Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH SEMINAR

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. U DENGAN SLE”

DOSEN PEMBIMBING :

Harjati, S.ST, M.Kes

DISUSUN OLEH :

Anisa Suci Wulandari (18006)

Faharani Hasanah (18012)

Mardiani Rosy Maghfiroh (18019)

Resha Noer Fazriah (18027)

AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

 Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang menyayangi tanpa pernah meminta imbalan dari mahluk-Nya, yang atas berkat rahmat,
inayah serta hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah seminar kelompok ini.

Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas laporan makalah seminar
kelompok dengan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Ny. U Dengan SLE”. Oleh karena itu,kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Sulastri, S.Kep,M.Kep selaku Direktur Akademi Keperawatan Yaspen Jakarta.


2. Ibu Harjati, S.ST, M.Kes selaku Dosen pembimbing kelompok seminar mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II
Kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini sehingga dapat
terselesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum
sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran untuk penulisan makalah lain di
masa yang akan datang. Semoga penulisan makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan di bidang pendidikan serta dapat digunakan sebagai referensi.

Jakarta,13 Mei 2020

DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Manfaat Penulisan 2
1.4 Sistematika Penulisan 3

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi SLE 4


2.2 Etiologi SLE 4
2.3 Patofisiologi SLE 5
2.4 Manifestasi Klinis SLE 6
2.5 Komplikasi SLE 12
2.6 Pemeriksaan Diagnostik 13
2.7 Penatalaksaan Medis 13
2.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan SLE 15

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1 Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Ny. U Dengan SLE 21

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 33
4.2 Saran 34
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit Systemic Lupus Erithematosus (SLE) merupakan penyakit yang
menyebabkan peradangan atau inflamasi multisistem yang disebabkan banyak faktor
dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan
sistem imun dan produksi autoantibody yang berlebihan. Lupus hingga saat ini
menyerang paling sedikit sekitar 5 juta orang di dunia. Di Amerika hingga saat ini
tercatat 1,5 juta orang menderita penyakit lupus (Lupus Foundation of America, 2015).
Penderita lupus di Indonesia pada tahun 1998 tercatat 586 kasus, ternyata setelah
tahun 2005 telah mencapai 6.578 penderita. Penderita yang meninggal mencapai sekitar
100 orang. Pada tahun 2008, tercatat 8.693 penderita lupus dan 43 orang meninggal.
Kemudian, sampai dengan April 2009, tercatat 8.891 penderita lupus dan 15 meninggal
(Djoerban 2007, dalam Judha, dkk, 2015).
Peningkatan kasus lupus kini signifikan. Mulai Januari 2015, pasien lupus yang
datang berobat ke RSUD dr. Moewardi mencapai 15-20 orang per hari. Peningkatan
tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hanya 1-3 pasien. Meningkat signifikan,
terutama mulai Januari 2015 (Ciptati, dalam RRI Post, 2015).
Menurut Hasdianah, dkk (2014), terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap
berkembangnya penyakit autoimun (multi faktor). Penyakit autoimun merupakan
penyakit yang timbul akibat patahnya toleransi kekebalan diri. Lupus merupakan salah
satu penyakit autoimun. Faktor-faktor yang bersifat predisposisi dan ikut berkontribusi
menimbulkan penyakit autoimun antara lain, faktor genetik, kelamin (gender), infeksi,
sifat autoantigen, obat-obatan, serta faktor umur.
Menurut Judha, dkk (2015), faktor yang meningkatkan risiko penyakit lupus yakni
jenis kelamin, wanita usia produktif lebih berisiko terkena penyakit ini. Lupus paling
umum terdiagnosis pada mereka yang berusia diantara 15-40 tahun. Ras Afrika,
Hispanics dan Asia lebih berisiko terkena lupus. Paparan sinar matahari juga menjadi
faktor risiko lupus. Jenis kelamin, usia, ras, paparan sinar matahari, konsumsi obat
tertentu, infeksi virus Epstein-Barr, paparan zat kimia seperti rokok juga menjadi faktor
risiko penyakit lupus.

1
Penyakit SLE menyerang penderita usia produktif yaitu 15-64 tahun. Meskipun
begitu, penyakit ini dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia dan jenis
kelamin. Prevalensi SLE berbeda-beda untuk tiap etnis yaitu etnis Afrika-Amerika
mempunyai prevalensi sebesar 1 kasus per 2000 populasi, Cina sebesar 1 dalam 1000
populasi, 12 kasus per 100.000 populasi terjadi di Inggris, 39 kasus dalam 100.000
populasi terdapat di Swedia. Di New Zealand, terjadi perbedaan prevalensi antara etnis
Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dengan orang kulit putih sebesar
14,6 kasus dalam 100.000 populasi (Hasdianah, dkk, 2014).
1.2 TUJUAN PENULISAN
1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan asuhan


keperawatan dengan penyakit SLE pada Ny. U dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang utuh dan komprehensif di RSPAD

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien Ny. U dengan SLE
1.2.2.2 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Ny.U dengan SLE
1.2.2.3 Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien Ny. U dengan SLE
1.2.2.4 Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Ny. U dengan SLE
1.2.2.5 Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan pada Ny. U
dengan SLE
1.3 MANFAAT PENULISAN
1.3.1 Bagi Rumah Sakit.

Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatatn khususnya bagi
pasien dengan penyakit SLE

1.3.2 Bagi Perawat.

Agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan SLE

1.3.3 Bagi Instansi Akademik.

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang.
1.3.4 Bagi Pasien dan Keluarga.

2
Agar pasien dan keluarga mendapatkan gambaran tentang penyakit SLE dan cara
perawatan SLE dengan benar.
1.3.5 Bagi Pembaca.
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit SLE dan cara perawatan
pasien dengan SLE.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
1.4.1 BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, dan
sistematika penulisan.
1.4.2 BAB II TINJAUAN TEORI
Bab ini berisikan teori yang berupa definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik, serta asuhan keperawatan yang
diambil dari kutipan buku yang berkaitan dengan penyusunan laporan asuhan
keperawatan serta beberapa literature review yang berhubungan dengan penulisan.
1.4.3 BAB III TINJAUAN KASUS
Bab ini berisikan tentang data diri klien, status kesehatan diri klien yang lalu dan
sekarang, riwayat keluarga dan lingkungan, aspek psikososial, pengkajian fisik, data
penunjang, obat-obatan yang diberikan kepada klien, kesimpulan kasus, data fokus
klien, analisa data, diagnose keperawatan, rencana keperawatan, tindakan keperawatan,
dan catatan perkembangan klien.
1.4.4 BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan analisa dan optimalisasi
sistem berdasarkan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
1.4.5 DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber referensi yang digunakan dalam pembuatan makalah ini.

1.4.6 LAMPIRAN
Berisi data-data hasil penulisan asuhan keperawatan

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun pada
jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria dengan faktor 10:1.
Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen memperburuk keadaan tersebut. Gejala
memburuk selama fase luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat
yang besar oleh kehamilan (Elizabeth 2009).
SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang bercirikan
nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan erythema dengan pola berbentuk
kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody beredar terhadap IgG dan
imunokompleks,yakni kompleks antigen-antibodi-komplemen yang dapat mengendap
dan mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan
rematik,SLE juga merupakan penyakit autoimun,tetapi jauh lebih jarang terjadi dan
terutama timbul pada perempuan. Sebabnya tidak diketahui,penanganannya dengan
kortikosteroida atau secara alternative dengan sediaan enzim (papain 200mg +
pangkreatin 100mg + vitamin E 10mg) 2 dd 1 kapsul (Tan&Kirana,2007).
SLE atau LES (lupus eritematosus sistemik) adalah penyakit radang atau imflamasi
multisystem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan system imun (Albar,
2003).
Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi,ginjal,selaput serosa
permukaan dan dinding pembuluh darah yang belum jelas penyebabnya. Peradangan
kronis ini mengenai perempuan muda dan anak-anak, 90% penderita penyakit SLE
adalah perempuan. Obat yang digunakan pada SLE mencakup agens sitotoksik,seperti
siklofosfamida. Konseling prakehamilan dapat membantu menemukan terapi yang
aman digunakan baik pada kehamilan maupun menyusui.

2.2 ETIOLOGI
Antibody anti RO dan anti LA dapat menyebabkan sindrom lupus neonates dengan
melintasi plasenta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit atau blok jatung
congenital.

4
Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan
ekspresi penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE mempunyai kerabatdekat yang
menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan bahwa banyak gen yang berperan
antara lain haptolip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen
yang berperan pada fase awal reaksi peningkatan komplomen yaitu : Crg, Cir, Cis, C3,
C4 dan C2 serta gen-gen yang mengode reseptor drl T, immunoglobulin dan sitokin
(Albar 2003).
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang mengubah
struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun
didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat
diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen
HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menyadi lambat, obat banyak terakumulas
ditubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh.
Hal ini direspon sebagai benda asing tersebut (Herfindal et al,2000). Makanan seperti
wijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi
respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente 2002).
Selain intu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan peningkatan antibody entiviral
sehingga mengaktivasi sel B limfosit yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et
al,2000).
Observasi klinis menunjukan pernan hormone seks steroid sebagai penyebab SLE.
Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita usia
produktif,peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan resiko yang sedikit lebih
tinggi padaa wanita pascamenoupause yang menggunakan suplementasi estrogen.
Walapun hormone seks steroid dipercaya sebagai penyebab SLE,namun studi yang
dilakukan oleh petri dkk menunjukan bahwa pemberian kontrasepsi hormonal oral tidak
meningkatkan risiko terjadinya peningkatan aktivitas penyakit pada wanita penfderita
SLE yang penyakitnya stabil.

