Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN

SOSIAL (HAMBATAN INTERAKSI SOSIAL)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing : Cecilya Kustanti, M.Kep

Oleh :
KELAS 3B

1. Ismy Afifah 7. Nadia Larasati


2. Jerlina Setia Minanti 8. Nurista Nor Anggraini
3. Kintan Elsa Helvy Tiana 9. Nurlita Mustaqimah
4. Lusi Ismayanti 10. Oviana Rizki Linawati
5. Malikhatul Karomah 11. Paurita Nurul Hafidhah
6. Melinia Nilasari 12. Retno Septamia Pramudika

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami haturkan kepada Allah Swt. atas segala rahmat-Nya, sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Dengan Gangguan Sosial Hambatan Interaksi Sosial” dan dengan harapan semoga
makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehingga lebih
mengenal Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Sosial Hambatan
Interaksi Sosial Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik. Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Cecilya Kustanti
S.Kep.,N., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan dan
bimbingannya pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan benar. kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dan semua
pihak yang sudah membantu kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih memiliki keterbatasan dalam penyusunan maupun
pengalaman penulis, sehingga masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
para pembaca makalah dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kami juga
memohon maaf apabila terdapat kesalahan tulisan maupun apa yang telah kami
cantumkan pada makalah ini.
Wasalamualaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 16 Desember 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3
BAB I ....................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................... 4
B. Tujuan ............................................................................................................ 6
BAB II ...................................................................................................................... 7
TINAJUAN PUSTAKA............................................................................................ 7
C. KONSEP LANSIA......................................................................................... 7
D. KONSEP ACTIVITY DAILY LIVING ....................................................... 17
E. KONSEP INTERAKSI SOSIAL .................................................................. 21
F. PENGKAJIAN PADA LANSIA .................................................................. 26
BAB III................................................................................................................... 39
KASUS ................................................................................................................... 39
BAB IV .................................................................................................................. 41
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 41
A. Pengkajian Keperawatan .............................................................................. 41
B. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE
(Mini Mental Status Exam) .................................................................................. 41
C. Pengelompokan Data.................................................................................... 43
D. Analisa Data................................................................................................. 45
E. Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 48
F. Intervensi Keperawatan ................................................................................ 49
BAB V.................................................................................................................... 54
PENUTUP .............................................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 55

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi proses yang berangsur sehingga mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, dimana terjadi penurunan daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Usia lanjut akan
menimbulkan masalah kesehatan karena terjadi kemunduran fungsi tubuh
apabila tidak dilakukan upaya pemeliharaan kesehatan dengan baik (Kholifah,
2016).
Penduduk usia lanjut semakin meningkat jumlahnya di beberapa Negara
termasuk Indonesia. Jumlah usia lanjut di atas 60 tahun diprediksi akan
meningkat jumlahnya menjadi 20% pada tahun 2015-2050. Indonesia telah
berada pada posisi ke empat setelah Cina, India, dan Jepang. Hasil sensus tahun
2014, menyatakan bahwa jumlah usia lanjut di Indonesia sebanyak 20,24 juta
jiwa atau 8,03%. Hal tersebut bila dibandingkan dengan hasil sensus tahun
2010, terjadi peningkatan jumlah lansia yaitu 18,1 juta jiwa atau 7,6%
(Kemenkes RI, 2011)
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI tahun 2015 juga
menginformasikan bahwa 5 provinsi sebaran penduduk lansia terbesar adalah
Yogyakarta sebesar 13,4%, Jawa Tengah sebesar 11,8%, Jawa Timur sebesar
11,5%, Bali sebesar 10,3%, dan Sulawesi Utara sebesar 9,7%, sedangkan
sebaran penduduk lansia terendah adalah Papua yaitu sebesar 2,8% (Kemenkes
RI, 2015).
Pertambahan usia lansia mengakibatkan muncul berbagai masalah baik
secara fisik, mental, serta perubahan kondisi yang mengakibatkan penurunan
peran-peran dalam sosialnya. Selain itu, dapat pula menurunkan derajat
kesehatan, kehilangan pekerjaan serta dianggap sebagai individu yang sudah
tidak mampu. Hal tersebut, dapat menyebabkan lansia secara perlahan akan
4
menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar, sehingga mempengaruhi
interaksi sosialnya. Berkurangnya interaksi sosial pada lansia menyebabkan
perasaan terisolir, sehingga lansia akan menyendiri dan mengalami isolasi
sosial, dengan perasaan lansia terisolir akhirnya terjadi depresi, hal ini yang
mempengaruhi kualitas hidup pada lansia (Samper, Pinontoan & Katuuk,
2017).
Jumlah lansia yang meningkat dapat pula mengakibatkan lansia akan
mengalami berbagai masalah, seperti kurang mendapatkan pendidikan
kesehatan, cara mengakses pelayanan kesehatan yang sulit diperoleh, tidak ada
jaminan hari tua, serta dukungan sosial dari keluarga dan teman yang semakin
berkurang (Andesty & Syahrul, 2017). Studi epidemilogis menyarankan
aktivitas sosial sangat penting bagi lansia yaitu memberikan keuntungan
kesehatan termasuk resiko terjadinya kematian, disabilitas, dan depresi,
kesehatan kognitif yang baik, kesehatan pribadi yang baik, serta kesehatan pada
perilakunya. Sebagai contoh keterlibatan lansia dalam kegiatan sosial
diantaranya terlibat dalam aktivitas tertentu yang berarti dan bermanfaat,
kemudian memelihara hubungan yang baik dan dekat dengan masyarakat
sekitar. (Amalia, 2013).

5
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang asuhan keperawatan gerontik
dengan Gangguan Sosial (Hambatan Interaksi Sosial).
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu mengetahui tentang asuhan keperawatan gerontik
dengan Gangguan Sosial (Hambatan Interaksi Sosial), meliputi :
a. Konsep lansia
b. Konsep activity daily living
c. Konsep interaksi sosial
d. Pengkajian pada lansia
e. Intervensi keperawatan

6
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
C. KONSEP LANSIA
1. Definisi Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuku usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok
umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih,
karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik
secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai
dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler
dan pembulu darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga
terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran
kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living (Fatimah, 2010).
2. Teori Proses Menua
Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:
a. Teori-teori biologi
a. Teori genetic dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogam secara genetic untuk
spesies-spesies tertentu. Menua menjadi sebagai akibat dari
7
perubahan biokimia yang diprogam oleh molekul-molekul/DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutase sehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh Lelah
(rusak).
c. Reaksi dan kekebalan sendiri (auto immune theory)
Didalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringa tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “Imunology Slow Virus”
Sistem immune menjado efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
e. Teori Stress
Menua terjadi akibat hilangya sel-sel yang bisa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-
sel tubuh Lelah terpakai.
f. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal
bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori Ratai Silang
Sel-sel tua atau usang, reaksi kiminye menyebabkan reaksi yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

8
h. Teori Program
Kemampuan organisme untuk penentapan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktivitas atau Kegiatan
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyebabkan bahwa lansia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia
berupa mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil.
2) Kepribdian berlanjut
Dasar kepribadian atau tingakh laku pada lansia. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang
lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan intraksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (tripele
loss) yakni: (1) kehilangan peran (2) hambatan kontak sosial; (3)
berkurangnya kontak komitmen.

3. Batasan Lanjut Usia


Ada beberapa sumber batasan yang ada dalam buku Padilla (2013)
diantaranya yaitu :
1) Batasan umur lansia menurut organisasi Kesehatan dunia (WHO)
meliputi :

9
a) Usia pertengahann(middle age) ialah kelompok usia 45-59
tahun
b) Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) diatas 90 tahun
2) Menurut Setyonegoro, batasan lansia adalah sebagai berikut :
a) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
b) Usia dewasa penuh (medle years) atau maturase usia 25-60/65
tahun
c) Lanjut usia (geriatric age) usia >65/70 tahun yang terbagi atas :
young old (usia 70-74 tahun), old (usia 78-80), very old (usia
80)
3) Menurut Bee (1996) bahwa tahapan masa dewasa adalah sebagai
berikut :
a) Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)
b) Masa dewasa awal (usia 26-40 tahun)
c) Masa dewasa tengah (usia 41-65 tahun)
d) Masa dewasa lanjut (usia 66-75 tahun)
e) Masa dewasa sangat lanjut (usia >75 tahun)
4) Menurut Burnsie (1979)
a) Young old (usia 60-70 tahun)
b) Middle age old (usia 70-79 tahun)
c) Old-old (usia 80-89 tahun)
d) Very old-old (usia >90 tahun)
4. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari
a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-49 tahun
b. Lansia adalah seseorang yenng berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih
dengan masalah kesehatan
10
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain
5. Ciri-ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016) ciri-ciri lansia sebagai berikut
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia datang dari faktor fisik dan faktor psikologis
sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Misalnya memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran
fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivas yang tinggi,
maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik,
misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya
maka sikap sosial dimasyakarat menjadi negative, tetapi ada juga
lansia yang memiliki tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap
sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan
sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkunagan mislanya lansia
yang menduduki jabatan sosial dimasyrakat sebagi ketua RW,
sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW
karena usianya.
d. Penyesuaian yang uruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
11
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contohnya lansia yang tinggal berasama keluarga sering tidak
dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena diaggap pola pikirnya
kuno, kondisi inilah yang meyebabkan lansia menarik diri dari
lingukang, dapat tersoinggung dan bahkan memiliki harga diri yang
rendah.
6. Perubahan Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia terjadi proses penuaan secara
degenerative yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial
dan seksual (Azizah & Lilik M, 2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran : Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia 60 tahun.
2) Sintem Integumen
Pada lansia kulit mengamali atropi, kendur, tidak elastis dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi grandula sebasea
dn glanula sudoritea, timbul pigmen berwara coklat pada kulit
dikenal dengan liver spoot.

