Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS ABSES SEPTUM

NASAL Tn. PADA SISTEM IMUNOLOGI DI RUANGAN


IGD INTERNA BLUD RSUD H. PADJONGA
DG. NGALLE KAB. TAKALAR

Nama : Sri Nurhayani


Nim : 17CP1008
Prodi : S1 Keperawatan

Preceptor Lahan Preceptor Institusi

…………………………………… …………………………………..

STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR


2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES SEPTUM NASAL
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. DEFINISI
Abses septum adalah kumpulan nanah yang berada di antara tulang
rawan dan mukoperikondrium atau di antara tulang septum dan
mukoperiosteum yang melapisinya. Abses septum nasi merupakan suatu
penyakit yang cukup jarang insidennya, dan merupakan salah satu kedaruratan
di bidang rinologi karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti
meningitis, abses otak, empyema subarakhnoid, dan trombosis sinus
kavernosus yang semua dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi.
2. ETIOLOGI
Penyebab abses septum nasi paling sering adalah trauma hidung, baik
itu trauma berat seperti kecelakaan, perkelahian, olahraga, maupun trauma
yang sangat ringan sehingga sering tidak disadari penderita seperti akibat
mengorek kotoran hidung atau mencabut bulu hidung. Dispenza memberikan
istilah pada supurasi septum akibat trauma sebagai abses septum nasi primer,
sedangkan penyebab lainnya dianggap sebagai abses septum nasi sekunder.
Abses septum nasi juga dapat terjadi spontan pada pasien dengan gangguan
sistem imun yang didapat. Abses septum nasi hampir selalu didahului oleh
hematoma septum yang kemudian mengalami infeksi. Trauma yang terjadi
pada septum nasi akan merobek pembuluh darah yang berbatasan dengan
tulang rawan septum nasi. Darah akan terkumpul pada ruang diantara tulang
rawan dan mukoperikondrium. Hematoma ini akan memisahkan tulang rawan
dari mukoperikondrium, sehingga aliran darah sebagai nutrisi dan oksigenasi
untuk jaringan tulang rawan terputus, maka terjadilah nekrosis. Tulang rawan
septum nasi yang tidak mendapat aliran darah masih dapat bertahan hidup
selama tiga hari, setelah itu kondrosit akan mati dan resorpsi tulang rawan
akan terjadi. Akibat keadaan yang relatif kurang steril di bagian anterior

2
hidung, hematoma septum nasi dapat dengan mudah terinfeksi dan berubah
menjadi abses septum nasi.
Staphylococcus aureus merupakan organisme yang paling sering
ditemukan pada kultur abses septum nasi. Organisme lain yang dapat juga
ditemukan pada kultur abses diantaranya Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus milleri, Streptococcus viridans, Staphylococcus epidermidis,
Haemophilus infuenzae dan beberapa organisme anaerob lain. Jamur dan
mikroorganisme lain yang tidak lazim juga dapat ditemukan pada kultur abses
terutama pada penderita dengan gangguan sistem imun atau pada bayi baru
lahir.
3. MANIFESTASI KLINIS
Gejala abses septum nasi adalah hidung tersumbat, progresif disertai
dengan rasa nyeri hebat, terutama terasa dipuncak hidung, juga terdapat
demam dan sakit kepala.
Obstruksi umumnya satu sisi setelah beberapa hari Karena nekrose
partigalo pus mengalir kesisi lain menyebabkan obstruksi nasi bilateral dan
total, dengan adanya proses supurasi tersebut akan terjadi penumpukan pus
yang semakin lama.
Semakin bertambah banyak sehingga mengakibatkan terjadinya
pembekakan septum yang bertambah besar, biasanya pasien mengeluh
hidungnya bertambah besar.
4. PATOFISIOLOGI
Abses septum nasi adalah kumpulan pus yang terdapat diantara tulang
rawan atau tulang para septum nasi. Kebanyakan abses septum nasi
disebabkan oleh trauma yang kadang tidak disadari oleh pasien. Selain
trauma, abses septum nasi juga disebabkan oleh pasca bedah atau sebagai
komplikasi penyakit infeksi, bakteri pyogenik yang menyerang suatu
hematom yang kemudian menjadi suatu abses.
Penyakit ini sering diawali dengan trauma pada hidung yang
menyebabkan pembuluh darah dimukoperitoneum robek, sehingga darah akan

3
berkumpul diantara tulang rawan dan mukoperenum yang melapisinya.
Hematom ini merupakan media yang sangat mudah terinfeksi dan
menimbulkan proses supurasi yang berkembang menjadi abses. Abses septum
nasi dapat mengakibatkan nekrosis tulang rawan septum oleh karena
menghalangi suplai darah ke tulag rawan septum nasi. Jika sudah terjadi
nekrosis akan menyebabkan terjadinya perforasi, sehingga proses supurasi
yang semula unilateral menjadi bilateral. Deskruktif tulang membentuk
cavitas yang akan diisi oleh jaringan ikat. Hilangnya sebagian besar jaringan
penyokong bagian bawah hidung dan adanya retraksi jaringan parut, akan
menyebabkan terjadi deformitas hidung berupa hidung pelana dan retraksi
columela.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Abses septum nasi memilikipenampakan yang khas pada pemeriksaan
CT-Scan sebagai akumulasi cairan dengan peninggian pinggiran yang tipis
yang melibatkan septum nasi. Hasil pemeriksaan CT-scan pada abses septum
nasi adalah kumpulan cairan yang berdinding tipis dengan perubahan
peradangan didaerah sekitarnya, sama dengan yang terlihat pada abses
dibagian tubuh yang lain.
6. KOMPLIKASI
a. Nekrosis kartilago
Abses septum nasi dapat menyebabkan komplikasi estetis berupa
deformitas hidung yang disebabkan oleh karena nekrose kartilago
sehingga terjadi kerusakan sebagian besar jaringan penyokong bagian
bawah hidung.
b. Perforasi septum nasi
Perforasi septum nasi yang disebabkan oleh karena abses dapat
menyebabkan terjadinya kavitas yang kemudian diisi jaringan ikat
sehingga menyebabkan terjadinya retraksi, jaringan parut, yang kemudian
menyebabkan terjadinya retraksi columela.
c. Infeksi intracranial