2.3 PATOFISIOLOGI
Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali dengan
faktor pencetus yang ada dilingkungan, dapat pula infeksi, sinar ultraviolet atau bahan
kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respon imun didalam tubuh yaitu :
a. Sel T dan B menjadi autoreaktif

5
b. Pembentukan silokin yang berlebihan
c. Hilangnya regulator control pada sistem imun anatara lain :
1) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun maupun sitokin
didalam tubuh
2) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
3) Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karena
adanya mimikri molekul
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody didalam tubuh yang
disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibody 2 yang membentuk kompleks imun
tersebut terdeposisi pada jaringan / organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi
atau kerusakan jaringan.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetika, hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit
yang biasannya terjadi selama usia prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka
bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti
kecambah alfa-alfa turut terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-
obatan.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ pada suatu
waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ tersebut. Sebagai
tambahan,perjalanan penyakit berbeda antarpasien. Keparahan dapat bervariasi dari
ringan ke sedang sehingga parah atau bahkan membahayakan hidup. Karena perbedaan
multisystem dari manifestasi kliniksnya,lupus telah menggantikan sifilis sebagai great
imitator.
Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan samapai sedang dengan
gejala kronis,diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit secara terhadap atau tiba-
tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan dengan peningkatan aktivitas
penyakit dan remisi klinik sempurna. Pada keadaan yang sangat jarang,pasien
mengalami episode aktif SLE singkat diikuti dengan remisi lambat.

6
Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama, walapun SLE dapat
menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan gejala pada pasien
dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat menyerupai SLE. Kedua,
efek samping pengobatan,khususnya penggunaan glukokortikoid jangka panjang, harus
dibedakan dengan tanda dan gejala.
a. Manifestasi Konstitusional
Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif,namun penyebab
infeksius tetap harus dipikirkan,terutama pada pasien dengan terapi imunosupresi.
Penurunan berat badan dapat timbul awal penyakit,dimana peningkatan berat badan,
khusus pada pasien yang diterapi dengan glukokortikoid, dapat menjadi lebih jelas
lebih jelas pada tahap selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan salah satu
gejala yang paling umum dan seringkali merupakan gejala yang memperberat
penyakit. Penyebab pasti gejala-gejala ini belum jelas. Aktivitas penyakit, efek
samping pengobatan, gangguan neuroendokrinologis, dan faktor psikogenik terlibat
dalam timbulnya gejala konstitusional. Pada kasus ini dijumpai gejala demam
namun gejala ini mungkin juga disebabkan oleh infeksi pneumonia. Penurunan berat
badan juga ditemukan pada pasien. Sesuai dengan teori yang mengatakan kelelahan
dan malaise merupakan salah satu gejala yang paling umum yang memperberat
penyakit,gejala ini turut ditemukan kasus ini.
b. Manifestasi Mukokutan
Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam, eksaserbasi ruam yang
telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar matahari yang berlebihan (exaggerated
sunburn), atau gejala sepereti gatal atau parastesisi setelah terpajan sinar matahari
atau sumber cahaya buatan. Zfotosensitivitas sering ditemukan dan dapat terjadi
pada semua kelompok ras dan etnis, walapun belum ada studi mengenai
prevalensinya dipopulasi umum. Ruam berbentuk kupu-kupu yang khas, yaitu ruam
kemerahan di area malar pipi dan persambungan hidung yang membagi lipatan
nasolabial, lebih dikenal sebagai malar rash atau butterfly ras. Ruam ini dapat
ditemukan pada 20-25% pasien. Gejala ini dapat meningkat dan sangat meradang,
bertahan selams berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Gejala ini hilang tanpa
jaringan parut. Plak eritematosa dengan adherent scale dan telangiektasis umumnya
terdapat diwajah,leher dan kulit kepala. Lupus kutis akut dalam bentuk eritema
inflamasi yang jelas dapat dipicu oleh pacaran sinar ultraviolet. Lesi lupus subakut