12
3) Sistem Musculoskeletal
Perubahan sistem musculoskeletal pada lansia : jaringan
penghubung (kolagen elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan
yang tidak teratur.
a) Kartilago : jaringan kartilago pada persendian menjadi
lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi
menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenrasi yang terjadi cenderung searah
progesif, konsekuensinya kartilago pada persendian
menjadi rentan terhadap gesekan.
b) Tulang : berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati
adalah bagian dari penuan fisiologi, sehingga akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
c) Otot : perubahan struktur otot pada penuan sangnat
berfariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,
peningkatanjaringan penguhung dan jaringan lemak pada
otot mengakibatkan efek negative.
d) Sendi ; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti
tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
perngangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh lipovusin,
klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi
jaringan ikat.

13
5) Sistem respirasi
Pada proses penuan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas
total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir
keparu berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan sendi pernafasan terganggu dan pereganggan pada
toraks berganggu.
6) Pencernaan dan metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan
gigi, indra pengecap menurun, indra pengecap menurun, rasa lapar
menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya
aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsopsi oleh ginjal.
8) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progesif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan munciutnya
ovary danuterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis
masih dapat memproduksi sepermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.

14
b. Perubahan koknitif : daya ingat, IQ, kemampuan belajar, kemampuan,
pemahaman pemecahan masalah, pengambilan keputusan,
kebijaksanaan, kinerja, motivasi.
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat Pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan saraf panca indra, timbulnya kebutaan dan ketulian
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Rangkaian dari kehilangan, ayitu kehilangan hubungan dnegan
teman dan keluarga
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri. Perubahan sprititual agama
atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupanya. Lansia
semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari
d. Perubahan psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama pada lansia yang mengalami penurunan Kesehatan,
seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangnya dapat menurukan pertahan jiwa yang telah

15
rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya
gangguan fisik dan Kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasan kosong,
lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut
menjadi suatru episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan
karena stress lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan : fobia, panik, gangguan
cemas umum, gangguan stress setalah trauma dan gangguan
obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengans
ekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samoing obat,
atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada
lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan
sosia.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukan penampilan perilaku
sangat menganggu. Rumah atau kamr kotor dan bauk arena
lansia bermain-main dengan feses dan urinya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur, walaupun telah
dibersihkan keadaan tersebut dapat terulang kembali.

16
7. Tujuan Pelayanan Kesehatan Lansia
Tujuan pelayanan Kesehatan pada lansia menuriu Depkes RI (2016)
terdiri dari :
a) Mempertahankan derajat Kesehatan para lansia pada taraf yang
setingi-tingginya, hingga terhindar dari penyakit atau gangguan
b) Memelihara kondisi Kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan
mental
c) Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat
mempertahankan kemandirian yang optimal
d) Mendampingi dan memberikan bantual moril dan perhatian kepada
lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat
menghadapi kematian dengan tenang dan bermartabat. Fungsi
pelayanan dapat dilaksanalkan pada pusat pelayanan sosial lansia,
pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan
pelayanan sosial lansia dan pusat pemberdayaan lansia.

D. KONSEP ACTIVITY DAILY LIVING


1. Pengertian kemandirian
Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat
berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Kata kemandirian berasal
dari kata diri yang mendapat awalan ke- dan akhiran –an yang
kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda (Bahara,
2008). Kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat
menentukan diri sendiri dimana dapat berdiri sendiri, sehingga
dapat menentukan diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan
perilaku yang dapat dinilai (Setiawan, 2008).
Untuk menetapkan apakah fungsi tersebut mandiri atau
dependen (yaitu memperlihatkan tingkat ketergantungan)
diterangkan standart sebagai berikut :
a. Mandi
17
Kemampuan klien untuk menggosok atau membersihkan
sendiri seluruh bagian tubuhnya. Dikatakan mandiri apabila
klien dalam melakukan aktivitas ini hanya memerlukan
bantuan semisal membersihkan badan di bagian tertentu.
Dikatakan dependen jika klien memerlukan bantuan untuk
melakukan lebih dari satu bagian badannya.
b. Berpakaian
Dikatakan mandiri apabila dapat mengambil pakaian di
dalam lemari dan mengenakan pakaiannya sendiri,
mengancingkan atau resleting pakaian sendiri.
c. Toilet
Lansia dikatakan mandiri apabila mampu ke toilet sendiri,
beranjak ke kloset dan membersihkan organ ekskresi.
Dikatakan dependen apabila memerlukan pispot.
d. Transferin
Dikatakan mandiri apabila dapat naik turun sendiri ke/dari
tempat tidur dan memerlukan bantuan bersifat mekanis.
Dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk kegiatan
tersebut.
e. Kontinensia
Mandiri bila mampu BAB dan BAK secara mandiri dan
termasuk dependen jika salah satu atau keduanya
memerlukan alat bantu.
f. Makan
Dikatakan mandiri jika mampu menyuap makan,
mengambil dari piring secara mandiri (Tamher &
Noorkasiani, 2009).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
Menurut Heryanti (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian antara lain :
a. Usia

18
Lansia yang sudah memasuki usia 70 tahun, ialah lansia
yang beresiko tinggi. Biasanya akan mengalami penurunan
dalam berbagai hal termasuk tingkat kemandirian dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Pendidikan
Kemandirian pada lansia dapat di pengaruhi oleh
pendidikan lansia, juga oleh gangguan sensori khususnya
penglihatan dan pendengaran, dipengaruhi pula oleh
penurunan kemampuan fungsional. Pendidikan yang lebih
tinggi pada seseorang akan mampu mempertahankan
hidupnya lebih lama dan dapat mempertahankan
kemampuan fungsional dan kemandiriannya juga lebih
lama karena cenderung melakukan pemeliharaan dan upaya
pencegahan pada kesehatannya.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemandirian


lansia adalah sebagai berikut :
a. Kondisi kesehatan
Lansia yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi
adalah lansia yang secara fisik dan psikis memiliki
kesehatan yang cukup prima. Kemandirian bagi seorang
lansia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat
melakukan Aktifitas Kehidupan Sehari-hari (AKS).
b. Kondisi ekonomi
Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonimi sedang akan
menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka alami
sekarang, misalnya perubahan gaya hidup. Dengan
berkurangnya pendapatan setelah pensiun, mereka dengan
terpaksa harus menghentikan kegiatan yang dianggap
menghamburkan uang (Hurlock, 2008).
c. Kondisi sosial dan keluarga

19
Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi lansia
adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan
kerabat, keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2008).
3. Komponen kemandirian
Menurut Durkheim (2008) melihat makna kemandirian dari
dua sudut pandang yang berpusat pada masyarakat. Dengan
menggunakan sudut pandang ini Durkheim berpendirian bahwa
kemandirian merupakan elemen esensial dan moralitas yang
bersumber pada masyarakat.
Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor
yang menjadi syarat bagi kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen
terhadap kelompok. Oleh sebab itu, individu yang mandiri adalah
individu yang berani mengambil keputusan yang dilandasi oleh
pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya, sehingga
kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu melalui
proses realisasi kemandirian dan proses menuju kesempurnaan
(Bahara, 2008).
4. Pengertian ADL (Activities Daily Living)
Aktivitas kehidupan harian atau ADL (Activities Daily
Living) adalah aktivitas pokok bagi perawatan diri antara lain :
makan, minum, mandi, toileting, berpakaian, dan berpindah
tempat. Penilaian ADL penting dalam penilaian level bantuan bagi
lansia dengan tingkat ketergantungan penuh atau sedang (Tamher
& Noorkasiani, 2009).
ADL (Activities Daily Living) yaitu keterampilan dasar
yang harus dimiliki oleh seseorang dalam merawat dirinya,
meliputi pakaian, makan, minum, toileting, mandi dan berhias
(Ekasari, Riasmini & Hartini, 2018).
5. Pengukuran kemandirian
Pengkajian ADL (Activities Daily Living) penting untuk
mengetahui tingkat ketergantungan yang di perlukan lansia dalam

20
kehidupan sehari-hari. Pengukuran kemandirian ADL (Activities
Daily Living) pada lansia dapat menggunakan Indeks Barthel untuk
mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan
mobilitas. Mao, 2010 mengungkapkan bahwa Indeks Barthel dapat
digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional
terutama pada lansia.

