Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KELOMPOK

SEJARAH PERKEMBANGAN KB
ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Keluarga Berencana (KB)

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

NAMA ANGGOTA KELOMPOK


1. NULFA DINIA FITRI (1815401009)
2. SHELLA ANGGRAINI PS (1815401016)
3. VINI OKTAVIA (1815401021)

DOSEN PENGAMPU:

WIWI SARTIKA, SST., M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Keluarga Berencana (KB) dengan judul “Sejarah Perkembangan KB”.
Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati kami menerima
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik pelaksanaan maupun penulisannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi para
pembaca, Amin.

Pekanbaru, 04 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. ..............................................................................................Latar Belakang


..............................................................................................
1.2. ..............................................................................................Rumusan Masalah
..............................................................................................
1.3. ..............................................................................................Tujuan Penulisan
..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1. ………………………………...

2.2.

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan...........................................................................

3.2 Saran.....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam sejarah peradaban manusia, keluarga dikenal sebagai suatu persekutuan
terkecil pertama dan utama dalam masyarakat. Cikal bakal lahirnya Keluarga Berencana di
Dunia tidak terlepas dari adanya kekhawatiran akan terjadinya ledakan penduduk. Adanya
pendapat yang menyatakan bahwa yang menyatakan bahwa KB adalah hal yang baru
adalah tidak benar, sebab Keluarga Berencana sudah ada sejak dahulu walaupun di
Indonesia kehadirannya dianggap masih baru dibandingkan dengan negara-negara barat.
KB (keluarga berencana) yaitu membatasi jumlah anak hanya dua, tiga
dan lainnya. Keluarga berencana yang dibolehkan syariat adalah suatu usaha

pengaturan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas

kesepakatan suami istri.

Riwayat perkembangan KB di Indonesia KB masuk di Indonesia seperti

di negara lainnya melalui pintu kesehatan, bukan pintu kependudukan ataupun

isu peledakan penduduk. Pada mulanya belum dimengerti oleh banyak pihak.

Bahkan belum dimengerti dan dihayati oleh banyak para pengambil keputusan.

Masalah kependudukan adalah suatu masalah yang dihadapi oleh semua bangsa.

Masalah yang dianggap mendesak adalah perkembangan penduduk. Banyak

teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap

perkembangan penduduk. Teori-teori tersebut pada hakekatnya mencari

pemecahan tentang perkembangan penduduk yang cenderung meningkat lebih


cepat dari pada kebutuhan hidup. Pada masa Orde Baru, masalah kependudukan

menjadi fokus perhatian pemerintah. Hal ini berpengaruh terhadap keluarga

berencana di Indonesia. KB diimplementasikan sebagai program pemerintah

dalam waktu yang singkat.

Program KB berkaitan dengan program nasional di bidang kesehatan

karena program KB bersifat mendukung dan mempunyai sassaran yang serupa.

Tujuan program KB untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak yang

merupakan tujuan kelima dari lima tujuan pembangunan kesehatan. Dalam

pelayanan KB bidan menggunakan alat kontrasepsi yang lebih modern daripada

cara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pada waktu KB sebelum

menjadi program nasional .

1.2.   Rumusan Masalah 
Rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini yaitu:
1.
1.3.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah:
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah KB
Sebelum abad XX, di negara barat sudah ada usaha pencegahan kelangsungan hidup anak
karena berbagai alasan. Caranya adalah dengan membunuh bayi yang sudah lahir,
melakukan abortus dan mencegah / mengatur kehamilan. KB di Indonesia dimulai pada awal
abad XX.

Di Inggris, Maria Stopes. Upaya yg ditempuh untuk perbaikan ekonomi keluarga buruh
dg mengatur kelahiran. Menggunakan cara-cara sederhana (kondom, pantang berkala).

Amerika Serikat, Margareth Sanger. Memperoleh pengalaman dari Saddie Sachs, yang
berusaha menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan. Ia menulis buku “Family
Limitation” (Pembatasan Keluarga). Hal tersebut merupakan tonggak permulaan sejarah
berdirinya KB.