7
dan kronik lebih sering ditemukan di kulit yang terpapar sinar matahari dalam
waktu lama (lengan depan, daerah V dileher) tanpa pacaran sinar matahari dalam
waktu dekat. Lesi kulit lainnya termasuk livedo riticularis, eritema periungual,
eritema palmaris, nodulpalmaris, vesikel atau bula, urtikaria akut atau kronik,
panniculitis, purpuravaskulitis, dan ulkus vaskulitis. Alopesia dapat timbul
akibatlesi pada kulit kepala, namun biasanya muncul pada puncak SLE. Alopesia
bersifat reversible, kecuali jika terdapat lesi discoid kepala. Ulkus oral dan nasal
cukup sering terjadi dan harus dibedakab dari infers virus maupun jamur. Mata dan
mulut kering (sindrom Sicca) dapat disebabkan oleh inflamasi autoimun pada
kelenjar lakrimal dan saliva, yang mungkin tumpang tindih dengan sindrom sjogren.
Umumnya mata dan mulut kering merupakan efek samping pengobatan. Pada kasus
ini ditemukan manifestasi mukokutan. Sesuai dengan teori, pada pasien ini
ditemukan fotosensitivitas, yaitu eksaserbasi ruam dengan pajanan pada sinar
matahari. Pada kasus ini juga ditemukan ruam berbentuk kupu-kupu (malar rash
atau butterfly rash) pada bagian pipi dan hidung pasien. Alopesia juga ditemukan
pada pasien ini yang mengeluh rambutnya yang sering rontok waktu menyikat
rambut.
c. Manifestasi Muskuloskeletal
Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan sinovitis dan nyeri,
bersifat nonerosif dan nondeforming. Manifestasi yang jarang adalah deformitas
jaccoud yang menyerupai artritis rheumatoid namun berkurang dan tidak terbukti
secara radiologis menyebabkan desttruksi kartilago dan tulang. Kelemahan otot
biasanya merupakan akibat terapi glukokortikoid atau antimalaris, namun myositis
dengan peningkatan enzim otot jarang ditemukan dan biasannya merupakan gejala
yang tumpah tindih. Tenosinovitis dan bursitis jarang ditemukan. Ruput tendon
dapat merupakan komplikasi terapi glukokortikoid. Ostenekrosis
(nekrosisavaskuler) dapat disebabkan oleh penyakit maupun efek pengobatan
gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput femoralis, kaput hormonal, lempemg
tibia dan talus. Artralgia dan myalgia merupakan gejala lain yang sering ditemukan,
dapat disebabakanoleh penyakit, efek samping pengobatan, glucocorticoid
withdrawal syndrome, endokrinopati dan faktor psikogenik. Pada kasus ini,
ditemukan nyeri pada sendi yaitu nyeri pada sendi jari pada kedua tangan yang tidak

8
disertai dengan gangguan pergerakkan. Ini sesuai dengan manifetasi muskuloskletal
yang ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non deforming arthritis.
d. Manifestasi Kardiovaskular
Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal posisional dan
terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat menunjukkan efusi atau
dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis pericardium. Tamponade atau
hemodinamik konstriktif jarang ditemukan, namun dapat diinduksi oleh
karbamazepin. Miokarditis jarang terjadi, namun harus dicurigai pada pasien dengan
SLE aktif dan gejala dada tidak khas, perubahan ECG minimal, aritmia atau
perubahan hemodinamik. Miokarditis dapat mengakibatkan kardiomiopati dilatasi
dengan tanda gagal jantung kiri. Endokarditid trombotik nonifeksi (Libman-sacks)
jarang dan seringkali tidak menimbulkan gejala, namun dapat menimbulkan
disfungsi katup mitral atau katup aorta atau embilisasi. Arterisklerosis premature
dengan angina pektrois dan infark miokardium merupakan sumber mortalitas dan
morbilitas jangka panjang yang paling serius. Penyakit sendiri, hiperkoagulasi,
terapi glukokortikoid kronik,menopause premature, serta faktor diet dan gaya hidup
dapat menyebabkan arterosklerosis. Fenomena Raynaud, vasospasme yang
diindikasi dingin pada jari.sering ditemukan pada SLE. Penyempitan arteri
ireversibel ditangan dan kaki sering tumpang tindih dengan scleroderma. Gambaran
patologis yang sama pada sirkulasi paru dapat menyebabkan hipertensi pulmonal,
komplikasi yang jarang namun seringkali fatal. Sebagian besar cedera vascular
trombotik pada pasien SLE dimediasi oleh antibody antifosfolipid (aPL), ditemukan
pada sekitar 30% pasien SLE. aPL dapat menyebabkan thrombosis arteri dan vena
spontan pada semua ukuran pembuluh darah. Keadaan hiperkoagulasi lain, seperti
defisiensi protein C dan protein S, faktor V Leiden dan antitrombin III dapat
menyebabkan terjadinya trombisis, namun defisiensi faktor-faktor ini lebih
dihubungkan dengan terjadinya thrombosis vena dibandingkan trpmbosis arteri.
e. Manifestasi Paru
Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub, dan efusi
dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian pasien, namun sebagian lain
mungkin hanya berupa gejala tanpa temuan obyektif. Infeksi parenkim paru
pneumonitis atau alveolitis dan dibuktikan dengan batuk, hemoptysis, serta infiltrate
paru jarang terjadi namun dapat membahayakan hidup. Perdarahan alveolus difus

