Pelatihan KADEGI dengan memberikan bekal Pendidikan kesehatan gigi dan mulut serta
keterampilan deteksi dini penyakit gigi dan mulut merupakan upaya peningkatan kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan. Pelatihan KADEGI ini menekankan potensi para KADEGI agar
mampu melakukan tiga hal yaitu mengedukasi kesehatan gigi, mendeteksi dini penyakit gigi dan
mulut, serta merujuk hasil deteksi dini ke puskesmas. Edukasi kesehatan gigi atau Pendidikan
kesehatan gigi merupakan suatu kegiatan yang terencana yang bertujuan mengubah pengetahuan,
sikap, persepsi, atau perilaku seseorang (Smet. 1994). Kegiatan edukasi kesehatan gigi yang
dilakukan oleh KADEGI adalah penyuluhan. Penyuluhan kesehatan gigi oleh para KADEGI
dilakukan bersamaan dengan kegiatan posyandu. penyuluhan kesehatan gigi merupakan kegiatan
pemberian pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut dengan harapan ada perubahan
perilaku kearah sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Herijuliati,
2000).
Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang dapat dihindari dengan
melakukan perawatan sejak dini. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan pola asah, asih
dan asuh sangat efektif untuk meningkatkan kemandirian anak usia dini dalam memelihara
kesehatan gigi dan mulut. Salah satu kemandirian anak dapat dilihat melalui kegiatan sehari-
hari yaitu menanamkan kemandirian pada anak usia dini dilakukan melalui kebersihan diri.
Kemandirian kebersihan diri anak usia dini dapat dilakukan seperti menyikat gigi sendiri.
Menanamkan kemandirian anak dalam menyikat gigi dapat diajarkan melalui pola asah, asih
dan asuh yakni mengenalkan dan memberikan contoh langsung alat yang digunakan untuk
kebersihan diri seperti sikat gigi (asah). Kegiatan tersebut dilakukan dengan bersikap yang
lemah lembut, selalu memberi perhatian kasih sayang dalam mengajarkan (asih), selain itu
harus memberikan kesempatan kepada anak untuk mengulangi kegiatannya sampai bisa dan
melakukan latihan-latihan dengan suasana yang menyenangkan (asuh).
Pendekatan yang dikembangkan dengan pola asah, asih dan asuh dipilih karena anak usia
dini akan lebih mudah mengenal, lebih dekat dan lebih bisa menyikat gigi serta merupakan
cara yang baik dalam meningkatkan kemandirian anak usia dini menyikat gigi. Masa anak
usia dini merupakan masa yang sangat tepat untuk meletakkan dasar- dasar pengembangan
kemampuan anak, karena pada masa ini anak mudah sekali meniru apa yang mereka lihat,
dengar dan akan melekat di memori anak. Dunia kognitif anak anak usia dini yang bersifat
kreatif dan penuh imajinasi membuat anak suka menemukan hal-hal baru, sehingga informasi
yang diberikan kepada anak secara berulang-ulang akan tersimpan dalam waktu yang lama.
Metode dan media edukasi kesehatan yang tepat diperlukan untuk meningkatkan motivasi
anak usia prasekolah dalam mencegah terjadinya penyakit. Edukasi kesehatan gigi ada dua
jenis metode yang dapat digunakan yang pertama metode one way methode yang meliputi
metode ceramah, siaran melalui radio, pemutaran film/video/slide, penyebaran selebaran, dan
pameran. Metode kedua yaitu metode two way methode (didaktik) meliputi wawancara,
demontrasi, sandiwara dengan boneka, stimulasi, curah pendapat, permainan peran
(bermain), dan tanya jawab. Efek edukasi dan rangsangan dini pada anak-anak semakin
mendapat pengakuan dan penting.
Metode edukasi dengan bermain peran dan alat edukasi yang lain dapat dijadikan sebagai
alat peraga dalam pendidikan kesehatan gigi untuk anak. Hal ini bertujuan agar anak tidak
merasa bosan terhadap cerita dan anak dapat menangkap pesan yang disampaikan dalam
cerita dengan baik.
Pada awal tahun 2020, dunia dikejutkan dengan satu wabah penyakit yang disebut virus
korona (Covid-19) yang penyebaran infeksinya berangsur sangat cepat setiap harinya dan
hampir menyebar ke seluruh belahan dunia. Kasus positif covid di Indonesia telah melonjak
pesat sejak bulan Maret tercatat dalam angka ratusan(KEMETRIAN KESEHATAN RI,
2020) pada minggu kedua Mei telah mencapai belasan ribu orang dengan kematian diatas
seribu (Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional, 2020). Kesiapsiaggan didefinisikan
sebagai kesiapan dalam bentuk upaya menghadapi bencana yang telah dilakukan dengan
langkah-langkah efektif (Mardiatno, 2018). Hal-hal yang perlu dalam kesiapsiagaan adalah
pengetahuan tentang ancaman yang terjadi disekitar, mengetahui cara melindungi diri dan
melakukan upaya perlindungan diri dan orang lain serta faktor dukungan dari orang terdekat
dan lingkungan (BNPB, 2018).
Rata-rata tingkat pengetahuan remaja tentang covid 19 dalam penelitian ini tergolong
moderat (69,67) nilai pengetahuan memiliki rentang rendah (35) sampai tinggi (90).
Pengetahuan merupakan informasi yang diperoleh tentang objek yang diterima melalui
reseptor sensori dan diproses disistem saraf pusat. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, sumber informasi, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia
(Yuliana, 2017). Perkembangan kognitif pada remaja sangatlah cepat, namun setiap remaja
belajar dan menerima informasi dengan cara yang berbeda. Sehingga penting mengetahui
cara belajar yang paling tepat per individu untuk mendapatkan pengetahuan maksimal akan
apa yang dipelajari (U.S. Department of Health and human Services, 2018). Sebuah survey
yang dilakukan oleh UNICEF 4000 remaja terkait covid-19 menunjukkan masih ada remaja
(25%) yang tidak tahu sama sekali tentang covid 19. Masa remaja merupakan fase dimana
hubungan social dengan teman sangatlah penting. Sehingga anjuran untuk tinggal dirumah
dapat menjadi tekanan emosional bagi remaja (Volkin, 2020). Remaja yang berasal dari
keluarga ekonomi rendah mungkin juga mengalami kesulitan untuk belajar online, karena
kurang kuota internet (Aprilia, 2020; Jannah, 2020). Membentuk kebiasaan hidup sehat yang
baru pada masa covid membutuhkan dukungan keluarga dan orang terdekat. Perlu kerjasama
semua pihak dalam meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap covid. Selain itu
ketersediaan fasilitas cuci tangan dirumah dan ditempat umum sangat diperlukan.
Penggunaan masker dan menjaga jarak saat berada diluar rumah diwajibkan oleh pemerintah.
Hal-hal ini merupakan dukungan terhadap upaya memutus jaringan penyebaran covid
(Disperkim, 2020; Farisa, 2020).
Kesiapsiaggaan sangat tinggi dalam menghadapi bencana pada mahasiswa didukung oleh
tingkat pengetahuan yang tingi pula. Semakin tinggi pengetahuan mahasiswa semakin tinggi
kesiapsiagaan (Kurniawati & Suwito, 2019; Rofifah, 2019). Beberapa faktor seperti persepsi
terhadap resiko, kecemasan dan kewaspadaan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan (Salasa et
al., 2017). Mengingat remaja mengalami perkembangan fisik, mental dan cognitive yang
pesat, dukungan keluarga sangat dibutuhkan untuk kesiapan diusia ini (U.S. Department of
Health and human Services, 2018; Youth.Gov, n.d.).
JOURNAL READING KEBIJAKAN GLOBAL FAKTOR RESIKO MASALAH
KEGILUT
Departemen Kesehatan telah memprogramkan upaya promotif dan preventif untuk anak
usia sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Upaya promotif dan preventif
paling efektif dilakukan dengan sasaran anak sekolah dasar, karena perawatan kesehatan gigi
harus dilakukan sejak dini dan dilakukan secara kontinyu agar menjadi suatu kebiasaan. Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) adalah salah satu usaha pokok Puskesmas yang termasuk
dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Termasuk di dalam program UKGS adalah pelaksanaan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada murid-murid sekolah dasar, yaitu meliputi dental health
education dan pemeriksaan gigi dan mulut (Darwita, 2006).
Aalisa faktor-faktor penyebab dari masalah utama dianalisa dengan menggunakan metode
6M : Man (sumber daya manusia),Money (anggaran dana), Material (sarana),Machine
(prasarana), Method (metode/cara) dan Market (lingkungan).
Prioritas Pemecahan dianalisis melalui metode SWOT. Metode ini menjabarkan kekuatan
(strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) yang
dapat muncul sebagai implikasi pelaksanaan prioritas pemecahan masalah.
Kekuatan (strength)
Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah ini memiliki kekuatan atau kelebihan sebagai
berikut :
- Pihak Puskesmas berkewajiban untuk melaksanakan kegiatan UKGS sesuai dengan
pedoman.
- Tersedianya dana tambahan dari pihak terkait.
- Semua murid akan menerima pelayanan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan
pedoman UKGS 2012.
- Target UKGS bisa tercapai sesuai dengan pedoman UKGS 2012.
- Kegiatan UKGS bisa terlaksana secara berkesinambungan.
Kelemahan (weakness)
Kekurangan dari prioritas alternative pemecahan masalah ini diantaranya :
a) lamanya proses keputusan kebijakan.
b) Butuh dukungan dari berbagai stokeholder
Kesempatan (opportunity)
Pelaksanaan prioritas pemecahan masaalah ini dapat menghasilkan kemungkinan yang
positif untuk memperbaiki sistem yang ada, diantaranya :
- Mendapat dukungan dari Puskesmas
- Pelaksanaan UKGS dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut sesuai
dengan Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan Nomor:
HK.02.04/II/963/2012.
Ancaman (threat)
- Ketidakpedulian petugas puskesmas terhadap adanya kebijakan. Beragam perbedaan
pola pikir setiap individu menjadi salah satu ancaman berjalannya kebijakan
tersebut.
- Kurangnya kesadaran orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut.
Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto Pasca Menjadi Rumah Sakit Tipe B”
Mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dasar penduduk Indonesia
disamping pelayanan pendidikan dan perlindungan hukum. Kesehatan menjadi issu penting
terkait dengan dampak akan perubahan lingkungan akibat perkembangan dunia saat ini.
Pelayanan publik (public service) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara
sebagai abdi masyarakat di samping abdi negara. Menurut Setijaningrum pelayanan publik
(public service) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi
masyarakat disamping sebagai abdi negara.
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan
kesehatan kepada masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo
Notoatmojo adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotive (peningkatan kesehatan ) dengan sasaran
masyarakat. Sumber daya kesehatan, terdiri dari sumber daya manusia kesehatan (tenaga
kesehatan yaitu dokter, apoteker, bidan, perawat) & sarana kesehatan (antara lain rumah sakit,
puskesmas, poliklinik, tempat praktik dokter).
5. Tangibles (bukti fisik) adalah fasilitas fisik, perlengkapan dan penampilan petugas
pelayanan. Aspek ini berkaitan dengan hal-hal yang terlihat dalam pelayanan seperti
fasilitas ruang tunggu, system komputerisasi yang berjaring sehingga memudahkan
alur informasi dan lain sebagainya. Tentunya semakin baik bekerjanya alat-alat
tersebut dan dapat diandalkan menurut persepsi pengguna layanan maka akan
mempengaruhi penilaian terhadap kualitas pelayanan.
2. When ES = PS
Pada saat harapan pengguna layanan sesuai dengan persepsi terhadap pelayanan
yang diperoleh maka pengguna layanan akan merasa puas
3. When ES < PS
Pada saat harapan pengguna layanan lebih rendah dari persepsi terhadap
pelayanan yang diperoleh, maka hal tersebut menjadi kejutan yang menyenangkan
bagi pengguna layanan.
Kemenkes RI (2012) menyatakan bahwa pada tahun 2007, Pusat Data dan Informasi
telah melakukan evaluasi SIK dengan menggunakan perangkat Health Metricts Network-World
Health Organization (HMN-WHO). Health Metrics Network (HMN) ini merupakan assessment
tool yang digunakan untuk menilai dan mengevaluasi sistem informasi kesehatan disuatu daerah
atau negara. Evaluasi ini meliputi 6 komponen utama SIK yaitu sumber daya (meliputi
pengelolaan dan sumber daya), indikator, sumber data, manajemen data (pengumpulan;
pengolahan dan analisis data), kualitas data, diseminasi dan penggunaan data.
Pelaksanaan SIK pada puskesmas lebih dilaksanakan dengan melakukan kerja sama degan
lintas sektor hal ini dikarenakan data yang digunakan merupakan data yang bersumber dari
survei maupun sensus serta keterlibatan lintas sektor yang memiliki terkait kesehatan
lingkungan, iklim, cuaca, data kesehatan terkait pariwisata, kegiatan lalulintas
kendaraan/transportasi, ketenagakerjaan, terkait masalah sosial, hokum dan lain-lain. Kerja
ganda atau mengambil dua tanggung jawab sering dilakukan oleh petugas SIK sehingga dalam
menjalankan tanggung jawabnya dalam menjalankan SIK memiliki kendala waktu dan tidak
optimal menjalankannya. Untuk mencapai sangat memadai peneliti menyarankan kepada
Puskesmas Kota Matsum untuk komponen sumber daya untuk ditingkatkan lagi dalam sumber
daya manusia yang mengelolah SIK dan sumber daya mampu menggunakan peralatan SIK
dengan semaksimal mungkin, dan diharapkan agar peralatan yang digunakan untuk pelaksana
SIK dapat dipenuhi sehingga SIK dapat berjalan sesuai dengan pedoman pelaksanaan.
Komponen Sumber Data bisa mencapai sangat memadai dengan cara melaksanakan sensus
kepada masyarakat secara rutin dan melakukan pencatatan serta pelaporan dat secara teratur
sehingga data-data bisa secara tepat waktu dandata data kesehatan bisa diterima oleh masyarakat.
Komponen manejemen data masih sangat perlu ditingkatkan, meskipun telah mencapai kategori
memadai tetapi masih sangat jauh untuk mencapai kategori sangat memadai. Hal ini berarti
masih perlunya parbaikan dalam pengolahan pada komponen manajemen data dengan cara
melakukan pengumpulan data-data dengan teratur dan memiliki tempat khusus sebagai
penyimpanan data-data kesehatan sehingga data-data kesehatan mudah disediakan setiap kali
dibutuhkan data tersebut.