Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PAPER

MATA KULIAH ORTOPEDI BEDAH DAN NON BEDAH

Dosen Pengampu : Yulianto Wahyono, Dipl.PT , M.Kes

Oleh
Uswatun Hasanah
P27226020333

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cidera olahraga secara umum dibedakan menjadi cedera traumatis

dan cedera berkelanjutan (overuse injuries). Cidera traumatis terjadi akibat

benturan sedangkan overuse injuries terjadi akibat beban fisiologis yang

berlebihan.Bentuk cidera yang dapat terjadi berupa benturan, strain,

sprain sampai dengan fraktur tulang. Respon tubuh terhadap kerusukan

jaringan berupa inflamasi atau biasa di kelan dengan peradangan, sel yang

terkena inflamasi akan rusak dan kemudian mati. Adapun karakteristik

inflamasi yaitu nyeri atau dolor, pembengakakan atau tumor, kemerahan

atau rubor, peningkatan suhu atau kalor, dan penurunan fungsi atau

function leissa. Pada keadaaan ini terjadi kerusakan pembuluh darah di

jaringan. Pada stadium lanjut terjadi proses penjendalan yang di fasilitasi

oleh trombosit, faktor penjendalan darah dan fibroblast yang membentuk

jaringan parut. Jika terjadi kegagalan atau keterlambatan dalam proses

perbaikan jaringan respon tubuh akan memasuki fase kronis.pada fase ini

sudah dijumpai tanda oerdangan yang dominan kecuali penurunan fungsi

dan rasa nyeri.

Tahap perdangan merupakan proses penyembuhan, awalaupun

demikian respon peradangan yang berlebihan dapat memperlambat proses

penyembuhan, waalupun demikian respon peradangan yang berlebihan

dapat memperlambat proses penyembuhan akibat dari limbah metabolisme


yang berlebihan dapat meemperlambat proses penyembuhan akibat limbah

metabolism yang berlebihan sehingga pada fase akut dilakukan untuk

menekan respon peradangan. Terapi dingin banyak digunakan pada fase

akut cidera khususnya pada cidera olahraga. Berbagai bentuk terapi dingin

seperti masase es, ice pack, cold bath, vapocoolant spray dan cyrokinetics

digunakan untuk mengatasi peradangan dan mempercepat proses

pemulihan cidera melalui berbagai mekanisme fisiologis. Perubahan suhu

jaringan bervariasi tergantung bentuk terapi, waktu penerapan, suhu awal

dan lokasi anatomis. Efek fisiologis dari terapi dingin secara klinis dapat

meningkatkan ambang nyeri, mencegah pembengkakan dan menurunkan

performa motorik lokal. Walaupun demikian aplikasi dingin yang

berkepanjangan harus dihindari untuk mencegah terjadinya efek samping

anatara lain iritasi, hypothermia dan forst bite. Penggunaan terapi dingin

harus dilakukan pada indikasi yang tepat serta dihindari pada keadaan

yang merupakan kotraindikasi.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan

dijawab dan dibahas dalam tulisan ini adalah

1. Jenis dan dosis ice therapy (terapi dingin)

2. Dosis electro therapy untuk bloking nyeri

C. Tujuan

1. Agar dapat mengetahui jenis dan dosis dari ice therapy

2. Agar dapat mengetahui dosis electro therapy untuk bloking nyeri


II. PEMBAHASAN

A. JENIS DAN DOSIS TERAPI DINGIN (COLD THERAPY)

Terapi dingin dapat digunakan dalam beberapa cara. Pada cedera

olahraga beberapa teknik yang sering dipergunakan adalah es dan masase es,

imersi air dan atau es, ice packs dan vacpocoolant sprays, termasuk :

1. Es dan Masase Es

- Peralatan : Pada terapi ini es dapat dikemas dengan berbagai cara. Salah

satunya adalah dengan membekukan es pada styrofoam. Pada

penggunaannya ujun stryofoam dapat digunakansebagai pegangan pada

saat dilakukan terapi. Es dalam pemakaiannya sebaiknya tidak kontak

langsung dengan kulit dan digunakan dengan perlindungan seperti dengan

handuk. Handuk juga diperlukan untuk mennyerap es yang mencair.