9
dapat timbul atau tanpa pneumonitis akut dan memilik angka mortalitas yang sangat
tinggi. Pneumonitas lupus kronik dengan perubahan fibrotic dan paru mirip dengan
fibrosis paru idiopatik, dengan perjalanan yang progresif dan prognosis yang buruk.
Penyakit paru restriktif juga dapat diakibatkan oleh perubahan pleuritik jangka
panjang, miopati atau fibrosis otot pernapasan, termasuk diafragma dan bahkan
neuropati nervus frenikus. Emboli paru rekuren disebabkan oleh antibody
antifosfilipid harus disingkirkan pada pasien dengan gejala paru yang tidak dapat
dijelaskan.
f. Manifestasi Ginjal
Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum keterlibatan
patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang sama sekali tidak
menimbulkan gejala sampai glumerulonefritis membranoproliferatif difus agresif
yang menuju gagal ginjal. Gambaran klinis ditandai dengan temuan minimalis,
termasuk proteinuria ringan dan hematuria mikroskopik, sindrom nefrotik, dengan
proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema perifer, hipertrigliseridemia, dan
hiperkoagulasi atau sindrom nefritik dengan hipertensi, sedimen eritrosit atau
Kristal eritrosit pada sediaan sedimen urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus
progresif dengan peningkatan kreatinin serum dan uremia. Pada kasus ini ditemukan
kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan kelainan ginjal yang
disuspek nefritis karena ditemukan proteinuria 25,00mg/dL dan leucocyte pada urin
25,00 leu/πL
g. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan terkadang
merujuk pada SLE neuropsikiartrik atau serebritis lupus. Pasien dapat memiliki
manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis atau meningoensefalitis, kejang,
khorea, ataksia, stroke dan myelitis tramsversa. Pada pasien seperti ini diagnosis
dapat didukung oleh temuan abnormal pada analisis cairan serebrospinal, seperti
peningkatan kadar protein, pleiositosi, dan /atau autoantibodi karakteristik, pada CT
scan atau MRI, dapat ditemukan lesi inflamasi pada substansia alba dan grisea atau
bahkan pada biopsy leptomeningeal dengan bukti inflamasi. Gambaran alternatis
lupus SSP adalah gangguan psikiatrik mayor yaitu psikosis. Pada kasus ini cairan
serebrospinal dan pencitraan menujukkan hasil normal dan diagnosis banding dari
penysakit psikogenik primer dan/atau reaksi obat sangat sulit untuk ditentukan.

10
Masalah ini adalah gangguan kognitif dan kepribadian ringan. Sakit kepala sering
ditemukan dengan intesitas yang beragam. Sakit kepala lupus yang berat dan
menyerupai migren yang hanya responsive terhadap glikokortikoid merupakan
kasus yang jarang. Neuropati kranial dan perifer dapat terjadi dan dapat
menggambarkan vaskulitis pembuluh darah kecil atau infark pada pasien ini
disuspek lupus serbri karena penurunankesadaran.
h. Manifestasi Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal nonspesifik, termasuk nyeri perut difus dan mual, kas untuk
pasien SLE. Peritonitis steril dengan asites jarang namun merupakan komplikasi
abdomen yang serius. Banyak gejala gastrointestinal atas berhubungan dengan
terapi yaitu NSAID dan atau gastropati terkait glukokortikoid. Duodenitis dapat
menimbulkan gejala. Pada kasus jarang, vaskulitis usus dapat menimbulkan
kegawatan bedah akut. Terkadang pankreatitis dapat merupakam gejala penyakit
atau merupakan efek pengobatan. Peningkatan enzim hati terkafdang dihubungkan
dengan hepatiris noninfeksi pada SLE, yang tidak dapat dibedakan dengan hepatitis
autoimun melalui gambar histologis. Peningkatan enzim hati juga dapat disebabkan
oleh penggunaan NSAID, azatrioprin atau metotreksat dan penggunaan jangka
panjang glukokortikoid yang dapst menyebablkan perlemakan hati dengan
peningkatan transaminase ringan.
i. Manifestasi Hematologi
Splenomegali dan limafadenopati difus sering merupakan temuan yang sering
namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan temuan khas, dapat
disebabkan oleh hemolysis dengan hasil tes coombs positif, kadar haptoglobin
rendah dan kadar laktat dehydrogenase tinggi atau dengan mielosupresi. Mekanisme
tidak langsung mencakup penurunan sintesis eritropoietin dan mielosupresi
uremikum pada pasien nefritis lupus. Hal ini dapat diperberat dengan perdarahan
ringan kronik dan ketidask cukupan asupan makanan. Leukopenia dan limfopenia
sangat sering terjadi namun jarang mencapai kadar kritis. Studi oleh Ng dkk
menghungkan limfopenia dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi pada pasien
SLE. Leukositosis dapat sdisebabkan oleh glukokortikoid. Trombisitopenia ringan
(100000-150000/πL) dapat disebabkan oleh antibody antifosfolipid.
Trombositopenia autoimun berat (kurang dari 50000/πL), disebabkan oleh antibody
antiplatelet dapat mempersulit diagnosis SLE dan awalnya mungkindidiagnosis

11
sebagai purpura trombositopenik idiopatik. Pada kasus ini ditemukan kelainan atau
manifestasi hematologi sesuai dengan gambaran yang sering ditemukan pada pasien
SLE. Pada kasus ini, ditemukan gejala anemia dengan nilai haemoglobin yang
rendah.
j. Manifestasi Mata
Eksudat dan infarks retina (baan sitoid) relative jarang dan merupakan temuan
nonspesifik. Konjungtivitas dan episkleritis terkadang dapat ditemukan pada
penyakit aktif. Mata kering dapat menunjukan tumpang tindih dengan sindrom
sjogren. Kebutaan singkat atau permanen dapat disebabkan oleh neuritis optic atau
oklusi arteri atau vena retina.

