Anda di halaman 1dari 11

Reformasi Sektor Publik di Negara-Negara Maju : Memulihkan Kembali

Kekuatan Demokrasi

(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Reformasi Administrasi)

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Sumartono, MS.

Disusun oleh:

Kelompok 8

Dwi Pungki (175030100111009)

Dita Alhusna (175030100111015)

Risna Wulansari (175030107111009)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
PENDAHULUAN
Pengertian mengenai negara maju bukan sekadar negara-negara yang berpendapatan
tinggi. Memang salah satu ciri negara maju adalah berpendapatan (per kapita) tinggi, tetapi tidak
semua negara berpendapatan (tinggi) adalah negara maju. Saat ini fakta menunjukkan bahwa
negara-negara maju adalah identik dengan negara-negara Barat, yang mencakup negara negara di
kawasan Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia. Istilah Barat, lebih mengacu kepada
kesamaan ideologi dan kultural dibanding dengan posisi geografis. Misalnya saja, Australia dan
Selandia Baru, letak geografisnya adalah di belahan bumi selatan, yang lebih dekat dengan Asia
ketimbang Eropa. Amerika Utara (USA dan Kanada). Australia (Australia dan Selandia Baru),
dikelompokkan sebagai negara Barat, karena secara historis negara-negara di wilayah tersebut
adalah hasil ekspansi Barat ke belahan dunia lainnya. Selain itu, mereka dikelompokkan sebagai
Barat, karena mewarsi tata nilai yang dibawa oleh para pendahulu mereka. Kesamaan menyolok
yang terlihat dalam pemahaman tentang Barat adalah ideologi liberal, sistem pemerintahan yang
secara de facto adalah demokratis dan penggunaan mekanisme pasar dalam alokasi barang/jasa.
Salah satu negara maju yang tidak termasuk rumpun Eropa Barat adalah Jepang, yang letaknya
di Asia Timur. Tetapi Jepang secara keseluruhan mengadopsi keyakinan Barat akan ideologi
liberal, demokrasi, dan mekanisme pasar.