Di Indonesia sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya untuk
mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dari daun-daunan yang khasiatnya
dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat hindu bali sejak dulu hanya ada nama untuk
empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri
mengatur kelahiran anaknya sampai empat.
Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu
sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat.
Pada tanggal 23 Desember 1957 mereka mendirikan wadah dengan nama perkumpulan
keluarga Berencana Indonesia (PKBI ) dan bergerak secara silent operation membantu
masyarakat yang memerlukan bantuan secara sukarela, jadi di Indonesia PKBI adalah pelopor
pergerakan keluarga Berencana nasional.
Untuk menunjang dalam rangka mencapai tujuan, berdasarkan hasil penandatanganan
Deklarasi Kependudukan PBB 1967 oleh beberapa Kepala Negara Indonesia, maka dibentuklah
suatu lembaga program keluarga Berencana dan dimasukkan dalam program pemerintah sejak
pelita 1 (1969) berdasar instruksi presiden nomor 26 tahun 1968 yang dinamai Lembaga
Keluarga Berencana Nasional (LKBN ) sebagai lembaga semi pemerintah.
Pada tahun 1970 ditingkatkan menjadi Badan pemerintah melalui Keppres No. 8 tahun 1970
dan diberi nama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN ) yang bertanggung
jawab kepada presiden dan bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pengawasan dan penilaian
pelaksanaan program keluarga Berencana.
Melalui Keppres no. 33 tahun 1972 dilakukan penyempurnaan struktur organisasi, tugas pokok
dan tata kerja BKKBN. Dengan Keppres no 38 tahun 1978 organisasi dan struktur BKKBN
disempurnakan lagi, dimana fungsinya diperluas tidak hanya masalah KB tetapi juga kegiatan-
kegiatan lain, yaitu kependudukan yang mendukung KB (beyond family planning). Sesuai
dengan perkembangan program pembangunan nasional, ditetapkan adanya Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH ) dengan Keppres no 25 tahun 1983 yang bergerak
langsung dalam bidang kependudukan, maka dilakukan lagi penyempurnaan organisasi BKKBN
dengan keppres no 64 tahun 1983 dengan tugas pokok adalah menyiapkan kebijaksanaan umum
dan mengkoordinasikan penyelenggaraan program secara menyeluruh dan terpadu.

1.      Peristiwa Bersejarah dalam Perkembangan KB di Indonesia


a.        Pada bulan Januari 1967 di adakan symposium kontrasepsi di Bandung yang diikuti oleh
masyarakat luas melalui media masa
b.       Pada bulan Februari 1967 diadakan kongres PKBI pertama yang mengharapka agar KB
sebagai program pemerintah segera dilaksanakan
c.        Pada bulan April 1967 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin menganggap bahwa sudah
waktunya kegiatan KB dilancarkan secara resmi di Jakarta dengan menyelenggarakan proyek
KB DKI Jakarta Raya
d.       Tanggal 16 agustus 1967 gerakan KB di Indonesia memasuki era peralihan pidato pemimpin
Negara selama orde lama. Organisasi pegerakan dilakukan oleh tenaga suka rela dan beroperasi
secara diam- diam karena kepala Negara waktu itu anti terhadap KB , maka dalam orde baru
gerakan KB di akui dan di masukan dalam program pemeritah
e.       Bulan Oktober 1968 berdiri lembaga KB nasional ( LKBN ) yang sifatnya semi pemerintah
yang dalam tugasnya di awasi dan di bombing oleh mentri Negara kesejahteraan rakyat,
merupakan kristalisasi dan kesungguhan pemerintah dalam kebijakan KB
Peristiwa peristiwa bersejarah didalam perkembangan di Negara Indonesia adalah
masuknya program KB itu kedalam repelita I. adanya KUHP pasal 283 yang melarang
menyebarluaskan gagasan KB sehingga kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan
secara terbatas.

2.      Tahap –Tahap program KB Nasional


Adapun tahap kebijakan pemerintah dalam penyelenggarakan program KB Nasional di Indonesia
adalah
a.        Tahun 1970 – 1980 di kenal dengan Manajement For The PEOPLE
1)      Pemerintah lebih banyak berinisiatif
2)       Partisipasi masyarakat rendah sekali
3)      Terkesan kurang demokratif
4)       Ada unsur pemaksaan
5)        Berorientasi pada target

b.        Tahun 1980 – 1990 terjadi perubahan pada Manajement With The People
1)      Pemaksaan di kurangi
2)      Di mulainya program safari pada awal 1980_an
c.         Tahun 1985 – 1988 pemerintah menetapkan program KB Lingkaran Biru, dengan kebijakan:
1)      Masyarakat bebas memilih kontrasepsi yang akan dipakainya meskipun masih tetap dipilhkan
jenis kontrasepsi
2)       Dari 5 jenis kontrasepsi di pilihkan salah satu dari jenisnya