- Indikasi : Indikasi terapi es adalah pada bagian bagian otot lokal seperti

tendon, bursae maupun bagian bagian myofacial trigger point.

- Penggunaan : Es dapat digunakan langsung untuk memijat atau untuk

memati-rasakan jaringan sebelum terapi pijat. Masase es dapat

memberikan dingin yang lebih efisien daripada cold packs atau metode

lain yang menggunakan terapi dingin. Terapi biasanya diberikan selama

10 sampai 20 menit (Swenson et al., 1996:193).


2. Ice packs.

- Peralatan : Pada prinsipnya ice packs merupakan kemasan yang dapat

menyimpan es dan membuat es tersebut dapat terjaga dalam waktu relatif

lama di luar freezer daripada kemasan plastik. Alat ini tersedia di apotek

dan toko obat. Sebagian besar ice packs mengandung bahan kimia yang

dapat mempertahankan suhu dingin dalam jangka waktu lama. Bahan

kimia seperti isopropyl alkohol dapat ditambahkan denagn rasio 2 :1

terhadap air untuk mencegah terjadinya pembekuan sehingga ketika

dipergunakan, ice packs dapat mengisi kontur tubuh. Terdapat dua jenis

ice packs yaitu yang berbahan gel hypoallergenic dan yang berisi cairan

atau kristal.

- Penggunaan : Pada umumnya ice packs dapat dipergunakan selama 15

sampai 20 menit. Pada kemasan ice packs yang berupa plastik, diperlukan

handuk untuk mengeringkan air kondensasi.

- Indikasi : Indikasi terapi es adalah pada bagian bagian otot lokal seperti

tendon, bursae maupun bagian bagian myofacial trigger point.

- Perhatian khusus : Pengguna ice packs lebih praktis akan tetapi apabila

terjadi kebocoran kemasan dapatmenimbulkan bahaya iritasi kulit akibat

bahan kimia yang dikandungnya (Swenson et al.,1996:193).

3. Vapocoolant spray.

- Peralatan : Vapocoolant spray merupakan semprotan yang biasanya

berisi fluoromethane atau ethyl chloride.


- Indikasi : Vacoopolant spray sering digunakan untuk mengurangi nyeri

akibat spasme otot serta meningkatkan range of motion.

- Penggunaan : Untuk meningkatkan range of motion, terdapat beberapa

prosedur pemakaian yakni :

1. vapocoolant membentuk sudut 30° dengan kulit dengan jarak 30

sampai 50 cm dari kulit

2. Penyemprotan dilakukan dari arah proksimal ke distal otot

3. kecepatan penyemprotan sekitar 10 cm per detik dan dapat diulang

sampai dengan 2-3 kali.

- Perhatian khusus : Penggunaan vapocoolant harus dilakuakn sesuai

prosedur untuk menghindari frozen bite (Swenson et al., 1996:193).

4. Cold Baths / Water Immersion

- Peralatan : Cold baths merupakan terapi mandi di dalam air dingin dalm

jangka waktu maksimal 20 menit. Peralatan yang dipergunakan tergantung

bagian tubuh yang akan direndam. Pada perendaman seluruh tubuh

diperlukan tanki whirpool. Pada terapi ini aitr dan es dicampur untuk

mendpatkan suhu 10° sampai dengan 15° C.

- Indikasi: Terapi ini biasanya dilakukan untuk pemulihan paska latihan

maupun kompetisi

- Penggunaan : Penderita berendam di dalam air yang sudah didinginkan.

Proses ini berlangsung sekitar 10 sampai dengan 15 menit. Ketika nyeri

berkurang, terapi dihentikan dan dilanjutkan terapi lain seperti massage

atau stretching. Pada saat nyeri kembali dirasakan, dapat dilakukan


perendaman kembali. Dalam tiap sesi terapi, perendaman kembali dapat

dilakukan sampai tiga kali ulangan

- Perhatian khusus : Terapi dingin berpotensi untuk meningkatkan

penjendalan kolagen, konsekuensinya aktivitas fisik harus dilakukan

secara bertahap paska terapi dingin (Swenson et al., 1996:193).