PEMBAHASAN
A. Karakteristik Negara-negara maju
Karakteristik negara-negara maju yang akan dibahas yaitu karakteristik ekonomi,
sektor publik dan administrasi publik.
1. Karakteristik Ekonomi
Gambaran tentang karakteristik perekonomian negara-negara maju, salah satu sampel
adalah negara raksasa ekonomi dunia yaitu Amerika Serikat (USA), nilai PDB USA pada
tahun 2007 merupakan 25% PDB dunia. Pada tahun 2007 angka PDB per kapita dunia
adalah USS8.219, yang menunjukkan bahwa seharusnya tidak ada lagi orang miskin di
dunia ini. Angka PDB per kapita negara-negara maju pada tahun 2007 umumnya lebih tinggi
yang menunjukan bahwa negara-negara raksasa ekonomi dunia yang dijadikan sampel,
memiliki PDB per kapita, sekitar empat atau lima kali lipat PDB per kapita dunia. Maka
seluruh negara-negara maju masuk kategori negara makmur.
Pada tahun 2007, sektor jasa merupakan tumpuan utama produksi di negara-negara
maju. Negara maju, dapat dikatakan telah meninggalkan sektor pertanian, kontribusi sektor
pertanian dalam perekonomian, umumnya lebih kecil, fakta ini menunjukkan adanya
perubahan struktural yang radikal, selama sekitar dua abad terakhir. Umumnya, sampai abad
18, sektor pertanian masih merupakan andalan perekonomian mereka. Dapat disimpulkan
bahwa negara-negara maju saat ini sudah tidak mengandalkan sektor pertanian seperti pada
abad 18, ataupun sektor industri, seperti sampai pada periode sekitar Perang Dunia Kedua,
tetapi mengandalkan sektor jasa. Karena hal-hal inilah, maka perekonomian negara-negara
maju dikatakan sebagai perekonomian paska ekonomi industi (post industnal economy).
Dengan laju pertumbuhan penduduk yang rendah, maka rakyat di negara-negara
maju tetap menikmati pertumbuhan per kapita yang tidak jauh berbeda dengan laju
pertumbuhan PDB per kapita dunia. Angka-angka ini menunjukkan bahwa pendapatan
perkapita negara-negara maju, masih akan tetap jauh lebih tinggi dari pendapatan per kapita
dunia.
2. Karakteristik Sektor Publik
Karakteristik sektor publik di negara-negara maju, akan lebih dapat dipahami bila
dilihat dalam konteks perkembangan sejarah negara-negara berkembang di Eropa Barat.
Negara-negara Eropa Barat yang saat ini dikenal sebagai negara-negara maju, adalah
kelanjutan dan provinsi- provinsi yang di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno.
Runtuhnya Romawi Barat pada abad 5 M, merupakan faktor pencetus berdirinya negara-
negara Eropa.
Dapat dilihat bahwa sekalipun negara-negara maju mengandalkan perekonominnya
dengan menggunakan mekanisme pasar dan melandaskan kehidupan kolektifnya dengan
ideologi liberalisme, ternyata peran sektor publiknya jauh lebih besar daripada negara
berkembang maupun negara etatis-sosialis sekalipun (negara yang menganut ideologi
sosialis/marxis seperti Cina, federasi Rusia).
Peranan sektor publik sebagai lokomotif pertumbuhan dan perbaikan kesejahteraan
rakyat. Besarnya peran tersebut, mempunyai konsekuensi besarnya kebutuhan penerimaan
negara. Dalam konteks negara maju, sumber penerimaan terbesar negara adalah pajak. Hal
ini mempunyai konsekuensi terhadap besarnya rasio pajak di negara-negara maju.
3. Karakteristik administrasi Publik
Karakteristik sistem administrasi publik, di negara-negara maju, memilik lima
karakteristik utama yaitu struktur dasar negara (basic structure of state), pelaksanaan
pemerintahan (executive goverment), hubungan antara menteri dengan pejabat tinggi/elite
birokrat (minister/ mandarin relation), kultur administratif (administrative culture) dan
keragaman sumber-sumber penasihat kebijakan (diversity of policy advice).
Dan negara-negara barat memiliki akar yang relatif sama dalam hal sejarah
perkembangan, ideology yang dianut, pemerintahan yang demokratis, serta luas dan
dalamnya penggunaan mekanisme pasar, mereka memiliki sistem administrasi publik atau
sisitem pengelolaan sektor publik yang bervariasi. Hal ini menyebabkan intensitas, luas dan
dalamnya gerakan reformasi sektor publik dinegara-negara barat yang sangat bervariasi.
Secara umum, terlihat adanya upaya yang lebih serius dalam pelaksanaan reformasi
sektor publik. Dalam hal ini menunjukkan dari semakin besarnya perhatian kepada
kepentingan rakyat dan semakin luasnya ruang yang diberikan kepada ilmuwan dan sektor
swasta dalam menyumbangkan pemikiran ide-ide reformasi. Reformasi sektor publik juga
berlandaskan teoritis, tetapi kontekstual, sehingga di harapkan dapat memenuhi aspirasi
rakyat, tanpa kehilangan legitimasi politik dan tanpa melanggar hukum.
B. Faktor-Faktor Pendorong Reformasi Sektor Publik
Reformasi sektor publik di negara-negara maju, bukan karena sektor publiknya ingin