2.5 KOMPLIKASI
a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin)
d. Serangan pada jantung dan paru
e. Pleuritis
f. Pericarditis
g. Efusi pleura
h. Efusi pericard
i. Radang otot jantung atau miocaerditis
j. Gagal jantung
k. Perdarahan paru (batuk darah)
l. Serangan system saraf
m. System saraf pusat
n. System saraf otonom
o. Serangan pada kulit
p. Berparut berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif terhadap
sengatan matahari
q. Lesi dapat terjadi diwajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang
luas dibagian tubuh
r. Lesi non spesifik
s. Serangan pada sendi dan otot

12
t. Radang sendi pada lupus
u. Radang otot serangan pada kulit
v. Serangan pada mata
w. Serangan pada darah
x. Serangan pada hati

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a.Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa  menunjukkan adanya antibody antinuclear, yang terdapat
pada hamper semua penderita lupus. Tetapi antibody ini juga bisa ditemukan pada
penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibody antinuclear, harus dilakukan
juga pemeriksaan untuk antibody terhadap DNA rantai ganda
b. Ruam kulit atau lesi yang khas
c.Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
d. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanyaq gesekan pleura
jantung
e.Analisa air kemih menunjukkan adanya darah protein lebih dari 0,5 mg/hari
f. Hitung jenis darah mennjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
g. Blopsi ginjal

2.7 PENATALAKSAAN MEDIS

Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus dilakukan


selamanya. Tujuan pengobatan SLE adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga
penderita dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus
mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian (Hockenberry &
Wilson, 2009).

Tatalaksana primer pada SLE meliputi:

a. Mengurangi inflamasi dan meminimalisir komplikasi Adapun obat-obatan yang


dibutuhkan seperti :

1) Anti inflamasi non steroid (NSAIDs), untuk mengobati simptomatik artralgia


nyeri sendi.

13
2) Anti malaria, Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang
memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan.

3) Kortikosteroid, Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti demam,


dermatitis, efusi pleura. Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan
penyapihan. Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, SSP, dan
anemi hemolitik.

4) Obat imunosupresan/sitostatika, Imunosupresan diberikan pada SLE dengan


keterlibatan SSP, nefritis difus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan
kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid.

5) Obat antihipertensi, Atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif

6) Kalsium, Semua pasien SLE yang mengalami artritis serta mendapat terapi
prednison berisiko untuk mengalami mosteopenia, karenanya memerlukan
suplementasi kalsium

b. Diet, restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan
berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.

c. Aktivitas Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan
untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh
berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien
disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari
harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam.
Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya SLEi kulit pada pasien
SLE.

d. Penatalaksanaan infeksi Pengobatan segera bila ada infeksi terutama infeksi bakteri.
Setiap kelainan urin harus dipikirkan kemungkinan pielonefritis.

14
2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
1) Penyakit lupus eritematosus sistemik bisa terjadi pada wanita maupun pria,
namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan perbandingan wanita
dan pria 8:1
2) Biasanya ditemukan pada ras-ras tertentu seperti negro, cina dan filiphina
3) Lebih sering pada usia 20-4- tahun, yaitu usia produktif
4) Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini
b. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra
dari pasien
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita penyakit
ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun yang lain.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam
malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa menimbulkan :
artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, pericarditis,
bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut.
2) Mulai kapan keluhan dirasakan.
3) Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
4) Keluhan-keluhan lain menyertai.
e. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakityang
sama atau penyakit autoimun yang lain
g. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis :
1) B1 (Breath)
15
Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan otot
nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri saat
inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi pleuritis atau
efusi pleura.
2) B2 (Blood)
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3), bunyi
systolic click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur. Frictionrup
pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous
papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler
terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
dibawah atau sisi lateral tangan.
3) B3 (Brain)
Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale
secara kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai coma (kualitatif),
orientasi pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis juga serangan
kejang-kejang.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai
filtrasi glomelorus)
5) B5 (Bowel)
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan,
turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly, pembesaran limpa

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri kronis b.d Gangguan Imunitas
b. Hipertermia b.d Proses Penyakit (infeksi)
c. Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan mengabsorbsi nutrien
d. Keletihan b.d Kondisi Fisiologis
e. Risiko Gangguan Integritas Kulit b.d Imunoefisiensi

