Disusun Oleh
Nama : Asnidar
Nim : 17CP1017
Kelompok : 6
Preceptor
2020
ASUHAN KEPERAWATAN
Disusun Oleh
Nama : Asnidar
Nim : 17CP1017
Kelompok : 6
Preceptor
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES MANDIBULA
2. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses
melalui beberapa cara antara lain:
1. Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
3. Klasifikasi
4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
5. Patofisiologi
Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan se-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut,
dan setelah menelan bakteri.sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati
inilah yang membentuk nanah yang mengisis rongga tersebut. Akibat
penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong jaringan
pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses
hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut
jika suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam
tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses
(www.medicastre.com,2004).
6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi/dampak yang mungkin terjadi akibat dari Abses mandibula
menurut Siregar (2004) adalah:
1. Kehilangan gigi
2. Penyebaran infeksi pada jaringan lunak dapat mengakibatkan selulitis wajah
dan Ludwig’s angina
3. Penyebaran infeksi pada tulang rahang dapat mengakibatkan osteomyelitis
mandibula atau maksila
4. Penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses
serebral, endokarditis, pneumonia, atau gangguan lainnya.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah
dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita
abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah
putih.
9. Penatalaksanaan Medis
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan
anaerob harus diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam
anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam
narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling
berfluktuasi atau setinggi 0,5 tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien
dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengan
sendirinya dan mengeluarkan isinya,.kadang abses menghilang secara perlahan
karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa
infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa
ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah,
sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia antibiotik biasanya diberikan
setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan.
Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi kebagian tubuh
lainnya.
Post Operatif
Daftar Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan 7. Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama lebih dari 1x24 komprehensif yang meliputi lokasi,
jam klien dapat mengatasi nyerinya karakteristik, onset/durasi,
ditandai dengan : frekuensi, kualitas, intensitas atau
5. Dapat mengenali kapan nyeri terjadi beratnya nyeri dan faktor pencetus
6. Klien dapat menggunakan tindakan 8. Berikan informasi mengenai nyeri
pengurangan nyeri tanpa analgesic 9. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
7. Klien melaporkan perubahan nyeri
terhadap gejala nyeri pada 10.Kurangi atau eliminasi faktor-faktor
professional kesehatan yang dapat mencetuskan nyeri dan
8. Klien mengenali apa yang terkait meningkatkan nyeri
dengan gejala nyeri 11. Gali bersama pasien faktor-
Klien melaporkan nyeri yang faktor yang dapat menurunkan dan
terkontrol memperberat nyeri
12. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurun nyeri non farmakologi,
sesuai kebutuhan
Hipotermi Termoregulasi Temperature regulation
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
keperawatan selama 1x24 jam 2. Rencanakan monitoring suhu secara
diharapkan suhu tubuh klien dalam kontinyu
batas normal dengan kriteria hasil : 3. Monitor TD, nadi, dan RR
Kriteria Hasil : Nadi dan RR dalam 4. Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal 5. Monitor tanda-tanda hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor sianosis perifer
4. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
5. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.