Anda di halaman 1dari 17

PENANGANAN BAHAN BAKU DALAM PROSES

PEMBEKUAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI


PT. PULAU MAS PONTIANAK

PROPOSAL
KERJA PRAKTEK AKHIR (KPA)

Oleh:
ANIS FATURAHMA
3201810042

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


JURUSAN ILMU KALAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2021

i
PENANGANAN BAHAN BAKU DALAM PROSES
PEMBEKUAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI
PT. PULAU MAS PONTIANAK

PROPOSAL
KERJA PRAKTEK AKHIR (KPA)

Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Mengikuti Rangkaian Kegiatan Kerja Praktek Akhir (KPA)
di Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Jurusan Ilmu Kelautan
dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak

Oleh:
ANIS FATURAHMA
3201810042

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


JURUSAN ILMU KALAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2021

ii
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL

Judul KPA : Penanganan Bahan Baku Dalam Proses Pembekuan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Di Pt Pulau Mas Pontianak.
Nama : Anis Faturahma
NIM : 3201810042
Program Studi : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Jurusan : Ilmu Kelautan dan Perikanan

Proposal ini diterima dan disyahkan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Rangkaian
Kegiatan Kerja Praktek Akhir (KPA) di
Politeknik Negeri Pontianak

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

Galih Setyo Adiguna, S. kel, M. Si


NIP. 19890528 201903 1 008

Diketahui oleh:

Ketua Jurusan Ketua Program Studi


Ilmu Kelautan dan Perikanan, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan,

Lukas Wibowo Sasongko, S.St.Pi., M.Si. Evi Fitriani, S.St.Pi., M.Si.


NIP.19781209 200501 1 004 NIP.19781209 200501 1 004

Tanggal Seminar Proposal : 22 Februari 2021

iii
DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Udang Vannamei 3
2.1.1 Klasifikasi Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) 3
2.1.2 Mofologi Udang Vannamai (Litopenaeus Vannamei) 3
2.2 Proses Kemunduran Mutu Udang 4
2.2.1 Autolisis 4
2.2.2 Bakteriologis 4
2.2.3 Oksidasi 5
2.3 Pengawasan Mutu Produk 5
2.4 Prinsip Penanganan Bahan Baku 5
2.5 Sanitasi Dan Higiene 6
2.6 Persyaratan Bahan Baku 6
2.7 Pemgujian Orgnoleptik 7
3 METODOLOGI 10
3.1 Waktu dan Tempat 10
3.2 Metode Pengumpulan Data 10
3.2.1 Data Primer 10
3.2.2 Data Sekunder 11
3.3 Analisis Data 11
DAFTAR PUSTAKA 12

