Anda di halaman 1dari 15

RANGKUMAN JOURNAL READING ANDRE

CASE REPORT PROBLEM SOLVING

“Pemberdayaan Masyarakat Desa Panjangrejo Bantul Yogyakarta sebagai


Upaya Mewujudkan Desa Sehat Gigi dan Mulut 2030”

Pembentukan Kader Kesehatan Gigi (KADEGI) merupakan wujud upaya


pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat yang mandiri dan berdaya. Kemandirian
masyarakat dalam bidang kesehatan merupakan perwujudan tanggung jawab masyarakat agar
hak-hak kesehatan masyarakat terpenuhi. Hak-hak kesehatan setiap anggota masyarakat adalah
hak untuk dilindungi dan dipelihara kesehatannya tanpa terganting pada pihak lain, baik
pemerintah maupun organisasi masyarakat (Notoatmodjo, 2007). Upaya pemberdayaan dengan
membentuk KADEGI diharapkan menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi. Pemberdayaan
masyarakat pada hakikatnya merupakan penciptaan suasan atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang.

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses partisipatif yang memberikan


kepercayaan dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengkaji tantangan utama pembangunan
dan mengadakan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mengatasi permasalahan di masyarakat
(Mardikantoro et,al, 2012). Pengembangan sumber daya manusia melalui “bina manusia” mejadi
langkah awal upaya peningkatan kemampuan masyarakat. Kegiatan bina manusia ini difokuskan
pada dua hal yaitu peningkatan kemampuan masyarakat dan posisi tawar masyarakat.
Peningkatan kemampuan masyarakat adalah peningkatan kemampuan individu mencakup ranah
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik).

Pelatihan KADEGI dengan memberikan bekal Pendidikan kesehatan gigi dan mulut serta
keterampilan deteksi dini penyakit gigi dan mulut merupakan upaya peningkatan kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan. Pelatihan KADEGI ini menekankan potensi para KADEGI agar
mampu melakukan tiga hal yaitu mengedukasi kesehatan gigi, mendeteksi dini penyakit gigi dan
mulut, serta merujuk hasil deteksi dini ke puskesmas. Edukasi kesehatan gigi atau Pendidikan
kesehatan gigi merupakan suatu kegiatan yang terencana yang bertujuan mengubah pengetahuan,
sikap, persepsi, atau perilaku seseorang (Smet. 1994). Kegiatan edukasi kesehatan gigi yang
dilakukan oleh KADEGI adalah penyuluhan. Penyuluhan kesehatan gigi oleh para KADEGI
dilakukan bersamaan dengan kegiatan posyandu. penyuluhan kesehatan gigi merupakan kegiatan
pemberian pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut dengan harapan ada perubahan
perilaku kearah sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Herijuliati,
2000).

JOURNAL CASE REPORT PROMOSI KESEHATAN

“PROMOSI KESEHATAN DENGAN POLA ASAH, ASIH DAN ASUH DALAM


MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MENYIKAT GIGI PADA ANAK USIA DINI DI
TK KHALIFAH 2 JAMBI TAHUN 2019”

Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang dapat dihindari dengan
melakukan perawatan sejak dini. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan pola asah, asih
dan asuh sangat efektif untuk meningkatkan kemandirian anak usia dini dalam memelihara
kesehatan gigi dan mulut. Salah satu kemandirian anak dapat dilihat melalui kegiatan sehari-
hari yaitu menanamkan kemandirian pada anak usia dini dilakukan melalui kebersihan diri.
Kemandirian kebersihan diri anak usia dini dapat dilakukan seperti menyikat gigi sendiri.
Menanamkan kemandirian anak dalam menyikat gigi dapat diajarkan melalui pola asah, asih
dan asuh yakni mengenalkan dan memberikan contoh langsung alat yang digunakan untuk
kebersihan diri seperti sikat gigi (asah). Kegiatan tersebut dilakukan dengan bersikap yang
lemah lembut, selalu memberi perhatian kasih sayang dalam mengajarkan (asih), selain itu
harus memberikan kesempatan kepada anak untuk mengulangi kegiatannya sampai bisa dan
melakukan latihan-latihan dengan suasana yang menyenangkan (asuh).

