Anda di halaman 1dari 22

VIII.

MULTIPLE ACCES PADA SELULAR

VIII.1. PENGERTIAN UMUM

Salah satu konsep yang amat penting dalam sistem selular adalah multiple
access, agar sejumlah pelanggan / pengguna jasa dapat dilayani secara
bersamaan. Secara teknis, .Multiple Access adalah suatu cara yang
memungkinkan, sehingga suatu titik (MSC,BSC,BTS) dapat diakses oleh
titik yang berbeda ( para pelanggan) tanpa saling mengganggu.

Suatu gelombang elektromaknit yang berfungsi sebagai carrier / pembawa


dapat dipandang / dikenali dari 2 sumbu, yakni:
 Sumbu frekuensi / frequency access
 Sumbu waktu / time access
Didasari hal tersebut maka Multiple Access pada frekuensi radio punya
kemungkinan untuk dimanfaatkan melalui cara :
 Frequency Division Multiple Access (FDMA)
 Time Division Multiple Access (TDMA)
 FDMA - TDMA
 Time Division Duplex (TDD) - TDMA
 Code Division Multiple Access (CDMA)

VIII.2. FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS

amplituda
time
burst

t1 A B C D E A‟ B‟ C‟ D‟ E‟

f1 f2 f3 f4 f5 f1„ f 2„ f3 „ f 4„ f 5‟ frekuensi

Gbr.VIII-1: Konfigurasi dasar FDMA

Teknik FDMA merupakan teknik multiple access yang digunakan untuk


sistem radio akses analog.

VIII-1
Setiap link komunikasi pada FDMA terdiri dari 1 (satu) pasang frekuensi
yakni uplink-downlink frequency ( frekuensi kirim-terima).
Penggambaran dalam sumbu frekuensi dapat dilihat pada Gbr.IX-1.

Gbr.IX-1 meperlihatkan bentuk dasar suatu FDMA dengan ketentuan :


1. Burst merupakan sample sinyal informasi yang diambil dengan interval
waktu tertentu, dan selanjutnya dirobah ke bentuk digital.
2. Carrier masing-masing burst, yakni :
 f1 , f2 , f3 , f4 , f5 : uplink frequency
 f1„ , f2„ , f3„, f4 „, f5„ : downlink frequency
3. Pengiriman burst berlangsung bersamaan yakni pada saat t1
4. Pada contoh terdapat 5 pasang pembicaraan.

Pada sistem selular yang menggunakan FDMA, sejumlah MS dapat


berkomunikasi secara bersamaan dengan Base Station melalui kanal yang
berbeda-beda, misalkan :
 MS1 - Base Station dengan frekuensi kanal f1 dan f1„
 MS2 - Base Station dengan frekuensi kanal f2 dan f2„
 MS3 - Base Station dengan frekuensi kanal f3 dan f 3„
 MS4 - Base Station dengan frekuensi kanal f4 dan f 4„
 MS5 - Base Station dengan frekuensi kanal f5 dan f5„
Guna hal tersebut spektrum frekuensi yang tersedia dibagi dalam jumlah
kanal tertentu, sehingga efisiensi spektrum frekuensinya menjadi sangat
rendah.
Beberapa sistem selular yang menggunakan multiple access ini adalah :
 Advanced Mobile Phone System (AMPS) berbasis di USA.
 Nordic Mobile Telephone (NMT) berbasis di negara Nordic yaitu
Norwegia, Denmark, Swedia dan Findlandia.
 Total Access Communication System (TACS) yang berbasis di
Inggeris.
 Japanese Total Access Communication System (JTACS) yang
berbasis di Jepang.

VIII.3. TIME DIVISION MULTIPLE ACCESS

Bekerja dgn standardisasi IS-54, TDMA mulai diperkenalkan awal 1988.


Percobaan pertama berlangsung tahun 1991 sedang peluncuran dalam
selular komersil diawali di Hongkong dan New Zealand pada akhir 1992.

