HEPATITIS B
Disusun oleh :
Pembimbing :
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga laporan referat ini dapat penulis selesaikan.
Pada laporan referat ini menyajikan topik mengenai Infeksi dalam Kehamilan
yaitu Hepatitis B. Adapun tujuan penulisan laporan referat ini adalah untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik stase kebidanan dan kandungan di RSIJ
Sukapura.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada
pembimbing penulis, yaitu dr. Rusmaniah, Sp. OG. Besar harapan penulis
melalui laporan ini, pengetahuan dan pemahaman penulis semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan laporan referat ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari
bebagai pihak, penulis ucapkan terima kasih.
Rina Wulandari
i
DAFTAR ISI
REFERAT HEPATITIS B
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
BAB II.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 PENGERTIAN INFEKSI HEPATITIS B.................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI INFEKSI HEPATITIS B.............................................3
2.3 ETIOLOGI HEPATITIS B.......................................................................4
2.4 FAKTOR RISIKO HEPATITIS B............................................................5
2.5 PENULARAN HEPATITIS B..................................................................5
2.6 PATOGENESIS HEPATITIS B...............................................................9
2.7 MANIFESTASI KLINIS INFEKSI VHB...............................................10
2.8 DIAGNOSIS HEPATITIS B..................................................................12
2.9 PENCEGAHAN INFEKSI VHB............................................................17
2.10 KOMPLIKASI HEPATITIS B...............................................................23
2.11 PENATALAKSANAAN........................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
penularan yang terjadi dari ibu kepada bayi. Oleh karena itu, diperlukan
upaya untuk mengkonfirmasi penyakit tersebut pada ibu hamil dan
pemberian penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kesalahan
diagnosis dan terapi yang tidak adekuat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
daerah tropis dibandingkan dengan di daerah beriklim sedang dan lebih
tinggi pada penduduk di daerah urban dibandingkan dengan penduduk di
daerah rural.
Di Indonesia prevalensi pengidap VHB bervariasi di tiap daerah
atau pulau dan berkisar antara 3-20%, sedangkan dari donor darah di
seluruh Indonesia didapatkan prevalensi berkisar antara 3-17%.
Prevalensi pengidap VHB pada ibu hamil di Negara Asia
prevalensi HBsAg-nya berkisar antara 1,7-17% dengan proporsi HBeAg 8-
64%, di Asia tengah dan Afrika HBsAg 3-11% dan HBeAg 8-19%,
sedangkan di Eropa Selatan HBsAg berkisar antara 1-3% dengan HBeAg
4-5%.
4
tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun host, dan
belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati.
5
membran mukosa pada darah yang terinfeksi dan pada tingkat yang lebih
rendah, serta ke cairan tubuh lainnya, VHB juga dapat bertahan hingga
tujuh hari pada permukaan lingkungan. Transmisi vertikal (ibu ke anak)
adalah rute penularan VHB yang paling umum, tetapi juga dapat
ditularkan melalui hubungan seks dengan pasangan yang terinfeksi,
penggunaan narkoba suntikan, kontak dengan darah atau luka terbuka dari
orang yang terinfeksi, jarum suntuk atau terpapar instrumen tajam, dan
berbagai barang-barang pribadi seperti pisau cukur atau sikat gigi dengan
orang yang terinfeksi hepatitis B tidak melalui makanan atau air, berbagi
peralatan makan, menyusui, memeluk, mencium, memegang tangan, batuk
atau bersin.
6
Transmisi perinatal tetap merupakan bentuk
penularan hepatitis B yang paling umum di seluruh dunia, dan
meskipun ada ketersediaan PEP (post-exposure prophylaxis)
neonatal, hampir 70% kelahiran global tetap berisiko terinfeksi
hepatitis B. Transmisi perinatal dapat terjadi in-utero atau
melalui proses persalinan. Meskipun mekanisme pasti dari
masing-masing mode penularan ini tidak diketahui, sebagian
besar penularan perinatal terjadi terutama pada atau setelah
kelahiran berdasarkan efikasi proteksi tinggi dari PEP
neonatal. Dengan tidak adanya PEP, penularan perinatal terjadi
pada > 90% persalinan di mana ibu adalah HBeAg positif, dan
15% persalinan jika ibunya HBeAg negatif. Kombinasi
imunisasi HBIG dan vaksin HB yang diberikan dalam waktu
12 jam sejak lahir telah secara efektif mengurangi tingkat
penularan perinatal dari >90% menjadi <10%. Meskipun PEP
neonatal yang sesuai, penularan perinatal masih terjadi pada
sekitar 2% bayi. Sebagian besar kasus ini terjadi pada wanita
HBeAg-positif dengan viral load yang sangat tinggi, umumnya
> 200.000 IU/ mL (> 106copies / mL).