5. CYROKINETICS

Cyrokinetics merupakan teknik yang mengkombinasikan terapi dingin

dengan latihan fisik (Hubbard et al., 2004:278). Tujuan dari terapi dingin

adalah untuk mengurangi nyeri,sedangkan latihan fisik digunakan untuk

meningkatkan jangkauan gerak. Teknik ini diawali dengan penggunaan

terapi dingin sampai dirasakan pengurangan nyeri. Pada umumnya sensasi

ini dirasakan dalam 12 sampai dengan 20 menit. Setelah dilakukan terapi

dingin dilakukan latihan fisik untuk meningkatkan jangkauan gerak

(Hubbard et al., 2004:278). Hilangnya rasa nyeri biasanya berlangsung

selama 3 sampai 5 menit. Latihan dihentikan apabila timbul rasa nyeri.

Setelah rasa nyeri timbul, terapi dingin dapat diulang lagi sampai dengan

tiga kali.

- Ringkasan Prosedur Cyrokinetics

1. Rendam bagian yang nyeri dalam air dingin (12-20 menit)

2. Latihan dilakukan selama rasa sakit tidak menyerang (3-5 menit)

3. Pada saat nyeri muncul kembali dapat dilakukan perendaman kembali

dengan air dingin(3-5 menit)


4. Siklus latihan perendaman dapat dilakukan sampai dengan 3 kali

ulangan

5. Prinsip Latihan

a. Latihan bersifat aktif tanpa bantuan

b. Latihan harus bebas rasa nyeri

c. Latihan dimulai dengan latihan ringan yang dinaikan intensitas dan

tingkat

kesulitannya secara bertahap. (Hubbard et al., 2004:278)

B. DOSIS ELECTRO THERAPY UNTUK BLOKING NYERI

1. Ultrasound

Terapi ultrasound merupakan jenis thermotherapy (terapi panas)

yang dapat mengurangi nyeri akut maupun kronis. Terapi ini

menggunakan arus listrik yang dialirkan lewat transducer yang

mengandung kristal kuarsa yang dapat mengembang dan kontraksi serta

memproduksi gelombang suara yang dapat ditransmisikan pada kulit serta

ke dalam tubuh. Pada dasarnya terapi ultrasound dapat digunakan pada

keadaan akut sampai dengan kronis. Pada keadaan akut diperlukan terapi

dengan frekuensi yang sering dan durasi yang singkat, sedangkan pada

keadaan kronis diperluakan terapi dengan frekuensi yang lebih jarang akan

tetapi dengan durasi terapi yang lebih lama.

a. Indikasi

1) Spasme Otot

2) Kompresi akar saraf


3) Tendinitis (peradangan tendon)

4) Bursitis (peradangan pada bursa)

5) Herniasi

6) Sprain

7) Frozen Shoulder

8) Arthritis

b. Dosis

Frekuensi, intensitas dan durasi tergantung pada keadaan

individual. Ahli terapi akan meletakkan transducer pada area yang

mengalami gangguan dan kemudian melakukan gerakan memutar.

Transducer harus digerakkan secara terus menerus untuk menghindari

luka bakar. Transducer tidak boleh diletakkan pada mata, tengkorak,

tulang belakang, jantung, organ reproduktif dan area dimana terdapat

implant.Terapi dapat dilakukan deegan menggunakan dua cara yakni

kontinyu dan intermitten. Pada metode kontinyu, gelombang ultrasound

dibuat tetap sedangkan pada metode intermitten, gelombang ultrasound

terputus putus. Dengan metode intermitten resiko luka bakar dapat

diminimalkan. Selama terapi penderita seharusnya merasakan rasa

hangat atau tidak merasakan sensasi apapun. Apabila ada rasa tidak

nyaman, terapi harus dihentikan. Biasanya waktu terapi yang

dibutuhkan berkisar 5 sampai dengan 10 menit. Setelah itu penderita

dapat beraktivitas seperti semula. Sebagian besar gejala memerlukan

terapi selama beberapa episode tergantung evaluasi klinis dari terapis.