VIII-2
Setiap frekuensi carrier digunakan secara bersama berdasar pembagian
waktu, sehingga efisiensi penggunaan spektrum menjadi lebih efisien
dibanding dengan FDMA.
Sebagaimana terlihat pada Gbr.VIII-2, pentransmisian burst dilaksanakan
secara bergantian.

amplituda time

t3 E E‟

t2 C C‟

t1 A A‟

f f’ frekuensi

Gbr.VIII-2: Konfigurasi dasar TDMA

Pada Gbr.VIII-2 TDMA terdiri dari 1 kanal frekuensi f1 yang dimanfaatkan


secara bergantian (t1 , t2 , t3) oleh 3 pasang pembicaraan.

Prinsip TDMA didasari teori bahwa untuk pengiriman suatu sinyal tidak
diperlukan bentuk gelombang secara keseluruhan sebagaimana halnya
sinyal analog.
Cukup diambil sample gelombang tersebut pada interval waktu tertentu,
dan setelah sample-sample ini dirobah kedalam bentuk digital yang disebut
burst barulah dikirimkan / ditransmisikan.
TDMA membagi spektrum yang tersedia menjadi beberapa grup kanal
yang disebut frame dan masing-masing frame berisi sejumlah time slot.
Pada sistem GSM satu frame berisi 8 time slot, sehingga setiap grup kanal
dapat diduduki oleh 8 pelanggan / pembicara secara bersamaan.

Tiga pemeran penting sistem selular yang menggunakan sistem TDMA ini :
 Global System for Mobile (GSM)
 Japanese Digital Cellular (JDC)
 American Digital Cellular (JDC)

VIII-3
VIII.4. FDMA - TDMA

FDMA - TDMA merupakan multiple access dengan teknik penyaluran


berdasarkan multi kanal, dimana masing-masing kanal frekuensi
dimanfaatkan oleh sejumlah pasangan pembicaraan, sehingga daya
tampung sistem terhadap jumlah pasangan pembicaraan menjadi lebih
besar, sebagaimana terlihat pada Gbr VIII-3

Amplituda time burst

t3 K L M N O K‟ L‟ M‟ N‟ O‟

t2 F G H I J F‟ G‟ H‟ I‟ J‟

t1 B C D E A‟ B‟ C‟ D‟ E‟

f1 f2 f3 f4 f5 f1„ f 2„ f3 „ f 4„ f 5‟ frekuensi

Gbr.VIII-3: Konfigurasi dasar FDMA - TDMA

Secara teoritis jumlah pasangan pembicaraan yang dapat ditampung oleh


sistem gabungan ini adalah lebih besar dibanding masing-masingnya,
walau efisiensi spektrum frekuensi tetap sama dengan TDMA.

VIII.5. TDD - TDMA

TDD -TDMA merupakan pengembangan sistem multiple access TDMA,


dimana setiap lebar kanal frekuensi “dipecah” menjadi dua, masing-masing
dimanfaatkan sebagai uplink dan downlink.
Dengan cara ini efisiensi spektrum frekuensi akan menjadi dua kali lebih
tinggi dbanding TDMA.

VIII-4
Amplituda time burst

t3 WX YZ

t2 KL MN OP QR ST K’L’ M ’ ‘ ‘

t1 A CDE EF GH I A C’D E’ ’ I’ J’
f1f1„ f2 f2„ f3 f3„ f4 f4„ f5 f5‟ f6f6„ f7f7„ f8 f8„ f9 f9„ f10 f10‟ frekuensi

Keterangan: : Uplink

: Downlink

Gbr.VIII-4: Konfigurasi dasar TDD – TDMA

Kanal uplink f1 pada TDMA sebagaimana terlihat pada Gbr.VIII-2, akan


“dipecah” menjadi f1 dan f1„ guna memperoleh TDD –TDMA, masing-
masing dimanfaatkan sebagai uplink dan downlink.
Dengan demikian jika suatu sistem TDMA semula memiliki 10 kanal ( 5
uplink dan 5 downlink), maka dalam TDD – TDMA jumlah tersebut akan
berubah menjadi 20 kanal (10 uplink dan 10 downlink).