mencapai tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi, tetapi karena dipandang bermasalah oleh
rakyatnya. Rakyat, tidak lagi menganggap sektor publik, sebagai pihak yang mampu
menyelesaikan masalah, tetapi justru merupakan sumber masalah. Dengan demikian reformasi
administrasi publik di negara-negara maju adalah respons atas ketidakpuasan rakyat terhadap
sektor publik. Ketidakpuasan tersebut dapat dilihat dari tiga hal pokok, yaitu masalah-masalah
sosial ekonomi yang dihadapi rakyat, beban fiskal yang ditanggung rakyat untuk menjamin
kelangsungan keberadaan sektor publik dan krisis legitimasi.
1. Masalah-Masalah Sosial Ekonomi
Modernisasi Barat dilakukan berlandaskan demokratisasi dan liberalisasi. Di satu
sisi, demokratisasi dan liberalisasi, membuahkan hasil positif, seperti kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, meningkatnya kemampuan inovasi dan perubahan-perubahan
struktur masyarakat, yang semakin melemahkan kelompok feodal, Di sisi lain, muncul
masalah-masalah sosial baik dalam jumlah maupun kompleksitas. Masalah sosial yang
muncul adalah ketimpangan distribusi pendapatan, yang berakar pada ketimpangan distribusi
penguasaan lahan pertanian, kaum tuan tanah adalah yang sangat berkuasa.
Berbeda dengan transformasi sektor pertanian ke industri yang mengalami proses
transisi, maka transformasi ekonomi dari sektor industri ke sektor jasa, berlangsung sangat
cepat dan relatif tanpa masa transisi. Hal ini yang menyebabkan Barat sejak tahun 1980-an
menghadapi begitu banyaknya masalah sosial dan ekonomi. Masalah-masalah sosial yang
dihadapi antara lain adalah urbanisasi, mengalirnya derasnya imigran-imigran dari negara-
negara berkembang ke Barat, tingginya tingkat kejahatan dan kekerasan, tingginya tingkat
perceraian dan semakin menipisnya sikap kepedulian sosial. Barat juga berhadapan dengan
masalah tingginya penderita penyakit HIV/AIDS dan korban ketergantungan narkotika
ataupun obat-obatan terlarang, besarnya jumlah pecandu alkohol dan rokok.
Sekalipun laju inflasi di negara-negara maju, sampai tahun 2007, relatif rendah,
tetapi tingkat pengangguran masih sangat tinggi. Ada beberapa faktor penyebab tingginya
tingkat pengangguran di perekonomian Barat. Pertama, tingkat pengangguran yang tinggi
adalah konsekuensi dari transformasi ekonomi menjadi perekonomian pasca industri. Kedua,
sebagai dampak negatif dari migrasi, sektor industri dan jasa modern memperoleh SDM
berkualitas baik, pekerja keras dan mau dibayar lebih murah dibanding SDM Barat. Ketiga,
sistem jaminan sosial, khususnya tunjangan pengangguran, telah menurunkan daya juang
untuk memperoleh pekerjaan. Keempat, perubahan demografi, pendapatan per kapita dan tata
nilai, telah menyebabkan generasi muda Barat, menjadi bersikap lebih memilih pekerjaan.
2. Beban Fiskal Rakyat
Rakyat Barat, juga harus menanggung beban fiskal, khususnya beban pajak untuk
membiayai sektor publik. Meningkatnya beban fiskal rakyat, tidak diimbangi dengan
membaiknya kinerja sektor publik. Bagi rakyat Barat, sektor publik menjadi sektor yang
boros, penuh kerahasiaan dan arogan.
3. Krisis Legitimasi
Masalah-masalah di atas, menimbulkan tanggapan mengenai legitimasi sektor
publik: legitimasi hukum, legitimasi politik atau legitimasi keahlian. Mungkin saja birokrasi
memiliki legitimasi hukum, tetapi belum mampu membuat birokrasi menjadi representasi
keinginan/aspirasi rakyat dan memahami masalah rakyat.
C. Reformasi Sektor Publik sebagai Proses resolusi atau rekonsiliasi konflik
Ketidakpuasan-ketidakpuasan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dapat juga
dipandang sebagai konflik antara birokrasi dengan lingkungannya. Karena itu reformasi sektor
publik merupakan rekonsiliasi konflik sektor publik dengan rakyat.
1. Konflik Kultural Birokrasi Versus Masyarakat
Ketidakpuasan rakyat terhadap sektor publik merupakan indikasi adanya konflik
kultural khususnya antara nilai-nilai yang dianut birokrasi publik dengan nilai-nilai yang
diperjuangkan rakyat.
Tabel 1 di bawah ini memberkan gambaran konflik nilai-nilai antra masyarakat
dengan birokrasi. Menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan penyelesaian atau
pertolongan pada masalah-masalah yang mereka hadapi seperti ketidakadilan, penindasan,
kekerasan, penderitaan, rasa empati dan lain-lain. Daftar nilai-nilai yang diperjuangkan
rakyat menunjukkan pentingnya tekanan emosional dalam hubungan mereka dengan
pemerintah. Di negara-negara Barat, perubahan struktur ataupun karakter perekonomian,
sistem politik dan sistem sosial, yang terus berlangsung dengan kecepatan perubahan yang
