D. Phatway
(NANDA NIC-NOC, 2013)
E. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun
5-10 % dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita
sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan
dengan retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal (Suhartono, 2009).
Manifestasi klinis sindrom uremik pada gagal ginjal kronis :
1. Biokimia
Asidosis metabolik (HCO3- serum 18-20 mEq/L), Azometemia (penurunan GFR
menyebabkan peningkatan BUN dan Kreatin), Hiperkalemia retensi Na,
Hipermagnesia, Hiperuresemia.
2. Saluran Cerna
Anoreksia mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, pendarahan mulut
cerna, diare, parotitis.
3. Perkemihan oliguria
Berlanjut menuju oliguri, lalu anuri. Nokturia BJ urin 1,010, proteinuri.
4. Metabolisme Protein
Sintesis abnormal, hiperglikmia, kebutuhan insulin menurun lemak peningkatan
kadar trigliserid.
5. Kardiovaskular
Hipertensi retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih,
edema, gagal jantung kongestif, dan disritmia gangguan kalsium,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme, deposit garam kalsium pada
sendi, pembuluh darah jantung dan paru-paru, Konjungtivitis (urenia mata
merah).
6. Pernafasan
Kussmaul, dispnea, edema paru, pnumonitis, kulit pucat, pruritis, kristal uremia,
kulit kering, dan memar.
7. Hematologik,
Anemia, hemolisis, kecenderungan pendarahan, infeksi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal
ginjal kronik yaitu (Baughman, 2000 dalam (Prabowo & Eka, 2014)) :
1. Biokimia
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dari kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah
dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan
fungsi ginjal, pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk
mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menepis ada tidaknya infeksi pada ginjal atau ada
tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang mendukung
untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu ukuran
dari ginjal pun akan terlihat.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yakni tindakan
konservatif, dialisis atau transplatansi ginjal (Suharyanto & Madjid, 2009).
1. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif (Suharyanto & Madjid, 2009).
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadi
gagal ginjal.
Pembatasan protein berdasarkan nilai GFR
GFR (ml/menit) Pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20
Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam adalah
400ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml =
900ml (Suharyanto & Madjid, 2009).
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisis, pemberian anti
hipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskular melalui ultrasi,
Pemberian diuretik : furosemid (lasix).
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena, yang akan memasukan K+ ke dalam sel atau dengan
pemberian Kalsium Glukonat 10 %.
c) Anemia
Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin, yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Eschbatch et al, 1987), selain dengan
pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali dengan HCO3- plasma
turun dibawah angka 15 mEq/l. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan
pemberian Na HCO3- (Natrium Bikarbonat) parenteral.
e) Pengobatan hiperuriesmia
Obat pilihan untuk mengobati hipeurismia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat
dengan menghambat sebagian asam urat total yang hasilkan tubuh.
2. Dialisis dan Transplantasi
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada
laki-laki atau 4 mg/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit.
Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis
yang optimal sampai tersedia donor ginjal (Suharyanto & Madjid, 2009).
a. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency, sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatory Peritonial Dialysis).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut
dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk
memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara
arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan. Pada
hemodialisa, darah penderita mengalir melalui suatu selang yang
dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa ke dalam dialyzer.
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka
diberikan heparin. Di dalam dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki
pori-pori memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki
komposisi kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.
Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolic, dan zat-zat
racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam
dialisat. Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus
pori-pori selaput buatan ini. Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan
ke dalam tubuh penderita. Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi
yang berbeda-beda. Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir
lebih cepat dan masa dialisa lebih pendek (2-3 jam), sedangkan mesin
yang lama memerlukan waktu 3-5 jam. Sebagian besar penderita gagal
ginjal kronis perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Demam Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di
dalam darah
Dialisat terlalu panas
Reaksi anafilaksis yg Alergi terhadap zat di dalam mesin
berakibat fatal (anafilaksis) Tekanan darah rendah
Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yang dibuang
Gangguan irama jantung Kadar kalium dan zat lainnya yang abnormal
dalam darah
Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin
Perdarahan usus, otak, mata Penggunaan heparin di dalam mesin untuk
atau perut mencegah pembekuan
b. Transplantasi ginjal
I. Komplikasi
Komplikasi yang sering kali ditemukan pada penderita gagal ginjal kronik
adalah (Mahdiana, 2010) :
1. Anemia
2. Osteodistrofi Renal
3. Gagal Jantung
4. Impotensi
2. Konsep Dasar Hipertensi
A. Definisi Hipertensi
World Health Organization (WHO) dan The International Society of
Hypertension (ISH) menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika
tekanan darah (TD) sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic
lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil rerata minimal dua kali
pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan petugas kesehatan
hipertensi usia dewasa telah diklasifikasikan dalam Sixtth Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure
(INC VI) pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat pada tabel:
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Optimal <120
Normal <130
Tinggi-normal 130-139
Hipertensi
Derajat 1 140-159
Derajat 2 160-179
Derajat 3 >180
(Yasmara dkk, 2016).
B. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Jumlah Hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hiertensi secara
keseluruhan. Hipertensi jenis ini merupakan dampak dari penyakit tertentu.