Catatan:
1. Bila dibandingkan multiple access FDMA, TDMA, FDMA –TDMA, serta
TDD – TDMA, maka yang paling efisien dalam penggunaan spektrum
frekuensi adalah TDD – TDMA.
2. Meskipun diantara sistem multi access diatas, TDD-TDMA adalah yang
paling tinggi efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensinya, namun saat
ini telah muncul bentuk lain yang jauh lebih tinggi efisiensi pemanfaatan
spektrumnya, yakni CDMA.

VIII-5
VIII.6 CDMA

Kelebihan CDMA dari Multiple Acces lainnya adalah :


 Kapasitas / daya tampungnya yang jauh lebih besar
 Anti jamming sehingga amat sukar untuk disadap
Standard untuk CDMA adalah IS-95, dikeluarkan tahun 1993 sedangkan
pelayanan komersilnya diawali tahun 1994 oleh US-West, dan selanjutnya
diikuti oleh PacTel dan Bell Atlantic ditahun 1995.

VIII.6.1 KAPASITAS CDMA SECARA UMUM

CDMA menggunakan spektrum frekuensi amat lebar yang dimanfaatkan


secara bersama oleh para pelanggan / pengguna tanpa pembagian waktu
maupun frekuensi.
CDMA akan mengisi seluruh spektrum dengan paket informasi / data yang
telah dikodekan sebagaimana diperlihatkan pada Gbr.IX-1.

Uplink or uplink CDMA RF


Carrier Channel (MHz)

……
N

. ………..
Time(sec)
5 ………..
t5
t4 4 ………..
t3 3 ………..
t2
2
t1
1 1 2 3 4 5 ……………M (PN Code)

Gbr.VIII-1: Teknologi CDMA dimana N bandwidth tersedia diisi oleh


spektrum paket informasi/data dgn mengunakan PN Code.

VIII-6
Pada Gbr.VIII-1 terlihat bahwa saat t1 ada sejumlah M paket informasi
yang megakses secara bersama, maka masing-masingnya diberi Pseudo
Noise (PN) Code yang berbeda-beda, sehingga total PN Code juga M.
Dari Gbr.VIII-1 juga terlihat ada N total kanal yang tersedia, dan setiap
paket spektrum akan menyebar / mengisi keseluruhan bandwidth dari N
kanal yang tersedia.
Dgn pemanfaatan TDM ( t1,t2 ,t3,t4,t5 ) kapasitas CDMA semakin meningkat

Kepadatan spektrum daya


(dBWatt/Hz)
10 11 12 14 16 18
| |

3 dB
| |
| | |
8
|
6
|

3 dB
4
2
|
0
|

BS
Frekuensi (Hz)

BSS
Gbr VIII-2: Spektrum sinyal informasi / data sebelum dan
Sesudah penyebaran

Ide dasar CDMA adalah mentransformasikan sinyal informasi dengan


bandwidth BS kedalam bandwidth yang lebih lebar BSS.
Dengan demikian setiap paket sinyal informasi yang telah dikodekan
selebar BS akan menempati keseluruhan bandwidth BSS sebagaimana
terlihat pada Gbr.VIII-2.

VIII-7
VIII.6.2 TEKNIK SPREADING SEBAGAI ANTI JAMMING

Usai Perang Dunia II, teknik spread spectrum terutama dikembangkan bagi
kepentingan komuniksi militer dengan tujuan anti jamming.
Spread Spectrum Multiple Access (SSMA) atau CDMA dalam aplikasinya
menggunakan teknik penyebaran spektrum.

Kriteria sebuah sistem yang menggunakan teknik ini adalah :


 Sinyal yang ditransmisikan menduduki lebar pita frekuesi yang lebih
besar dibanding dari informasinya.
 Penyebaran dilakukan dengan kode yg berdiri sendiri, tidak tergantung
dari data.

Secara garis besar teknik spreading dibedakan atas 2 macam, yakni:


1. Spectrum spreading , yang terdiri dari :
a. Direct Sequence Spread Spectrum
b. Frequency Hoping Spread Spectrum
2. Time spreading (Time hoping ).

