendiagnosis pneumotoraks dibandingkan dengan foto toraks. USG juga dapat
digunakan di IGD dan pada pasien dengan trauma mayor. Foto polos toraks juga dapat
memperlihatkan adanya pneumotoraks dengan gambaran garis pleura. Selain itu,
pemeriksaan MRI juga dapat dilakukan untuk melihat lebih jelas bila pneumotoraks
disertai dengan penyakit lainnya atau pada catamenial pneumotoraks. MRI dapat
melihat lebih jelas bila pneumotoraks disertai dengan lesi hemoragik.4-9,18-28

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Collins J, Stern EJ. Chest Radiology : The Essentials. Philadelpiha : Wolters


Kluwer Health. 2015; p. 398-419.
2. Masengi WD, Loho E, Tubagus V. Profil hasil pemeriksaan foto toraks pada pasien
pneumotoraks di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. RD Kandou
Manado periode Januari 2015–Agustus 2016. e-CliniC. 2016;4(2).
3. Erdiyenti EM, Anggrainy F, Russilawati R, Khairsyaf O. Pneumothoraks Spontan
Bilateral: Komplikasi Inhalasi Metamfetamin. Jurnal Kedokteran YARSI. 2020
Aug 13;28(2):014-20.
4. Ince A, Ozucelik DN, Avci A, Nizam O, Dogan H, Topal MA. Management of
pneumothorax in emergency medicine departements: multicenter trial. Iran Red
Cres Med J. 2013;15(12):1
5. Imran M, Bhatti MA, Nazir M, Mirza TM. Diagnostic Accuracy Of Chest
Ultrasonography In The Early Detection Of Pneumothorax Taking Chest Ct Scan
As Gold Standard. Pjr. 2018 Jan 2;28(1).
6. Abdalla W, Elgendy M, Abdelaziz AA, Ammar MA. Lung ultrasound versus chest
radiography for the diagnosis of pneumothorax in critically ill patients: a
prospective, single-blind study. Saudi journal of anaesthesia. 2016 Jul;10(3):265.
7. Andrews JP, McKillop G, Dweck MR. Incidental finding of large pneumothorax
on Cardiac MR scan. BMC Medical Imaging. 2018 Dec;18(1):1-3.
8. McKnight CL, Burns B. Pneumothorax. StatPearls [Internet]. 2020 Aug 11.
9. Herring W. Learning radiology: recognizing the basics. 3rd en. Philadelphia :
Elsevier Health Sciences; 2016. p. 76-81.
10. Light RW, Gary LYC. Pneumothorax, Chylothorax, Hemothorax, and Fibrothorax.
In: Robert J Mason et al, editor. Textbook of Respiratory Medicine. 5th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 1764-87.
11. Masengi WD, Loho E, Tubagus V. Profil hasil pemeriksaan foto toraks pada pasien
pneumotoraks di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. RD Kandou
Manado periode Januari 2015–Agustus 2016. e-CliniC. 2016;4(2).
12. Ruppert AM, Sroussi D, Khallil A, Giot M, Assouad J, Cadranel J, Gounant V.
Detection of secondary causes of spontaneous pneumothorax: Comparison between
computed tomography and chest X-ray. Diagnostic and interventional imaging.
2020 Apr 1;101(4):217-24.
13. Klein JS. Chest. In : Klein JS, Brant WE, Helms CA, Vinson EN. Brant and Helms'
Fundamentals of Diagnostic Radiology. 5th ed. Philadelphia : Wolters Kluwer,
2019 . p. 306-8,482-5,1234-7
14. Koesoemoprodjo W, Winaya E. Peranan Ultrasonografi Toraks dalam Menegakkan
Diagnosis Beberapa Kelainan pada Paru. Jurnal Respirasi. 2015;1(1):29-39.
15. Antariksa B, Elhidsi M, Kusumosutoyo D. Peran Ultrasonografi dalam Diagnosis
Pneumotoraks. J Respir Indo. 2018 Okt 4; 38(4):239-43.
16. Gargani L, Volpicelli G. How I do it: lung ultrasound. J Cardiovasc Ultrasound.
2014;12:1-10.
17. Deluca C, Valentino M, Rimondi MR, Brachini M. Use of chest sonography in
acute-care radiology. J Ultrasound. 2008;11:125-34.
18. Ianniello S, Piccolo CL, Trinci M, Cat CA, Miele V. Extended-FAST plus MDCT
in pneumothorax diagnosis of major trauma: time to revisit ATLS imaging
approach?. Journal of Ultrasound. 2019 Dec 1;22(4):461-9.

19
19. Kaya Ş, Çevik AA, Acar N, Döner E, Sivrikoz C, Özkan R. A study on the
evaluation of pneumothorax by imaging methods in patients presenting to the
emergency department for blunt thoracic trauma. Turkish Journal of Trauma and
Emergency Surgery. 2015 Sep 1;21(5):366-72.
20. Ebrahimi A, Yousefifard M, Kazem HM, Reza H, Rasouli, Asady H, dkk.
Diagnostic accuracy of chest ultrasonography versus chest radiography for
identification of pneumothorax: a systematic review and meta-analysis. NRITLD.
2014;13(4):29-40.
21. Chandra S. Peran Ultrasonografi dalam Diagnosis Pneumotoraks pada Kasus Henti
Jantung: Laporan Kasus. eJournal Kedokteran Indonesia. 2019 Sep 14.
22. MacDuff A, Arnold A, Harvey J. Management of spontaneous pneumothorax:
British Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010. (2010) Thorax. 65 Suppl
2: ii18-31
23. Omar HR, Mangar D, Khetarpal S, Shapiro DH, Kolla J, Rashad R, Helal E,
Camporesi EM. Anteroposterior chest radiograph vs. chest CT scan in early
detection of pneumothorax in trauma patients. International archives of medicine.
2011 Dec;4(1):1-5.
24. Ross S, Ebner L, Flach P, Brodhage R, Bolliger SA, Christe A, Thali MJ.
Postmortem whole-body MRI in traumatic causes of death. American Journal of
Roentgenology. 2012 Dec;199(6):1186-92.
25. Marchiori E, Zanetti G, Rafful PP, Hochhegger B. Pleural endometriosis and
recurrent pneumothorax: the role of magnetic resonance imaging. The Annals of
thoracic surgery. 2012 Feb 1;93(2):696-7.
26. Rousset P, Rousset-Jablonski C, Alifano M, Mansuet-Lupo A, Buy JN, Revel MP.
Thoracic endometriosis syndrome: CT and MRI features. Clinical radiology. 2014
Mar 1;69(3):323-30.
27. Ammendola RM, Barchetti G, Ceravolo I, Fiorelli A, Carbone I. Diagnosis of
pneumothorax without exposure to ionising radiation. Thorax. 2016 Nov
1;71(11):1068-9.
28. Amanda AP, Wijayanti O. Pneumotoraks pada Tuberkulosis Milier: Sebuah
Laporan Kasus. Ina J Chest Crit and Emerg Med. 2015:2(4); 191-4

20

Anda mungkin juga menyukai