Pendekatan yang dikembangkan dengan pola asah, asih dan asuh dipilih karena anak usia
dini akan lebih mudah mengenal, lebih dekat dan lebih bisa menyikat gigi serta merupakan
cara yang baik dalam meningkatkan kemandirian anak usia dini menyikat gigi. Masa anak
usia dini merupakan masa yang sangat tepat untuk meletakkan dasar- dasar pengembangan
kemampuan anak, karena pada masa ini anak mudah sekali meniru apa yang mereka lihat,
dengar dan akan melekat di memori anak. Dunia kognitif anak anak usia dini yang bersifat
kreatif dan penuh imajinasi membuat anak suka menemukan hal-hal baru, sehingga informasi
yang diberikan kepada anak secara berulang-ulang akan tersimpan dalam waktu yang lama.
Metode dan media edukasi kesehatan yang tepat diperlukan untuk meningkatkan motivasi
anak usia prasekolah dalam mencegah terjadinya penyakit. Edukasi kesehatan gigi ada dua
jenis metode yang dapat digunakan yang pertama metode one way methode yang meliputi
metode ceramah, siaran melalui radio, pemutaran film/video/slide, penyebaran selebaran, dan
pameran. Metode kedua yaitu metode two way methode (didaktik) meliputi wawancara,
demontrasi, sandiwara dengan boneka, stimulasi, curah pendapat, permainan peran
(bermain), dan tanya jawab. Efek edukasi dan rangsangan dini pada anak-anak semakin
mendapat pengakuan dan penting.

Metode edukasi dengan bermain peran dan alat edukasi yang lain dapat dijadikan sebagai
alat peraga dalam pendidikan kesehatan gigi untuk anak. Hal ini bertujuan agar anak tidak
merasa bosan terhadap cerita dan anak dapat menangkap pesan yang disampaikan dalam
cerita dengan baik.

JOURNAL SURVEI WHO DAN KUISIONER

“KESIAPSIAGAAN REMAJA DALAM MENGHADAPI WABAH COVID-19”

Pada awal tahun 2020, dunia dikejutkan dengan satu wabah penyakit yang disebut virus
korona (Covid-19) yang penyebaran infeksinya berangsur sangat cepat setiap harinya dan
hampir menyebar ke seluruh belahan dunia. Kasus positif covid di Indonesia telah melonjak
pesat sejak bulan Maret tercatat dalam angka ratusan(KEMETRIAN KESEHATAN RI,
2020) pada minggu kedua Mei telah mencapai belasan ribu orang dengan kematian diatas
seribu (Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional, 2020). Kesiapsiaggan didefinisikan
sebagai kesiapan dalam bentuk upaya menghadapi bencana yang telah dilakukan dengan
langkah-langkah efektif (Mardiatno, 2018). Hal-hal yang perlu dalam kesiapsiagaan adalah
pengetahuan tentang ancaman yang terjadi disekitar, mengetahui cara melindungi diri dan
melakukan upaya perlindungan diri dan orang lain serta faktor dukungan dari orang terdekat
dan lingkungan (BNPB, 2018).
Rata-rata tingkat pengetahuan remaja tentang covid 19 dalam penelitian ini tergolong
moderat (69,67) nilai pengetahuan memiliki rentang rendah (35) sampai tinggi (90).
Pengetahuan merupakan informasi yang diperoleh tentang objek yang diterima melalui
reseptor sensori dan diproses disistem saraf pusat. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, sumber informasi, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia
(Yuliana, 2017). Perkembangan kognitif pada remaja sangatlah cepat, namun setiap remaja
belajar dan menerima informasi dengan cara yang berbeda. Sehingga penting mengetahui
cara belajar yang paling tepat per individu untuk mendapatkan pengetahuan maksimal akan
apa yang dipelajari (U.S. Department of Health and human Services, 2018). Sebuah survey
yang dilakukan oleh UNICEF 4000 remaja terkait covid-19 menunjukkan masih ada remaja
(25%) yang tidak tahu sama sekali tentang covid 19. Masa remaja merupakan fase dimana
hubungan social dengan teman sangatlah penting. Sehingga anjuran untuk tinggal dirumah
dapat menjadi tekanan emosional bagi remaja (Volkin, 2020). Remaja yang berasal dari
keluarga ekonomi rendah mungkin juga mengalami kesulitan untuk belajar online, karena
kurang kuota internet (Aprilia, 2020; Jannah, 2020). Membentuk kebiasaan hidup sehat yang
baru pada masa covid membutuhkan dukungan keluarga dan orang terdekat. Perlu kerjasama
semua pihak dalam meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap covid. Selain itu
ketersediaan fasilitas cuci tangan dirumah dan ditempat umum sangat diperlukan.
Penggunaan masker dan menjaga jarak saat berada diluar rumah diwajibkan oleh pemerintah.
Hal-hal ini merupakan dukungan terhadap upaya memutus jaringan penyebaran covid
(Disperkim, 2020; Farisa, 2020).
Kesiapsiaggaan sangat tinggi dalam menghadapi bencana pada mahasiswa didukung oleh
tingkat pengetahuan yang tingi pula. Semakin tinggi pengetahuan mahasiswa semakin tinggi
kesiapsiagaan (Kurniawati & Suwito, 2019; Rofifah, 2019). Beberapa faktor seperti persepsi
terhadap resiko, kecemasan dan kewaspadaan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan (Salasa et
al., 2017). Mengingat remaja mengalami perkembangan fisik, mental dan cognitive yang
pesat, dukungan keluarga sangat dibutuhkan untuk kesiapan diusia ini (U.S. Department of
Health and human Services, 2018; Youth.Gov, n.d.).
JOURNAL READING KEBIJAKAN GLOBAL FAKTOR RESIKO MASALAH
KEGILUT