E. KONSEP INTERAKSI SOSIAL


1. Definisi Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok dan kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial terjadi jika
ada komunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam
pikiran dan tindakan. Terjadinya penurunan kesehatan seseorang dan
kemampuan fisik akan mengakibatkan lanjut usia perlahan menarik
diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Hal tersebut dapat
mengakibatkan interaksi sosial menjadi menurun (Sinthania, 2015).
Interaksi sosial merupakan suatu hubungan anatar individu dengan
individu, individu dapat mempengaruhi individu lain dan sebaliknya,
sehingga terdapat adanya hubungan timbal balik. Interaksi sosial
merupakan hubungan yang dinamis antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam
bentuk kerja sama, persaingan, ataupun pertikaian (Sunaryo, 2010).
interaksi sosial yang dapat dilakukan oleh lansia diantaranya adalah
dengan mengikuti kegiatan didalam maupun diluar rumah seperti
pengajian, berekreasi dengan keluarga, makan dan menonton tv
bersama keluarga serta bertukar pendapat dengan keluarga, sehingga
memperoleh dukungan dari keluarga untuk mengurangi kesepian
(Rahmi, 2015).
Kesimpulan dari definisi diatas adalah bahwa interaksi sosial
merupakan hubungan antara individu dengan individu, individu

21
dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok, sehingga
menimbulkan hubungan timbal balik.

2. Jenis-jenis Interaksi Sosial

Menurut (Sunaryo, 2010) menjelaskan interaksi sosial dibagi


menjadi tiga, antara lain:

a. Individu dengan individu


Suatu hubungan yang terjalin antara satu orang dengan satu
orang lainnya. Interaksi terjadi saat dua individu bertemu,
walaupun tidak ada tindakan dalam interaksi tersebut.
b. Individu dengan kelompok
Suatu hubungan yang terjalin antara satu orang dengan satu
kelompok lainnya. Interaksi ini memiliki bentuk berbeda-beda
sesuai dengan keadaan.
c. Kelompok dengan kelompok
Suatu hubungan yang terjalin sebagai suatu kesatuan dari
beberapa kelompok dan bukan karena kehendak pribadi.
Kelompok meliputi ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu
orang, ada komunikasi diantara pelaku.
3. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial terjadi karena adanya beberapa syarat tertentu,
kontrak sosial dan ada dua syarat (Sunaryo, 2010) yaitu :
a. Kontak sosial mempunyai beberapa jenis antaranya :
1) Kontak langsung dan tidak langsung
a) Kontak langsung diantaranya berbicara, tersenyum, dan
bahasa isyarat
b) Kontak tidak langsung diantaranya surat, media massa, dan
media elektronik
2) Kontak antar-individu, antar-kelompok, dan antar individu
dengan kelompok

22
3) Kontak positif dan negatif
a) Kontak positif
Kontak sosial yang saling memberikan keuntungan satu
sama lain
b) Kontak negarif
Mengarah pada satu pertengahan
4) Kontak primer dan sekunder
a) Kontak primer terjadi saat individu mengadakan
hubungan langsung bertemu dan bertatap muka
b) Kontak sekunder terjadi saat memerlukan perantara dan
media sosial
b. Komunikasi
Komunikasi hampir sama dengan kontak sosial. Dalam
berkomunikasi individu dituntut untuk memahami makna yang
telah disampaikan oleh komunikator. Komunikasi belum tentu
terjadi meskipun sudah ada kontak sosial. Kontak sosial tidak ada
artinya jika tidak ada komunikasi. Kontak lebih ditekankan pada
seseorang ataupun kelompok yang ingin berinteraksi. Sedangkan
komunikasi lebih ditekankan bagaimana dalam pemrosesan
pesan. Sedangkan komunikasi lebih ditekankan bagaimana dalam
pemrosesan pesan. Menurut (Nugroho, 2012) faktor yang
mempengaruhi proses dalam berkomunikasi anatar lain :
1) Perkembangan
Perkembangan manusia mempengaruhi komunikasi
dalam dua aspek. Yaitu kemampuan untuk menggunakan
teknik komunikasi dan mempersiapkan pesan yang akan
disapaikan pada orang lain, dan perkembangan penguasaan
bahasa pada perkembangan kognitif seseorang.
a) Sosio-kultural

23
Secara sosiokultural sangat mempengaruhi perilaku
komunikasi antara individu. Karena, sosio-kultural
membentuk tata cara komunikasi.
b) Atensi

Mempengaruhi kemampuan individu untuk berinteraksi.


Atensi terhadap suatu hal dapat menyebabkan
kemampuan fungsi pasca indra menurun bahkan
berkurang.

4. Bentuk – bentuk Interaksi Sosial


Menurut Soekanto, (2001) terdapat enam bentukinteraksi sosial,
sebagai berikut (Sunaryo, 2010)
a. Kerja sama
Kerja sama yaitu suatu usaha bersama antara individu per individu
atau antar kelompok agar mencapai tujuan bersama. Kerjasama
dapat bersifat agresif apabila kelompok mengalami kekecewaan
dan perasaan tidak puas.
b. Persaingan
Merupakan suatu proses sosil ketika individu tau kelompok
manusia bersaing dan mencari keuntungan melalui bidang
kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian
umum dengan cara menarik perhatian publik
c. Pertentangan
Suatu proses sosial ketika individu atau kelompok berusaha
memenuhi tujuannya dengan cara menentang pihak lawan yang
disertai dengan ancaman atau kekerasan. Pertentangan dapat terjadi
karena adanya beberapa faktor. Faktor penyebab terjadinya
pertentangan tersebut meliputi perbedaan antar individu, perbedaan
kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial.
d. Akomodasi atau penyesuaian

24
Akomodasi atau penyesuaian diri menunjuk pada suatu keadaan.
Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mnyesuaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga pihak
lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Akomodasi dilakukaan
untuk menurangi pertentangan, mencegah meledaknya
pertentangan, memungkinkan terjadinya kerja sama dan
mengusahakan peleburan diantara kelompok sosial
e. Asimilasi
Proses sosial dalam taraf lebih lanjut yang ditandai dengan adanya
usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang per
orang atau antar kelompok manusia.
f. Kontravensi
Merupkan bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan
pertentangan. Bentuk kontravensi yang umum terjadi antara lain
penolakan, keengganan, perlawanan, menghalang-halangi, protes,
perbuatan kekerasan, penghasutan, menyangkal dan
membingungkan pihak lain.
5. Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Adapun faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, yaitu sebagai
berikut :
a. Latar belakang budaya
b. Ikatan dengan kelompok grup
c. Pendidikan
d. Status fisik, mental, dan emosional
6. Akibat Interaksi Sosial
Orang yang melakukan interaksi soaasial akan memberikan manfaat
tersendiri. Misalnya akan selalu teras kemampuan memori dan
kemamuan bahasa pada lansia, dapat meningkatkan kesehatan fisik dan
kesehatan mental bagi lansia. Adanya interaksi sosial yang dijalani
oleh lansiadapat meningkatnkan kualitas hidup. Interaksi sosial yang
baik memungkinkan lansia mendapatkan perasaan memiliki suatu

25
kelompok sehingga dapat berbagi cerita, minat, perhatian, dan dapat
melakukan aktivitas secara bersama-sama yang kreatif dan inovatif
(Widodo et all, 2016).
Berkurangnya interaksi sosial dapat menyebabkan perasaan
terisolisir, sehingga lansia menyendiri atau mengalami isolasi sosial.
Seseorang yang menginjak usia lanjut akan rentan terhadap depresi
apabila perasaan isolasi tersebut meningkat (Kusumowardani &
Puspitosari, 2014). Menurut Sanjaya, (2012) karena lansia merasa
terisolisir, sehingga lansia dapat mengalami depresi, hal ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup lansia itu sendiri. Selain itu lnsia jarang
melakukan interaksi sosial dapat menurunkan kemampuan bahasa dan
kemampuan memorinya.