semakin tinggi, memang telah menimbulkan kegamangan menghadapi masa depan. Banyak
manusia yang merasa kehilangan orientasi hidup. Mereka membutuhkan pelayanan yang
kontekstual dan manusiawi dari birokrasi.
Konflik Kultural Birokrasi versus Masyarakat
Birokrasi Masyarakat
Ketelitian Keadilan
Stabilitas Kebebasan
Disiplin Kekerasan
Dapat Dipercaya Penindasan
Hasil yang Terhitung Kebahagiaan
Rasional-Formal Pengampunan
Formal-Impersonal Kemiskinan
Perlakuan Adil secara Formal Kesakitan
Kematian
Kemenangan
Cinta dan Benci
Penyelamatan dan Ketidakpedulian
Namun mesin birokrasi didesain untuk bekerja secara teliti, efisien, taat ketentuan
kepada ketentuan/prosedur, dan menjaga stabilitas. Mesin birokrasi berkomunikasi secara
formal dan impersonal, sehingga konsep keadilan yang dianut adalah keadilan formal,
seperti yang datang lebih dahulu yang harus dilayani (first in first out) dan ada bukti-bukti
formal bahwa yang dilayani, pantas dan berhak dilayani.
2. Konfik Kultural Birokrasi Versus Demokrasi
Ketidakpuasan rakyat terhadap sektor publik juga merupakan indikasi adanya konflik
tata nilai yang diperjuangkan demokrasi dengan tata nilai yang dipertahankan birokrasi.
Sebagai tulang punggung sistem administrasi publik, birokrasi memang dirancang untuk
menjadi mesin kebijakan dan pelayanan publik yang efisien dan efektif. Hierarki wewenang,
senioritas, komando, kesatuan, partisipasi dan legitimasi berdasarkan keahlian, hubungan
yang impersonal dan dimensi kerahasiaan adalah nilai-nilai yang lebih disukai oleh
birokrasi. Nilai-nilai tersebut tidak perlu selalu diberi label buruk, bila dikaitkan dengan
orientasi hasil, efisiensi dan efektivitas.
Nili-nilai yang lebih disukai birokrasi memiliki kontra dengan nilai-nilai yang
diperjuangkan demokrasi. Misalnya birokrasi lebih menyukai hierarki, tetapi demokrasi
menuntut kesamaan. Birokrasi lebih menyukai partisipasi berdasarkan keahlian, tetapi
demokrasi menyatakan bahwa partisipasi adalah hak dan kewajiban setiap warga negara.
D. Pilihan-Pilihan Langkah Reformasi di Berbagai Negara
Pollit dan Bouckaert (2000) menafsirkan tawaran-tawaran teoretis atas resolusi konflik
sebagai pembuatan keputusan strategis (public management reform as strategic decision
making). Ada empat pilihan yang mungkin yaitu, pemeliharaan (maintain), modernisasi
(modenization), penerapan nilai dan kultur sektor swasta dalam sistem administrasi publik
(marketization) dan meminimumkan sektor publik (minimization).
1. Pemeliharaan (Maintain)
Strategi pemeliharaan bertujuan untuk memperketat fungsi-fungsi kontrol yang
dilakukan. Langkah-langkah atau tindakan-tindakan yang dapat dilakukan antara lain adalah
memperketat pengeluaran, membatasi penerimaan PNS baru, melaksanakan kampanye anti
pemborosan dan korupsi.
2. Modernisasi (Modernization)
Modernisasi akan membawa sistem administrasi untuk dapat bekerja lebih cepat, memiliki
fleksilibilitas yang tinggi dalam hal penganggaran, pengelolaan, akuntansi, dan kemampuan
pelaksanaan pelayanan publik. Modernisasi dapat dilakukan dengan deregulasi/
debirokratisasi, peningkatan partisipasi warga negara sebagai stakeholder dan pengguna
berbagai layanan publik
3. Penerapan Nilai dan Kultur Sektor Swasta (Marketixe)
Penerapan nilai dan kultur sektor swasta dalam sistem administrasi pasar, bertujuan
meningkatkan fleksibilitas. Penerapan nilai dan kultur tersebut, dilakukan selama tidak
melanggar aturan yang berlaku dalam birokrasi. Langkah praktis dari strategi ini misalnya
adalah dengan membiarkan unit-unit pemerintah, saling bersaing dalam pelayanan,
sebagaimana halnya perusahaan swasta bersaing dalam pasar.
4. Meminimumkan Sektor Publik (Minimixation)
Meminimumkan sektor publik bertujuan sistem administrasi publik, mengonsentrasikan diri
sepenuhnya pada pelayanan-pelayanan yang benar-benar tidak dapat menggunakan
mekanisme pasar. Karena itu usahakan sebanyak mungkin, pelayanan publik yang dapat
diserahkan kepada sektor swasta. Langkah praktis dari strategi ini adalah privatisasi atau
melakukan kontrak produksi dengan sektor swasta.
Hasil studi para ahli tentang reformasi sektor publik di negara-negara maju, membawa
kepada kesimpulan bahwa para pemimpin gerakan reformasi (pimpinan pemerintahan) memilih
langkah-langkah kombinasi. Dalam praktik langkah-langkah tersebut amat sulit dipisahkan
secara jelas. Misalnya, strategi maintain dan marketize sama-sama memiliki dampak terhadap
peningkatan efisiensi dan fleksibilitas.
Contoh di beberpa negara :
a. Inggris : Masa pemerintahan Margaret Tatcher
• Maintain : Pembatasan penerimaan PNS baru, pemotongan anggaran untuk kegiatan-
kegiatan kurang berguna