“NUTRISI DAN KESEHATAN GIGI-MULUT PADA ANAK”

Nutrisi merupakan salah satu komponen penting terhadap kesehatan gigi-mulut,dan


beberapa jenis nutrient telah diketahui berperan lebih terhadap kesehatan gigi-mulut. Kalsium,
fluor, fosfor dan vitamin D merupakan komponen penting dalam pembentukan struktur dan
menjaga kesehatan gigi. Selain itu, vitamin C dan beberapa jenis vitamin lainnya juga dapat
menjaga kesehatan mukosa mulut melalui perannya dalam pembentukan kolagen. Kekurangan
makronutrien, mikronutrien, maupun berbagai jenis vitamin tertentu dapat berdampak pada
terganggunya kesehatan gigi-mulut. Nutrisi selain memberi manfaat terhadap kesehatan gigi-
mulut ternyata dapat juga menimbulkan masalah pada kesehatan mulut.

Berdasarkan sifatnya dalam memicu karies, makanan dapat digolongkan menjadi


tiga kelompok yaitu anti kariogenik, kariogenik, dan kariostatik. Klasifikasi makanan ini
penting untuk pengembangan intervensi dalam modifikasi kebiasaan makan yang
berhubungan dengan risiko karies gigi. Makanan yang dikelompokkan sebagai anti-
kariogenik adalah makanan yang dapat meningkatkan pH saliva pada tingkat basa untuk
menunjang dan menjaga remineralisasi enamel. Jenis makanan yang termasuk dalam
kelompok ini adalah susu dan produknya seperti keju. Sementara itu, kelompok makanan
kariostatik adalah makanan yang tidak dimetabolisme oleh mikroorganisme di dalam mulut
dan tidak menyebabkan penurunan pH saliva kurang dari 5.5 dalam 30 menit. Makanan yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain telur, daging, ikan, dan sebagian besar sayur-
sayuran.
ASI ekslusif selama 6 bulan pertama tidak memberikan dampak peningkatan insiden
karies pada anak. Sebaliknya, penelitian di Qatar memberikan hasil bahwa pemberian susu
formula pada bayi dapat meningkatkan risiko karies pada anak. anak yang sering
mengonsumsi makanan ringan di antara waktu makan juga lebih banyak yang mengalami
karies gigi.
Penelitian sistematic review menunjukkan bukti konsisten yang mendukung hubungan
antara jumlah konsumsi gula dan perkembangan karies. Bukti menunjukkan kejadian karies
gigi ditemukan lebih rendah bila asupan gula kurang dari 10%. Analisis data menunjukkan
bahwa membatasi asupan gula kurang dari 5% dalam diet bermanfaat untuk menurunkan
risiko karies gigi. Beberapa jenis makanan dan minuman telah diketahui mengandung kadar
gula tinggi. Makanan dan minuman tersebut antara lain gula dan sirup (kadar gula mencapai
100%), minuman bersoda dan bubuk minuman (96%), permen dan coklat (93%), buah-
buahan kering (81%), kue dan pie (71%).
Penelitian di Polandia yang melibatkan 225 anak dengan usia 7 dan 12 tahun yang dipilih
secara acak menunjukkan frekuensi karies gigi pada anak dengan gizi baik usia 7 tahun
