Oleh :
Kelompok 9
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
MALANG
2019
PENDAHULUAN
Jepang dan korea selatan adalah dua negara kulit kuning yang telah mempesona dunia. Jepang,
misalya hanya dalam waktu beberapa generasi ( kurang dari dua abad ) mampu
mentranformasikan diri dari negara miskin , feodal, senralistik, dan didominasi oleh kekuatan
militer ( militersitik), menjadi salah satu negara kaya dan modern, serta pemerintahan sipil yang
relatif bersih dan paling demokratis di dunia. Sebelum Perang Dunia Kedua, Jepang sudah
menjadi negara yang dihomati, karena mampu mengalahkan Rusia dalam Perang Dunia I (1914-
1917). Pada Perang Dunia II, Jepang bersama-sama dengan Jerman, mengalami kekalahan telak
yang berakibat fatal. Kapasitas produksi nasional menurun drastis, karena hancurnya barang
modal dan infrastruktur. Jepang juga kehilangan sangat banyak sumber daya manusianya yang
berkualitas, karena tewas dalam pertempuran selama PD II. Secara moral Jepang juga sangat
terpukul, dengan hancur luluhnya dua kota, Hirosima dan Nagasaki, akibat dijatuhkannya bom
atom oleh Amerika Serikat. Namun, dalam waktu kurang dari dua generasi Jepang, namun
bangkit dan kini kembali menjad negara maju yang masuk jajaran lima besar dunia
Korea Selatan juga awalnya negara feodal, yang sentralistik dan sangat dikuasai militer.
Sebelum memperoleh kemerdekaannya tahun 1948, negeri ini dijajah Jepang selama 35 tahun,
sampai Jepang takluk kepada Amerika Serikat, tahun 1945. Setelah itu, selama 3 tahun
pemerintahan di Korea Selatan dijalankan di bawah kontrol tentara penduduk Amerika Serikat.
Sampai dengan awal tahun 1960-an, Korea Selatan masih dikenal sebagai negara miskin, dengan
pendapatan per kapita sekitar US$80. Tetapi kurang dari dua generasi kemudian, Korea Selatan
menjelma menjadi negara modern dan berpendapatan tinggi. Pada tahun 1990 pendapatan per
kapita adalah sekitar US$6.000 dengan demikian masuk kelompok negara berpendapatan
menengah. Tetapi pada periode 2000-an Korea Selatan telah masuk kelompok negara
berpendapatan tinggi dan dianggap sebagai negara modern.
Saat ini, perekonomian Jepang dan Korea Selatan, sedang mengalami tekanan, khususnya
karena pekembangan faktor-faktor eksternal, seperti ketidakpastian harga energi dan krisis
finansial global. Kedua negara ini juga menghadapi persaingan ketat, dengan dua negara raksasa
yang sedang bangit, yaitu Cina dan India. Tetapi kondisi-kondisi yang dihadapi saat ini, tidak
menghapus fakta akan kehebatan kemajuan ekonomi yang diraih Jepang dan Korea Selatan.
Keajaiban ekonomi Jepang dan Korea Selatan dapat dilihat dari kenyataan bahwa kedua
negara ini, mampu mentransformasi perekonomiannya menjadi setara negara perekonomian
Barat hanya dalam beberapa generasi. Padahal Barat membutuhkan waktu lebih dari 1000 tahun2
untuk menjadi negara kaya dan modern. Pengakuan Barat terhadap keajaiban ekonomi Jepang
dan Korea Selatan, ditunjukkan dari diterimanya kedua negara ini masuk dalam kelompok
negara maju OECD. Jepang sudah diakui sebagai anggota OECD sejak dekade 1970-an,
sedangkan Korea Selatan diakui sejak tahun 1996..