7
persalinan preterm dapat menyebabkan laserasi minor
pada plasenta, menyebabkan kebocoran darah ibu di
seluruh plasenta masuk ke dalam sirkulasi janin yang
mengakibatkan infeksi intrauterin pada janin.
b. Infeksi plasenta: VHB dapat menginfeksi semua jenis
sel plasenta pada kedua sisi maternal dan fetal. VHB
dapat menginfeksi endotel membran desidua dan /
atau lal intervilius yang kemudian menginfeksi
endotel kapiler vili chorialis, yang kemudian
menyebabkan infeksi intrauterin pada janin. Penetrasi
barier plasental oleh VHB terjai terutama pada
kehamilan lanjut karena lapisan trophocyte yang lebih
tipis pada masa ini.
c. Darah perifer leukosit (Peripheral Blood Leukocyte,
PBL), khususnya darah monosit yang terinfeksi: PBL
mengandung DNA VHB dan antigen VHB pada
kehamilan normal atau patologis. PBL ini dapat
melewati sawar plasenta dan menginfeksi janin.
d. Infeksi vertikal genetik : infeksi VHB pada janin dari
oosit ibu yang terinfeksi VHB atau sperma ayah.
e. Infeksi asenderen dari vaginal discharge ibu ke dalam
uterus
2) Transmisi Intrapartum
Hal ini berhubungan dengan lamanya kala persalinan yang
berlangsung lebih dari 9 jam. Terjadi terutama karena bayi
lama terpapar cairan ketuban ibu yang mengandung VHB
ketika melewati jalan lahir. Kebocoran plasenta parsial
dan trauma karena kontraksi uterus atau instrumentasi
selama persalinan berkontribusi pada transmisi dari ibu ke
bayi. Penularan selama persalinan adalah rute utama
infeksi VHB pencampuran darah janin dan ibu
(mikrotransfusion).
8
3) Transmisi postpartum
Transmisi pada saat postpartum mengacu pada infeksi
pada Hepatitis B yang terjadi pasca persalinan melalui
paparan cairan tubuh, air susu ibu, dan kontak intim
lainnya dalam kehidupan sehari hari setelah persalinan.
Namun, transmisi postpartum melalui ASI masih
kontroversial. Sekalipun HBsAg terdeteksi pada sampel
ASI dan mempunyai kemungkinan ditularkan jika ibu
mengalami abrasi pada puting. Namun, data yang
dipublikasikan tidak mendukung risiko penularan melalui
rute ini.
9
rantai DNA yang pendek sehingga menjadi dua untai DNA yang sama
panjang atau covalently closed circle DNA (cccDNA). Proses selanjutnya
adalah transkripsi cccDNA menjadi pre-genom RNA dan beberapa
messenger RNA(mRNA) yaitu mRNALHBs, MHBs, dan mRNA SHBs.
Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana
proses translasi menghasilkan protein envelope, core, polimerase,
polipeptida X dan pre-C, sedangkan translasi mRNA LHBs, MHBs, dan
mRNA SHBs akan menghasilkan protein LHBs, MHBs, dan SHBs. Proses
selanjutnya adalah pembuatan nukleokapsid di sitosol yang melibatkan
proses encapsidationya itu penggabungan molekul RNA ke dalam HBsAg.
Prosesreverse transcription dimulai, DNA virus dibentuk kembali dari
molekul RNA. Beberapa core yang mengandung genom matang ditransfer
kembali ke nukleus yang dapat dikonversi kembali menjadi cccDNA untuk
mempertahankan cadangan template transkripsi intranukleus. Akan tetapi,
sebagian dari protein core ini bergabung ke kompleks golgi yang
membawa protein envelope virus. Protein core memperoleh envelope
lipoprotein yang mengandung antigen surface L, M, dan S, yang
selanjutnya ditransfer ke luar sel.
1. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya
gejala atau ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180
hari dengan rata- rata 60-90 hari.
10
2. Fase Prodromal (Pra-Ikterus).
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai
dengan malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran
napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang
menimbulkan kolestitis.
. Fase Ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus
tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan
gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang
nyata.
11
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya
replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses
nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT.
Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan
toleransi imun terhadap VHB.
3) Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan
pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari
individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian
besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti.
Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah, HBeAg
yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta
konsentrasi ALT normal.
1. Pemeriksaan Biokimia
12
normal, dan kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan.
Stadium kronik VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun
hingga 2-10 kali nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar
globulin meningkat.
2. Pemeriksaan Serologis
13
Hepatitis B envelope antigen merupakan peptida yang
berasal dari core virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg
positif. Penanda HBeAg timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA
polimerase virus sehingga lebih menunjukkan terjadinya replikasi virus
dan jika menetap kemungkinan akan menjadi penyakit hati kronis.