VIII.6.2.a DIRECT SEQUENCE SPREAD SPECTRUM

Transmisi Direct Sequence Spread Spectrum punya pengaturan sbb.:


1. Spread spectrum adalah sebuah cara guna mengatur distribusi dari
energi frekuensi radio pada suatu bandwidth.
2. Sebuah pita sempit dari energi radio yang mengandung informasi / data
dimodulasikan sehingga berada dalam bandwidth yang jauh lebih lebar
dari spektrum semula.
3. Direct sequence menunjukkan bahwa informasi yang telah dikodekan
ke dalam bidang frekuensi selebar BSS , selanjutnya dimultipleks dan
ditransmisikan bersama sinyal informasi lainnya.
4. Seluruh informasi suara / data diidentifikasikan dengan kode Pseodo
Noise (PN) yang khas ke terminal bergerak.

1. Chips :
Dalam Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS) atau DS-CDMA, tiap
bit informasi disimbolkan oleh sejumlah kode bit yg disebut chips,yakni
total kanal frekuensi yg akan digunakan sebagai tempat pengkodean.

VIII-8
Sebagai contoh:
Suatu informasi yang ditransmisikan dgn kecepatan Rb = 10 KBPS
punya lebar pita BS = 10KHz.
Jika tiap bit-nya dikodekan dengan 100 chips (kanal), maka :

Kebutuhan lebar pita BSS = 100 x 10 KHz = 1 MHz.

2. Processing Gain (PG) / Spreading Factor


Processing Gain adalah perbandingan bandwidth spread spectrum
terhadap kecepatan bit informasi, secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:

PG = BSS / Rb …………………………………. VIII-1

PG merupakan salah satu parameter yang sering digunakan mengukur


unjuk kerja DS-CDMA.
Jika data diatas dimasukkan dalam rumus IX-1, maka diperoleh

PG = 1 (MHz) / 10 (KBPS) = 100 kali

= 10 log 100 = 20 dB

Processing Gain / Spreading Factor akan menentukan jumlah kanal /


pengguna yang dapat ditangani oleh sistem.

VIII.6.2.b FREQUENCY HOPPING SPREAD SPECTRUM

Sebuah FH-CDMA dalam sistemnya akan memiliki N kanal frekuensi yang


digunakan untuk menyelenggarakan suatu hubungan yang berpindah-
pindah (hopping) dengan suatu pola tertentu dalam N kanal tersebut.

Jika suatu informasi dengan bandwidth BC KHz akan menggunakan N


kanal hopping maka sebagaimana terlihat pada Gbr.VIII-3, bandwidth yang
diperlukan untuk mentransmisikan informasi tersebut dengan FH-CDMA
adalah W = N.BC (KHz)

VIII-9
W

BC Ka nal yang dipakai


pada waktu t

Ka nal untuk
hopping

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 No. kanal

Gbr.VIII-3: Bandwidth W dari teknologi FH-CDMA

Dalam FH-CDMA terdapat 2 macam pola hopping, yakni :


1. FAST HOPPING :
Merupakan pola lompatan yang akan melakuan perpindahan dua kali
atau lebih untuk setiap chipnya.
2. SLOW HOPPING
Merupakan pola lompatan yang akan melakukan satu perpindahan
untuk beberapa chips.

VIII.6.2.c TIME HOPPING / TIME SPECTRUM

R Rg Rg Rg Rg Rg Rg

1 2 3 4 5 6 6 3 4 5 1 2

t1 t2 t3 t4 t5 t6

T tn

a b
Gbr.VIII-4: Pengiriman sinyal informasi dengan Time Hopping
a. Sinyal informasi awal
b. Sinyal informasi setelah mengalami Time Hopping

VIII-10
Bila sejumlah informasi dengan kecepatan data R membutuhkan waktu
kirim dengan interval T, maka untuk pengakesan dengan metode time
hopping, informasi ini kemudian dibagi-bagi sebesar Rg tiap burst-nya
dengan tenggang waktu atau guard time tn , dikirim secara acak menurut
Pseudo Random atau Pseudo Noise yang dimilikinya, sebagaimana terlihat
pada Gbr.VIII-4.