PEMBAHASAN
Ada beberapa faktor penentu keberhasilan pembangunan ekonomi Jepang dan Korea
Selatan, yaitu faktor ekonomi, kebijakan ekonomi yang tepat, sabilitas politik dan daya dukung
birokrasi
Baik Jepang maupun Korea Selatan, memulai sejarah pasca PD II, dengan pemerintahan
yang dikendalikan oleh pemerintah Komando Militer Amerika Serikat. Jepang berada dalam
kontrol militer Amerika Serikat selama tujuh tahun (1945-1952), sedangkan Korea Selatan
selama tiga tahun (1945-1948). Selama periode ini, kedua negara menjalani proses modernisasi
awal dari siste administrasi publiknya. Kontrol Amerika Serikat di sisi lain memberikan banyak
keuntungan, misalnya Jepang dan Korea Selatan, tidak perlu menyediakan anggaran
pembangunan infrastruktur. Belanja Amerika Serikat khususnya selama Perang Korea,
merupakan pasar potensial bagi produk industri Jepang. Kehadiran Amerika Serikat selama masa
pendudukan, juga berhasil menciptakan stabilitas politik, sehingga Jepang dan Korea Selatan
dapat sgera mengkonsentrasikan diri pada pembangunan ekonomi.
2. Faktor Ekonomi
Kondisi ekonomi inernal dan ekternal memberikan sumbangan positif bagi kemajuan
ekonomi jepang dan korea selatan . pada awal pembangunnnya jepang dan korea selatan ini
menikmati manfaat dari tingginya pertumbuhan ekonomi dunia pasca perang dunia ke II.
Posiinya yang strategis menyebabkan jepang secara alamiah memperoleh sumber pasokan energi
dan kekayaan alam dari negaa negara asia. Misalnya minyak bumi, dan gas alam dari indonesia
dan brunei maupun timur tengah. Jumlah penduduk di NSB yang sangat besar dan pertumbuhan
ekonomi negara negara tersebut merupakan pasar bagi produksi manufaktur jepang dan korea
selatan.
Keuntungan dari faktor faktor internal di sertai pula dengan dukungan kondisi ekonomi
internal. Di jepang misalnya tingginya laju pertumbuhan investasi swasta , tingkat tabungan,
yang tinggi industri yang di dukung oleh pekerja berpendidikan baik meningkat pesatnya
produktivitas pertanian sikap yang cerdik dalam memanfaatkan kemajuan teknologi, perbaikan
komposisi, industri, hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja dan dukungan sistem
perbankan.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi dalam perekonomian korea selatan, sama hal nya
dengan jepang korea selatan mampu mencapai kemajuan ekonomi karena mengandalkan
pembangunan berencana, yang di kenal sebagai rencana lima tahunan. Konsistensi perencanaan
jangka pendek dengan jangka panjang dan upaya perbaikan/koreksi terus menerus terhadap
disparitas antar wilayan dan kelompok telah memperkat struktur perekonomian korea selatan.
5. Faktor Kultural
Pondasi utama faktor penentu kemajuan ekonomi jepang dan korea selatan adalah faktor
kultural. Rakyat di dua negara ini di kenal sebagai pekerja keras dan disiplin. Sikap ini tidak
lepas dari pembentukan tata nilai lokal yang berakar pada ajaran ajaran kearifan timur. Terutama
konfusianisme, budha dan taoisme. Ajaran ajaran tersebut umunya lebih merupakan ajaran ajaran
praktis etimbang spekulasi filsafat. Dalam hal ini jepang dan korea selatan berhasil
mengkombinasikan antara kultural dan tata nilai tradisioanal atau kearifan lokal ( seperti
semangat busidho, posisi kelas samurai, semangat kekeluargaan dan pandangan tentang harmoni
mnusia dengan lingkungan). Dengan tata nilai atau kultural modern ( sepert pandangan tetang
waktu, konsep kerja, keadilan, dan kesejahteraan). Dan atau barat seperti deomokrasi ,
kesetaraan termasuk kesetaraan gender dan keterbukaan..
Sekalipun birokrasi Jepang dan Korea Selatan dikenal sebagai birokrasi yang relatif baik,
namun ada beberapa sisi gelap yang diungkap baik oleh para akademisi maupun prsktisi.
Dua persoalan ini sebenarnya tidak lepas dari elitisme dan sentralisme birokrasi. Kim dan
Kim (1999) mengungkapkan bahwa periode 1994-1995 adalah salah satu lembaran buruk dalam
sejarah birokrasi Korea Selatan. Periode ini diwarnai dengan terungkapnya skandal-skandal
korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang sangat memalukan dalam sejarah modern Korea.
