Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evidence Based Practice (EBP) merupakan upaya untuk

mengambil keputusan klinis berdasarkan sumber yang paling relevan dan

valid. Oleh karena itu EBP merupakan jalan untuk mentransformasikan

hasil penelitian ke dalam praktek sehingga perawat dapat meningkatkan

“quality of care” terhadap pasien. Selain itu implementasi EBP juga akan

menurunkan biaya perawatan yang memberi dampak positif tidak hanya

bagi pasien, perawat, tapi juga bagi institusi pelayanan kesehatan.

Sayangnya penggunaan bukti-bukti riset sebagai dasar dalam pengambilan

keputusan klinis seperti seorang bayi yang masih berada dalam tahap

pertumbuhan.

Evidence-Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang

dapat digunakan dalam praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan

evidence atau fakta. Selama ini, khususnya dalam keperawatan, seringkali

ditemui saat praktik-praktik atau intervensi yang ditemukan

Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar

scientific dalam pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang

diberikan dapat dipertanggung jawabkan. Sayangnya pendekatan evidence

base di Indonesia belum berkembang termasuk penggunaan hasil riset ke

dalam praktek. Tidak dapat dipungkiri bahwa riset di Indonesia hanya


untuk kebutuhan penyelesaian studi sehingga hanya menjadi tumpukan

kertas semata.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan menelaah situasi

tentang Evidence Based Practice di tatanan klinis keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengetian

Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-

bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan

keputusan klinik dalam merawat individu pasien. EBP merupakan

salah satu  perkembangan yang penting pada dekade ini untuk

membantu sebuah profesi, termasuk kedokteran, keperawatan, sosial,

psikologi, public health, konseling dan profesi kesehatan dan sosial

lainnya. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu

berdasar bukti empiris, sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian

dari praktisi.

EBP merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk

pengambilan keputusan dalam organisasi pelayanan kesehatan yang

terintegrasi di dalamnya adalah ilmu pengetahuan atau teori yang ada

dengan pengalaman dan bukti-bukti nyata yang baik (pasien dan

praktisi). EBP dapat dipengaruh oleh faktor internal dan external serta

memaksa untuk berpikir kritis dalam penerapan pelayanan secara

bijaksana terhadadap pelayanan pasien individu, kelompok atau system

(newhouse, dearholt, poe, pough, & white, 2005).

B. Implikasi EBP Bagi Perawat


Peran perawat melayani penting dalam memastikan dan

menyediakan praktik berbasis fakta. Mereka harus terus-menerus

mengajukan pertanyaan, “Apa fakta untuk intervensi ini?” atau

“Bagaimana kita memberikan praktik terbaik?” dan “Apakah ini hasil

terbaik yang dicapai untuk pasien, keluarga dan perawat?” Perawat

juga posisi yang baik dengan anggota tim kesehatan lain untuk

mengidentifikasi masalah klinis dan menggunakan bukti yang ada

untuk meningkatkan praktik. Banyak kesempatan yang ada bagi

perawat untuk mempertanyakan praktik keperawatan saat itu dan

penggunaan bukti untuk melakukan perawatan lebih efkti.

1. Model EBP Model Stetler

Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976

kemudian diperbaiki tahun 1994 dan revisi terakhir 2001. Model

ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence Base

Practice Nursing.

a. Tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah

atau isu yang muncul, kemudian menvalidasi masalah dengan

bukti atau landasan alasan yang kuat.

b. Tahap validasi. Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti

atau jurnal yang ada (baik bukti empiris, non empiris,

sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti

menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti


di sini apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada tidak

mendukung.

c. Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan. Pada

tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan

bukti yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan

untuk melakukan penelitian sendiri apabila bukti yang ada

tidak bisa dipakai.

d. Tahap translasi atau aplikasi. Tahap ini memutuskan pada level

apa kita akan melakukan penelitian (individu,

kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian,

menentukan strategi untuk melakukan diseminasi formal dan

memulai melakukan pilot projek.

e. Tahap evaluasi. Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal

maupun non formal, terdiri atas evaluasi formatif dan sumatif,

yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.Model IOWA

Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah.