82,2%, sedangkan pada anak usia 12 tahun 53,2%. Pada anak 7 tahun dengan gizi lebih dan
kurang, prevalensi karies 95,0 % dan 90.9%, sementara pada anak usia 12 tahun 84,2% dan
50,0%. Survei ini memberikan kesimpulan bahwa prevalensi karies gigi lebih banyak
ditemukan pada anak dengan gizi lebih. Hal ini sesuai dengan penelitian di Qatar yang
menunjukkan bahwa anak dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari persentil 95 (gizi
lebih) memiliki risiko mengalami karies gigi yang lebih tinggi dibanding anak dengan IMT
kurang dari persentil 85.
Beberapa nutrien yang berperan dalam menunjang kesehatan gigi-mulut pada anak, yaitu
- Probiotik
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa keseimbangan antara bakteri yang bermanfaat dan
bakteri pathogen penting dalam menjaga kesehatan mulut.
- Suplemen fluor dan silitol
Manfaat pemberian suplemen fluor dalam bentuk tablet, permen karet, atau drop dapa
meningkatkan pencegahan karies pada anak. . Penggunaan silitol dalam pencegahan karies
juga masih kontroversi. Banyak organisasi kesehatan di dunia mendukung rekomendasi
penggunaan silitol pada populasi yang mempunyai risiko karies gigi.
- Jus buah-buahan
jus jeruk, mangga, delima, apel, dan semangka tidak memiliki efek erosif pada
enamel gigi manusia dan mengandung fluor dan fosfor yang tinggi sehingga
dikelompokkan dalam kariostatik.
Pencegahan karies gigi terkait nutrisi yang dapat dilakukan antara lain,

- Menghindari kebiasaan mengonsumsi makanan yang bersifat kariogenik seperti: gula,


sirup, minuman bersoda, permen, coklat, manisan, kue, dll.
- Mencegah obesitas pada anak dengan pengaturan pola diet, kebiasaan, dan olahraga.
- Menerapkan kebiasaan pola makan teratur sesuai jadual dan mengurangi
mengkonsumsi makanan ringan diantara waktu makan.
- Mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium, fluor dan vitamin D yang tinggi.

JOURNAL READING PRIORITAS MASALAH PUSKESMAS

“ANALISIS PROGRAM KEGIATAN USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS)


DI PUSKESMAS HALMAHERA”

Departemen Kesehatan telah memprogramkan upaya promotif dan preventif untuk anak
usia sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Upaya promotif dan preventif
paling efektif dilakukan dengan sasaran anak sekolah dasar, karena perawatan kesehatan gigi
harus dilakukan sejak dini dan dilakukan secara kontinyu agar menjadi suatu kebiasaan. Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) adalah salah satu usaha pokok Puskesmas yang termasuk
dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Termasuk di dalam program UKGS adalah pelaksanaan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada murid-murid sekolah dasar, yaitu meliputi dental health
education dan pemeriksaan gigi dan mulut (Darwita, 2006).