d.         Tahun 1988 terjadi perkembangan kebijakan, pemerintah menerapkan program Kb Lingkar
Emas yaitu:
1)       Pilih alat kontrasepsi sepenuhnya diserahkan pada peserta, asal jenis kontrasepsi sudah
terdapat di departemen kesehatan.
2)        Masyarakat sudah mulai membayar sendiri untuk alat kontrasepsinya
e.       Tahun 1998 terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga melalui peningkatan pendapatan
kelurga ( Income Generating ) pada tanggal 29 juni 1994 presiden Suharto di sidoarjho
melaksanakan plesterisasi / lantainisasi rumah- rumah secara gotong royong untuk keluarga pra
sejahteraan

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia


1. Sosial Ekonomi
Tinggi rendahnya status social dan keadaan ekonomi penduduk di
Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di
Indonesia. Kemajuan program KB tidak bisa terlepas dari tingkat ekonomi
masyarakat krena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alaty
kontrasepsi yang di gunakan.
Dengan suksesya program KB maka perekonomian suatu Negara akan
lebih baik krena dengan anggota kelurga yang sedikit kebutuhan dapat lebih
tercukupi dan sejahtera dapat terjamin
2. Sosial Budaya
Sejumlah factor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih
metode kontrasepsi.Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam
masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religious,serta budaya,
tingkat pendidikan persepsi mengenai resiko kehamilan dan status wanita.
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan
KB tetapi juga pemilihan suatu metode.Wanita yang berpendidikan
mengginkan keluarga berencana yang efektif,tetapi tidak rela untuk
mengambil resiko yang terkait sebagai metode kontrasepsi.
4. Agama
Diberbagai daerah kepercayaan religious dapat mempengaruhi klien
dalam memilih metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat
membatasi kontrasepsi mereka yang memakai KB alami. Pemimpoin islam
mengklaim bahwa sterilisasi dilarang sedangkan sebagian lainya
mengijinkan. Agama Islam tidak melarang metode kontrasepsi secara umum,
akseptor wanita berpendapat pola pendarahan yang tidak teratur disebabkan
metode hormonal akan sangat menyiulitkan merreka selama haid. Masyrakat
hindu dilarang mempersiapkan makanan selama haid sehingga pola haid yang
tidak teratur dapat menjadi masalah.

5. Status Wanita
Wanita dalam masyarakat mempengaruhi kemampuan mereka
memperoleh dan menggunakan berbagai metode kontrasepsi. Di daerah yang
setatus wanita nya meningkat, memiliki pemasukan yang lebih besar untuk
membayar metode yang lebih mahal serta memiliki lebih banyak suara dalam
mengambil keputusan.

2.3 Dampak Program Keluarga Berencana (KB) terhadap pencegahan

kelahiran

1). Untuk ibu, dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran maka

manfaatnya :

 Perbaikan kesehatan badan karena tercegahnya kehamilan yang berulang

kali dan terlalu pendek.

 Peningkatan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya

waktu yang cukup untuk mengasuh anak, beristirahat, dan menikmati

waktu luang serta melakukan kegiatan lainnya.

2). Untuk anak-anak yang dilahirkan, manfaatnya:

 Anak dapat tumbuh secara wajar karena ibu yang mengandungnya dalam

keadaaan sehat.
 Sesudah lahir, anak mendapat perhatian, pemeliharaan dan makanan yang

cukup karena kehadiran anak tersebut memang diinginkan dan

direncanakan.

3). Untuk anak-anak yang lain, manfaatnya:

 Memberi kesempatan kepada anak agar perkembangan fisiknya lebih

baik, karena setiap anak memperoleh makanan yang cukup dari sumber

yang tersedia dalam keluarga.

 Perkembangan mental dan sosialnya lebih sempurna karena pemeliharaan

lebih baik dan lebih banyak waktu yang dapat diberikan oleh ibu untuk

setiap anak.

 Perencanaan kesempatan pendidikan yang lebih baik karena sumber

sumber pendapatan keluarga tidak habis untuk mempertahankan hidup

semata-mata.