4
Komplikasi intracranial dapat berlangsung melalui berbagai jalan yakni
melalui saluran limfatik memasuki sirkulasi sistemik dan kemudian masuk
ke meningen ataupun melalui seluruh perineural pada lamina cribosa dan
area olfaktori sehingga menyebabkan komplikasi meningitis, selain itu
dapat timbul pula thrombosis sinus kavemosus dan sepsis.
7. PENATALAKSANAAN
a. Insisi
Insisi dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau anestesi umum. Insisi
dibuat vertical pada daerah yang paling berfluktuasi. Insisi abses dapat
unilateral atau bilateral, kemudian dilakukan evakuasi pus, bekuan darah,
jaringan nekrotik dan jaringan granulasi sampai bersih, kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan drain. Drain dipertahankan sampai 2-3
hari, jika drain masih diperlukan dapat dipertahankan.
b. Dipasang tampon
Pada kedua rongga hidung dipasang tampon anterior setelah dilakukan
insisi dan pemasangan drain, tampon anterior tiap hari diganti, dan
dipertahankan selama 2 sampai 3 hari. Bila pus masih ada luka dibuka
lagi.
c. Pemberian antibiotik
Antibiotik spectrum luas untuk gram positif dan gram negative, serta
kuman anaerob dapat diberikan secara parental. Sebelum diperoleh hasil
kultur dan tes resistensi dianjurkan untuk pemberian prepart penicillin IV
dan kloramefenikol IV, serta terapi terhadap kuman anaerob, pada kasus
tanpa komplikasi, terapi antibiotik parenteral diberikan selama 3 sampai 5
hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral selama 7-10 hari kemudian.

5
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001, hal.17).
Menurut Smeltzer & Bare (2001), Pada pengkajian keperawatan,
khususnya sistem integumen, kulit bisa memberikan sejumlah informasi
mengenai status kesehatan seseorang dan merupakan subjek untuk menderita
lesi atau terlepas. Pada pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung
kaki, kulit merupakan hal yang menjelaskan pada seluruh pemeriksaan bila
bagian tubuh yang spesisifik diperiksa.Pemeriksaan spesifik mencakup warna,
turgor, suhu, kelembaban, dan lesi atau parut. Hal yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut :
a. Riwayat Kesehatan
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (abses)
b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
proses penyakit
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situsional (tindakan yang akan
dilakukan

6
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
No. Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan dengan  Pain level 1. Kaji nyeri secara
agen pencedera fisik  Pain control komprehensif
(abses)  Comfort level 2. Observasi faktor pencetus
nyeri
Kriteria hasil :
1. Mampu 3. Anjurkan terapi relaksasi
mengontrol nyeri nafas dalam
2. Melaporkan bahwa 4. Kolaborasi pemberian
nyeri berkurang analgesic
dengan
menggunakan
manegemen nyeri
3. Mampu mengenali
nyeri
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
2. Defisiensi  Knowledge disease 1. Kaji tingkat pengetahuan
pengetahuan process klien
berhubungan dengan  Knowledge healt 2. Observasi kemungkinan
kurang pengetahuan behavior penyebab defisiensi
tentang proses Kriteria hasil: pengetahuan
penyakit 1. Pasien dan keluarga 3. Sediakan informasi tentang
menyatakan penyakit yang dialami klien
pemahaman 4. Jelaskan patofisiologi dari
tentang penyakit, penyakit
kondisi prognosis 5. Diskusikan pilihan terapi

7
dan program atau penanganan
pengobatan
2. Pasien dan keluarga
mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar

3. Ansietas  Anxiety self-control 1. Kaji penyebab kecemasan


berhubungan dengan  Anxiety level 2. Obserasi tingkat kecemasan
krisis situsional  Coping 3. Gunakan pendekatan yang
(tindakan yang akan Kriteria hasil: menenangkan
dilakukan) 1. Klien mampu 4. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan apa yang dirasakan
dan selama prosedur
mengungkapkan 5. Berika obat untuk
gejala cemas mengurangi kecemasan
2. Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan menunjukkan
teknik untuk
mengontrol cemas

DAFTAR PUSTAKA

8
Doenges at al (2015), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (2015), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,
EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (2015), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2015. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI: Jakarta
Nanda International. 2015. Nursing Diagnoses : Definition and classification 2014-
2015.Wiley-Blackwell:United Kingdom.

Anda mungkin juga menyukai