• Modernize : Reformasi pelayanan sipil
• Marketize : Melibatkan Derek Ryner seorang CEO yang sangat sukses, dengan target
meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran/mengurangi pemborosan
• Minimize : Privatisasi BUMN Inggris
b. USA
• Maintain : -Presiden Reagan membentuk unit Chief Financial Officer (1987) yang
bertugas meningkatkan kehati-hatian dan kontrol yang lebih ketat terhadap
penggunaan anggaran
- Pemotongan anggaran militer, pada masa pemerintahan Clinton
• Modernize : -Peningkatan efisiensi pada masa pemerintahan Reagan, dengan membentuk
badan khusus, The President's Council on integrity and efficiency, 1981
-Presiden Clinton, menugaskan Wakil Presiden, Gore untuk
merampingkan dan memipihkan administrasi publik Amerika Serikat
• Marketize : Presiden Reagan membentuk unit, The President's Private Sectors Survey
on Cost and Control (Grace Commission), 1982 yang melibatkan sekitar
2000 pengusaha untuk melakukan investigasi tentang tingkat inefisiensi
sektor publik USA
• Minimize : Presiden Reagan membentuk unit Office of Privatization (1988) untuk
mengkaji privatisasi BUMN
c. Swedia
• Maintain : Uji coba selama tiga tahun dalam pelaksanaan anggaran (1985)
• Modernize : Keputusan tentang modernisasi pengeloaan SDM publik (Public
Employment At Modernization, 1985).
• Marketize : Penyusunan kriteria korporasi untuk kegiatan-kegiatan pemerintahan
• Minimize : Percepatan deregulasi yang mencakup 1000 unit pemerintahan,1991
Penjualan sebanyak 49% saham BUMN yang bergerak di usaha industri
kehutanan.
E. Hasil Reformasi
Hasil-hasil studi menunjukkan bahwa terlalu berlebihan untuk mengharapkan reformasi
dengan cepat dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan
bahwa faktor yang menentukan keberhasilan reformasi, bukanlah kuantitas reformasi, tetapi
kualitas pelaksanaannya. Namun demikian, kita dapat melihat beberapa perubahan-perubahan
positif, seperti pelayanan publik yang semakin memperhatikan kepentingan individu,
penganggaran publik yang semakin transparan, terlihatnya upaya-upaya untuk merampingkan
dan memipihkan birokrasi dan semakin demokratisnya ukuran-ukuran kinerja sektor publik. Juga
mulai terlihat perubahan nilai-nilai yang dianut, para birokrat publik, yaitu meningkatnya
perhatian kepada pelanggan (client orientation) dan kinerja (performance orientation).
Di Australia, Kanada, Belanda, Swedia dan Inggris, selama 1985-1999 terjadi penurunan
rasio konsumsi pemerintah, maupun porsi gaji PNS terhadap PDB nominal, dengan tingkat
penurunan yang bervariasi. Hal ini menyiratkan kemungkinan adanya penghematan atau
perbaikan efisiensi anggaran.
Di Inggris selama periode 1983-1990 terjadi perbaikan kinerja/produktivitas pada enam
perusahaan besar. Di Swedia, selama periode 1980-1990, produktivitas sektor publik
menunjukkan kecenderungan membaik. Maka dapat dikatakan secara umum ada perbaikan
efisiensi teknis dan manajerial di sektor publik negara-negara maju.
Yang sangat sulit diperbaiki atau ditingkatkan adalah kepercayaan rakyat kepada sektor
publik. Kepercayaan kepada demokrasi juga masih sangat bervariasi. Di Jerman terjadi
peningkatan signifikan akan keyakinan publik terhadap demokrasi. Krisis kepercayaan yang
makin parah terhadap sektor publik, justru terjadi di USA yang sering dianggap sebagai benteng
demokrasi dunia. Indeks kepercayaan terhadap pemerintah (trust in government index) menurun
drastis sejak tahun 1966 sampai tahun 1994. Pada tahun 1966, angka indeks kepercayaan adalah
61, tetapi pada tahun 1994 hanya 26. Hasil survei dari "European Values Survey" menunjukkan
bahwa secara keseluruhan penurunan tingkat kepercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga
publik di enam negara di Eropa Barat selama periode 1981-1990. Tetapi hasil survei juga
menunjukkan adanya peningkatan kepercayaan pada lembaga-lembaga tertentu.
Hasil reformasi sektor publik di negara-negara maju, masih tetap menjadi perdebatan.
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa hasil evaluasi mencerminkan tata nilai yang dianut. Apa
yang dinilai baik oleh pemerintah belum tentu baik menurut anggapan publiknya. Sebaliknya apa
yang dituntut publik, tidak selalu baik dalam pandangan pemerintah. Hal ini, tidaklah berarti
reformasi sektor publik di negara-negara maju tidak memberikan hasil. Setidak-tidaknya
reformasi sektor publik, yang sangat intensif dilakukan sejak dekade 1980-an telah memberikan
pelajaran bahwa pada dasarnya, demokrasi bukanlah soal distribusi perolehan suara dan
pembentukan koalisi pemerintah, melainkan membangun kedekatan kultural dan tata nilai antara
sektor publik, birokrasi dengan rakyat.