4). Untuk ayah, memberikan kesmpatan kepadanya agar dapat:

 Memperbaiki kesehatan fisiknya.


 Memperbaiki kesehatan mental dan sosial karena kecemasan berkurang serta lebih
banyak waktu terluang untuk keluarganya.

5). Untuk seluruh keluarga, manfaatnya:

 Kesehatan mental, fisik, sosial setiap anggota keluarga tergantung dari

kesehatan seluruh keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai

kesempatan yang lebih banyak untuk memperoleh pendidikan


(Handayani, 2010)

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia

1. Sosial Ekonomi
Tinggi rendahnya status social dan keadaan ekonomi penduduk di
Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di
Indonesia. Kemajuan program KB tidak bisa terlepas dari tingkat ekonomi
masyarakat krena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alaty
kontrasepsi yang di gunakan.
Dengan suksesya program KB maka perekonomian suatu Negara akan
lebih baik krena dengan anggota kelurga yang sedikit kebutuhan dapat lebih
tercukupi dan sejahtera dapat terjamin
2. Sosial Budaya
Sejumlah factor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih
metode kontrasepsi.Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam
masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religious,serta budaya,
tingkat pendidikan persepsi mengenai resiko kehamilan dan status wanita.
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan
KB tetapi juga pemilihan suatu metode.Wanita yang berpendidikan
mengginkan keluarga berencana yang efektif,tetapi tidak rela untuk
mengambil resiko yang terkait sebagai metode kontrasepsi.
4. Agama
Diberbagai daerah kepercayaan religious dapat mempengaruhi klien
dalam memilih metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat
membatasi kontrasepsi mereka yang memakai KB alami. Pemimpoin islam
mengklaim bahwa sterilisasi dilarang sedangkan sebagian lainya
mengijinkan. Agama Islam tidak melarang metode kontrasepsi secara umum,
akseptor wanita berpendapat pola pendarahan yang tidak teratur disebabkan
metode hormonal akan sangat menyiulitkan merreka selama haid. Masyrakat
hindu dilarang mempersiapkan makanan selama haid sehingga pola haid yang
tidak teratur dapat menjadi masalah.

5. Status Wanita
Wanita dalam masyarakat mempengaruhi kemampuan mereka
memperoleh dan menggunakan berbagai metode kontrasepsi. Di daerah yang
setatus wanita nya meningkat, memiliki pemasukan yang lebih besar untuk
membayar metode yang lebih mahal serta memiliki lebih banyak suara dalam
mengambil keputusan.

2.5 Dasar Pembentukan Organisasi KB

Kasadaran manusia tentang pentingnya masalah kependudukan dimulai   sejak bumi


dihuni oleh ratusan juta manusia.

Plato (427-347) menyarankan agar pranata sosial dan pemerintahan sebaiknya


direncanakan dengan pertumbuhan penduduk yang stabil sehingga terjadi keseimbangan antara
jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi.

Malthus (1766-1834) pada zaman industri sedang berkembang manusia jangan terlalu
banyak berhayal bahwa dengan kemampuan tehnologi mereka akan dapat memenuhi segala
kebutuhan karena pertumbuhan manusia laksana deret ukur, sedangkan pertumbuhan dan
kemampuan sumber daya alam untuk memenuhinya berkembang dalam deret hitung. Dengan
demikian dalam suatu saat manusia akan sulit untuk memenuhi segala kebutuhannya karena
sumber daya alam yang sangat terbatas.

Pernyataan Malthus yang merupakan kekawatiran terhadap pertumbuhan penduduk telah


muncul ke permukaan di negara besar, seperti Cina, India dan termasuk Indonesia.

Tahun 1978, WHO dan UNICEF melakukan pertemuan di Alma Ata yang memusatkan
perhatian terhadap tingginya angka kematian maternal perinatal. Dalam pertemuan tersebut
disepakati untuk menetapkan konsep Primary Health Care yang memberikan pelayanan
antenatal, persalinan bersih dan aman, melakukan upaya penerimaan keluarga berencana, dan
meningkatkan pelayanan rujukan.
Tahun 1984, Population Conference di Mexiko, menekankan arti pentingnya hubungan
antara tingginya fertilitas dan interval yang pendek terhadap kesehatan dan kehidupan ibu dan
perinatal.

Perkembangan laju peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat


mengkhawatirkan. Tanpa adanya usaha-usaha pencegahan perkembangan laju peningkatan
penduduk yang terlalu cepat, usaha-usaha di bidang pembangunan ekonomi dan sosial yang telah
dilaksanakan dengan maksimal akan tidak berfaedah.

Dapat dikemukakan bahwa untuk dapat menyelamatkan nasib manusia di muka bumi
tercinta ini, masih terbuka peluang untuk meningkatkan kesehatan reproduksi malalui gerakan
yang lebih intensif pada pelaksanaan keluarga berencana.

Tanpa gerakan KB yang makin intensif maka manusia akan terjebak pada kemiskinan,


kemelaratan, dan kebodohan yang merupakan malapetaka manusia yang paling
dahsyat dan mencekam. Gerakan KB yang kita kenal sekarang bermula dari kepeloporan
beberapa orang tokoh, baik di dalam maupun di luar negeri. Sejak saat itulah berdirilah
perkumpulan-perkumpulan KB di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mendirikan PKBI
(perkumpulan keluarga berencana Indonesia)

2.6 Organisasi – organisasi KB di Indonesia

1. Organisasi non pemerintah yaitu PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)

Pada tahun 1953, sekelompok masyarakat yang terdiri berbagai golongan,

khususnya dari kalangan kesehatan memulai prakasa kegiatan KB. Kegiatan

ini berkembang hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana

Indonesia ( PKBI ) dengan Dr. Soeharto sebagai ketuanya.

Tujuan dari PKBI adalah memperjuangkan terwujut nya keluarga sejahtera


melalui tiga macam usaha yaitu : a. Mengatur kehamilan b. Mengobati kemandulan c. Member
nasehat perkawinan

Pada tahun 1970 LKBN dibubar kan oleh pemerintah dan kemudian di

bentuk badan koordinasi keluarga berencana nasional ( BKKBN)

2. Organisasi pemerintah yaitu BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional).

A. Sejarah BKKBN :

Periode Perintisan (1950-an – 1966)


Organisasi keluarga berencana dimulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana
pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Nama perkumpulan itu
sendiri berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia
Planned Parenthood Federation (IPPF). PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga
yang sejahtera melalui 3 macam usaha pelayanan yaitu mengatur kehamilan atau menjarangkan
kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasihat perkawinan.
Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Kelahiran
Orde Baru pada waktu itu menyebabkan perkembangan pesat usaha penerangan dan pelayanan
KB di seluruh wilayah tanah air.
Dengan lahirnya Orde Baru pada bulan maret 1966 masalah kependudukan menjadi fokus
perhatian pemerintah yang meninjaunya dari berbagai perspektif. Perubahan politik berupa
kelahiran Orde Baru tersebut berpengaruh pada perkembangan keluarga berencana di Indonesia.
Setelah simposium Kontrasepsi di Bandung pada bulan Januari 1967 dan Kongres Nasional I
PKBI di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1967.

Periode Keterlibatan Pemerintah dalam Program KB Nasional


Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta dikeluarkan pernyataan sebagai berikut:
PKBI menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah
mengambil kebijaksanaan mengenai keluarga berencana yang akan dijadikan program
pemerintah
PKBI mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai Program Pemerintah segera
dilaksanakan.
PKBI sanggup untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan program KB sampai di
pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang
berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan
menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia.
Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya
“Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan
kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan
moral Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk
Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program
Nasional.
Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26
tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:
Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di
bidang Keluarga Berencana.
Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala
kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan
Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan
persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-
pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang
terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga
Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga
ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

Periode Pelita I (1969-1974)


Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo
Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai
penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.
Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai
pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat.
Pada Periode Pelita I dikembangkan Periode Klinik (Clinical Approach) karena pada awal
program, tantangan terhadap ide keluarga berencana (KB) masih sangat kuat, untuk itu
pendekatan melalui kesehatan yang paling tepat.

Periode Pelita II (1974-1979)


Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah
non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya
adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB
nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.
Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini
mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan
Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai
dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

Periode Pelita III (1979-1984)


Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan
tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat,
yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta
meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi
operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan
mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada
periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang
merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.
Periode Pelita IV (1983-1988)
Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono Suyono sebagai Kepala
BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri Kesehatan.
Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif,
penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya
melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu
selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi
pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.
Pada periode ini juga secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987
oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia
Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang
bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

Periode Pelita V (1988-1993)


Pada masa Pelita V, Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode
ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan
pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran
Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk
pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis
kontrepsi.
Pada periode ini ditetapkan UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993
khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi
gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui
penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan
peningkatan kesejahteraan keluarga.