Trigger bisa berupa knowledge focus atau problem focus. Jika

masalah yang ada menjadi prioritas organisasi, maka baru

dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga

kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam penelitian.

Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang

ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera


dilakukan uji coba dan hasilnya harus dievaluasi dan

didiseminasikan.

2. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote

Quality Care

Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler,

PhD, RN, FAAN, Model IOWA diawali dari pemicu/masalah.

Pemicu/masalah ini sebagai focus ataupun focus masalah. Jika

masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi, tim segera

dibentuk. Tim terdiri dari stakeholders, klinisian, staf perawat, dan

tenaga kesehatan lain yang dirasakan penting untuk dilibatkan

dalam EBP. Langkah selanjutkan adalah mensistesis EBP.

Perubahan terjadi dan dilakukan jika terdapat cukup bukti yang

mendukung untuk terjadinya perubahan . kemudian dilakukan

evaluasi dan diikuti dengan diseminasi (Jones & Bartlett, 2004;

Bernadette Mazurek Melnyk, 2011).

3. Model konseptual Rosswurm & Larrabee

Model ini disebut juga dengan model Evidence Based

Practice Change yang terdiri dari 6 langkah yaitu :

a. Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis

b. Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik

c. Tahap 3 : kritikal analisis evidence

d. Tahap 4 : design perubahan dalam praktek

e. Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan


f. Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek

Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based

Nursing ke lahan paktek harus memperhatikan latar belakang teori

yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan metode yang digunakan,

serta penggunaan nomenklatur yang standar.

C. Pentingnya EBP untuk praktik keperawatan

1.  Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada

pasien

2. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan

3.  Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan

4.  Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan.

5.  Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi

penelitian terbaru

6.  Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting

untuk meningkatkan kualitas perawatan pada pasien.

D. Hambatan Untuk Menggunakan EBP

Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik

sehari-hari telah dikutip dalam berbagai penelitian, diantaranya:

1. Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek

2. Kesulitan alam mengubah praktek

3. Kurangnya dukungan administratif

4. Kurangnya mentor berpengetahuan

5. Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian


6. Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian

7. Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis

bukti

8. Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia

9. Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel

10. Tidak ada waktu dalam bekerja untuk membaca penelitian

11. Kompleksitas laporan penelitian

12.   Kurangnya pengetahuan tentang EBP dan kritik dari artikel

13. Merasa kewalahan

E. Konsep Penelitian Keperawatan

Penelitian keperawatan melibatkan penyelidikan sistematis yang

dirancang khusus untuk mengembangkan, memperbaiki, dan

memperluas pengetahuan keperawatan. Sebagai bagian dari disiplin

klinis dan professional, perawat memiliki bidang keilmuan yang unik,

yang membahas praktik keperawatan, administrasi, dan pendidikan.

Perawat peneliti mengkaji masalah-masalah yang menjadi perhatian

khusus untuk perawat dan pasien, keluarga dan masyarakat yang

mereka layani.Metode penelitian keperawatan dapat kuantitatif,

kualitatif, atau campuran (yaitu, triangulasi) :

1. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan objektif, data

kuantitatif (seperti tekanan darah atau denyut nadi) atau

menggunakan instrument survey untuk mengukur pengetahuan,

sikap, kepercayaan atau pengalaman.


2. Peneliti kualitatif menggunakan metode seperti wawancara atau

analisis narasi untuk membantu memahami fenomena tertentu.

3. Pendekatan triangulasi menggunakan kedua metode kuantitatif

dan kualitatif Isu-Isu Yang Terkait Dengan EBP, Penelitian

Keperawatan Dan Aplikasi Dalam Pelayanan EBP, penelitian

keperawatan dan aplikasi merupakan rangkaian proses yang

saling berkesinambungan .Sebelum melakukan penelitian

keperawatan khususnya diarea klinik, dibutuhkan data-data atau

buktibukti dari hasil penelitian terdahulu yang mendukung

masalah yang akan kita teliti. Hasil penelitian yang telah

dilakukan, akan menjadi evindence dalam pengambilan keputusan

klinis, sehingga tindakan yang dilakukan sudah berdasar hasil

penelitian yang teruji.

a. Mengidentifikasi Masalah Praktik Klinis

Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah atau isu

praktek klinis. Sebagai konsekuensinya, ini adalah langkah

yang paling sulit karena dibutuhkan banyak pemikiran danu

paya untuk menyempurnakan pernyataan masalah untuk

mengembangkan bukti-praktik keperawatan berdasar

projects. 

b. Pengumpulan dan Penilaian Bukti Evidance

Langkah ke dua adalah mengumpulkan dan menilai bukti,

bukti empiris (penelitian) dan bukti non empiris. Bukti


nonempiris penting untuk mendukung perubahan praktik,

sedangkan bukti empiris adalah dengan evidence termasuk uji

klinis, non eksperimental dan meta analisis. Harus dibedakan

studi penelitian yang sebenarnya dengan yang bukan

penelitian.Jurnal keperawatan sangat baik dimana

mengarahkan pengarang untuk memberikan judul sehingga

pembaca dapat menemukan komponen penting dari sebuah

artikel penelitian.Bukti non empiris meliputi ulasan literatur

yang diterbitkan, pendapat dari artikel dan protocol/pedoman

serta literature review penelitian yang dipublikasikan.

c. Membaca dan Analisa Penelitian Empiris

Langkah pertama adalah dengan melihat abstract untuk

menyaring artikel yang relevan, kemudian membaca hasil

penelitian sehingga didapatkan suatu ide penelitian dan

pengaruhnya terhadap implikasi keperawatan.

d. Meringkas Bukti Evidance

Langkah ini sangat penting untuk keberhasilan peubahan

praktik keperawatan yang kita usulkan.Sintesis temuan pada

kelompok studi penelitian empiris dianggap kredibel. Hal ini

dilakukan dengan melakukan analisis, pada analisis isi

memeriksa temuan untuk dijadikan tema. 

e. Mengintegrasikan Evidance dan Referensi  Klinis


Tahap berikutnya yang perlu disintesis adalah keahlian klinis

dan preferensi dari nilai-nilai.Diperlukan seseorang yang

memiliki keahlian klinis di bidang atau topic tertentu. Dengan

pendekatan multidisiplin akan memastikan analisis mendalam

tentang hasil penelitian yang dianalisis.

F. Pengkajian dan Alat dalam EBP

Terdapat beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga

kesehatan  professional untuk dapat menerapkan praktek klinis

berbasis bukti, yaitu :

1. Mengindentifikasi gap/kesenjangan antara teori dan praktek

2. Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan,

3. Melakukan pencarian literature yang efisien,

4. Mengaplikasikan peran dari bukti, termasuk tingkatan/hierarki dari

bukti tersebut untuk menentukan tingkat validitasnya

5. Mengaplikasikan temuan literature pada masalah pasien, dan

6. Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya pasien

dapat mempengaruhi keseimbangan antara potensial keuntungan

dan kerugian dari pilihan manajemen/terapi (Jette et al., 2003).

G. Langkah-langkah dalam EBP

1. Langkah 1: Kembangkan semangat penelitian. Sebelum memulai

dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan

semangat dalam penelitian sehingga klinikan akan lebih nyaman dan


tertarik mengenai  pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan

perawatan pasien

2. Langkah 2: Ajukan pertanyaan klinis dalam format PICOT.

Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan

evidence yang lebih baik dan relevan.

a. Populasi pasien (P),

b. Intervensi (I),

c. Perbandingan intervensi atau kelompok (C),

d. Hasil / Outcome (O), dan

e. Waktu / Time (T).

Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien

untuk mencari database elektronik, yang dirancang untuk

mengambil hanya artikel-artikel yang relevan dengan pertanyaan

klinis. Menggunakan skenario kasus pada waktu respon cepat

sebagai contoh, cara untuk membingkai pertanyaan tentang

apakah penggunaan waktu tersebut akan menghasilkan hasil yang

positif akan menjadi: "Di rumah sakit perawatan akut (populasi

pasien), bagaimana memiliki time respon cepat (intervensi)

dibandingkan dengan tidak memiliki time respon cepat

(perbandingan) mempengaruhi jumlah serangan jantung (hasil)

selama periode tiga bulan (waktu)? "

3. Langkah 3: Cari bukti terbaik. Mencari bukti untuk

menginformasikan praktek klinis adalah sangat efisien ketika


pertanyaan diminta dalam format PICOT. Jika perawat dalam

skenario respon cepat itu hanya mengetik "Apa dampak dari

memiliki time respon cepat?" ke dalam kolom pencarian dari

database, hasilnya akan menjadi ratusan abstrak, sebagian besar

dari mereka tidak relevan. Menggunakan format PICOT

membantu untuk mengidentifikasi kata kunci atau frase yang

ketika masuk berturut-turut dan kemudian digabungkan,

memperlancar lokasi artikel yang relevan dalam database

penelitian besar seperti MEDLINE atau CINAHL. Untuk

pertanyaan PICOT pada time respon cepat, frase kunci pertama

untuk dimasukkan ke dalam database akan perawatan akut, subjek

umum yang kemungkinan besar akan mengakibatkan ribuan

kutipan dan abstrak. Istilah kedua akan dicari akan rapid respon

time, diikuti oleh serangan jantung dan istilah yang tersisa dalam

pertanyaan PICOT. Langkah terakhir dari pencarian adalah untuk

menggabungkan hasil pencarian untuk setiap istilah. Metode ini

mempersempit hasil untuk artikel yang berkaitan dengan

pertanyaan klinis, sering mengakibatkan kurang dari 20. Hal ini

juga membantu untuk menetapkan batas akhir pencarian, seperti

"subyek manusia" atau "English," untuk menghilangkan studi

hewan atau artikel di luar negeri bahasa.

4. Langkah 4: Kritis menilai bukti. Setelah artikel yang dipilih

untuk review, mereka harus cepat dinilai untuk menentukan yang


paling relevan, valid, terpercaya, dan berlaku untuk pertanyaan

klinis. Studi-studi ini adalah "studi kiper." Salah satu alasan

perawat khawatir bahwa mereka tidak punya waktu untuk

menerapkan EBP adalah bahwa banyak telah diajarkan proses

mengkritisi melelahkan, termasuk penggunaan berbagai

pertanyaan yang dirancang untuk mengungkapkan setiap elemen

dari sebuah penelitian. Penilaian kritis yang cepat menggunakan

tiga pertanyaan penting untuk mengevaluasi sebuah studi :

a. Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas studi

berpusat pada apakah metode penelitian yang cukup ketat

untuk membuat temuan sedekat mungkin dengan kebenaran.

Sebagai contoh, apakah para peneliti secara acak menetapkan

mata pelajaran untuk pengobatan atau kelompok kontrol dan

memastikan bahwa mereka merupakan kunci karakteristik

sebelum perawatan? Apakah instrumen yang valid dan

reliabel digunakan untuk mengukur hasil kunci?

b. Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi,

pertanyaan ini keandalan studi membahas apakah intervensi

bekerja, dampaknya pada hasil, dan kemungkinan

memperoleh hasil yang sama dalam pengaturan praktek

dokter sendiri. Untuk studi kualitatif, ini meliputi penilaian

apakah pendekatan penelitian sesuai dengan tujuan


penelitian, bersama dengan mengevaluasi aspek-aspek lain

dari penelitian ini seperti apakah hasilnya bisa dikonfirmasi.

c. Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini

pertanyaan penelitian penerapan mencakup pertimbangan

klinis seperti apakah subyek dalam penelitian ini mirip

dengan pasien sendiri, apakah manfaat lebih besar daripada

risiko, kelayakan dan efektivitas biaya, dan nilai-nilai dan

preferensi pasien. Setelah menilai studi masing-masing,

langkah berikutnya adalah untuk mensintesis studi untuk

menentukan apakah mereka datang ke kesimpulan yang

sama, sehingga mendukung keputusan EBP atau perubahan.