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

16
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri Kronis b.d Setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian nyeri
Gangguan Imunitas keperawatan selama 3x24 secara komperhensif.
jam nyeri kronis pasien 2) Observasi reaksi nonverbal
berkurang dengan kriteria dari ketidaknyamanan
hasil: 3) Ajarkan tehnik
nonfarmakologi untuk
 Mampu mengontrol nyeri
mengurangi nyeri :
 Melaporkan bahwa nyeri
relaksasi nafas dalam.
berkurang dengan
4) Kurangi faktor presipitasi
menggunakan
nyeri.
manajemen nyeri.
5) kolaborasi dengan dokter
 Mampu mengenali nyeri (
pemberian obat analgetik
skala, intensitas,
frekuensi, tanda nyeri).
 Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

2 Hipertermia b.d Proses Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab


Penyakit (infeksi) selama 3x24 jam hipertermia
Hipertermia dapat teratasi 2. Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil : 3. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
 Suhu tubuh dalam batas
4. Monitor kadar elektrolit
normal
5. Monitor haluan urine
 Nadi dan RR dalam
6. Sediakan lingkungan yang
rentang normal
dingin
 Tidak ada perubahan
7. Basahi dan kipasi
warna kulit dan tidak ada
permukaan tubuh
pusing, pasien merasa
8. Lakukan pendinginan
nyaman
eksternal
9. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit iv, jika

17
perlu

3 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan 1) Identifikasi status nutrisi


Ketidakmampuan keperawatan Selama 3x24 2) Identifikasi alergi dan
mengabsorbsi nutrien jam nutrisi kurang teratasi intoleransi makanan
dengan kriteria hasil : 3) Identifikasi makanan yang
disukai
 Nafsu makan baik
4) Monitor BB
 Porsi makan habis 1 porsi
5) Monitor hasil pemeriksaan
 BB dalam batas normal
lab
dan tidak ada penurunan
6) Sajikan makanan secara
BB
menarik
 Mual berkurang
7) Kolaborasi dengan ahli gizi
 Muntah berkurang

4 Keletihan b.d Kondisi Setelah dilakukan tindakan 1) Identifikasi kebutuhan


Fisiologis keperawatan selama 3x24 istirahat
jam Keletihan pasien 2) Identifikasi target dan jenis
teratasi dengan kriteria hasil aktivitas sesuai kemampuan
: 3) Monitor respon
kardiorespirasi terhadap
 Kemampuan aktivitas
aktivitas (takikardi,
adekuat
disritmai, dyspnea,
 Mengidentifikasi faktor
diaphoresis, pucat, tekanan
fisik dan psikologis yang
hemodinamik dan jumlah
menyebabkan kelelahan
respirasi)
4) Jelakan pada pasien
hubungan kelelahan dengan
proses penyakit
5) Tingkatkan pembatasan
bedrest dan aktivitas
6) Instruksikan pada pasien
untuk mencatat tanda dan
gejala kelelahan

18
5 Risiko Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1) Identifikasi penyebab
Integritas Kulit b.d keperawatan selama 3x 24 integritas kulit
Imunoefisiensi jam kerusakan integritas 2) Ubah posisi tiap 2 jam
kulit berkurang dengan 3) Anjurkan menggunakan
kriteria hasil : pelembab
4) Hindari produk berbahan
 Intergritas kulit yang
dasar alcohol pada kulit
baik bisa dipertahankan
kering
(sensai, elastisitas,
5) Anjurkan minum air yang
temperature, hidrasi,
cukup
pigmentasi)
6) Anjurkan meningkatkan
 Tidak ada luka/lesi pada
asupan nutrisi
kulit
7) Anjurkan meningkatkan
 Perfusi jaringan baik
asupan buah dan sayur
 Menujukkan pemahaman
8) Anjurkan menghindari
dalam proses perbaikan
terpapar suhu ekstrem
kulit dan mencegah
terjadinya cedera
berulang
 Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami

4. IMPLEMENTASI
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah
berdasarkan respons klien, berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian
keperawatan, standar pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan,
berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia, sesuai dengan tanggung
jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan, mengerti dengan jelas pesanan-
pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan, harus dapat menciptakan
adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan peran serta

19
untuk merawat diri sendiri (Self Care), menekankan pada aspek pencegahan dan
upaya peningkatan status kesehatan, dapat menjaga rasa aman, harga diri dan
melindungi klien, memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan, bersifat holistic,
bekerjasama dengan profesi lain dan melakukan dokumentasi.