Aalisa faktor-faktor penyebab dari masalah utama dianalisa dengan menggunakan metode
6M : Man (sumber daya manusia),Money (anggaran dana), Material (sarana),Machine
(prasarana), Method (metode/cara) dan Market (lingkungan).
Prioritas Pemecahan dianalisis melalui metode SWOT. Metode ini menjabarkan kekuatan
(strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) yang
dapat muncul sebagai implikasi pelaksanaan prioritas pemecahan masalah.
Kekuatan (strength)
Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah ini memiliki kekuatan atau kelebihan sebagai
berikut :
- Pihak Puskesmas berkewajiban untuk melaksanakan kegiatan UKGS sesuai dengan
pedoman.
- Tersedianya dana tambahan dari pihak terkait.
- Semua murid akan menerima pelayanan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan
pedoman UKGS 2012.
- Target UKGS bisa tercapai sesuai dengan pedoman UKGS 2012.
- Kegiatan UKGS bisa terlaksana secara berkesinambungan.

Kelemahan (weakness)
Kekurangan dari prioritas alternative pemecahan masalah ini diantaranya :
a) lamanya proses keputusan kebijakan.
b) Butuh dukungan dari berbagai stokeholder

Kesempatan (opportunity)
Pelaksanaan prioritas pemecahan masaalah ini dapat menghasilkan kemungkinan yang
positif untuk memperbaiki sistem yang ada, diantaranya :
- Mendapat dukungan dari Puskesmas
- Pelaksanaan UKGS dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut sesuai
dengan Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan Nomor:
HK.02.04/II/963/2012.

Ancaman (threat)
- Ketidakpedulian petugas puskesmas terhadap adanya kebijakan. Beragam perbedaan
pola pikir setiap individu menjadi salah satu ancaman berjalannya kebijakan
tersebut.
- Kurangnya kesadaran orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut.

JOURNAL READING OBSERVASI FASYANKES SEKUNDER/TERSIER

“Studi Deskriptif Tentang Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Umum Dr.

Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto Pasca Menjadi Rumah Sakit Tipe B”

Mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dasar penduduk Indonesia
disamping pelayanan pendidikan dan perlindungan hukum. Kesehatan menjadi issu penting
terkait dengan dampak akan perubahan lingkungan akibat perkembangan dunia saat ini.
Pelayanan publik (public service) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara
sebagai abdi masyarakat di samping abdi negara. Menurut Setijaningrum pelayanan publik
(public service) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi
masyarakat disamping sebagai abdi negara.

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan
kesehatan kepada masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo
Notoatmojo adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotive (peningkatan kesehatan ) dengan sasaran
masyarakat. Sumber daya kesehatan, terdiri dari sumber daya manusia kesehatan (tenaga
kesehatan yaitu dokter, apoteker, bidan, perawat) & sarana kesehatan (antara lain rumah sakit,
puskesmas, poliklinik, tempat praktik dokter).

Berikut macam-macam dari pelayanan kesehatan :


a. Pelayanan kesehatan primer
Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan yang bersifat pelayanan yang
bersifat dasar, merupakan rujukan pertama pelayanan kesehatan yang mudah
terjangkau oleh masyarakat di lingkungannya dan dilakukan bersama masyarakat.
b. Pelayanan kesehatan sekunder
Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan
bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan
kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah rumah
sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia
terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan
rumah sakit kelas A.
Dalam kenyataan sebenarnya tidak mudah untuk mendeskripsikan kualitas secara tepat
yang umum digunakan dalam mengukur kualitas pelayanan dengan menggunakan
instrumen SERVQUAL(Service Quality). 5 dimensi kualitas jasa pelayanan yang
digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan yaitu :

1. Reliability, is ability to perform the promised service dependably and accurated.


Yang dimaksud dengan Reliability adalah kemampuan untuk menyelenggarakan
pelayanan secara handal dan akurat. Hal ini merujuk pada konsistensi
penyelenggaraan layanan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Kepastian dalam
pelayanan merupakan sebuah keharusan sebab pada sisi inilah akan dibina rasa
kepercayaan antara pengguna layanan dengan organisasi penyedia layanan. Oleh
karenanya konsistensi pelayanan merupakan sebuah kondisi yang hendaknya hadir
dalam setiap penyelenggaraan pelayanan.