Periode Pelita VI (1993-1998)


Pada Pelita VI dikenalkan pendekatan baru yaitu “Pendekatan Keluarga” yang bertujuan untuk
menggalakan partisipasi masyarakat dalam gerakan KB nasional. Dalam Kabinet Pembangunan
VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono
ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, sebagai awal dibentuknya
BKKBN setingkat Kementerian.
Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN.
Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI
mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998,
Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan
Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi
Menteri Kependudukan.
Periode Pasca Reformasi
Dari butir-butir arahan GBHN Tahun 1999 dan perundang-undangan yang telah ada, Program
Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas
penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan kesejahteraan sosial yang selama ini
dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan
ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga. Arahan GBHN ini kemudian dijabarkan lebih
lanjut dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang telah ditetapkan sebagai
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000.
Sejalan dengan era desentralisasi, eksistensi program dan kelembagaan keluarga berencana
nasional di daerah mengalami masa-masa kritis. Sesuai dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2001,
yang kemudian diubah menjadi Keppres Nomor 09 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
menyatakan bahwa sebagian urusan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah
kabupaten dan kota selambat-lambatnya Desember 2003. Hal ini sejalan dengan esensi UU
Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dengan
demikian tahun 2004 merupakan tahun pertama Keluarga Berencana Nasional dalam era
desentralisasi.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi
terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang tersebut
mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi “mewujudkan
pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, BKKBN mempunyai tugas dan fungsi untuk
melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 56 Undang-Undang tersebut di atas. Dalam rangka pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di
tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki
hubungan fungsional dengan BKKBN (pasal 54 ayat 1 dan 2).
Peran dan fungsi baru BKKBN diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun
2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Kementerian; Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Provinsi dan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 92/PER/B5/2011 tentang Organisasi Tata Kerja
Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana, sehingga perlu
dilakukan perubahan/penyesuaian terhadap Renstra BKKBN tentang Pembangunan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2010-2014 meliputi penyesuaian untuk
beberapa kegiatan prioritas dan indikator kinerjanya.
Pasca Reformasi Kepala BKKBN telah mengalami beberapa pergantian:
Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan yang dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa.
Setelah itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal
dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan.
Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati
Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi sampai
beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006.
Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN pada
tanggal 24 Nopember 2006.
Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan,
bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala BKKBN, Dr. dr.
Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana (BKKBN).
Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pada tanggal 26 Mei 2015 Presiden melantik
dr Surya Chandra Surapaty, MPH., Ph.D sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional. Setelah itu untuk mengisi kekosongan, Menteri Kesehatan melantik Deputi
Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK sebagai plt. Kepala BKKBN dr. Sigit
Priohutomo, MPH hingga memasuki purna tugas pada tanggal 1 Januari 2019. 

Pada tanggal 1 Juli 2019 Presiden Joko Widodo melantik dr Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) sebagai
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang sebelumnya
menjabat sebagai Bupati terpilih di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.

(https://www.bkkbn.go.id/pages/sejarah-bkkbn)\

B. Perkembangan BBKBN dimasa sekarang

VISI

Keluarga berkualitas 2015.

MISI

Membangun setiap keluarga Indonesia untuk memiliki anak ideal, sehat, berpendidikan,
sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksinya melalui pengembangan kebijakan,
penyediaan layanan promosi, fasilitasi, perlindungan, informasi kependudukan dan keluarga,
serta penguatan kelembagaan dan jejaring KB.
Tugas pokok

Melaksanakan tugas pemerintahan dibidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Landasan hukum

TAP MPR No. IV/1999 ttg GBHN; UU No. 22/1999 ttg OTODA; UU No. 10/1992 ttg PKPKS;
UU No. 25/2000 ttg PROPENAS; UU No. 32/2004 ttg PEMERINTAHAN DAERAH; PP No.
21/1994 ttg PEMBANGUNAN KS; PP No. 27/1994 ttg PERKEMBANGAN
KEPENDUDUKAN; KEPPRES No. 103/2001; KEPPRES No. 110/2001; KEPPRES No.
9/2004; KEPMEN/Ka.BKKBN No. 10/2001; KEPMEN/Ka.BKKBN No. 70/2001

Filosofi BBKBN

Menggerakkan peran serta masyarakat dalam keluarga berencana.

PENGERTIAN BKKBN

BKKBN yaitu badan resmi pemerintah yang bertanggung jawab penuh

mengenai pelaksaan program KB di Indonesia keuntungannya yaitu

a. Memungkin kan program program melepaskan diri pendekatan klinis

yang jangkauannya terbatas.

b. Memungkin kan peranan pakar-pakar non-medis dalam mensukseskan program KB di


Indonesia melalui pendekatan kemasyarakat.

Fungsi BKKBN adalah pengkoordinasi berencana, rumus kebijaksanaan,

pengawas pelaksaan dalam evaluasi .

Dalam perkembangan selanjutnya BKKBN mengembangkan lagi

kegiatannya menjadi program nasional pendudukan dan KB yang pada waktu

ini mempunyai dua tujuan:


a. Tujuan demografis yaitu mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk

berupa angka fertilitas.

b. Tujuan normatif yaitu norma keluarga kecil bahagia dan sejahterah (

NKKBS ) yang pada satu waktu akan menjadi falsafah hidup masyarakat

dan bangsa Indonesia.

Struktur dan fungsi organisasi KB di Indonesia

1. BKKBN Pusat

Berfungsi untuk mempersiapkanan kebijaksanaan umum dan

mengkoordinasi pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan

yang mendukungnya.

2. BKKBN provinsi/kabupaten/kota

Fungsinya melaksanakan program pokok mengkoordinir penyelenggaraan

KB ditingkat provinsi, kabupaten, kota, mengadakan evaluasi kegiatan

program KB

3. Tingkat kecamatan

Fungsinya yaitu:

a. Mengkoordinir penyelenggaraan KB di tingkat kecamatan

b. Mengadakan rapat koordinasi melibatkan pihak pihak terkait

c. Mengadakan evaluasi pelaksanaan program KB berdasar laporan dan

cakupan wilayah

4. Tingkat desa
Fungsinya yaitu:

a. Memberi pelayanan kontrasespi sederhana dan pilKB ulangan pada

peserta KB

b. Membina kelestarian peserta KB

c. Memberi nasehat untuk peserta KB dari akibat efek samping

d. Memotivasi calon peserta KB BARU

5. Tingkat pelayanan terpadu

Fungsinya yaitu ;

a. Membantu petugas KB dalam pendataan peserta KB


b. Membina kelestarian peserta KB
c. Melayani kontrasepsi sederhana dan Pil ulangan

6. Kelompok akseptor

Fungsinya yaitu :

a. Memberikan pelayanan KIE

b. Memberikan alat kontrasespi, Pil ulang,

c. Memotivasi dan penanggulanhan akibat pemakaian alat kontrasepsi

7. Pesertra KB

Fungsinya yaitu :

a. Menerima jasa pelayanan KB

b. Meningkatkan kemandirian ber KB

Jurnal

AVATARA, Journal Pendidikan Sejarah UNS Volume 3, No 1,Maret 2015


Novi Widianti dan Agus Trilaksana

SEJARAH PERKEMBANGAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI


KABUPATEN JOMBANG TAHUN 1990-1995

Hasil Penelitian ini Program Keluarga Berencana mengalami kesuksesan di Kabupaten


