NIM : 0303172123 KELAS : BKI-3 / SEMESTER VII MATKUL : PROFESIONALISASI PROFESI KONSELING
KREDENSIALISASI DAN STANDAR KOMPETENSI KONSELOR
A. Kredensialisasi Konsep kredensialisasi dan akriditasi berkaitan dengan kata kredit yang berasal dari bahasa latin, credere berarti kepercayaan. Suatu kepercayaan dapat diberikan karena sesuatu itu benar adanya atau karena seseorang atau sesuatu organisasi telah melakukan sesuatu yang patut dihargai atau telah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kemampuan seseorang tenaga profesi atau lembaga yang bersangkutpaut dengan profesi diuji dan kepadanya diberikan tanda bukti bahwa yang bersangkutan benarbenar diyakini dan dapat diberi kepercayaan untuk melaksanakan tugas dalam bidang profesi yang dimaksudkan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa kredensialisasi adalah penganugerahan kepercayaan kepada konselor profesional yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan dan memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesional secara independen kepada masyarakat maupun di dalam lembaga tertentu. Lisensi diberikan oleh asosiasi bimbingan dan konseling Indonesia (ABKIN) atas dasar permohonan yang bersangkutan, berlaku untuk masa waktu tertentu dan dilakukan evaluasi secara priodik untuk menentukan apakah lisensi masih bisa diberikan ABKIN melalui badan Akriditasi dan Kredensialisasi Konselor Nasional. Seorang konselor tidak secara otomatis memperoleh kredensial, kecuali atas dasar permohonan dan melalukan secara nyata layanan profesi bagi masyarakat atau sekolah. Untuk kepentingan kredensialisasi pada masa ini ABKIN merancang pola kredensialisasi sebagai berikt: 1. Para Guru Besar dan Doktor Bimbingan dan Konseling yang memiliki latar belakang sarjana/S1 dan S2 bimbingan dan konseling diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan kredensial, dengan melalui asesmen sesuai dengan ketentuan dan standar yang ditetapkan ABKIN. Kelompok ini dapat menyelenggarakan layanan independen di masyarakat. Terhadap kelompok ini ABKIN bisa saja memberikan penganugerahan khusus berdasarkan kriteria yang ditetapkan ABKIN. 2. Para konselor profesional lulusan program pendidikan profesi konselor (PPK) diberikan kredensial atas dasar permohonan melalui asesmen yang ditetapkan ABKIN. Kelompok ini dapat menyelenggarakan layanan independen di masyarakat. 3. Para lulusan Magister Pendidikan (S2) dalam bidang bimbingan dan konseling, dengan latar belakang S1 bimbingan dan konseling, dapat memperolah lisensi setelah melakukan layanan kemasyarakatan dalam priode waktu tertentu dan melalui asesmen khusus. 4. Para lulusan program S1 Bimbingan dan Konseling diberi kewenangan khusus untuk layanan bimbingan dan konseling di sekolah. 5. Para lulusan program S2 Bimbingan dan Konseling yang berlatar belakang S1 bukan bimbingan dan konseling tidak diberikan lisensi sebagai konselor, tetapi bisa diberi kewenangan untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. 6. Para lulusan S3 (Doktor) Bimbingan dan Konseling dengan latar belakang S2 Bimbingan dan konseling tapi bukan berasal dari S1 bimbingan dan konseling bisa dipertimbangkan memperoleh lisensi setelah melaksanakan layanan profesional tersupervisi dan melalui asesmen khusus.
B. Standar Kompetensi Konselor
Perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan kebutuhan masyarakat berkenaan dengan pelayanan konseling menuntut adanya standarisasi profesi konseling di Indonesia. Permen Diknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, ditetapkan sebagai salah satu upaya untuk mempertegas dan untuk melaksanakan peraturan pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Maka ditetapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor (SKAKK), sebagai berikut: 1. Pendahuluan Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi penddik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar,tutor, widyaswara, fasilitator, dan instruktur (UU No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 6). Masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi akademik dan kompetekinerja konselor 2. Standar Kompetensi Konselor Atas dasar konteks tugas dan ekspektasi kinerja dimaksud, sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah (scientific basis) dari kiat (arts) pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah pengetahuan (enabling competencies) yang digunakan oleh konselor untuk mengenal secara mendalam dari berbagai segi kepribadian konseli yang dilayani, seperti dengan sudut pandang psikologik, antropologik, sosiologik, filosofik, serta berbagai program, sarana dan prosedur yang diperlukan untuk menyelenggarakan pepelayanan bimbingan dan konseling, baik yang berkembang dari hasil-hasil penelitian maupun dari pencermatan terhadap praksis di bidang bimbingan dan konseling sepanjang perjalanannya sebagai bidang pelayanan profesional. Kompetensi Akademik calon konselor meliputi kemampuan (a) mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani, (b) menguasai khasanah teoretik konteks, asas, dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pepelayananbimbingan dan konseling, (c) menyelenggarakan pepelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (d) mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan. 3. Standar Kualifikasi Akademik Kompetensi profesional konselor dibangun melalui pengalaman praktek menerapkan kompetensi akademik yang terefleksikan dari kualifikasi akademik. Dengan demikian, standar kualifikasi akademik konselor adalah tamatan program pendidikan Sarjana (S1) Bimbingan dan Konseling dimana kualifikasi akademik dan Pendidikan Profesi Konselor (PPK) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pendidikan profesional konselor.
Sumber : Dr. Tarmizi, M.Pd, (2018). Profesionalisasi Profesi Konselor Berwawasan Islami. Medan : Perdana Publishing.