F. PENGKAJIAN PADA LANSIA


1. Pengkajian Fisik
Melakukan pengkajian fisik dengan pendekatan per sistem
memungkinkan dilakukan dengan menanyakan riwayat penyakit dan
dilanjutkan dengan melakukan pengkajian fisik. Saat melakukan
anamnesa sebaiknya ajurkan pertanyaan terbuka yang memungkinkan
lansia mendeskripsikan riwayat kesehatan dan keluhannya.
a. Fungsi Sirkulasi
Berbagai faktor memegang peranan penting dalam menentukan
kesehatan sirkulasi lansia. Perubahan akibat proses menua pada
sistem kardiovaskuler menyebabkan penurunan fungsi jantung.
Faktor gaya hidup seperti aktifitas yang dibatasi dan aktifitas fisik,
dapat memperparah penurunan fungsi jantung. Faktor gaya hidup
lain yang juga berperan dalam menentukan fungsi jantung adalah
perilaku merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol.
Efek kumulatif antara proses menua, hereditas, dan gaya
hidupsangat mempengaruhi kesehatan cardiovaskuler lansia.
Walaupun penyakit kardiovaskuler dapat menyerang usia
berapapun, penyakit ini selalu dihubungkan dengan lansia.
26
Pengkajian yang dilakukan pada sistem ini meliputi
anamnesa riwayat penyakit, keluhan nyeri dada atau
ketidaknyamanan terutama yang berhubungan dengan kelelahan,
dan diagnosa terkini dan pengobatan yang dilakukan termasuk
penggunakan obat bebas dan obat herbal.Pengkajian fisik yang
dilakukan meliputi pengukuran tekanan darah, auskultasi bunyi
jantung, dan menghitung nadi. Protokol pengkajian lain yang juga
dilakukan meliputi exercise stress test, pemeriksaan darah,
elektrokardiogram dan pemeriksaan lain seperti pencitraan jantung
dan pembuluh darah. Protokol pemeriksaan ini tidak diklerjakan
oleh perawat, namun hasilnya dapat memberikan informasi yang
berguna untuk mengetahui kondisis kesehatan sistem
kardiovaskuler.
b. Fungsi Respirasi
Perubahan yang terjadi pada otot dan organ pernafsaran
menyebabkan lansia menjadi lebih rentan mengalami gangguan
pernafasan.Sementara tanda dan gejala dari gangguan pernafasan
yang nampak tidak jelas pada individu yang lebih muda.Oleh
karenanya pemeriksaan sistem respirasi harus lebih sering
dilakukan terutama pada lansia yang rentang mengalami gangguan
pernafasan akibat penyakit maupun cedera.Lansia dengan
mobilisasi terbatas ataupun lansia dengan kondisi bed rest lebih
beresiko mengalami gangguan pernafasan dan komplikasinya.
Pengkajian dan sistem respirasi harus menanyakan riwayat
pengobatan (baik obat yang diresepkan, obat bebas maupun obat
herbal yang dikonsumsi), dan kaji riwayat merokok serta
pemajanan terhadap polutan selama hidup. Pengkajian lain yang
dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda kesulitan pernafasan,
penurunan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
sering dan produksi sekret berlebih. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan meliputi observasi postur dan usaha untuk bernafas serta

27
mengauskultasi suara nafas. Protokol pemberian lain meliputi
pemeriksaan darah dan pemeriksaan fungsi paru, pencitraan paru
dan pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan ini sangat membantu
perawat dalam melakukan pengkajian.

c. Fungsi Gastrointestinal
Perubahan akibat proses menua pada sistem gastrointestinal
bukanlah perubahan yang signifikan sehingga keluhan pada sistem
ini juga jarang dikeluhkan oleh lansia. Perubahan otot halus pada
sistem gastrointestinal menyebabkan penurunan peristaltik usus dan
menurunkan sekresi asam lambung sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan pada lambung dan mempengaruhi nafsu makan.
Keluhan umum yang terjadi pada lansia adalah konstipasi..
Pengkajian sistem gastrointestinal dimulai dengan
menganamnesa pola makan lansia, perubahan nafsu makan,
riwayat mual dan muntah, atau nyeri perut.Selain itu kaji juga
fungsi eliminasi bowel.Tanyakan juga riwayat pengobatan yang
dikonsumsi.Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi
pemeriksaan dengan barium enema, rontgen, analisa feses, dan
pemeriksaan kolon.
Konstipasi merupakan masalah utama bagi sebagian
lansia.Kaji pola aktivitas, pola makan dan intake cairan, serta
pengobatan yang digunakan.Tanyakan pola makan lansia selama 3-
7 hari ke belakang, sehingga kemungkinan intake cairan inadekuat
untuk menjaga fungsi normal bowel.
Kesehatan oral sering dilupakan saat melakukan
pengkajian.Kaji oral hygiene lansia dengan menanyakan pola sikat
gigi, flossing dan kunjungan ke dokter gigi.Kaji kondisi lidah, gigi
dan gusi untuk mengetahui status dehidrasi, infeksi dan kebersihan
mulut.Perhatikan kondisi income yang terbatas pada lansia. Hal ini
akan mempengaruhi frekuensi kunjungan lansia ke dokter gigi.

28
Selain itu perhatikan juga fungsi kognitif umumnya memiliki
kondisi oral hygine yang buruk.
d. Fungsi Genitourinaria
Perubahan akibat proses menua dan pengaruh dari penyakit
degeneratif seperti DM dan hipertensi berdampak pada kehidupan
lansia sehari-hari, otot kandung kemih melemah dan kapasitasnya
menurun. Kesulitan dalam merasakan apakah kandung kemih
kosong mengindikasikan adanya statis urine yang dapat
menimbulkan resiko infeksi. Lansia perempuan lebih sering
mengalami inkontinensia akibat proses melahirkan ataupun
pembedahan ginekologi yang dilakukan. Sedangkan lansia laki-laki
mengalami BPH yang menimbulkan gangguan aliran urin.
Inkontinesia bukan merupakan konsekuensi normal dari proses
menua. Jika kondisi ini terjadi maka dapat menimbulkan rasa malu
pada lansia, membatasi interaksi sosial dan menimbulkan masalah
kulit.Gagal ginjal dapat muncul sebagai komplikasi dari DM
ataupun hipertensidan merupakan kondisi mengancam nyawa.
Lakukan anamnesa untung mengkaji riwayat kesulitan
dalam frekuensi miksi baik siang ataupun malam hari.Jika masalah
utama yang muncul adalah inkontinesia maka lanjutkan pengkajian
untuk mengetahui jenis inkontinesia. Lansia dengan inkontinensia
akan membatasi intake cairan, sehingga perlu melakukan
pengkajian untuk mengetahui kondisi kulit dan gastrointestinal.
Kaji intake cairan, terutama minuman beralkohol dan berkafein dan
kaji tanda-tanda dehidrasi.Kaji riwayat pengobatan yang
dikonsumsi. Tes diagnosis yang diperlukan meliputi pemeriksaan
darah, bakteri ataupun pemeriksaan komponen lain seperti keton.
e. Fungsi Seksualitas
Dua mitos di masyarakat tentang seksualitas lansia adalah
tidak aktif secara seksual atau pun tidak tertarik terlibat dalam
suatu hubungan seksual. Mitos ini bukanlah masalah utama, namun

29
masalah utama yang muncul adalah beberapa faktor akibat proses
menua yang mempengaruhi seksualitas lansia. Diantaranya
ketiadaan pasangan, penyakit kronis dan efek dari medikasi yang
dilakukan. Saat melakukan pengkajian terhadap fungsi seksualitas
perawat harus memiliki pengetahuan yang baik tentang pengaruh
proses menua dan pengaruh penyakit terhadap fungsi seksualitas
perawat harus memiliki pengetahuan yang baik tentang pengaruh
proses menua dan pengaruh penyakit terhadap fungsi seksualitas.
Selain itu perawat juga harus peka dan menghormati privasi klien
karena seksualitas merupakan area personal klien.
Perubahan fungsi seksualitas yang terjadi pada laki-laki
meliputi penurunan kecepatan dan durasi ereksi, sedangkan pada
wanita terjadi penurunan lubrikasi.Kesehatan dan faktor sosial
sangat berpengaruh terhadap aktivitas seksual lansia.Penyakit
kronis seperti osteoarthritis dapat menurunkan konsep citra
tubuh.Pengkajian harus berfokus pada fungsi seksual untuk
mengetahui adanya perubahan pola seksualitas.Berikan pertanyaan
terbuka untuk memudahkan pengkajian pada lansia.
f. Fungsi Neurologi
Sistem neurologi mempengaruhi semua sistem tubuh.
Proses menua menyebabkan timbulnya gangguan keseimbangan,
masalah kinetik dan penurunan reaction time. Penyakit seperti
Parkinson, Alzheimer, dan stroke dapat menimbulkan gangguan
kognitif, gangguan daya ingat, gangguan orientasi spasial, agnosis,
apraksia, disfagia, afasia dan delirium.
Pengkajian neurologis pada lansia terdiri dari berbagai
komponen.Perawat harus mengkaji riwayat pengobatan dan
diagnosa terkait fungsi neurologis, seperti riwayat stroke.Perawat
harus mengobservasi dan menanyakan adanya gangguan dalam
berbicara, berekspresi, menelan, mengingat, orientasu,

30
keseimbangan, fungsi sensasi dan motorik.Selain itu kaji adanya
gangguan tidur, tremor dan kejang.
g. Fungsi musculoskeletal
Proses menua menyebabkan penurunan tonus otot, kekuatan
dan ketahanan sitem muskuloskeletal. Kekakuan dan erosi sendi
menurunkan pergerakan sendi. Penurunan hormon menyebabkan
pengeroposan tulang dan mempengaruhi kemampuan tulang untuk
melakukan proses menyembuhan.
Penyakit yang umum terjadi pada lansia adalah osteoarthritis,
dan paling sering terjadi pada daerah pinggul dan lutut.Karena
kekakuan sendi sering dianggap bagian menua, umumnya lansia
maupun perawat menganggap nyeri yang terjadi adalah hal yang
biasa. Perawat harus menanyakan riwayat nyeri sendi seperti sendi
mana yang sakit?, sudah berapa lama nyeri dirasakan?, apakah
nyeri menganggu aktifitas sehari-hari?, apa yang dilakukan lansia
untuk mengatasi nyeri yang dialaminya?, apakah ada riwayat
cedera pada tulang dan otot?, apakah pernah menjalani
pembedahan?, dan apakah lansia melakukan pengobatan alternatif?
Kaji prosedur dan gaya berjalan. Tanyakan apakah lansia
cenderung miring ke salah satu sisi dan apakah lansia
menggunakan alat batu jalan. Kaji cara lansia berjalan dan pindah,
observasi ekspresi wajah dan ekspresi non verbal lainnya yang
mengindikasi ketidaknyamanan. Kaji alas kaki yang digunakan
oleh lansia untuk mengetahui apakah alas kaki yang digunakan
dapat membantu menjaga keadekuatan sirkulasi darah.
Tes Up and Go dapat dilakukan untuk mengkaji mobilitas
dan fungsi keseluruhan lansia. Minta lansia untuk bangkit dari
kusinya, berjalan lurus sejauh 10 kaki, kemudian berbaik arah dan
berjalan dan selanjutnya duduk kembali di kursi.Rata-rata waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan tugas ini adalah 10 detik.Jika
lansia membutuhkan waktu yang lebih banyak, hal ini

31
mengindikasikan lansia beresiko mengalami gangguan dalam
fungsi ambulasi. Osteoporosis adalah penurunan gradual massa
tulang sehingga tulang menjadi rapuh. Osteoporosis diasosiasikan
dengan proses menua, hereditas, rendahnya intake kalsium,
perubahan hormonal dan gaya hidup pasif. Lansia dengan
osteoporosis akan mengeluh nyeri punggung kronis, kelemahan
otot, nyeri sendi, penurunan tinggi badan dan penurunan mobilitas.
Perawat harus mengkaji apakah lansia telah melakukan tes densitas
tulang.
h. Fungsi sensori
Proses menua menyebabkan perubahan pada proses menua
sehingga mempengaruhi status fungsional lansia. Dari lima indera
yang dimiliki manusia, indera penglihatan dan pendengaran paling
berdampak terhadap fungsi lansia sehari-hari. (Rhosma, 2014).
2. Pengkajian Kognitif
a. Pengkajian Status Mental
Pemeriksaan status mental dapat menggambarkan perilaku dan
kemampuan mental sesuai kapasitas fungsi intelektual.
b. Fungsi Kognitif yang lebih tinggi
Wawancara dimulai dengan memberikan pertanyaan yang
signifikan bagi lansia, yang dapat membantu lansia mengingat
kenangannya dan membantu mengurangi ansietas. Untuk
pertanyaan awal, berikan pertanyaan yang mengindikasikan
ketertarikan lansia pada sesuatu (pekerjaan, anak, cucu, dan hobi),
pertanyaan ini dapat digunakan untuk mengkaji status mental dan
fungsi sosial lansia saat ini dan sebelumnya.
Lansia yang pertama kali menemui tenaga kesehatan akan
mengalami kecemasan. Lansia mencemaskan predikat “gila” yang
akan disematkan padanya. Kecemasan yang dirasakan lansia akan
membuat lansia tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar
atau melakukan tugas yang diminta dengan tepat. Hal ini bukan

32
berarti lansia mengalami demensia, namun bisa saja lansia
mengalami stress fisik.
Fungsi kognitif yang lebih tinggi dikaji dengan beberapa
pertanyaan yang mengkaji kemampuan lansia dalam
mengumpulkan informasi, penalaran dan kemampuan melakukan
hitungan. Setelah beberapa pertanyaan awal tentang riwayat lansia,
lanjutkan dengan memberikan pertanyaan tentang kejadian yang
berlangsung saat ini.
c. Memori
Dari semua pengkajian status mental, pengkajian fungsi memori
paling banyak menimbulkan kecemasan pada lansia. Perawat harus
memberikan reinforcement positif selama pengkajian.
Memori terbagi menjadi 3 komponen. Immediate recall, dikaji
dengan menggunakan repetisi angka. Normalnya lansia bisa
mengingat 5 hingga 7 angka. Komponen kedua adalah memori
jangka pendek, yang terentang mulai jangka waktu beberapa hari
atau menit. Ketiga adalah memori jangka panjang. Pada salah satu
penelitian disebutkan bahwa lansia mampu mengingat 80% hal
yang telah ia pelajari 36 lalu.
d. Atensi dan Tingkat Kesadaran
Sebelum perawat melakukam pemeriksaan intelektual tinggi,
beberapa tes dilakukam untuk mengkaji tingkat kesadaran lansia.
Orientasi terhadap lingkungan sekitar merupakan awal yang
penting dalam pengkajian status menta. Pertanyaan mendasar yang
diberikan adalah pertanyaan tentang pertanyaan orientasi pada
tempat, orang dan waktu.
Setelah tingkat kesadaran lansia dikaji hasilnya
menunjukan lansia dalam keadaan cukup sadar unruk dikaji,
lakukan pengkajian tentang atensi. Pengkajian atensi penting untuk
ilakukan karena lansia yang mudah terdistraksi akan menunjukan

33
hasil pengkajian status mental yang buruk. Pengkajian atensi
dilakukan dengan tes pengulangan angka atau tes “Huruf A”.
e. Bahasa
Bahasa merupakan komponen penting yang harus dikaji
dalam pengkajian status mental. Untuk itu, pengkajian kemampuan
berbahasa dilakukan dengan menggunakan 3 pendekatan, yaitu
pemahaman, kelancaran, dan pengulangan.
Pemahaman dikaji dengan memberikan pertanyaan ya dan tidak
Jika terdapat keraguan terhadap hasil pengkajian, minta lansia
untuk menunjuk objek dirunagan. Perawat tidak boleh
menyebutkan nama objek yang akan ditunjukan oleh lansia, namun
perawat hanya memberikan deskripsi tentang objek yang kan
ditunjukan.
3. Pengkajian Psikologis
Pengkajian psikologis pada lansia memberikan informasi mengenai
rentang kesehatan mental lansia. Dua hal yang dibahas pada bab ini
adalah kualitas hidup. Yang mencakup rentang kesehatan mental
lansia, dan depresi, yang merupakan masalah mental yang belum
terjadi pada lansia.
a. Kualitas hidup
Kualitas hidup dan menua dengan sukses adalah dua
konsep utama pengkajian dan perawatan lansia. Secara umum
kualitas hidup mencakup semua area kehidupan : komponen
lingkungan dan material, komponen fisik, mental, dan sosial.
Kualitas hidup merupakan konsep yang sangat individualistic,
subjektif dan multigimensional. Apa yang dianggap penting oleh
seseorang belum tentu penting bagi orang lain. Konsep kualitas
hidup sangat berkaitan dengan menua dengan sukses yang
umumnya selalu dihungkan dengan kesehatan fisik, kemandirisn,
dsn ksmsmpusn fungsional. Namun ada juga komponen lain yang
berperan dalam proses menua dengan sukses diantaranya

34
kehidupan sosial, kamampuan memegang kendali atas diri sendiri,
optimisme, arti hidup, dan pencapaian tujuan hidup.
Elemen proses menua dengan sukses meliputi penerimaan
diri, hubungan positif dengan orang lain, dan pertumbuhan
kepribadian. Kinsep luas menua dengan sukses diaplikasikan pada
semua lansia tanpa melihat kondisi fisiknya. Sehingga lansia
dengan kondisi fisik yang “rapuh” tidak dapat diaangap sebagai
lansia yang gagal. Pengkajian kualitas hidup dan proses menua
dengan sukses memberikan pemahaman tentang kesehatan
psikologis.
b. Depresi
Depresi merupakan masalah mental yang banyak dialami oleh
lansia dan gangguan ini jarang terdeteksi karena sering dianggap
sebagai konsekuensi dari proses menua atau efek dari penyakit
kronis.
Perasaan putus asa yang dialami lansia dapat mengarahkan lansia
pad ide bunuh diri. Rasa ketidakberdayaan dan keputusasaan pada
konteks penyakit klinis harus dikaji, perhatikan dengan baik gejala
depresi lainnya dan waspadia ide tentang kematian yang muncul.
Resiko bunuh diri akan meningkatkan pada lansia yang hidup
sendiri atau laki-laki, yang berduka, atau memiliki riwayat
gangguan jiwa termasuk penyalahgunaan obat dan alcohol.
Banyak lansia mengalami gejala depresi namun tidak dapat
didiagnosa mengalami depresi klinik sesuai kriteris DSM-IV. Pada
DSM-IV lansia dikatakan mengalami depresi bila menunjukan
gejala berikut dalam waktu 2 minggu :
1) Kesedihan
2) Tidak daoat menikmati aktivitas yang biasanya
menyenangkan
3) Penurunan badan signifikan
4) Gangguan tidur

35
5) Kelelahan
6) Perasaan tidak berdaya
7) Ketidakmampuan berfikir jernih atau berkonsentrasi
8) Upaya atau ide bunuh diri
Depresi juga dihubungkan dengan keterbatasan kognitif dan
lansia dengan depersi dapat mengalami disorientasi,
penyempitan lapang presepsi, gangguan emosi dan gangguan
intelektual.
4. Pengkajian Sosial
Fungsi sosial mengkaji kesehatan, dan status kesehatan yang
mempengaruhi interaksi sosial lansia. Ketika bertambah tua lansia
akan merasa bahwa jaringan sosialnya semakin mengecil. Penelitian
menyebutkan penurunan kuantitas dan kualitas hubungan sosial dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas lansia. Jaringan sosial
pendukung dan kehadiran pasangan dapat membantu lansia dalam
berinteraksi.
Pengkajian yang dilakukan pada lansia meliputi pengumpulan
informasi mengenai jaringan sosial, interaksi antara lansia dan
keluarga, teman, lingkungan sekitar dan masyarakat. Pengkajian telah
dikembangkan instrument pengkajian kehidupan sosial lansia yang
mengkaji peristiwa dalam hidup (seperti kematian pasangan)
pengaturan hidup, aktivitas sehari-hari yang membutuhkan bantuan
(dan siapa yang membantu), potensial isolasi (frekuensi meninggalkan
rumah dan siapa yang dating berkunjung), keadekuatan income dan
sumber aksesibilitas kesehatan.
Memiliki jarinagan sosial tidak berarti bahwa lansia memiliki
dukungan sosial. Sekala jaringan sosial Luben terdiri dari 10
pertanyaan, tiga diantaranya dapat membedakan mana lansia yang
terisolasi dan mana yang tidak.
a. Apakah ada seseorang yang khusus, yang dapat anda hubungi saat
anda membutuhkan bantuan?

36
b. Selain anak-anak, adakah sanak keluarga yang menurut anda
sangat dekat dengan anda dan berkunjung setidaknya sekali dalam
sebelan?
c. Berapa banyak teman yang anda rasa dekat dan bertemu dengan
anda setidaknya sekali dalam sebulan?

Aspek penting dan dukungan sosial adalah jumlah orang terdekat dan
bentuk dukungan yang tersedia. Mengidentifikasi 4 pertanyaan untuk
mengkaji keadekuatan dukungan sosial, yaitu :
a. Saat anda membutuhkan bantuan, dapatkah anda meminta
bantuan pada seseorang untuk membersihkan rumah,
berbelanja atau mengemudikan mobil untuk anda?
b. Dapatkah anda meminta bantuan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari?
c. Dapatkah anda bergantung pada orang lain untuk dukungan
emosional (berbagi masalah atau membantu dalam
pengambilan keputusan)?
d. Dapatkah anda meminta lebih banyak dukungan emosional?
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu mengkaji
keadekutan dan rentang dukungan sosial bagi lansia.
5. Pengkajian status fungsional
Satus fungsional menggambarkan konsep kualitas hidup akibat
diagnosa medis yang dialami lansia. Pengkajian status fungsional
adalah kunci untuk memahami sejauh mana keluahan somatic pada
lansia berpengaruh pada fungsi rehabilitative yang akan dijalani lansia.
Perawat umumnya melakukan pengkajian status fungsional pada
lansia untuk mengidentifikasi kemampuan lansia dalam melakukan
perawatan diri, aktifitas fisik, dan untuk membuat perencanaan
keperawatan yang tepat. Pertama, pengkajian dilakukan dengan
menyatakan langsung pada lansia tentang kemampuannya melakukan
kegiatan sehari-hari. Sedangkan cara kedua adalah dengan melakukan

37
observasi terhadap kemampuan lansia dalam menyelesaikan suatu
tugas.
Alat pengkajian status fungsional lansia meliputi pengkajian
terhadap kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (Activity
of Daily Living/ADL), derajat aktifitaslebih tinggi yang dibutuhkan
untuk hidup mandiri di tengah masyarakat (instrument Activity of
Daily Living/IADL) dan derajat aktifitas tertinggi (Advanced Activity
of Daily Living/AADL). AADL meliputi peran dalam kehidupan
sosial, keluarga dan masyarakat, termasuk aktivitas okupasi dan
rekreasional.
Dalam memilih atau menggunakan instrument untuk mengukur
status fungsional, perawat harus memahami terlebih dahulu terhadap
dua bentuk pertanyaan. Pertama, akapah mengkaji penampilan
ataukah kapasitas. Beberapa instrument menanyakan “apakah anda
berpakaian sendiri?” (penampilan) sedangkan instrumenlain
mengatakan “apakah anda dapat berpakaian tanpa bantuan?”
(kapasitas). Ketika perawat menanyakan tentang kapasitas maka
jawaban yang diterima akan lebih menekan pada aspek kemampuan
lansia. Pertanyaan kedua adalah siapa yang dikaji? Apakah informasi
didapat dari klien langsung atau dari keluarga klien? Apakah perawat
melakukan observasi sendiri ataukah perawat mengandalkan hasil
observasi orang lain.

38
BAB III
KASUS
Tn. D berusia 70 tahun beralamat di Temon Wetan, Temon, Kulonprogo.
Pasien sudah menikah dan memiliki 4 anak dan 7 cucu, pasien tinggal bersama
anak ke 2 nya. Suami pasien sudah meninggal, dan pasien dulunya hanya lulusan
SMA. Pasien hanya selalu bergantung pada anak kedua dan menantunya, serta
cucu cucunya.
Klien juga akhir-akhir ini mengatakan sering menyendiri dirumah, klien
sering mengatakan melamun, klien jarang berinteraksi dengan tetangganya lebih
senang duduk di pojokan kamar, klien mengatakan menyendiri setelah suaminya
meninggal dunia. Wajah klien tampak kucal dan melamun, pikiran klien tampak
kosong, klien tampak malu dan tidak percaya diri saat berintersaksi. Mata klien
tampak sembab. Tampak tidak ada tetangga yang mengujungi klien.
Pasien terlihat sulit bicara, sulit mengungkapkan kata, sulit
mempertahankan komunikasi, tampak pelo dan sulit mengekspresikan pikiran
secara verbal, Pasien hanya mampu menganggukan atau menggelengkan kepala,
Ekstremitas : pada ekstremitas kanan mengalami kelumpuhan Motorik
Ekstremitas dekstra : 0 (tidak mampu melakukan kontraksi), Ekstremitas sinistra :
4 (kekuatan sedang)
Sensorik, Ekstremitas dekstra : 0 (tidak ada reflek, terjadi numbless/mati rasa),
Ekstremitas sinistra : 2+ (normal reflek), Keluarga pasien mengatakan pasien sulit
bicara, Keluarga pasien mengatakan pasien bicara tidak jelas, Keluarga
mengatakan pasien tidak mampu orientasi 3 hal yaitu tempat, waktu dan ruang.
Klien juga mengatakan dirinya merasa malu dan tidak menarik setelah
melihat penampilannya sendiri di depan cermin, merasa minder dan tidak
menyukai perubahan permanen yang terjadi pada klien.
Saat dikaji pasien bisa menyebutkan tahun, musim dan hari, pasien bisa
menyebutkan Nama Negara, Provinsi, Kota, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa.
Pasien bisa menyebutkan 3 objek yang ada disekitarnya, pasein isa menyebutkan
angka 100 dan dikurangi 7 sebanyak 2x, pasien juga bisa menyebutkan kembali
objek yang dijelaskan tadi, dan pasien mampu menyebutkan nama benda yang

39
saya tunjukkan. Pasien bisa membuat 2 pernyataan , pasien bisa mengikuti
perintah ambil kertas, lipas dan masukkan ke lantai, namun pasien sudah tidak
bisa menulis 1 kalimat dan tidak bisa menggambar.

40
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas dan Hasil Anamnesis
Studi kasus ini yang berisi rincian tentang asuhan keperawatan
gerontik hambatan interaksi sosial pada Tn. D berasal dari Temon
Wetan, Temon, Kulonprogo yang berusia 70 tahun, beragama Islam
dengan pendidikan lulusan SMA dan status perkawinan menikah.
2. Riwayat Keluarga
Tn. D memiliki 4 orang anak, dan 7 cucu. Dan saat ini pasien
tinggl bersama anak ke 2 nya.
3. Sumber atau sistem pendukung kesehatan yang digunakan.
Pasien hanya selalu bergantung pada anak kedua dan menantunya,
serta cucu cucunya.
4. Riwayat kesehatan saat ini
Klien juga akhir-akhir ini mengatakan sering menyendiri dirumah,
klien sering mengatakan melamun, klien jarang berinteraksi dengan
tetangganya lebih senang duduk di pojokan kamar, klien mengatakan
menyendiri setelah suaminya meninggal dunia.

B. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan


MMSE (Mini Mental Status Exam)
 Orientasi  Kalkulasi
 Registrasi  Mengingat kembali
 Perhatian  Bahasa

ASPEK NILAI NILAI


NO KRITERIA
KOGNITIF MAKS. KLIEN
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar:
3 Tahun
Musim

41
Tanggal
Hari
Bulan

Orientasi 5 Dimana kita sekarang berada?


Negara Indonesia
Propinsi Jawa Barat
5
Kota/Kabupaten........
Kecamatan.......
Desa/Dusun ......
2 Registrasi 3 Sebutkan nama 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk mengatakan
masing-masing obyek. Kemudian
tanyakan kepada klien ketiga obyek
3
tadi (untuk disebutkan)
Obyek........
Obyek........
Obyek........
3 Perhatian 5 Minta klien untuk memulai dari angka
dan 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5
kalkulasi kali/tingkat
93
86
79
72
65
4 Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada no.2 (registrasi) tadi. Bila
3
benar, 1 point untuk masing-masing
obyek
5 Bahasa 9 Tunjukkan pada klien suatu benda dan
tanyakan namanya pada klien
(misal jam tangan)
9 (misal pensil)

Minta klien untuk mengulang kata


berikut: ”tak ada, jika, dan, atau,

42
tetapi”. Bila benar, nilai 1 point.
Pernyataan benar 2 buah (contoh:
tak ada, tetapi).

Minta klien untuk mengikuti perintah


berikut yang terdiri dari 3 langkah:
”Ambil kertas di tangan anda, lipat
dua dan taruh di lantai”
Ambil kertas di tangan anda
Lipat dua
Taruh di lantai

Perintahkan pada klien untuk hal


berikut (bila aktivitas sesuai perintah
nilai 1 point)
”tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis
satu kalimat atau menyalin gambar
Tulis satu kalimat
Menyalin gambar
TOTAL NILAI 23 Aspek Kognitif dan fungsi mental baik
Interpretasi hasil:
> 23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

C. Pengelompokan Data
Data Subjektif Data Objektif
1. Keluarga pasien mengatakan 1. Pasien terlihat sulit bicara
pasien sulit bicara sulit mengungkapkan kata
2. Keluarga pasien 2. Pasien tampak sulit
mengatakan pasien bicara mempertahankan komunikasi
tidak jelas. tampak pelo dan sulit
3. Keluarga mengatakan pasien mengekspresikan pikiran

43
tidak mampu orientasi 3 hal secara verbal
yaitu tempat, waktu dan 3. Pasien hanya mampu
ruang. menganggukan atau
menggelengkan kepala
1. Klien juga akhir-akhir ini 1. Tampak tidak ada tetangga
mengatakan sering yang mengujungi klien.
menyendiri dirumah 2. Wajah klien tampak kucal dan
2. klien sering mengatakan melamun
melamun, klien jarang 3. Tatapan klien tampak kosong,
berinteraksi dengan klien tampak malu dan tidak
tetangganya lebih senang percaya diri saat berintersaksi.
duduk di pojokan kamar. 4. Mata klien tampak sembab.
3. klien mengatakan menyendiri
setelah suaminya meninggal
dunia.

1. Klien mengatakan dirinya 1. Klien merasa malu dan


merasa malu dan tidak menunduk ketika berinteraksi
menarik setelah melihat 2. Klien tidak percaya diri
penampilannya sendiri di dengan perubahan permanen
depan cermin. yang mempengaruhi
2. Klien mengatakan merasa penampilannya
minder dan tidak menyukai 3. Setelah dilakukan
perubahan permanen yang pemeriksaan fisik pada tangan
terjadi pada klien. dan kaki klien terdapat bercak-
bercak berwarna putih, dan
pada area wajah bagian pipi
klien terdapat bekas luka
bakar yang sudah menjadi
keloid

44
D. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 DS : Kendala Hambatan
1. Klien juga akhir-akhir lingkungan Interaksi Sosial
ini mengatakan sering
menyendiri dirumah
2. Klien sering
mengatakan melamun,
klien jarang
berinteraksi dengan
tetangganya lebih
senang duduk di
pojokan kamar.
3. Klien mengatakan
menyendiri setelah
suaminya meninggal
dunia.

DO :

1. Tampak tidak ada


tetangga yang
mengunjungi klien.
2. Wajah klien tampak
kucal dan melamun
3. Tatapan klien tampak
kosong, klien tampak
malu dan tidak percaya
diri saat berintersaksi.

45
4. Mata klien tampak
sembab.

2 DS : Gangguan peran Harga Diri


1. Klien mengatakan sosial Rendah
dirinya merasa malu Situasional
dan tidak menarik
setelah melihat
penampilannya
sendiri di depan
cermin.
2. Klien mengatakan
merasa minder dan
tidak menyukai
perubahan permanen
yang terjadi pada
klien
DO :
1. Klien merasa malu
dan menunduk ketika
berinteraksi
2. Klien tidak percaya diri
dengan perubahan
permanen yang
mempengaruhi
penampilannya
3. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik pada
tangan dan kaki klien
terdapat bercak-bercak
berwarna putih, dan

46
pada area wajah bagian
pipi klien terdapat
bekas luka bakar yang
sudah menjadi keloid
3 DS: Gangguan Hambatan
1. Keluarga pasien Konsep diri Komunikasi
mengatakan pasien Verbal
sulit bicara
2. Keluarga pasien
mengatakan pasien
bicara tidak jelas.
3. Keluarga mengatakan
pasien tidak mampu
orientasi 3 hal yaitu
tempat, waktu dan
ruang.
DO :
1. Pasien terlihat sulit
bicara sulit
mengungkapkan kata
2. Pasien tampak sulit
mempertahankan
komunikasi tampak
pelo dan sulit
mengekspresikan
pikiran secara verbal
3. Pasien hanya mampu
menganggukan atau
menggelengkan kepala

47
E. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan kendala lingkungan
2. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan peran
sosial
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan konsep
diri

48
F. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Hambatan interaksi sosial Setelah dilakukan tindakan Modifikasi Perilaku :
berhubungan dengan kendala keperawatan diharapkan harga Keterampilan-Keterampilan
lingkungan diri rendah situasional Sosial (4362)
berhubungn dengan gangguan 1. Bantu pasien mengidentifikasi 1. Mengidentifikasi masalah pasien
peran sosial dapat teratasi, masalah dari kurangnya dapat meningkatkan
dengan kriteria hasil: keterampilan sosial. keterampilan sosial.
Dukungan Sosial (1504) 2. Dukung pasien untuk 2. Memberi dukungan pasien untuk
1. Klien dapat menjalin verbalisasi perasaannya verbalisasi perasaan dapat
hubungan dengan tetangga berkaitan dengan masalah mengurangi masalah
sekitar. interpersonal. interpersonalnya.
2. Klien ada kemauan untuk 3. Bantu pasien untuk 3. Mengidentifikasi langkah-
menghubungi orang lain mengidentifikasi langkah- langkah dalam berperilaku dapat
untuk meminta bantuan. langkah dalam berperilaku. meningkatkan (kemampuan)
3. Jaringan sosial dapat keterampilan sosial.
terbantu. 4. Bantu pasien bermain peran 4. Bermain peran dapat membantu
dalam berperilaku. dan meningkatkan pasien dalam
berinteraksi.

49
Ketahanan Personal (L. 5. Sediakan umpan balik seperti 5. Pemberian reward dapat
09073) penghargaan/reward bagi memberikan semangat tersendiri
1. Klien dapat menunjukkan pasien jika pasien mampu pada pasien untuk meningkatkan
harga diri positif menunjukkan kemampuan keterampilan sosialnya.
2. Verbalisasi perasaan dapat keterampilan sosial yang
meningkat ditargetkan.
3. Klien dapat menggunakan 6. Libatkan SO dalam sesi 6. Dengan terlibatnya SO dalam
strategi koping yang efektif. kegiatan latihan keterampilan sesi kegiatan bertujuan supaya
4. Klien dapat mencari sosial (bermain peran) dengan latihan yang dilakukan dapat
dukungan emosional. pasien secara tepat. terlaksana dengan tepat.

Peningkatan Sosialisasi (5100)


Keterlibatan Sosial (L. 13116)
7. Anjurkan pasien untuk 7. Merubah lingkungan seperti
1. Minat klien untuk
mengubah lingkungan seperti pergi jalan-jalan dapat
berinteraksi dapat
pergi ke luar untuk jalan-jalan meningkatkan komunikasi dan
meningkat.
ke sekitar rumah. interaksi dengan orang sekitar.
2. Verbalisasi isolasi klien
dapat menurun.
3. Afek murung/sedih dapat
menurun.

50
4. Kontak mata klien
membaik.
2. Harga diri rendah situasional Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Harga Diri ( 5400) 1. Menentukan kemampuan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan harga 1. Tentukan rasa percaya diri klien penilaian diri klien dapat
gangguan peran sosial diri rendah situasional terhadap kemampuan penilaian membantu meningkatkan rasa
berhubungn dengan gangguan diri kepercayaan diri klien
peran sosial dapat teratasi, 2. Dorong klien mengidentifikasi 2. Dukungan yang positif kepada
dengan kriteria hasil: kekuatan dirinya klien membantu
Pengaturan psikososial: 3. Ajarkan keterampilan perilaku mengidentifikasikekuatan dirinya
perubahan kehidupan (1305) yang positif melalui bermain 3. Bermain peran, model peran dan
1. Klien dapat meningkatkan peran, model peran diskusi diskusi dapat mengalihkanklien
harga dirinya 4. Dukung pasien untuk untuk melakukan perilaku yang
2. klien dapat mengidentifikasi mengevaluasi perilakunya positif
dan melakukan kegiatan sendiri 4. Mendukung evaluasi perlikau
sesuai kemampuan yang 5. Kolaborasi dengan keluarga klien dapat menentukan perilaku
dimilikinya untuk meningkatkan positif atau negatif
Kesadaran Diri (1215) 6. kepercayaan diri klien 5. Keluarga dibutuhkan untuk
3. Klien dapat menerima meningkatkan kepercayaan diri
perubahan fisiknya klienkarena keluarga sebagai

51
4. Klien mengungkapkan orang terdekat klien.
optimisme tentang masa
depan.
3. Hambatan komunikasi Setelah dilakukan tindakan Peningkatan komunikasi : 1. Mengetahui perasaan yang
verbal berhubungan dengan keperawatan masalah hambatan kurang bicara (4976) dirasakan oleh klien terkait
gangguan konsep diri komunikasi verbal 1. Monitor pasien terkait dengan dengan masalah yang dirasakan.
berhubungan dengan gangguan perasaan frustasi, kemarahan, 2. Mengetahui adanya masalah
konsep diri dapat teratasi depresi, atau respon-respon tentang kemampuan bicara pada
dengan kriteria hasil : yang lain. klien.
Komunikasi : Penerimaan 2. Monitor proses kognitif dan 3. Lingkungan yang kondusif dapat
(0904) fisiologi terkait dengan mempermudah klien untuk
1. Mengenali pesan yang di kemampuan bicara. menerima komunikasi.
terima. 3. Jaga lingkungan yang 4. komunikasi yang sesuai dengan
2. Lingkungan kondusif untuk terstruktur. yang dialami klien sehingga klien
menerima komunikasi. 4. Sesuaikan cara komunikasi dapat menerima dan memahami
3. Menginterprestasikan untuk memenuhi kebutuhan pesan yang diberikan.
bahasa. klien . 5. Keluarga dapat membantu dalam
5. Kolaborasikan bersama proses komunikasi karena
keluarga agar klien dapat keluarga lebih dekat dan

52
berkomunikasi secara efektif. mengenal klien sehingga
mempermudah komunikasi.

53
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
baik laki-laki maupun perempuan, dan banyak mengalami kemunduran
fisik, mental, dan sosial secara bertahap sehingga mereka tidak mampu
lagi melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
perubahan yang terjadi pada lansia adalah gangguan pola tidur lansia sulit
untuk memulai tidur, sering terbangun saat malam hari dan sulit untuk
tidur kembali.
Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok dan kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial terjadi jika ada
komunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam pikiran dan
tindakan.
Lansia banyak sekali mengalami gangguan salah satunya
adalahganggan interaksi sosial/hambatan interaksi sosial, maka dari itu
peran kelurga dan petugas kesehatan sangat di perlukan.
B. Saran
1. Bagi masyarakat dan kader harus banyak memerhatikan kegiatan-
kegiatan yang bisa diikuti lansia
2. Bagi petugas kesehatan sesering mungkin melakukan skrining
terhadap kesehatan lansia
3. Bagi mahasiswa harus memperbanyak pengetahuan tentang
perubahan-perubahan yang biasanya terjadi pada lansia.

54
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A.D (2013),” Kesepian dan Isolasi Sosial yang Dialami Lansia :
Tinjauan dari Perspektif Sosiologis”. Vol. 18, No.02, Desember 2013, 1-8 :
Jakarta Timur.
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha
Ilmu EG
Andesty, D & Syahrul. F (2017),’The Indonesian Jurnal Public Health’,
Hubungan Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup Lansia di Unit
Pelayanan Terpadu (UPTD) Griya Werdha Kota Surabaya tahun 2017,
Vol.13, No. 2, Desember 2017, 169-180 : Surabaya, Universitas Airlangga.
Fatimah. 2010. Merawat Manusia Lanjut Usia. Jakarta : Trans Info Media
Kemekes RI (2011). Kecapakapan dan Pengasuhan Lansia. Jakarta : Kemenkes
RI.
Kemenkes RI (2015). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Situasi
dan Analisis Lanjut Usia. Jakarta : Kemenkes RI.
Kholifah, S.N (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta Selatan : Pusdik SDM
Kesehatan.
Nugroho, W. 2012. “Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik” . Jakarta : EGC

Padilla. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika


Rahmi. 2015. “Gambaran Tingkat Kesepian pada Lansia di Panti Tresna Werdha
pandaan” . Jurnal Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang 2(5) : 154-160

Samper, T. P, Pinontoan & Katuuk (2017),’e-Journal Keperawatan (e-Kp)’,


hubungan Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup Lansia di BPLU Senja
Cerah Provinsi Sulawesi Utara, Vol.5, No.1, Februari 2017, 1-9 : Sulawesi
Utara, Universitas Sam Ratulangi.
Sinthania. 2012. “Studi Fenomena : Pengalaman Interaksi Sosial Lansia dengan
Sesama Lansia dan Pengasuh di Panti Sosial Tresna Werdha “Sabai Nan

55
Aluih” Sicincin Kabupaten Padang Periam. Jurnal Prodi Keperawatan
Universitas Andalas 1(3) : 23-29

Sunaryo. 2010. “Psikologi untuk Keperawatan” Ed 2. Jakarta : EGC

Widodo, H., Nurhamidi., Agustina, M. 2016. “Hubungan Interaksi Sosial dengan


Kualitas Hidup pada Lansia”. Jurnal STIKES Sari Mulia Banjarmasin.

56

Anda mungkin juga menyukai