2. Responsiveness adalah kesediaan untuk membantu pengguna layanan dan


menyelenggarakan pelayanan tepat waktu. Hal ini merujuk pada ketanggapan dari
petugas pelayanan dalam meningkatkan rasa kenyamanan pengguna layanan.
Meskipun organisasi publik tidak menghadapi masalah dengan kekhawatiran akan
kehilangan pelanggan akan tetapi dalam negara demokrasi masyarakat adalah fokus
perhatian dari penyelenggaraan pemerintahan.

3. Assurance adalah pengetahuan dan keramahan petugas pemberi layanan serta


kemampuan mereka untuk menginspirasi kepercayaan dan kenyamanan bagi
pengguna layanan.
4. Empathy (perhatian), didefinisikan sebagai respons afektif dan kognitif yang
kompleks pada distres emosional orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk
merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba
menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.

5. Tangibles (bukti fisik) adalah fasilitas fisik, perlengkapan dan penampilan petugas
pelayanan. Aspek ini berkaitan dengan hal-hal yang terlihat dalam pelayanan seperti
fasilitas ruang tunggu, system komputerisasi yang berjaring sehingga memudahkan
alur informasi dan lain sebagainya. Tentunya semakin baik bekerjanya alat-alat
tersebut dan dapat diandalkan menurut persepsi pengguna layanan maka akan
mempengaruhi penilaian terhadap kualitas pelayanan.

Tiga kondisi yang mengekspresikan kepuasan pengguna layanan terhadap pelayanan


yang diterima, yaitu :

1. When ES (Expected Service) > PS (Perceived Service) / ES > PS


Saat harapan (Expected Service) pengguna layanan lebih besar daripada persepsi (
Perceived Service) terhadap pelayanan yang diperoleh maka pengguna layanan akan
merasa tidak puas terhadap pelayanan.

2. When ES = PS
Pada saat harapan pengguna layanan sesuai dengan persepsi terhadap pelayanan
yang diperoleh maka pengguna layanan akan merasa puas

3. When ES < PS
Pada saat harapan pengguna layanan lebih rendah dari persepsi terhadap
pelayanan yang diperoleh, maka hal tersebut menjadi kejutan yang menyenangkan
bagi pengguna layanan.

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan rawat darurat. Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, dijelaskan rumah sakit
dibedakan menjadi 2 yakni rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit
umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit. Sedangkan yang disebut rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu,
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.
Berdasarkan kelasnya rumah sakit umum dikatedorikan ke dalam 4 kelas mulai dari
A,B,C,D. Keempat kelas rumah sakit umum tersebut mempunyai spesifikasi dan
kemampuan yang berbeda dalam kemampuan memberikan pelayanan kesehatan, keempat
rumah sakit tersebut diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit tipe A
Merupakan rumah sakit tipe teratas yang merupakan rumah sakit pusat dan
memiliki kemampuan pelayanan medik yang lengkap. Rumah sakit umum tipe A
sekurang-kurangnya terdapat 4 pelayanan medik spesialis dasar yang terdiri dari :
pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak , bedah dan obstetri dan ginekologi.

b. Rumah Sakit tipe B


Merupakan rumah sakit yang masih termasuk dalam pelayanan kesehatan tingkat
tersier yang lebih mengutamakan pelayanan subspesialis. Juga menjadi rujukan
lanjutan dari rumah sakit tipe C.

c. Rumah Sakit tipe C


Adalah rumah Sakit yang merupakan rujukan lanjutan setingkat diatas dari dari
pelayanan kesehatan primer. Pelayanan yang diberikan sudah bersifat spesialis dan
kadang juga memberikan pelayanan subspesialis.

d. Rumah Sakit tipe D


Merupakan rumah sakit yang menyediakan pelayanan medis dasar, hanya sebatas
pada pelayanan kesehatan dasar yakni umum dan kesehatan gigi. Mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis paling sedikit 2 pelayanan medis dasar.
Journal Sistem Informasi Kesehatan

“EVALUASI SISTEM INFORMASI KESEHATAN PUSKESMAS KOTA

MATSUM DI MEDAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN INSTRUMEN

HEALTH METRICS NETWORK”

Kementerian Kesehatan RI berupaya untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan


Indonesia dengan membuat Sistem Informasi Kesehatan Nasional, program ini dilakukan demi
tersedianya informasi yang bermanfaat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam
melaksanakan program Kesehatan. Hasil penelitian Hartono (2007) memperlihatkan bahwa dari
enam komponen dan standar SIK, lima diantaranya dinilai “ada tapi tidak adekuat” yaitu sumber
daya (47%), indicator (61sumber data (51%), kualitas data (55%), dan diseminasi dan
penggunaan. informasi (57%). Evaluasi pelaksanaan peta jalan SIK dilakukan pada tahun 2011
sampai dengan 2014 kemudian ditemukannya masalah untuk mencapai target yang diinginkan
salah satunya terbatasnya pembiayaan adalah yang menjadi penghambat pelaksanaan kegiatan.
Permasalahan yang muncul dalam menjalankan SIK mengenai kemampuan sumber daya dalam
mengelola SIK yang masih terbatas, data dan informasi serta indicator belum dijalankan dengan
baik, kemampuan sumber data dalam menyediakan data maupu informasi masih lemah, belum
efektif dan efisiennya dalam kegiatan pengumpulan, pengolahan dan analisis serta informasi, dan
dalam mendukung sumber daya khususnya pada bagian teknologi informasi dan komunikasi
serta sarana prasarana, peningkatan dan pengembangan mutu SIK masih belum optimal, dan juga
data dan informasi yang dihasilkan dari SIK belum digunakan sepenuhnya dalam pembangunan
kesehatan nasional (Permenkes RI, 2015).

Kemenkes RI (2012) menyatakan bahwa pada tahun 2007, Pusat Data dan Informasi
telah melakukan evaluasi SIK dengan menggunakan perangkat Health Metricts Network-World
Health Organization (HMN-WHO). Health Metrics Network (HMN) ini merupakan assessment
tool yang digunakan untuk menilai dan mengevaluasi sistem informasi kesehatan disuatu daerah
atau negara. Evaluasi ini meliputi 6 komponen utama SIK yaitu sumber daya (meliputi
pengelolaan dan sumber daya), indikator, sumber data, manajemen data (pengumpulan;
pengolahan dan analisis data), kualitas data, diseminasi dan penggunaan data.

Pelaksanaan SIK pada puskesmas lebih dilaksanakan dengan melakukan kerja sama degan
lintas sektor hal ini dikarenakan data yang digunakan merupakan data yang bersumber dari
survei maupun sensus serta keterlibatan lintas sektor yang memiliki terkait kesehatan
lingkungan, iklim, cuaca, data kesehatan terkait pariwisata, kegiatan lalulintas
kendaraan/transportasi, ketenagakerjaan, terkait masalah sosial, hokum dan lain-lain. Kerja
ganda atau mengambil dua tanggung jawab sering dilakukan oleh petugas SIK sehingga dalam
menjalankan tanggung jawabnya dalam menjalankan SIK memiliki kendala waktu dan tidak
optimal menjalankannya. Untuk mencapai sangat memadai peneliti menyarankan kepada
Puskesmas Kota Matsum untuk komponen sumber daya untuk ditingkatkan lagi dalam sumber
daya manusia yang mengelolah SIK dan sumber daya mampu menggunakan peralatan SIK
dengan semaksimal mungkin, dan diharapkan agar peralatan yang digunakan untuk pelaksana
SIK dapat dipenuhi sehingga SIK dapat berjalan sesuai dengan pedoman pelaksanaan.
Komponen Sumber Data bisa mencapai sangat memadai dengan cara melaksanakan sensus
kepada masyarakat secara rutin dan melakukan pencatatan serta pelaporan dat secara teratur
sehingga data-data bisa secara tepat waktu dandata data kesehatan bisa diterima oleh masyarakat.
Komponen manejemen data masih sangat perlu ditingkatkan, meskipun telah mencapai kategori
memadai tetapi masih sangat jauh untuk mencapai kategori sangat memadai. Hal ini berarti
masih perlunya parbaikan dalam pengolahan pada komponen manajemen data dengan cara
melakukan pengumpulan data-data dengan teratur dan memiliki tempat khusus sebagai
penyimpanan data-data kesehatan sehingga data-data kesehatan mudah disediakan setiap kali
dibutuhkan data tersebut.

Anda mungkin juga menyukai