VIII.6.3 PROSES END TO END SINYAL CDMA PADA SISTEM SELULER

S1(t-T1) G1(t-T1)+ S2(t-T1).G2(t-T1)

S1(t-T1)

BPF X1(t-T1)
MODEM

X1(t) S1(t) S1(t). G1(t) G1(t-T1) f0


A

f0 G1(t)
S1(t-T2) G1(t-T2)+ S2(t-T2).G2(t-T2)

X2(t) S2(t) S2(t). G2(t) S2(t-T2)


B
BPF X2(t-T2)
f0 G2(t)
G2(t-T2) f0

S1(t-T2) G1(t-T2) G2(t-T2) + S2(t-T2) { G2(t-T2) }2

Gbr.VIII-5: Proses end to end sistem CDMA di mana:


a. X1(t), X2(t) = sinyal informasi
b. S1(t), S2(t) = sinyal termodulasi
c. G1(t), G2(t) = PN Code
d. T1 , T2) = waktu tunda

VIII-11
Operasi end to end sistem CDMA yg diperlihatkan pada Gbr.VIII-5 terdiri
dari 1 Base Station dengan 2 kanal.
Sebelum sinyal informasi X1(t) dan X2(t) ditransmisikan dengan kecepatan
data R, terlebih dahulu harus dimodulasi oleh sinyal carrier f0 yang sama,
selanjutnya setelah sinyal termodulasi ini dikalikan dengan PN Code akan
diperoleh sinyal yang dipancarkan BTS, yakni :

 Output BTS yang berasal dari kanal 1 : S1(t). G1(t)


 Output BTS yang berasal dari kanal 2 : S2(t). G2(t)

Kedua penerima akan menangkap semua sinyal yang berasal dari BTS,
dan sinyal ini punya waktu tunda propagasi sebesar T detik. sehingga :

 Input penerima kanal 1 : S1(t-T1) G1(t-T1)+ S2(t-T1).G2(t-T1)


 Input penerima kanal 2 : S1(t-T2) G1(t-T2)+ S2(t-T2).G2(t-T2)

Melalui proses EXNOR, sinyal dipenerima akan dikalikan dengan PN


Code. Perkalian antara 2 PN Code akan memberikan hasil sbb.:

 Untuk PN Code yang sama : G1(t-T2) G1(t-T2) = 1


 Untuk PN Code yang berbeda : G1(t-T2) G2(t-T2) = 0

Selanjutnya setelah diliwatkan pada BPF akan diperoleh kembali sinyal


termodulasi S1(t-T1) dan S2(t-T2) .
Tahapan akhir dari proses adalah demodulasi S1(t-T1) dan S2(t-T2) dari
carrier f0 guna memperoleh kembali sinyal informasi X1(t), X2(t).

VIII.6.4 PEMBANGKIT KODE PSEUDO NOISE ( PN CODE )

Deret PN yang paling banyak dipakai adalah :


1. Maximal Length Shift Register (MLSR)
2. Deret M yang dapat dibangkitkan oleh shift register n tingkat.

Deret m lebih banyak digunakan karena mudah dibangkitkan dan memiliki


autokorelasi yang baik. Autokorelasi adalah derajat kesamaan antara kode
yang dibangkitkan dipengirim (Base Station) dengan replika kode tersebut
dipenerima.

VIII-12
Feedback

1 0 0 0
Output :
X1 X2 X3 X4
0001001101011111

Clock

Tg

Gbr.VIII-6: Pembangkit deret M dengan Shift Register 4 tingkat.

Gbr.VIII-6 memperlihatkan pembangkit kode PN. Dari gambar terlihat


bahwa 2 digit terakhir ( X3 dan X4 ) digabung dengan sebuah penambah
module 2 (gerbang XOR), kemudian diumpan balik sebagai masukan
berikutnya. Sedangkan deret yang dimaksud adalah digit-digit terakhir dari
keluaran yang dihasilkan.