Kemajuan terapi dapat dinilai dengan menggunakan skala nyeri atau

goniometer, yang merupakan alat untuk mengukur jangkauan gerak

sendi.

2. SWD (Short Wave Diathermy)

SWD adalah Suatu alat terapi yang menggunakan pemanasan pada

jaringan dengan merubah energi elektromagnet menjadi energi panas,

dengan arus listrik radio berfrekuensi tinggi dengan frekuensi 27,12 MHz

dan panjang gelombang 11,06 nm. Metode ini berfungsi untuk

mengendalikan rasa sakit dan meningkatkan aliran darah ke daerah-daerah

otot yang rusak dengan tindakan panas yang sampai ke dalam jaringan

(deep heat). Perbedaan struktur jaringan tubuh menyebabkan efek

fisiologis yang dihasilkan SWD akan berbeda untuk tiap jaringan.

Jaringan ikat akan mengalami peningkatan elastisitas 5 – 10 kali lebih

besar akibat turunnya viskositas matriks jaringan.

a. Dosis

Dosis yang diberikan untuk pasien 2 kali dLm satu minggu, Durasi

selama 20 menit. Menurut penelitian yang dilakukan Samreen

Yasmeen et al, 2013, modalitas SWD dapat menurunkan nyeri sebesar

77,2%.

3. TENS

TENS adalah terapi dengan mengantarkan sinyal listrik melalui

dua elektroda di mana rasa sakit atau nyeri terasa. Aliran listrik dari

elektroda ini merangsang saraf mengirimkan sinyal ke otak untuk


menghambat rasa sakit. Listrik menstimulasi saraf untuk memproduksi

endorfin atau pereda rasa sakit alami untuk menghambat persepsi terhadap

rasa sakit. Metode ini paling sering digunakan untuk menangani masalah

tulang, otot, dan sendi seperti fibromyalgia, osteoartritis, sakit leher, dan

sakit punggung bagian bawah. Transcutaneous Electric Nerve Stimulation

(TENS) telah menunjukkan efek yang mendekati atau melebihi analgesik.

Penggunaan TENS dalam mengelola berbagai kondisi nyeri bersifat non-

invasif, bebas dari efek samping sistemik, simpel, aman, tidak

memerlukan biaya yang mahal, dan memungkinkan pasien dapat

mengontrol terapi mereka sendiri (Hayes & Hall, 2015). Atas dasar

penjabaran diatas maka disini peneliti ingin melakukan penelitian tentang

pengaruh Transcutaneous Electric Nerve Stimulation terhadap ambang

nyeri.

a. Tata Cara dan Dosis

Aplikasi perlakuan penggunaan TENS adalah Area yang akan

diberikan TENS dibersihkan dengan menggunakan alkohol

selanjutnya hidupkan tens, letakkan ped TENS pada area yang telah di

tentukan, naikkan intensitas TENS sampai subjek merasa tidak

nyaman selanjutnya beritahu kepada subjek saat merasa tidak nyaman

untuk bilang STOP. Hentikan dan pertahankan terapi tersebut selama

15 menit.

Aplikasi dalam pengukuran ambang nyeri adalah nyeri diukur

dengan menggunakan stimulasi electris Faradic. Adapun cara yang


dipakai adalah sebagai berikut Area yang akan diberikan Faradic

dibersihkan dengan menggunakan alkohol selanjutnya hidupkan

Faradic, letakkan ped pada area yang telah di tentukan, naikkan

intensitas Faradic sampai subjek merasa tidak nyaman selanjutnya

beritahu kepada subjek saat merasa tidak nyaman untuk bilang STOP,

lihat nilai dari intensitas yang tertera dilayar, nilai yang tertera dilayar

adalah nilai dari ambang nyeri.

Anda mungkin juga menyukai