14
kromatografi yang dilakukan berdasarkan prinsip double antibody-
sandwich. Membran dilapisi oleh anti-HBs pada bagian test line. Selama
tes dilakukan, HBsAg pada spesimen serum atau plasma bereaksi dengan
partikel anti-HBs. Campuran tersebut berpindah ke membran secara
kromatografi oleh mekanisme kapiler yang bereaksi dengan anti-HBs
pada membran dan terbaca di colored line. Adanya colored line
menandakan bahwa hasilnya positif, jika tidak ada colored line
menandakan hasil negative.
15
paragmanetik dilapisi anti-HBs dikombinasikan. Keberadaan HBsAg
pada sampel akan berikatan dengan mikropartikel yang dilapisi anti-HBs.
Proses selanjutnya adalah washing, kemudian acridinium-labeled anti-
HBs conjugate ditambahkan pada langkah kedua. Setelah proses washing
kembali, larutan pre-trigger dan trigger ditambahkan ke dalam campuran
Larutan pre- trigger mengandung 1, 32% hydrogen peroksida, sedangkan
larutan trigger mengandung 0,35 mol/L natrium hidroksida.
Interpretasi hasil dari pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect
adalah nonreaktif jika spesimen dengan nilai konsentrasi <0,05 IU/mL
dan reaktif jika spesimen dengan nilai konsentrasi >0,05 IU/mL. Sampel
nonreaktif menandakan negatif untuk HBsAg dan tidak membutuhkan tes
selanjutnya.
3. Pemeriksaan Molekuler
16
4) Pemeriksaan amplifikasi kuantitatif (PCR) dapat mendeteksi kadar
VHB
DNA sampai dengan 10 kopi/mL, tetapi hasil dari pemeriksaan ini
harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena ketidakpastian arti
perbedaan klinis dari kadar VHB DNA yang rendah. Berdasarkan
pengetahuan dan definisi sekarang tentang Hepatitis B kronik,
pemeriksaan standar dengan batas deteksi 10 -10 kopi/mL sudah
cukup untuk evaluasi awal pasien dengan Hepatitis B kronik. Untuk
evaluasi keberhasilan pengobatan maka tentunya diperlukan standar
batas deteksi kadar VHB DNA yang lebih rendah dan pada saat ini
adalah yang dapat mendeteksi virus sampai dengan <10 kopi/mL
17
maka imunisasi pada bayi baru lahir atau pada umur 1,5 – 3 bulan
nampaknya sudah cukup memadai untuk menurunkan pengidap
kronik pada masyarakat.
18
yang infeksius. Tetapi biaya vaksinasi dengan strategi ini sangat
tinggi karena adanya biaya tambahan untuk skrining HBeAg dan
untuk HBIG spesifik.
b. Imunisasi seluruh bayi pada saat lahir dengan dosis dewasa
tanpa skrining HBsAg. Efektivitas program sedikit lebih rendah
dibanding strategi pertama tetapi biayanya berkurang 40%.
c. Jika oleh karena alasan praktis vaksinasi pada saat lahir tidak
mungkin dilakukan, imunisasi dapat dimulai pada umur 1,5 – 3
bulan. Efektivitas strategi ini tidak akan banyak berbeda
dibandingkan strategi kedua, bila proporsi ibu yang mengidap
VHB dengan HBeAg positif rendah; tetapi efektivitasnya hanya
45% bila 50% ibu hamil mengidap HBsAg mengandung
HBeAg. Vaksinasi dengan strategi ini akan mengurangi 20- 50%
biaya pencegahan.
d. Jika vaksinasi missal tidak dapat dilakukan karena mahalnya
harga vaksin, ibu dengan HbsAg positif dapat di skrining
dengan cara pemeriksaan yang kurang sensitif (misalnya :
metoda hemaglutinasi) dan bayi yang dilahirkannya langsung
divaksinasi saat lahir. Gambar 2. memperlihatkan bahwa dengan
strategi ini pengidap kronik pada populasi bayi hanya akan turun
10-40%, tetapi biaya pencegahannya paling rendah; sehingga
dapat diadaptasi di negara sedang berkembang dengan frekuensi
HBeAg tinggi pada ibu hamil. Expanded Programmed
Immunization (EPI) Hepatitis B Advisory Group (TAG) dari
WHO menganjurkan supaya vaksin HB secepatnya
diintegrasikan dengan EPI, memberikan 3 dosis vaksin HB dan
disuntikkan pada paha bayi, di mana suntikan pertama diberikan
segera setelah lahir, suntikan kedua diberikan 4-12 minggu
setelah suntikan pertama dan suntikan ketiga 2-12 bulan setelah
suntikan kedua.
19
Pemberian imunisasi atau vaksinasi HB dapat
mencegah tiga hal yaitu infeksi klinik, terjadinya pengidap
kronik VHB, dan mencegah penularan VHB khususnya untuk
pencegahan penularan VHB vertikal. Imunisasi hepatitis B (HB)
dapat merupakan imunisasi pasif dengan memberikan Hepatitis
B Immune Globulin (HbIg), imunisasi aktif dengan memberikan
vaksin HB dan kombinasi dengan memberikan HbIg dan vakin.
1) Imunisasi Aktif
2) Imunisasi Pasif
20
pemberian HBIG tanpa vaksin akan menyebabkan bayi
masih mudah terinfeksi VHB setelah HBIG hilang dalam
darah, dan infeksi VHB akan terjadi setelah bayi berumur 6
bulan.
21
pertama hepatitis B yang dibuat dari pemurnian HBsAg bulat
berukuran 22 nm yang dipisahkan dari plasma pengidap VHB.
Pada proses pembuatannya menggunakan inaktifisi dengan
enzim proteolitik, sehingga HBsAg yang tertinggal hanya
mengandung protein S dan komponen pre-S dari HbsAg rusak,
sedangkan secara teoritik protein pre-S dari HbsAg lebih
imunogenik. Sedangkan vakisn plasma yang dibuat dengan
sistem pemanasan saja, masih mengandung pre-S meskipun
sedikit.
22
pertama. Karena manifestasi serologik infeksi VHB vertikal
umumnya terjadi antara bulan ke-3 sampai dengan bulan ke-6
maka perlindungan yang diberikan dapat mendekati
gabungan HBIG dan vaksin HB. Efektivitas vaksin pre-S
dalam pencegahan infeksi VHB vertikal telah terbukti.
23
terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau hepatitis C. Angka
kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis fulminan yang
berhasil hidup biasanya mengalami kesembuhan biokimiawi atau
histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah
transplantasi hati.
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati
tergantikan oleh jaringan parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini
semakin lama akan mengubah struktur normal dari hati dan regenerasi
sel-sel hati. Maka sel-sel hati akan mengalami kerusakan yang
menyebabkan fungsi hati mengalami penurunan bahkan kehilangan
fungsinya.
2.11 PENATALAKSANAAN
24
yang merupakan kontak seksual dan anggota rumah dari
perempuan hamil positif HBsAg juga harus diskrining.
2. Penatalaksanaan Persalinan
25
4. Terapi Antiviral Ibu Hamil
26
antiviral LAM telah ditemukan secara signifikan
menurunkan risiko transmisi dari ibu ke janin tetapi data
teroard Lamivudin (LAM) adalah analog nukleosida
cytidine, yang IU/ mL atau terapi dimulai pada trimester
ketiga kehamilan
Obat yang lebih baru termasuk analog thymidine,
telbivudine dan analog adenosine nukleosida, tenofovir.
Keduanya memiliki tingkat resistansi yang lebih rendah
daripada LAM. Obat antivirus ini digolongkan aman pada
kehamilan dan tidak terkait dengan kemungkinan risiko
malformasi kongenital atau hasil obstetrik Telbivudine
(LtD) telah menunjukkan efektifitasnya dalam studi
prospektif bila digunakan selama trimester kedua atau
ketiga pada ibu HBeAg-positif dengan kadar DNA VHB>
200 000 IU mL (>6 log 10 copies ml/ mL).
Tenofovir disoproxil fumarate (TDF) saat ini adalah
pilihan lini pertama yang diberikan dikarenakan profil
yang relatif lebih aman, resistansi rendah, dan yang lebih
baik, namun data lebih lanjut dalam jangka panjang perlu
dikumpulkan tentang efek klinis terhadap kepadatan
mineral tulang. Anti viral ini dianggap sebagai terapi
penyelamat untuk pengobatan yang tidak berhasil dengan
NAs lainnya.
27
manfaat dan bahaya HBIG dibandingkan dengan tidak
diberikan HBIG pada wanita hamil dengan hepatitis.
2.11.3. Kontrasepsi
28
Tidak ada data yang mendukung membatasi penggunaan
kontrasepsi pada pengguna obat antiviral.
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok Kerja Infeksi Saluran Reproduksi. 2019. Buku Seri Infeksi dalam
Kehamilan Manajemen Triple Eliminasi Hepatitia B, HIV, Sifilis. POGI:
Jakarta.
Prof. Dr. dr. IGP Surya, Sp. OG, dkk. 2016. Kehamilan dengan Hepatitis B.
Sagung Seto: Jakarta.
29
30