Bila masukan awal : 1000


Maka keluaran : 1000 0100 0010 1001 1100 0110 1011 0101
1010 1101 1110 1111 0111 0011 0001 1000

Bila keluaran akhir sama dengan masukan awal, maka proses akan
berhenti atau akan berlangsung selama (2n – 1 ) kali.

Dapat disimpulkan :
 Panjang kode PN adalah 15 untuk kasus n = 4
 Deret PN adalah 0001 0011 0101 1111 , yang berasal dari nilai digit
akhir atau nilai X4
 Nilai PN yang dihasilkan memiliki perioda waktu :
TPN = LTC dimana L = 2n – 1
Deret PN yang dihasilkan disebut juga chip G(t).

VIII-13
VIII.6.5 SINKRONISASI TC

PN Code G1

PN Code G2

PN Code G1x G2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gbr.VIII-7: Autokorelasi dengan pergeseran 4 dimana G2 diperoleh


dengan menggeser G1 kekanan sejauh 4 bit untuk nilai
autokorelasi 0.460

Penerima harus mengatur agar terjadi sinkronisasi dgn pemancar (BTS).


Sinkronisasi ini dilakukan dengan mengadakan perhitungan autokorelasi
antara PN Code BTS dan MS dalam hal ini adalah G1(t) dan G2(t).
Autokorelasi adalah derajat korespondensi antara suatu deret dengan
deret itu sendiri yang digeser sepanjang waku tertentu.
Gbr.VIII-7 memperlihatkan contoh proses autokorelasi kode penyebar
dengan menggunakan N=15 chips.

VIII-14
Proses ini dilakukan dengan cara mengalikan PN Code yg ditransmisikan
dengan kode yang tergeser. Jika suatu PN Code bergeser sejauh N bit,
maka diperoleh nilai derajat korespondensi sebesar -1/N = –1/15 (minimal
N=1), sedangkan untuk PN Code yang tidak tergeser maka derajat
korespondensinya adalah 1 (maksimum), sebagaimana terlihat pada
Gbr.VIII-9
TC

PN Code G1

PN Code G1

PN Code G1x G2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gbr.VIII-9: Autokorelasi dengan pergeseran 0 dimana G2 diperoleh


dengan menggeser G1 kekanan sejauh 0 bit untuk nilai
autokorelasi 1,0

VIII-15
Untuk menentukan keadaan sinkron, penerima mengamati harga auto-
korelasi pada setiap pergeseran waktu sepanjang selang N chips.
Jika penerima belum mendeteksi harga maksimum autokorelasi, maka chip
akan terus digeser hingga mendapatkan harga maksimum autokorelasi.
Jika penerima telah mendeteksi harga maksimum autokorelasi, maka pada
saat itu terjadi keadaan sinkron antara pengirim (BTS) dan penerima (MS),
karena posisi kedua PN Code keduanya sudah tepat sama.
Dengan demikian barulah komunikasi dapat berlangsung.

VIII.6.6 PENINGKATAN KAPASITAS SELULER CDMA

Terdapat beberapa cara peningkatan kapasitas radio sistem seluler, dalam


hal ini adalah CDMA, yakni:
 Peningkatan dengan kontrol daya
 Penggunaan frequency reuse
 Pemanfaatan Voice Activation Factor ( VOX)
 Penggunaan sektorisasi antena

1. PENINGKATAN DENGAN KONTROL DAYA : m


Seluler CDMA secara unik didisain untuk bekerja dalam sistem seluler,
dengan tujuan utama memperoleh kapasitas yang besar.
Dalam CDMA, semua kanal trafik pd setiap sel dilayani oleh suatu kanal
radio frekuensi (RF). Dengan demikian pd sel yg punya m kanal suara ,
mk satu dari m kanal trafik tersebut adalah kanal yg diinginkan sedang
sisanya sejumlah (m-1) kanal hanyalah sebagai kanal penginterferensi
yang tidak dikehendaki.
Maka hal kunci dalam penerapan sistem CDMA adalah Eb/I0 (energi/bit
daya/Hz). Dalam perencanaan sistem, Eb/I0 tertentu diperoleh dengan
mempertimbangkan performansi sistem pd semua kecepatan kenderaan
dan kondisi lingkungan.
Pada persamaan VIII-2 terlihat hubungan antar C/I dengan Eb/I0 yakni:

C/I = ( Eb/I0 ) ( Rb/Bw ) ……………………………………………..VIII-2


dimana:
C/I = Perbandingan besar sinyal carrier dengan sinyal interferensi
Rb = Laju bit / detik (BPS)
Eb = Energi bit pada sinyal terima (Joule)
I0 = Rapat spektral noise ekivalen total ( Watt/Hz )
E0 /I0 = Perbandingan antara besar sinyal dengan dengan noise

VIII-16
A

Gbr.VIII-8 : Posisi MS(A) untuk kondisi interferensi terburuk


dalam analisis menurut CDMA

Nilai C/I sistem CDMA yang diterima MS pada lokasi A adalah :

C 1 R-4
= ….…….. VIII-3
I 1 (m1 -1)R + ( 2 m2 +3 m3 ) R + (2 R) + (2,633 R)
-4 -4 -4 -4

a b c d
dimana :
a = interferensi yang berasal dari sel sendiri
b = interferensi yang berasal dari 2 sel berdekatan
c = interferensi yang berasal dari 3 sel berjarak sedang
d = interferensi yang berasal dari 6 sel terjauh
 = 4 m4 + 5 m5 + 6 m6
 = 7 m7 + 8 m8 + 9 m9 + 10 m10 + 11 m11 + 12 m12
i = daya yang dipancarkan masing-masing kanal suara dalam sel
mi = adalah jumlah kanal maksimum per sel
i = ( 1 , 2, …12 )
 = daya yg dipancarkan dari sel berdekatan pd jarak 2R
 = daya yg dipancarkan dari sel berdekatan pd jarak 2,633R

Dari pers.VIII-2 dan VIII-3 diperoleh jumlah kanal maksimum per sel :

1 2 m2 +3 m3  
mi = +1 + + (2)-4 – (2,633)-4 maka :
C/ I 1 1 1

1
mi = +1 , dengan kontrol daya, sehingga interferensi sel berdekatan b = 0
C/ I

…………………………………………VIII-4

VIII-17
2. PENGGUNAAN FREQUENCY REUSE : F
Pada multi-cell dikenal adanya faktor pengulangan frekuensi yang
didefinisikan sebagai perbandingan total daya interferensi ( yg berasal
dari sel itu sendiri dan sel-sel tetangganya) dibagi dgn daya interferensi
dari sel-sel tetangganya.
Qualcomm menyatakan bahwa interferensi dari sel lain adalah 61%,
sehingga faktor penggunaan ulang frekuensi FCDMA =  1,6 .
Angka ini masih lebih kecil dibanding dengan FGSM = 4 dan FAMPS = 7.
Secara ideal F berharga 1.

1f
1e
6
5 7
1a 1
4 2
3 1d

1b
1c

Gbr VIII-9 : Cochannel cell dalam suatu kelompok sel

Faktor Pengulangan Frekuensi :

= { I(1) + I(1a) +I(1b) + I(1c) +I(1d) + I(1e) +I(1f) } / { I(1a) +I(1b) + I(1c) +I(1d) + I(1e) +I(1f) }