Berbagai kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain penyempitan
arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron maupun kehamilan.
Selain itu obat-obatan tertentu bisa juga pemicu jenis hipertensi sekunder.
Hipertensi primer maupun sekunder memiliki potensi untuk berkembang menjadi
hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis hipertensi.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
C. Pathway
D. Manifestasi Klinis Hipertensi
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika
arteri tidak teratur.
b. Gejala yang lazim : sering dikatakan bahwa gejala yang lazim menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual, muntah
6) Epitaksis
7) Kesadaran menurun
8) Tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal,
pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak,
serta kelumpuhan.
D. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kadar nitrogen urea darah normal (normal = 5-25 mg/dL)2 atau meningkat > 20
mg/dL dan kadar kreatinin serum normal (normal = 0,5-1,5 mg/dL)2 atau >1,5
mg/dL menunjukkan penyakit ginjal.
7. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler)
8. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
9. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
10. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
11. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
12. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
13. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat
juga meningkat.
14. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
15. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit
pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
16. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
17. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan
penghambat konversi rennin angitensin.
F. Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata berupa
perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,gagal jantung,
gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
3. Konsep Hemodialisis
A. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis merupakan terapi untuk pasien gagal ginjal tahap akhir. Metode
ini menggantikan kerja yang biasanya dijalankan ginjal, yaitu pembersihan darah
dari sisa metabolisme, zat toksik, dan pengeluaran timbunan air dalam tubuh
(Agoes, 2010)
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksik
lainnya melalui membran semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan dialisat
yang sengaja dibuat dalam dializer (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Hemodialisis merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal
ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi dengan
menggunakan sistem dialisis eksternal dan internal (LeMone, Burke, & Bauldoff,
2016).
Jadi kesimpulannya, hemodialisis merupakan terapi pengganti fungsi ginjal
untuk proses pembersihan darah dari zat sisa-sisa metabolisme, toksik, dan
timbunan elektrolit lainnya di dalam tubuh.
B. Tujuan Hemodialisis
Tujuan dari terapi hemodialisis untuk pasien gagal ginjal kronik yaitu (Wijaya &
Putri, 2013) :
1. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan asam
urat
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
C. Indikasi Hemodialisis
Indikasi dilakukannya terapi hemodialisis adalah (Wijaya & Putri, 2013) :
1. Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih ( laju filtrasi glomerulus < 5 ml).
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan terapi hemodialisis apabila
terdapat indikasi :
a. Hiperkalemia ( K+ darah 6 meq/l)
b. Asidosis Metabolik
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum/ kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%, kreatinin
serum > 6 mEq/l
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
3. Indikasi obat dan zat kimia
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat. Sindrom hepatorenal dengan
kriteria :
a. K+ pH darah < 7,10 asidosis
b. Oliguri/anuria > 5 hr
c. GFR < 5ml/menit/1,73 m2 pada GGK
d. Ureum darah > 200 mg/dl
D. Kontra Indikasi Hemodialisis
Selain indikasi hemodialisa juga kontraindikasi pada :
a. Hipertensi Berat ( TD > 200/ 100 mmHg )
b. Hipotensi ( TD<100 mmHg )
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi
E. Prosedur Pelaksanaan Hemodialisis
Prosedur pelaksanaan untuk proses terapi hemodialisis sebagai berikut (Wijaya &
Putri, 2013) :
1. Tahap Persiapan
a. Mesin sudah siap pakai
b. Alat lengkap 1 set Hemodialisis
c. Obat-obatan
d. Administrasi (surat persetujuan HD)
2. Tahap pelaksanaan
a. Penjelasan pada klien dan keluarga
b. Timbang berat badan
c. Atur posisi, observasi TTV
d. Siapkan sirkulasi mesin
e. Persiapan tindakan steril pada daerah punksi
f. Lakukan penusukan vena (out let dan in let) dengan AV fistula lalu tutup
dengan kasa steril
g. Berikan bolus heparin (dosis awal 50-100 IU/kg BB)
h. Memulai hemodialisis
i. Pencatatan dokumentasi selama proses dialisis
3. Tahap penghentian
A. Siapkan alat
B. Ukur TTV
C. Lepaskan outlet dan inlet punksi
D. Ukur TTV
E. Timbang berat badan
F. Analisa keluhan saat dan sesudah HD
F. Prinsip Hemodialisis
Prinsip pelaksanaan dari terapi hemodialisis itu meliputi (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016) :
1. Difusi
Dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah oleh tenaga yang di timbulkan oleh perbedaan konsentrasi
zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi menyebabkan pergeseran
urea, kreatinin dan asam urat dari kompartemen darah klien ke kompartemen
dialisat.
2. Osmosis
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semipermeabel dari daerah
yang kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar partikel lebih tinggi,
osmosis bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada
dialiser.
3. Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen
dialisat.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
Agoes, A., Agoes, A., & Agoes, A. (2010). Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.
Mahdiana, R. (2010). Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta: Tora Book.
Suhartono, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : CV. Trans info Media.