iv
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang merupakan salah satu komoditas perikanan andalan Indonesia yang menjadi
komoditas ekspor, ini terbukti dari data ekspor tahun 2013 sebesar 13.500 ton perbulan
maka diperkirakan volume ekspor udang Indonesia pada tahun 2014 ini berkisar sebesar
180 ribu ton. Peningkatan volime ekspor udang selama ini juga diikuti dengan peningkatan
nlai volume ekspor udang meningkat tinggi. Berdasarkan komoditas makaproduksi udang
vaneme terus mengalami peningkatan pada tahun 2014 diliris oleh Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Periknan (BKIPM) Kementrian Kelautan dan
Perikanan (KKP), indonesia mengekspor produk perikanan mati sebanyak 81.916,31 ton
sepanjang 2017 salah satunya produk perikanan udang vaname 6.655,42 ton (8,13%).
Negara tujuan utama Amerika Serikat (70,50%), Jepang (10,94%), dan Vietnam (5,065).
Ada dua komoditas udang yang menjadi andalan, yakni udang windu dan udang vaname.
Sementara produksi udang windu pada tahun 2014, produksinya masih dibawah tahun
sebelumnya begitu juga dengan udang lainnya (Ditjen Perikanan Budidaya 2014).
Udang Vanname (Litopenaeus Vannamei) merupakan udang introduksi yang secara
ekonomis bernilai tinggi sebagian komoditi ekspor karena diminati pasar dunia. Nama lain
dari udang vaneme ini adalah panaeus vannamei, white leg shrimp, camaron pati blanco
(spain), crevette pattes blanches (france) dan lain-lain (panjaitan 2014). Dimana kita
ketahui udang memiliki citra rasa khas sehingga kebanyaan orang mengonsumsi udang
tersebut tetapi komponen yang memberikan citra rasa itu seperti asam amino yang relative
tinggi), juga merupakan substrat untuk memacu pertumbuhan bakteri yang jika dibiarkan
akan menyebabkan kemunduran mutu pada udang tersebut hingga menyebabkan
kebusukan. Bahkan jika dibandingkan dengan komuditas lainnya, udang lebih cepat
mengalami kemunduran mutu atau pembusukan karena memiliki kandungan protein yang
tinggi, maka udang termaksud komuditas yang mudah rusak di sebabkan oleh aktivitas
enzim dan bakteri, oleh karena itu penanganan udang sangan mempengaruhi mutu hasil
olahan.
Penanganan adalah rangkaian kegiatan penanganan untuk mendapatkan produk yang
baik yang bertujuan untuk mempunyai jaminan mutu untuk mendapatkan bahan baku yang
bebas dari bakteri patogen dan memenuhi persyaratan mutu. Penanganan proses
penerimaan bahan baku merupakan kegiatan yang sangat penting, agar mutu bahan baku
tetap terjaga hingga proses pengolahan. Bahan baku yang diterima harus ditangani dan
dikendalikan dengan baik agar tetap menghasilkan mutu yang baik. Umumnya bahan baku
untuk pabrik pengolahan udang beku berasal dari udang laut yang di ditangkap oleh
nelayan dengan kapal, dan sebagian ada yang berasal dari udag tambak. Selama
1
penanganan sejak dari penangkapan, pengumpulan dan pengangkutan ke pabrik, udang
telah mengalami penguraian yang disebabkan oleh aktivitas enzim bakteri, sehingga terjadi
kemunduran mutu organoleptik dalam bentuk perubahan rupa, warna, bau, tekstur dan rasa.
Untuk mengetahui kualitas dari mutunudang tersebut maka diperlukan pengujian
organoleptik.
Uji organoleptik atau uji indra atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk mengetahui kondisi dan tingkat
kesegaran udang. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan
mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu
dan kerusakan lainnya dari produk. Pengujian organoleptik ditujukkan pada mata, daging,
bau dan tekstur.

1.2 Rumusan Masalah


Udang adalah komoditas utama dalam industrilisasi perikanan budidaya karena
memiliki nilai ekonomis tinggi serta permintaan pasar yang tinggi. Namun sebagai mana
hasil perikanan pada umumnya, udang adalah komoditi yang cepat mengalami
pembusukan, maka dari itu dibutuhkan penanganan yang cepat, tepat dan saniter.
Penanganan ini untuk mencegah terjadinya kemunduran mutu pada bahan baku, salah
satunya dengan penanganan dalam rantai dingin. Kemunduran mutu udang akan terjadi apa
bila kurang penanganan dalam rantai dingin. Untuk mengetahui mutu bahan baku, salah
satu teknik paling muda adalah dengan melakukan pengujian organoleptik dengan metode
uji skoring. Metode uji dalam menentukan tingkat mutu berdasarkan skala angka 1 (satu)
sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) sebagai nilai tertinggi.
Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil
judul “Penanganan Bahan Baku Dalam Proses Pembekuan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di PT. Pulau Mas Pontianak – Kalimantan Barat”

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada proposal praktek kerja akhir (KPA) ini antara lain :
1. Melakukan penanganan bahan baku dalam proses pembekuan udang vaneme
(litopenaeus vannemei) di PT. Pulau Mas Pontianak.
2. Menganalisa mutu organoleptik bahan baku udang di PT. Pulau Mas Pontianak

1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dari praktek kerja akhir (KPA) ini di antara lain:
1. Mengetahui cara penanganan bahan baku udang di PT. Pulau Mas Pontianak
2. Mengetahui nilai organoleptik bahan baku udang di PT. Pulau Mas Pontianak

2
3
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Udang Vannamei

2.1.1 Klasifikasi Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei)


Klasifikasi udang putih atau Udang Vaname menurut (Effendie, 1997) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

2.1.2 Mofologi Udang Vannamai (Litopenaeus Vannamei)


Umumnya tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kepala dan
bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang
terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas dibagian dada. Bagian badan
dan abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota
badan (kaki renang) yang beruas-ruas. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4
lembar dan satu telson yang berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang
kepala atau carapace bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang
disebut cucuk kepala atau rostrum (Kordi, G. 2007).
Menurut Haliman dan Adijaya (2005) udang putih memiliki tubuh berbuku-buku dan
aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting) Pada bagian kepala
udang putih terdiri dari antena antenula dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga
dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped
sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung
peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus) ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3.
Abdomen terdiri dari 6 ruas pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki
renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Udang

4
juga mengalami moulting pada saat bulan purnama atau bulan mati (moulting secara
normal) dan moulting pada saat mengalami stres yang diakibatkan oleh lingkungan dan
penyakit (Suyanto dan Mujiman, 2003).