VIII-18
3. PEMANFAATAN VOICE ACTIVATION FACTOR : 
Mengingat kapasitas CDMA dibatasi oleh daya interferensi, maka dapat
disimpulkan bahwa bila suatu percakapan tidak selalu memancarkan
sinyal radio, interferensi dengan sendirinya akan turun.
Dari hasil pengukuran Bell Lboratories diketahui bahwa pengguna
hanya aktif selama (35-40)% dari waktu percakapan.
Angka ini dikenal sebagai Voice Activation Factor (VOX)  yang nilainya
sekitar 0,4 sehingga kapasitas bisa naik 2,5 kali.
Secara matematis , akan memberikan nilai dari m menjadi :

m = PG / { (Eb /IO) F  } ……………………………..…VIII-4

4. PENGGUNAAN SEKTORISASI ANTENA : G


Gilhouse melakukan perhitungan terhadap model 3 sektor (beamwidth
120) sehingga peningkatan kapasitas menjadi 3 kali, akan tetapi
karena terdapatnya overlapping cakupan antena, faktor peningkatan
kapasitas karena sektorisasi G = 2,55
Secara matematis :
m = PG G / (Eb /IO) ……………………………………..VIII-5

1200 1200

a. b.

Gbr VIII-10: Overlap karena adanya sektorisasi

VIII-19
CONTOH :
Misal parameter yang terdapat pada model DS-CDMA adalah :
Bw = 1,25 MHz = bandwidth
Rb = laju bit / detik = 8 KBPS dan
Eb/IO  7 dB sesuai dengan standard IS-95 bagi sistem CDMA .
Parameter lainnya adalah :
 = faktor akivitas pembicaraan = 40% = 0,4
G = sektorisasi 120 = 2,55
F = faktor reuse = 1,6
Hitunglah peningkatan kapasitas radio sistem CDMA.

PENYELESAIAN :

1. PENINGKATAN DENGAN KONTROL DAYA m

Karena Eb/IO = 7 dB = 5,012 kali , maka :


C/I = = ( Eb/I0 ) ( Rb/Bw )= 0,032
1
Berdasar rumus VIII-3: mi = + 1 = 32,25  32
C/ I
Tabel VIII-1: Hubungan ( Eb/I0 ) dengan jumlah kanal / sel
Eb/I0 C/I Mi
7 -14,94 32
8 -13,98 26
9 -12,92 21
10 -12,47 17
11 -10,92 13
12 -10,00 11
13 - 8,93 9
14 - 7,93 7

VIII-20
2. PENGGUNAAN FREQUENCY REUSE : F
FAMPS = 7 , FGSM = 4 , FCDMA = 1,6
Peningkatan kapasitas radio CDMA terhadap AMPS :
F = (7/1,6) X 100% = 437,5 % atau 4,38 kali
Peningkatan kapasitas radio CDMA terhadap AMPS :
F = (4/1,6) X 100% = 250% atau 2,50 kali

3. PEMANFAATAN VOICE ACTIVATION FACTOR : 


Peningkatan berdasar VOX, akan memberikan nilai dari m menjadi :
m = PG / { (Eb /IO) F  } = 77,94 kanal  78 kanal
Berarti peningkatan yang terjadi 78 / 31  248% = 2,48 kali

4. PENGGUNAAN SEKTORISASI ANTENA : G


Secara matematis :
m = PG G / (Eb /IO) = (156,25) ( 2,55 ) / ( 5,012)
= 79,497 kanal = 79 kanal.

VIII.6 PERBANDINGAN KAPASITAS KANAL AMPS, GSM DAN CDMA

1. AMPS
Total kanal = 1,25 106 / 3 104 = 41,667 kanal
Faktor reuse = 7
Kapasitas radio m = 41,667 / 7  6 kanal/sel

2. GSM
Total kanal = 1,25 106 / 2 105 = 6,25 kanal
Faktor reuse = 4
Kapasitas radio = 6,25 / 4 = 1,56 kanal/sel
Karena untuk setiap kanal terdapat 8 time slot (pengguna),
maka m = 1,56 x 8 = 13 pengguna/sel

VIII-21
3. CDMA
Total kanal m = (156,25 x 2,55 ) / ( 5,011x1,6 x 0,4 )  124 kanal
dimana:
Processing Gain = 156,25
Sektorisasi 1200 G = 2,55
Eb /IO = 5,012

CDMA : GSM : AMPS = 124 : 13 : 6 = 20 : 2 : 1

VIII-22

Anda mungkin juga menyukai