Pihak Kejaksaan Korea Selatan menemukan bahwa 14,3% dari 2,44 juta laporan penerimaan
pajak adalah palsu. Sekitar 40% dari pencatatan dan penerimaan pajak pendidikan oleh
pemerintahan daerah telah dimanipulasi dan dikorupsi. Hal yang terjadi di Korea Selatan juga
terjadi di Jepang. Dunia telah menyaksikan jatuhnya beberapa Perdana Menteri Jepang karena
terkait kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Birokrasi Jepang dan Korea Selatan juga
dituding tidak ambil peduli atau tidak responsif terhadap tuntutan rakyat (Kim dan Kim, (1999)
dan Ikuta (1998))
Seperti juga yang terjadi di negara-negara maju yang lain, yang telah dibahas pada bab
delapan, transformasi ekonomi, maupun modernisasi peradaban, harus didukung atau bahkan
dimulai dengan reformasi sektor publik
Sebenarnya reformasi birokrasi di Jepang, sudang berlangsung sejak abad ke 17, ketika
Jepang berada di bawah pemerintahan Tokugawa, yang dilanjutkan pada masa Meiji. Reformasi
birokrasi pada periode Meiji, salah satu tujuan utamanya adalah merombak kontrol kekuatan
birokrasi dari monopoli pemerintahan oleh tangan militer, menjadi sitem pemerintahan oligarki.
Sayangnya pada periode 1931-1945, Jepang kembali menjadi negara militer, dengan tujuan
utama adalah imperialisme dan agresivitas militer. Namun kekalahan Jepang dalam Perang
Dunia II, memungkinkan kembali reformasi ulang birokrasi. Periode pendudukan Amerika
Serikat, reformasi birokrasi dilakukan atas inisiatif pemerintahan Komando Militer Amerika
Serikat. Selanjutnya setelah tahun 1952 refrmasi-reformasi birokrasi yang dilakukan di Jepang
adalah atas inisiatif bangsa/rakyat Jepang sendiri. Tujuan dasar reformasi birokrasi Jepang adalah
menghasilkan pemerintahan sipil yang bersih, ringkas namun kuat dan memiliki daya tanggap
yang tinggi terhadap perubahan situasi dan kondisi lokal maupun global.
Debirokritasi
Debirokratisasi dilakukan untuk mencapai struktur birokrasi yang ringkas namun kuat
dan efektif. Pada masa pemerintahan militer Amerika Serikat, debirokratisasi dilakukan dengan
memberi batasan jumlah personel yang dapat direkrut oleh setiap lembaga pemerintahan.
Selanjutnya pemerintah memanfaatkan kemajuan teknologi, inovasi dan kemajuan manajemen
yang dicapai sektor swasta unruk diterapkan dalam pengelolaan pelayanan publik. Langkah
debirokratisasi yang lebih luas dilakukan pada masa Yasuhiro Nakasane (1981), yang difokuskan
pada pengendalian anggaran belanja termasuk pengurangan subsidi, belanja pegawai dan
pengurangan jumlah BUMN, rasionalisasi badan-badan pemerintah, privatisasi pada banyak
BUMN dan perbaikan mendasar dalam hal filosofi pelayanan publik. Pada era 1990-an tekanan
globalisasi bersamaan dengan regionalisasi dan lokalisasi telah mendorong langkah-langkah
debirokratisasi yang difokuskan pada tingkat pemerintahan daerah, dimana devolusi dan
desentralisasi menjadi komponen pokok reformasi.
Deregulasi
Birokrasi Korea Selatan yang dikenal saat ini adalah hasil proses pembentukan selama
berabad abad, sejak dinasti Yi (abad 14-20). Adapun ringkasan perkembangan birokrasi Korea
Selatan, selama sekitar 7 abad dapat dilihat pada tabel 8.4.
Tabel 8.5. tjuan utama reformasi pada setiap periode pemerintahan di korea selatan.
DEBIROKRATISASI
Debirokratisasi korea selatan bertujuan menghasilkan birokrasi yang ramping namun kuat
dan fleksibel. Debirokratisasi dilakukan pada tingkat pemerintah pusat dan daerah. Untuk
meningkatakn kualitas pelayanan publik dilakukan restrukturisasi baik pada tingkat pemerintah
pusat maupu daerah, pada tahun 1998, jumlah kementerian dikurangi dari 23 unit jadi 17 unit.