2.2 Proses Kemunduran Mutu Udang


Kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi kimia dan
susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan yang mudah
busuk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan udang segar
memerlukan perhatian dan perlakuan cermat. Susunan tubuh udang mempunyai hubungan
erat dengan masa simpannya. Bagian kepala merupakan bagian yang sangat berpengaruh
terhadap daya simpan karena bagian ini mengandung enzim pencernaan dan bakteri
pembusuk. Proses penurunan mutu udang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari
badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini terjadi secara autolisis,
bakteriologis, dan oksidasi (Purwaningsih, 1994).
Untuk mempermudah penampilan data yang anda dapatkan dapat ditampilkan dalam
bentuk tabel, gambar, grafik, atau bagan. Jika data yang dimiliki terlalu rumit maka cukup
dilampirkan, karena akan membuat pembaca menjadi bosan dan tidak tertarik dengan
tulisan anda.

2.2.1 Autolisis
Penurunan secara autolisis adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena
kegiatan enzim dalam tubuh udang yang tidak terkendali sehingga senyawa kimia pada
jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimia. Penurunan mutu ditandai dengan rasa,
warna, tekstur, dan rupa yang berubah Purwaningsih (1994). Proses enzimatik yang terjadi
juga sangat mempengaruhi rupa udang yaitu pembentukan bercak hitam melanosis dengan
gejala terjadinya penghitaman pada kepala, ruas-ruas dan ekor. Proses melanosis ini segera
dan cepat dipengaruhi oleh keadaan kering, adanya oksigen, suhu tinggi dan faktor waktu
(Ilyas, 1993).

2.2.2 Bakteriologis
Penurunan mutu secara bakteriologis adalah suatu proses penurunan mutu yang
terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari lendir pada permukaan tubuh,
insang, dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging udang terurai
dan menimbulkan bau busuk Purwaningsih (1994). Kandungan bakteri pada udang sangat
bervariasi tergantung pada kebersihan udang waktu ditangkap, cara penanganan, dan lain-
lain, dimana akan mempengaruhi penurunan mutu udang (Ilyas 1993).

5
2.2.3 Oksidasi
Penurunan mutu secara oksidasi biasanya terjadi pada udang yang kandungan
lemaknya tinggi. Lemak udang akan dioksidasi oleh oksigen yang berada di udara sehingga
menimbulkan bau dan rasa tengik (purwaningsih, 1994).

2.3 Pengawasan Mutu Produk


Pengawasan mutu produk adalah prioritas utama yang harus diberikan terhadap mutu
produk. Mutu produk yang prima adalah cermin dan jaminan terhadap tingkat kesegeran
produk. Penyesuaian untuk dikonsumsi, dan tidak terkontaminasi sedikitpun oleh bibit
penyakit yang dapat membahyakan kesehatan.
Pengawasan mutu harus dimulai sejak dari penangkapannya. Penggunaan es yang
sangat memadai, mempersingkat jangka waktu selama penangkapan dan pembekuan, serta
penggunaan peralatan pengolahan yang harus memenuhi persyaratan higienenya untuk
mencapai mutu produk yang prima. Dalam pengolahan udang dikenal semacam aksioma.
Aksioma ini menyatakan bahwa “dari bahan baku yang baik belum tentu akan dihasilkan
produk yang baik jika cara pengolahannya tidak memadai, dan sebalilknya, dari bahan baku
yang jelek, sebaik apapun cara pengolahannya tidak akan dapat diperoleh produk akhir
yang bermutu baik.

2.4 Prinsip Penanganan Bahan Baku


Prinsip yang dilakukan dalam penananan udang adalah mempertahankan kesegaran
udang selama mungkin dengan cara memperlakukan udang secara cermat dan hati-hati,
segera dan cepat serta harus terjaga rantai dinginnya. Proses mempertahankan kesegaraan
udang tidak terlepas dari penggnaan suhu rendah selama penanganan dan pengolahan.
Antara suhu 1oC sampai 5oC aktivitas akteri terhambat dan enzim pada daging udang dalam
keadan tidak aktif.
Penanganan adalah rangkaian kegiatan penanganan untuk mendapatkan produk yang
baik yang bertujuan untuk mempunyai jaminan mutu mendapatkan bahan baku yang bebas
bakteri pathogen dan memenuhi persyaratan mutu. Untuk mempertahankan agar mutu
udang tetap baik harus ditangani dengan hati-hati dan jangan sembarangan, penanganan
tersebut yang harus diperhatikan adalah kebersihan peralatan yang digunakan, penanganan
harus cepat dan cermat, hindarkan terkena matahari secara langsung, mencuci udang dari
kotoran dan lumpur dengan air bersih masukan ke dalam keranjang, ember atau tong dan
disiram dengan air bersih, lebih baik lagi dari mulai awal menggunakan es batu untuk
mendinginkannya, dan mengelompokkannya menurut jenis dan ukurannya (Wijandi, 2003).

6
2.5 Sanitasi Dan Higiene
Sanitasi merupakan pengendalian yang terencana terhadap lingkungan
produksi,bahan-bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegahpencemaran pada hasil
olah, kerusakan hasil olah,mencegah terlanggarnya nilai estetika konsumen
sertamengusahakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat. Sedangkan higiene adalah
berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki kesehatan.Sanitasi hasil perikanan adalah upaya
pencegahan terhadap kemungkinan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan
pathogen dalam hasil perikanan dan membahayakan manusia (siswati, 2004)
Menurut Sandra (2015), Teknik sanitasi dan higiene adalah segala kegiatan yang
berkaitan dengan upaya pemeliharaan kebersihan dan kesehatan dalam proses produksi.
Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi,
termasuk standar higiene, sebagai upaya untuk mematikan atau melakukan penencegahan
hidupnya jasad renik pathogen dan mengurangi jasad renik pembusuk lainnya agar hasil
olahan perikanan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan.
Program sanitasi dijalankan sama sekali tidak hanya mengatasi masalah kotornya
lingkungan pemrosesan bahan baku, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan
dan mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali ( Winarno,
2004 ).
Kontaminasi yang mungkin timbul berasal dari pestisida, bahan kimia, insekta, tikus,
dan pertikel-pertikel asing seperti, rambut, pecahan gelas, dan lain- lain. Tetapi yang
penting dari semua itu adalah kontaminasi mikroba (Winarno, 2004).
Prinsip sanitasi adalah :
1. Membersihkan
Menghilangkan mikroorganisme sisa makanan dan tanah yang akan menjadi media
yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
2. Pelaksanaan Sanitasi
Menggunakan zat kimia dan metode fisika (sesudah bersih) untuk menghilangkan
mikroorganisme yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolahan
makananan.

2.6 Persyaratan Bahan Baku


Adapun syarat-syarat bahan baku menueurt Departemen Kesehatan adalah sebagai
berikut :
a. Unit pengolahan dilarang mengolah udang yang berasal dari atau ditangkap
diperairan yang tercemar. Perairan yang tercemar adalah perairan yang ditulari baik

7
dengan sengaja atau tidak boleh kotor oleh manusia dan hewan yang dapat menulari
produk yang mungkin dimakan tanpa dipanaskan atau dimasak.
b. Udang yang diolah haru bersih, segar, bebas dari segalah bau yang menandakan
pembsukan, bebas dari dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alami
lainnya yang dapat menurunkan mutu produk, dan tidak membahayakan kesehatan
bagi yang mengonsumsinya.
c. Udang yang karna suatu hal yang terkontaminasi atau yang dipilih dari kelompok
yang telah dianggap sisa pengolahan dilarang diolah untuk tujuan manusia.
Berdasarkan SNI – 2705.1 – 1992 bahan baku udang beku adalah semua jenis udang
segar yang dapat ditangani dan diolah untuk dijadikan produk akhir berupa udang beku.
Pada dasarnya semua jenis udang dapat di bekukan tetapi pada umumnya yang dijadikan
bahan baku adalah jurbung (paneus merguensis), udang kelong (Indicus), Udng kembung (
panaeus inicus), udang baku ( penaeus semiculstus), udang windu (panaeus monodon),
udang harimau (porapenaoepsis scuiptilis) dan udang bacang (metapenaeus br evic ornis).
Persyartan mutu bahan baku berdasarkan konsep SNI 01 -2705.1 – 1992, menyatakan
bahwa bahan baku yang digunakan harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda-tanda dekomposisi, dan bebas dari sifat-sifat alamiah lain
yang dapat menurutkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan.

2.7 Pemgujian Orgnoleptik


pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan hidup dan produk perikanan yang segar utuh.
Keseragaman jenis ukuran sangat diperlukan untuk menentukan bentuk dan tipe produk
yang akan diolah. Oleh sebab itu udang tersebut tidak boleh cacat atu rusak yang akan
mengurangi tingkatan mutu udang yang akan diolah.
Sasaran alat indra ini ditunjukan untuk berbagai aspek mutu yang mrliputi
penampakan, bau, rasa dan konsistensi serta beberapa faktor lain yang mngkin diperlukan
produk tersebut. Metode pengujian yang dipakai dalam standar ini adalah dengan
penggunakan score sheet sesuai dengan produk yang diuji. Skala angka yang tercantum
dalam scre sheet adalah mulai dari angka satu sebagai nilai terendah dan angka Sembilan
sebagai nilai tertinggi. Skala angka ditunjukan dengan spesifikasi masing-masing produk
yang dapat diberi pengertian pada panels (orang yang melakukan pengujian organoleptik)
yang kemudian panelis langsung memberikan penilaian pada score sheet tersebut.
Adapun syarat-syarat panelis adalah sebagai berikut :
1. Syarat-syarat panelis
a. Calon panelis harus tertarik terhadap uji organoleptic dan mau berpatisipasi (faktor
motivasi)

8
b. Calon panelis harus terampil serta konsisten dalam mengambil keputusan.
c. Calon panelis harus siap uji terlebih dahulu kemampuannya dalam melakukan
organoleptic.
d. Calon panelis harus sedia pada saat dibutuhkan dalam pengujian.
e. Calon panelis harus berbadan sehat, bebas dari penyakit THT, mata/buta warna dan
psikologis.
f. Kebiasaan merokok, minum-minuman keras dan makan permen karet satu jam
sebelum pengujian harus ditentkan.
g. Calon panelis tdak menolak terhadap maan yang di ujikan (alergi).
2. Jumlah panelis yang dipakai minimal dalam satu kali pengujian adalah enam orang
panelis non standar 20 orang.
Metode yang digunakan dalam pengujian organoleptik ini adalah scring test.
Pelaksanaan uji organoleptic ini dengan menggunakan skala angka. Skala angkat terdiri
dari 1-9 yang ditunjang spesifikasi masing-masing produk yang dapat memberikan
pengertian pada penelis. Skala angka dan spesifikasinya ini dicantumkan dalam score sheet.
Organoleptik yang kemudian penulis langsung mencantumkan penilaian dengan score sheet
tersebut. Pengujian ini dengan menggunakan alat berupa score sheet udang segar. Penilaian
diambil oleh enam orang panelis yang berpengalaman dalam penilaian organoleptik pada
udang segar. Setiap panelis menghadapi satu sampel yang diambil secara acak dan
dilakakan sebanyak enam kali pengujian.
Konsep score sheet dibuat berdasarkan informasi mutu tertinggi dan terendah dari
pengelola. Pengujian mutu secara organoleptic pada bahan baku udang dapat dilakukan
dengan menetukan nilai kesegaran udang berdasarkan kenampakan, keelastisan dan
baunya, dengan kata lain pengujian ini menggunakan kemampuan indra (sensori).
Pengujian sensori merupakan pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat
utama untuk menilai mutu produk perikanan yang suda mengalami penentuan fase
kemunduran mutu udang dilakukan untuk mengetahui kondisi dan tingkat kesegaran udang.
Kemunduran mutu udang meliputi empat tahan yaitu prerigor, rigor mortis, postrigor dan
kebusukan (deterioration). Penentuan fase kemunduran mutu udang dilakukan penggunaan
score sheet yang sesuai dengan SNI 01-2346-2006 meliputi parameter kenampakan udang,
bau dan tekstur. Hasil pengamatan organoleptik diketahui bahwa fase kemunduran mutu
udang yaitu prerigor, rigor mortis, post rigor, dan kebusukan.

9
3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Kerja Praktek Akhir (KPA) dilaksanan mulai tanggal 1 maret – mei, dengan lokasi
praktek di PT. Pulau Mas Pontianak – Kalimantan Barat.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada pelaksanaan Kerja Praktek Akhir (KPA) ini dilakukan
dengan dua cara yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder yang
dapat dijelaskan sebagai berikut :

10
3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dperoleh penelitian secara langsung dari lapangan
yang dikumpulkan berdasarkan hasil peraktek kerja lapangan (KPA) di PT. Pulau Mas
Pontianak, dengan melakukan dokumentasi dan pencatatan semua data yang diperlukan
dengan judul KPA meliputi :
a. Penanganan bahan baku pada proses pembekuan udang vaneme (Litopenaeus
vannemei)
b. Uji organoleptik bahan baku udang pada proses penerimaan bahan baku udang
vaneme (Litopenaeus vannemei)
Adapun instrument dan teknik pengumpulan data primer dalam pelaksanaan KPA ini
adalah sebagai berikut :
1. Wawancara / interview
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka
dan Tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap narasumber
atau sumber data tentang penerimaan bahan baku.
2. Pengujian Organoleptik.
Pengujan organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk menilai mutu produk udang beku yang sudah mengalami proses
pengolahan.
3. Partisipasi langsung
Partisipasi merupkan kegiatan partisipasi dengan melakukan pengamatan atau
langsung terjun kelapangan.
Adapun data yang dapat dikumpulkan dari kerja praktek akhir (KPA) adalah :
a. Penanganan bahan baku pada proses pembekuan udang vaneme
b. Jenis bahan penolong yang digunakan dalam penanganan bahan baku
c. Alat-alat yang digunakan dalam proses pengolaha udang beku.

3.2.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh penelitian dari sumber yang sudah ada.
Data ini digunakan untuk mendukung informasi data primer yang telah di peroleh dari
kegiatan praktek akhir (KPA) yaitu dengan membandigkan dengan bahan pustaka,
literature, penelitian dahulu, jurnal publikasi, buku, dan sebagainya. Adapun data sekunder
yaitu berupa pustaka tentang penanganan bahan baku yang disertai dengan pengujian
organoleptik pada bahan baku.

11
3.3 Analisis Data
Metode analisa data yang digunakan adalah secara deskriktif, yaitu menggambarkan
data yang diperoleh kemudian hasilnya di bahas dan dijelaskan. Data yang diperoleh dari
lembar penilaian ditabulasi dan menentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rata-rata
pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Penilaian pada uji organolepik diambil
dari 6 orang yang berpengalaman. Untuk menghitung interval nilai mutu rata-rata dari
setiap panelis digunakan rumus sebagai berikut :

p=(x−1,96. s / √ n)<µ< ¿
∑ xi
x=
n
∑ ( xi−x ) 2
s2=
n
s= √ s ²

Keterangan :
- n = banyaknya panelis
- s = simpangan baku
- x = nilai rata-rata
- xi = nilai mutu panelis ke 1-6
- 1,96 = koefisien standar devisi pada tahap 95%

12
DAFTAR PUSTAKA

[DJPB] Direktur Jederal Perikanan Budidaya. 2014. Udang Vannamei Dan Udang
Windu Masih Andalan Ekspor Indonesia. Jakarta: Kementrian Kelautan Dan
Perikanan.

Panjaitan A.S, Hadie W, Harijati S, 2014. Pemeliharaan Larva Udang Vaname


(Litopenaeus Vannamei, Boone 1931) Dengan Pemberian Jenis Fitoplankton Yang
Berbeda. Universitas Terbuka, Jakarta.

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.


155. hal.

Kordi, G.K. dan Tancung A.B., 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Rineka Cipta: Jakarta.

Haliman dan Adijaya. 2005. Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih Yang
Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mujiman A, R Suyanto. (2003). Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Purwaningsih, 1994. Teknology Pembekuan Udang. PT Penebar Swadaya. Bogor.

Ilyas, S., 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Badan Penelitian


Pengembangan Pertanian dan Pusat Penelitian Pengembangan Perikanan, Jakarta.
Wijandi, S. 2003 Penerimaan Dan Persiapan Bahan Baku Udang. Jakarta :
DepartemenPendidikanNasional.http://psbtik.smkn1cms.net/pertanian/agroindusti/a
groindustry_pangan/penerimaandanpersipanbahanbaku_baku_udang.pdf

Siswanti R. 2014. Pencegahan Terjadinya Kontaminasi Dengan Sanitasi Lingkungan


Dan Peralatan Serta Hygiene Pekerja. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Budi winarno. 2004. Teori dan Proses Kebijakan public. Media Presindo:Yogjakarta.

[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-2346-2006. Petunjuk Pengujian Orgonoleptik


Dan Atau Sensori. Badan Standarisasi Nasional. 25-07-2018. 23.24.

[SNI] Standar Nasional Indinesia 01-2705.3-2006. 2006. Udang Beku – bagian 3:


Penanganan Dan Pengolahan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

13

Anda mungkin juga menyukai