5. Langkah 5: Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan

preferensi pasien dan nilai-nilai. Bukti penelitian saja tidak cukup

untuk membenarkan perubahan dalam praktek. Keahlian klinis,

berdasarkan penilaian pasien, data laboratorium, dan data dari

program manajemen hasil, serta preferensi dan nilai-nilai pasien

adalah komponen penting dari EBP. Tidak ada formula ajaib untuk

bagaimana untuk menimbang masing-masing elemen; pelaksanaan

EBP sangat dipengaruhi oleh variabel kelembagaan dan klinis.

Misalnya, ada tubuh yang kuat dari bukti yang menunjukkan

penurunan kejadian depresi pada pasien luka bakar jika mereka

menerima delapan sesi terapi kognitif-perilaku sebelum

dikeluarkan dari rumah sakit. Anda ingin pasien Anda memiliki


terapi ini dan begitu mereka. Tapi keterbatasan anggaran di rumah

sakit Anda mencegah mempekerjakan terapis untuk menawarkan

pengobatan. Defisit sumber daya ini menghambat pelaksanaan

EBP.

6. Langkah 6: Evaluasi hasil keputusan praktek atau perubahan

berdasarkan bukti. Setelah menerapkan EBP, penting untuk

memantau dan mengevaluasi setiap perubahan hasil sehingga efek

positif dapat didukung dan yang negatif diperbaiki. Hanya karena

intervensi efektif dalam uji ketat dikendalikan tidak berarti ia akan

bekerja dengan cara yang sama dalam pengaturan klinis.

Pemantauan efek perubahan EBP pada kualitas perawatan

kesehatan dan hasil dapat membantu dokter melihat kekurangan

dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi lebih tepat pasien mana

yang paling mungkin untuk mendapatkan keuntungan. Ketika hasil

berbeda dari yang dilaporkan dalam literatur penelitian,

pemantauan dapat membantu menentukan.

7. Langkah 7: Menyebarluaskan hasil EBP. Perawat dapat mencapai

hasil yang indah bagi pasien mereka melalui EBP, tetapi mereka

sering gagal untuk berbagi pengalaman dengan rekan-rekan dan

organisasi perawatan kesehatan mereka sendiri atau lainnya. Hal ini

menyebabkan perlu duplikasi usaha, dan melanggengkan

pendekatan klinis yang tidak berdasarkan bukti-bukti. Di antara

cara untuk menyebarkan inisiatif sukses adalah putaran EBP di


institusi Anda, presentasi di konferensi lokal, regional, dan

nasional, dan laporan dalam jurnal peer-review, news letter

profesional, dan publikasi untuk khalayak umum.

H. Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan

1. Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian

perawatan berdasarkan fakta terbaik akan meningkatkan hasil

perawatan klien.

2. Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan

mendukung “pemberian perawatan berdasarkan fakta”.

3. Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam

penggunaan EBP.

4. Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan

kesehatan.

5. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas

praktek, penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.

6. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti

dengan evaluasi yang berkelanjutan.

7. Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi,

observasi pada klien dan bagaimana respon terhadap intervensi

yang diberikan. Dalam tindakan diharapkan perawat

memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status kesehatan.


BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Metode Pembahasan

Penelitian ini menggunakan teknik rancangan Pretest - Post

Test Design, dimana rancangan ini tidak memakai kelompok

kontrol, kemudian dilakukan pre test pada kelompok tersebut,

diikuti dengan intervensi pada masing dan diakhiri dengan

melakukan post test pada kelompok setelah beberapa waktu

pemberian intervensi. Data yang diperoleh lansung dari pasien

dengan menggunakan lembar observasi yang telah disediakan

sebagai alat pengumpulan data. Lembar ini meliputi kode

responden, umur, jenis kelamin, suhu sebelum dilakukan kompres,

dan suhu sesudah dilakukan kompres. Data sekunder dalam

penelitian ini adalah nama , umur, alamat. Terapi yang akan

diberikan yang diperoleh dari data anak yang rawat jalan di SMC

RS Telogorejo

B. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa sebagian besar jenis

kelamin anak demam di SMC RS Telogorejo Semarang adalah laki

– laki yaitu sebanyak 23 anak (63,9%).


Jenis
Presentase
Kelamin Frekuensi

Laki – Laki 23 63.9


Perempuan 13 36.1

36 100.0
Jumlah

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa rata –

rata suhu tubuh sebelum diberikan kompres air hangat yaitu 38.65 ,

standar deviasi 0.45, nilai maximum 39.5, nilai minimum 37.9,

sedangkan rata – rata suhu tubuh sesudah diberikan kompres air

hangat yaitu 37.25, standar deviasi 0.53, nilai maximum 38.2, nilai

minimum 36.10.

Pada penelitian ini, sebelum dilakukan kompres air hangat

rata – rata suhu tubuh anak mencapai 38,65°C, standar deviasi

0,45, nilai maximum 39,5, nilai minimum 37,9. Setelah dilakukan

kompres hangat, didapatkan hasil yang baik yaitu adanya

penurunan suhu tubuh rata–rata suhu tubuh menjadi 37,27 °C,

standar deviasi 0,53, nilai maximum 38,2, nilai minimum 36,10.

Suhu sesudah diberikan kompres air hangat yang menunujukan

suhu normal dengan rata – rata suhu 36,1°C, 37,1°C, 37,2°C,


37,3°C, 37,4°C dan suhu yang masih diatas normal dengan rata-

rata suhu 36,7°C, 36,8°C, 37,8°C, 37,9°C, 38°C, 38,2°C dengan

hasil p value 0,001, ini menunjukan ada penurunan suhu tubuh

setelah intervensi.

Jadi kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh anak

demam karena tubuh dapat melepaskan panas melalui empat cara

yaitu radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi. Secara umum

tubuh akan melepaskan panas melalui proses konduksi yaitu

perpindahan panas akibat paparan lansung kulit dengan benda-

benda yang ada disekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas

dengan mekanisme konduksi sangat kecil , sedangkan evaporasi

(penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan panas

tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan

menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58 kilo kalori.

Pada kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme evaporasi

berlangsung sekitar 450-600 ml. Hal ini menyebabkan


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan konsep Evidence Based Practice

di atas, dapat disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang seacara

garis besar menenentukan tercapainya pelaksanaan praktek

keperawatan yang lebih baik yaitu, penelitian yang dilakukan

berdasarkan fenomena yang terjadi di kaitkan dengan teori

yang telah ada, pengalaman klinis terhadap sustu kasus, dan

pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien. Dengan

memperhatikan factor-faktor tersebut, maka di harapkan

pelaksanaan pemeberian pelayanan kesehatan khususnya

pemberian asuhan keperawatan dapat di tingkatkan terutama

dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan atau keperawatan,

pengurangan biaya (cost effective) dan peningkatan kepuasan

pasien atas pelayanan yang diberikan. Namun dalam

pelaksanaan penerapan Evidence Based Practice ini sendiri

tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu

kurangnya pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat

digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penerapan EBP itu

sendiri.
B. Saran

Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan

keperawatan yang baik, serta mengambil keputusan yang

bersifat klinis hendaknya mengacu pada SPO yang dibuat

berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Evidence Based

Practice dapat menjadi panduan dalam menentukan atau

membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori,

penelitian, serta pengalaman klinis baik oleh petugas kesehatan

maupun pasien.

\
DAFTAR PUSTAKA

 Kelee. 2011. Nursing Research & Evidence-Based Practice

 Lavin MA, Krieger MM, Meyer GA, et al.  Development and

evaluation of evidence-based nursing (EBN) filters and related

databases.  J Med Libr Assoc 93(1) January 2005.

 Ellen Fineout-Overholt RN, PhD and Linda Johnston RN, PhD. 2011.

Teaching EBP: Implementation of Evidence: Moving from Evidence to

Action

Anda mungkin juga menyukai