Satu kementerian baru dibentuk, yaitu kementerian Kesetaraan Gender (ministry of Gender
Equality). Setaelah selesai dengan upaya perampingan pada tingkat kementerian, reformasi
dilakukan dengan pengurangan beban pemerintah melalui pengurangan program program yang
ditangani dengan cara menyerahka kepada sektor swasta, privatisasi BUMN, memperkenalkan
sistem kompetisi dalam karier dengan menggunakan promosi dan renumerisasi yang obyektif,
merekrut para eklusif swasta dengan sistem kontrak, penghematan pengeluaran pemerintah,
merampingkan struktur pemerintah pusat dengan memperluas desentralisasi. Restrukturisasi
pada tingkat pemerintah daerah, yang mencakup perampingan birokrasi pemerintah daerah,
pengurangan badan usaha milik pemerintah daerah, dan badanatau institusi yang dibiayai
pemerintah daerah, dan memperkenalkan sistem administrasi yang efisien. Menurut Rencana
Induk yang disusun Kementerian Dalam Negeri dan Administrasi (Ministry of Government
Administration and Home Affairs), pemerintahan pada tingkat distrik atau kabupaten, akan
dikurangi dan dilebur dalam satu sistem pelayanan regional. Sistem elektronik dan layanan
kependududkan segera diberlakukan, menggantikan sitem formulir yang selama ini digunakan
Pada masa lalu, sistem kepegawaian birkorasi di Korea Selaan dibangun berdasarkan
sistem tingkatan dan senioritas, sedangkan sistem perekrutan PNS bersifat tertutup. Teteapi sejak
tahun 1998, sistem tersebut diperbaiki, dengan sistem rekrutmen terbuka, sementara itusebagian
PNS merupakan pekerja pekerja atau eksekutif yang sarat pengalaman disktor swasta yang
ditarik masuk ke jajaran birokrasi pemerintah.
Deregulasi
PENUTUP
Banyaknya kemiripan kemiripan budaya, maslah pengalaman antara Jepang dan Korea
Selatan, mungkin saja merupakan kebetulan. Tetapi kesamaan prinsip langkah langkah reformasi
sektr publik khususnya reformasi birokrasi di kedua negara dan juga negara negera maju lainnya,
bukanlah suatu kebetulan. Kesamaa langkah langkah itu menunjukan reformasi birokrasi
merupakan masalah universal, yang penagannya membutuhkan prinsip prinsip universal pula.
Prinsip utam dari birkrasi adalah bahwa birokrasi tidak dapat sepenuhnya menginginkan semua
pihak. Birokrasi juga tidak dapat membawa manusia kepada kondisi masyarakat ideal yang
sepenuhnya adil, makmur, dan sejahtera. Namun bila jarak antara cita cita dengan realita, sudah
menjadi begitu jauh, maka ketidakpuasan rakyat akan merupakan benih revolusi. Karena itu,
reformasi birokrasi sebaiknya dilakukan sedini mungkin.
Pelajaran paling menarik dari pengalaman Jepang dan Korea Selatan adalah bahwa nilai
nilai budaya lokal, dapat menjadi modal dasar untuk melakukan reformasi atau modernisasi
birokrasi. Jepang dan Korea Selatan, dapat membuktikan bahwa modernisasi bukanlah
“westernisasi”. Modernisasi adalah peningkatan kemampuan hidup kolektif, yang semakin lama
semakin baik, kuat, adil dan juga sejahtera. Idealisme ini, sebenarnya, sudah tertanam disemua
kelompok masyarakat, bangsa dan negara dalam segala abad dan tempat. Tugas birokrasi adalah
membantu mewujudkannya, dengan pengorbanan seminimum mungkin. Reformasi birokrasi
adalah salah satu jawabannya, walaupun bukan jawaban yang sempurna. Namun, pengalaman
Jepang dan Korea Selatan, memberi petunjuk bahwa reformasi birokrasi yang dibutuhkan adalah
reformasi yang jujur dan menempatkan kepentingan rakyat, negara, dan bangsa diatas
kepentingan birokrat dan para kroninya.