PENUTUP
Salah satu hal yang paling mengkhawatirkan yang sedang melanda Barat saat ini, adalah
semakin rendahnya partisipasi rakyat dalam proses politik, khususnya pemilu. Menurunnya
partisipasi politik masyarakat, merupakan ancaman besar bagi kelanjutan tata pemerintahan yang
demokratis. Sebab, menurunnya partisipasi politik rakyat akan semakin menyurutkan legitimasi
sektor publik, memperbesar jarak antara rakyat dengan birokrasi dan benih ketidakharmonisan
antara birokrasi dengan lingkungan. Tetapi yang paling penting adalah menurunnya partisipasi
politik rakyat, akan membuat birokrasi tidak mampu memperkecil jarak antara cita-cita dengan
realita.
Di sisi lain, masih belum memadainya kemauan pendekatan politis para administrator
publik. Keengganan politis ini, akan menimbulkan kerugian dalam banyak hal seperti: 1)
menurunkan kapasitas sistem politik untuk menjadi representasi kehendak rakyat dan
bertanggung jawab kepada rakyat; 2) menurunkan kualitas kewarganegaraan modern, karena
menurunnya rasa kepemilikan dan tanggung jawab moral/politik rakyat terhadap jalannya tata
kelola pemerintahan; 3) meningkatkan ketidakpedulian rakyat terhadap upaya perbaikan fungsi
dan kinerja sektor publik; 4) menjauhkan dan mengasingkan sektor publik dari rakyat. Bahaya
laten dari ketidakpedulian rakyat dan ketidakpedulian administrator publik terhadap proses dan
partisipasi politik, terhadap masa depan sektor publik ternyata sama besarnya.
Berdasarkan pengalaman reformasi administrasi publik, kita belajar bahwa reformasi
administrasi publik, pada prinsipnya merupakan proses transformasi nilai-nilai yang tidak
dilakukan secara sepihak. Transformasi tata nilai tersebut, cenderung merupakan resolusi konflik
yang harus diselesaikan dengan dasar pengetahuan/keterampilan yang tinggi, tetapi dilakukan
dengan kerendahan hati. Tanpa kerendahan hati, resolusi konflik tidak akan pernah memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai