PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia diatas
60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat penyakit vascular perifer
progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma, (cedera,remuk dan luka
bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vascular parifer merupakan
penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas bawah.
Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada
kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat
spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan
digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau
memperbaiki kwalitas hidup pasien.
Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien akan
lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana
rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi pasien
mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri
dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga
tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh.
G. Pencegahan
1. Mengajarkan klien tentang hidup sehat
2. Pemeriksaan kesehatan teratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus, dan mengajarkan
perawatan kaki
3. Memberitahu kebiasaan berkendara yang aman
4. Memberitahu tentang penggunaan mesin industri dengan prinsip K-3
H. Penatalaksanaaan
a. Tingkatan Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua fakor: peredaran darah pada bagian itu
dan kegunaan fungsional (mis. Sesuai kebuuhan protesis).
Status peredaran darah ekstremitas dievaluasi melalui pemeriksaan fisik dan uji dan uji
tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan. Floemetri doppler, penentuan
tekanan darah segmental, dan tekanan parsial oksigen perkutan (PaO2) merupakan uji yang
sangat berguna. Angiografi dilakukan bila revaskularisasi kemungkinan dapat dilakukan.
Tujun pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin tujuan ekstremitas
konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan
yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardiovaskuler yang ditimbulkannya akan meningkat
dan menggunakan kursi roda ke prostesis ke tongkat tanpa protesis. Maka pemantauan
kardiovaskuler dan nutrisi yang keaet sangat penting sehingga batas fisiologis dan kebutuhan
dapats seimbang.
Amputasi jari kaki dan sebagaian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya
berjalan dan keseimbangan. Amputasi syme (modifikasi amputasi disartikulasi pergelangan kaki)
dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas
nyeri dan kuat dan yang dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi bawah luut lebih
disukai daripada di atas lutut karena peningnya sendi lutut dan kebutuhan energi untuk berjalan.
Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang lansia antara ia bisa berjalan dengan
alat bantu dan hanya bisa duduk di kursi roda. Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada
pasien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat terhadap prostesis.
Bila dilakukan amputasi atas lutut, pertahankan sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk
dan distabilkan, dan kontraktur pinggul dapat dicegah untuk potensial ambulasi maksimal. Bila
dilakukan amputasi disartikulasi sendi pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi
roda untuk mobilitasnya.
Amputasi ektremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa maksimal.
b. Penatalaksanaan Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai
(puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kuli yang sehat untuk penggunaan prosteis. Lansia
mungkin mengalami kelambatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah
kesehatan lainnya. Penyembuhan dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai,
pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid dan menggunakan
teknik aseptik dalam perawatan luka unuk menghindari infeksi.
- Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar
operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita harus
imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis
sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi
yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur.
Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa
tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan
tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-
14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara
diganti.
- Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala
sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan.
Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
- Amputasi Bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen
dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil,
dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.
- Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat dimulai.
Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan protesis
sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada
amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis
ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system
musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini
sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan
dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan
triseps.
Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas berat atau
manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh dengan cepat,
dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat
dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan
mendadak citra diri dan menerima stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi jangka panjang dan
penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka
mengenai kehilangan permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan
terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah kesehatan lain,
termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik untuk kondisi yang sudah
berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas dan ketergantungan. Pasien
ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh
dari amputasi yaitu :
Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga menurunkan kecepatan
metabolismebasal.
System musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system vaskuler
memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
System integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan suplai darah dan nutrisi
kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali darah.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI
A. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensori
3. Riwayat kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma dan fraktur),
cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
4. Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala (tiba
tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.
5. Pemeriksaan Fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit dan kuku),
kardiovaskuler (hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme otot dan kebas atau kesemutan),
keadaan ekstremitas, keadaan rentang gerak dan adanya kontraktur, dan sisa tungkai (kondisi dan
fungsi).
6. Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem pendukung
7. Pemeriksaan diagnostik: rontgen (lokasi/luas), Ct scan, MRI, arteriogram, darah lengkap dan
kreatinin.
8. Pola kebiasaan sehari-hari: nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan.
9. Aktifitas / Istirahat
Gejala : keterbatasan actual / antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi / amputasi
10. Integritas Ego
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situsi financial, reaksi orang lain,
perasaan putus asa, tidak berdaya
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu
11. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
12. Interaksi Sosial
Gejala : masalah sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi, reaksi orang lain
C. Intervensi
1. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan luka amputasi pasca pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka nyeri dapat berkurang sampai hilang
Kriteria Standart :
Pasien menyatakan nyeri hilang / terkontrol
Wajah pasien tampak rileks dan tenang
Mampu tidur / istirahat dengan tepat
Pasien memahami nyeri fantom dan mampu / mengerti cara menghilangkan
INTERVENSI RASIONAL
catat lokasi dan intensitas nyeri, membantu dalam evaluasi kebutuhan
selidiki karakteristik nyeri dan keefektifan intervensi perubahan
dapat mengindikasikan terjadinya
komplikasi
tinggikan bagian yang sakit mengurangi terbentuknya odem
dengan meninggikan kaki tempat dengan peningkatan aliran balik vena
tidur/ mengunakan bantal guling menurunkan kelelahan otot – otot
untuk amputasi tungkai atas tekanan kulit / jaringan
berikan informasi tentang sensasi mengetahui sensasi nyeri
fantom tungkai dan penggunaan memungkinkan pemahaman fenomena
alat untuk menghilangkan nyeri normal ini yang dapat terjadi segera /
beberapa minggu pasca operasi.
Sensasi fantom tidak dapat teratasi
dengan obat tradisional
berikan tindakan kenyamanan meningkatkan relaksasi,
(mis: ubah posisi) dan aktifitas meningkatkan kemampuan koping dan
terapeutik. Dorong penggunaan menurunkan terjadinya nyeri fantom
teknik manajemen stress tungkai
berikan pijatan lembut pada
puntung sesuai toleransi bila meningkatkan sirkulasi, menurunkan
balutan telah dilepas tegangan otot
kolaborasi
berikan obat jenis analgetik,
relaksan otot menurunkan nyeri / spasme otot
pertahankan Tens bila
menggunakan memberikan rangsangan saraf terus
berikan pemanasan lokal sesuai menerus blok transmisi sesasi nyeri
indikasi meningkatkan relaksasi oto,
meningkatkan sirkulasi perbaikan
odem
2. Dx 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit yang terluka
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien terkontrol/ terkurangi
sampai hilang tanda – tanda infeksi dan infeksi tidak terjadi
Kriteria Standart :
Mencapai penyembuhan tepat waktu
Bebas drainase purulen atau eritema
Tidak demam atau tidak muncul tanda – tanda infeksi
INTERVENSI RASIONAL
pertahankan teknik aseptik bila meminimalkan kesempatan
mengganti balutan / merawat luka introduksi bakteri
inspeksi balutan dan luka, deteksi dini terjadinya infesi
perhatikan karakteristik drainase memberikan kesempatan untuk
intervensi tepat waktu dan
mencegah komplikasi lebih serius
pertahankan potensi dan meningkatkan penyembuhan luka
pengurangan drainase secara rutin dan menurunkan resiko infeksi
tutup balutan dengan plastik bila mencegah kontaminasi pada
menggunakan pispot / bila amputasi tungkai bawah
inkontenensia
buka puntung terhadap udara, meningkatkan penyembuhan
pencucian dengan sabun ringan kebersihan, meminimalkan
kontaminasi
awasi tanda – tanda vital peningkatan suhu dapat
menunjukkan sepsis
Kolaborasi
ambil kultur luka / drainase dengan mengidentifikasi adanya infeksi /
tepat organisme khusus
berikan antibiotik sesuai indikasi antibiotik spetrum luas dapat
digunakan secara profilatik atau
terapi antibiotik mungkin
disesuaikan tehadap organisme
terhadap organisme khusus
5. Dx 5 : Gangguan pemenuhan ADL: personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya
kemampuan dalam merawat diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka Klien dapat melakukan perawatan diri
secara mandiri.
Kriteria Standart :
Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
Kuku pendek dan bersih.
Rambut bersih dan rapi.
Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
Klien mengatakan merasa nyaman.
INTERVENSI RASIONAL
Bantu klien dalam hal Dengan menyediakan air dan
mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi maka
mendekatkan alat-alat mandi, dan akan mendorong kemandirian klien
menyediakan air di pinggirnya, dalam hal perawatan dan
jika klien mampu. melakukan aktivitas.
Bantu klien dalam mencuci Dengan membantu klien dalam
rambut dan potong kuku. mencuci rambut dan memotong
kuku maka kebersihan rambut dan
Anjurkan klien untuk kuku terpenuhi.
senantiasa merapikan rambut dan Dengan membersihkan dan
mengganti pakaiannya setiap hari. merapihkan lingkungan akan
memberikan rasa nyaman klien.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Selain ketidakmampuan fisik, perawat perlu juga mengetahui aspek
psikososial yang ditimbulkan karena aspek tersebut lebih sering dijumpai. Amputasi akan
mengubah gambaran tubuh dan harga diri. Proses selanjutnya dapat diikuti melalui proses
kehilangan.
Indikasi utama bedah amputasi, yaitu:
1. Iskemia akibat penyakit vaskular progresif (klien arteriosklerosis, diabetes melitus)
2. Trauma berat akibat perang, kecelakaan kendaraan bermotor (cedera remuk), cedera termal, luka
bakar, tumor, infeksi (gangren, osteomieliis kronis) dan kelainan kongenital.
Tindakan amputasi dilakukan pada bagian kecil sampai bagian besar tubuh. Metodenya
terbuka dan tertutup. Teknik terbuka dilakukan pada klien dengan infeksi yang mengembang,
kemudian dipasang drainase agar kulit bersih. Kulit ditutup setelah infeksi teratasi (sembuh).
Teknik tertutup, kulit penutup ditarik sampai ke bagian yang diamputasi tertutup oleh kulit.
Tindakan amputasi meliputi:
1. Ekstremitas bawah. Kehilangan semua atau sebagian dari jari-jari kaki akan mempengaruhi
keseimbangan menekan waku berjalan. Makin besar tingkatan amputasi, makin besar energi
yang diperlukan untuk mobilisasi.
2. Ekstremitas atas. Kehilangan ekstremitas atas menimbulkan masalah yang spesifik, dan dapat
mengenai tubuh bagian kiri atau kanan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperi
makan, minum, mandi berpakaian, dan mengendarai mobil. Pertahankan bagian yang masih
dapat berfungsi dengan baik. Amputasi ekstremitas atas jarang terjadi.
Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan, infeksi, nyeri, nyeri fantom puntung, neuroma
dan fleksi kontraktur.
Kehilangan ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi pasien mengenai amputasi
harus dipahami oleh tim perawatan kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya
perubahan citra diri permanen, yang harus dieselaraskan sedemikan rupa sehingga tidak akan
menghilangkan rasa diri berharaga. Mobilitas atau kemampuan fisik untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari berubah dan pasien perlu belajar bagaimana menyesuaikan aktivitas dan
lingkungan untuk mengakomodasikan diri dengan penggunaan alat bantu dan bantuan mobilitas.
Tim rehabilitasi bersifat multidisiplin (pasien, perawat, dokter, pekerja sosial, psikologis, ahli
prostesis, pekerja rehabilitasi vokasional) dan membantu pasien mencapai derajat fungsi tertinggi
yang mungkin dicapai dan parisipasi dalam aktivitas hidup.