Jombang, meskipun awalnya terjadi pro kontra tetapi dengan adanya sosialisasi dan pendekatan
khusus terhadap masyarakat di Kabupaten Jombang bisa menerima program Keluarga Berencana
dengan baik. Pada awalnya masyarakat Jombang menentang Program Keluarga Berencana
karena masih berpegang teguh pada falsafah Jawa “Banyak Anak Banyak Rezeki”. Anak
dianggap sebagai anugerah. Masyarakat Jawa masih berpegang teguh pada adat-istiadatnya dan
sulit untuk menerima perubahan. Berkembang perasaan malu jika seseorang mempunyai anak
gadis tetapi tidak segera menikah. Anak gadis yang sudah menikah akan tinggi statusnya di
masyarakat. Ada pandangan anak gadis yang segera menikah akan meringankan beban orang
tuanya karena anak gadisnya sudah menjadi tanggungan suaminya. . Dengan keberhasilan
Keluarga berenacana pertumbuhan penduduk di Kabupaten Jombang mengalami penurunan. Hal
tersebut dibuktikan dengan menurunnya laju pertumbuhan dari rata rata 1,11 persen pertahun
selama lima tahun mulai tahun 1990 sampai 1995. selain itu tingkat pendidikan mulai meningkat
dengan adanya penambahan jumlah siswa baik tingkat SD, SMP, SMA. Bidang kesehatan juga
mulai mengalami peningkatan dengan adanya peningkatan jumlah klinik-klinik dan Team Medis
keliling Keluarga Berencana.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sesungguhnya keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut catatan-cacatan
dan tulisan¬-tulisan yang berasal dari mesir kuno, yunani kuno, Tiongkok kuno dan India,
hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu. Tetapi pada waktu itu cara-
cara yang dipakai masih kuno dan primitif.
Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu bagaimana
terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan antara persetubuhan suami istri dengan kehamilan
tidak diketahui sama sekali, kehamilan disangka disebabkan oleh sesuatu yang masuk atau
termakan oleh wanita atau disebab¬kan oleh pengaruh matahari dan bulan atau hal-hal
lainnya.
Maka dengan sendirinya cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah dengan
jalan berdoa dan memakai jimat anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita itu
jangan hamil.
KB (Keluarga Berencana) yaitu membatasi jumlah anak hanya dua, tiga dan
lainnya. Keluarga berencana yang dibolehkan syariat adalah suatu usaha
pengaturan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas
kesepakatan suami istri. KB juga merupakan suatu tindakan perencanan suami
istri untuk mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interfal kelahiran
dan menentukan jumlah anak sesuai dengan kemampuannya serta sesuai situasi
masyarakat dan Negara.
Manfaat Keluarga Berencana terhadap Pengendalian Penduduk (Bangsa
dan Negara) • Program Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha penanggulangan
kependudukan yang merupakan bagian yang terpadu dalam program
pembangunan nasional dan bertujuan untuk turut serta mencipatakan
kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia, agar
dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi
nasional.
• Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta
keluarga dan bangsa pada umumnya
. • Meningkatkan taraf hidup rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran
sehingga pertambahan penduduk sebanding dengan peningkatan produksi.

Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Indonesia berpijak pada dua


landasan :
1. Prinsip kepentingan nasional
2. Prinsip sukarela, demokrasi dan menghormati hak azazi manusia.
Karena berpijak pada prinsip sukarela maka usaha yang dilakukan
merangsang minat masyarakat terhadap pelaksana Keluarga Berencana. Adapun
usaha-usaha yang dilakukan antara lain melalui pendidikan, penyuluhan dan
pendekatan medis. Kegiatan penerangan dan penyuluhan ditujukan pada
masyarakat umum agar setiap anggota masyarakat memiliki pengertian dan rasa
tanggung jawab akan terciptanya keluarga sejahtera dengan menerima norma
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS)

3.2 Saran
Makalah ini telah disusun berdasarkan materi yang ada. Namun, kami menyadari
bahwasanya masih banyak kesalahan ataupun kekurangan di dalam isi maupun penulisan
makalah . Oleh karena itu, kami minta kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk
perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita yang
mempelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hanifah, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: yayasan bina     pustaka sarwono
prawirohardjo.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: yayasan
bina     pustaka sarwono prawirohardjo.

INFORMASI GERAKAN KB NASIONAL. 1994. JAKARTA. KELUARGA


SEJAHTERA

Martosewojo. Samiarti. 1992. PEDOMAN KB IBI. JAKARTA. PENGURUS


PUSAT IKATAN BIDAN INDONESIA

Arjoso, S. Rencana Strategis BKKBN. Maret, 2005.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan BKKBN. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan


Program Kependudukan. Jakarta, 1981.

Makalah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.


bkkbn.go.id
(https://www.bkkbn.go.id/pages/sejarah-bkkbn)

http://stikesypib.ac.id/blog/sejarah-keluarga-berencana-di-dunia-internasional-dan-di-indonesia/

https://soeharto.co/sejarah-program-kb-di-indonesia/
https://tirto.id/sejarah-kb-dan-ide-dua-anak-cukup-dari-era-sukarno-sampai-soeharto-ecJj

https://lusa.afkar.id/perkembangan-kb-di-indonesia

https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/10786/10377

Anda mungkin juga menyukai