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Disesuaikan dengan rencana yang dibuat oleh perawat

BAB III
3.1 PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. U
DENGAN DIAGNOSA MEDIS SLE

A. PENGKAJIAN :
Tanggal Pengkajian : 24 Juni 2019
Tanggal Masuk : 20 Juni 2019
Ruang / Kelas : 413 /3
Nomor Register : 938386
20
Diagnosa Medis : SLE
1. Identitas Klien :
Nama Klien : Ny. U
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Basuki rahmat gang Penantian No. 07.
Sumber biaya (Pribadi, Perusahaan ,Lain-lain) : BPJS
Sumber Informasi (Klien / Keluarga : Klien & Keluarga

2. Resume :
(Ditulis sejak klien masuk rumah sakit sampai dengan sebelum pengkajian
dilakukan meliputi : data fokus, masalah keperawatan, tindakan keperawatan
mandiri serta kolanborasi dan evaluasi secara umum) :
Klien datang ke RSPAD pada 20 Juni 2019 dengan keluhan lemas, demam
terus menerus setiap malam hari sejak ± 20 hari lalu, mual, muntah. Dilakukan
pemeriksaan TTV didapatkan TD : 140/80 mmHg, N : 85 x/menit, S : 38,5°C, RR :
20x/menit. Didapatkan diagnose nyeri kronis, peningkatan suhu tubuh, dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Dilakuakn tindakan
keperawatan mandiri berupa monitor PQRST, anjurkan makan sedikit tetapi sering,
dan tindakan kolaborasi berupa pemberian obat analgetik pada tanggal 24 Juni 2019
masalah nyeri, Hipertensi dan Risiko deficit nutrisi klien belum teratasi.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang :
1) Keluhan Utama : Klien mengeluh lemas, demam terus menerus,
mual
2) Kronologis Keluhan :

21
a) Faktor Pencetus :
b) Timbul Keluhan : (-) Mendadak, (√) Bertahap
c) Lamanya : ± 20 hari
d) Upaya Mengatasi : Berobat
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu :
1) Riwayat penyakit sebelumnya ( termasuk kecelakaan ) : penyakit SLE
dan herpes zoster sejak ±10 hari
2) Riwayat alergi ( obat, makanan, binatang, lingkungan ) : Tidak ada
3) Riwayat pemakaian obat :
c. Riwayat Kesehatan Keluarga ( Genogram dan Keterangan tiga generasi dari
klien) :

Keterangan:

= LAKI-LAKI

= PEREMPUAN

= SUDAH MENINGGAL

= KLIEN

= TINGGAL SERUMAH

d. Penyakit yang pernah diderita anggota keluarga yang menjadi faktor resiko :
e. Riwayat psikososial dan spiritual
1) Adakah orang terdekat dengan klien : Ada, Suami dan keluarganya
2) Interaksi dalam keluarga :
a) Pola Komunikasi : Baik
b) Pembuatan Keputusan : Bermusyawarah dengan keluarga
c) Kegiatan Kemasyarakatan : Mengaji dan arisan di daerahnya
22
3) Dampak penyakit klien terhadap keluarga : Keluarga menjadi cemas
terhadap penyakit yang dimiliki klien
4) Masalah yang mempengaruhi klien : Klien merasa lemas dan cemas
terhadap penyakitnya
5) Mekanisme koping terhadap stress :
(- ) Pemecahan masalah
(-) Makan
(√) Tidur
(-) Minum obat
(- ) Cari pertolongan
(- ) Lain-lain ( Misal : marah , diam)
6) Persepsi klien terhadap penyakitnya :
a) Hal yang sangat dipikirkan saat ini : Ingin segera sembuh
b) Harapan setelah menjalani perawatan : Dapat pulang dengan kondisi
yang sehat dan menjalankan perawatan dengan baik
c) Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : Tidak bisa beraktivitas
seperti biasanya
7) Sistem nilai kepercayaan :
a) Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan : Tidak ada nilai yang
bertentangan dengan kesehatan
b) Aktivitas agama / kepercayaan yang dilakukan : Berdoa
8) Kondisi lingkungan rumah : Kondisi rumah baik
( Lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini )
9) Pola kebiasaan :
Frekuensi makan klien sebelum dan setelah sakit 3x/hari, sebelum sakit
nafsu makan klien baik, setelahnya tidakk nafu makan karena mual, sebelum
sakit klien makan habis 1 porsi, setelahnya hanya makan habis 3 sendok
tidak ada makanan pantangan, alergi, dan makanan yang tidak disukai, tidak
ada obat-obatan sebelum makan yang dikonsumsi klien, tidak menggunakan
alat bantu seperti NGT. Pola eliminasi, klien mengatakan sebelum dan
sesudah sakit frekuensi BAK 4-5x/hari, dengan warna kuning jernih, tidak
ada keluhan, dan tidak ada penggunaan alat bantu seperti kateter. Klien juga

23
mengatakan BAB normal. Pola istirahat klien , klien mengatakan sulit tidur,
klien tidur hanya 5-6 jam/ hari

10) Pengkajian Fisik


BB klien saat ini 52 kg, sebelum sakit 55 kg, dengan TB 158 cm, keadaan
umum klien sedang, tidak ada pembesaran kelanjar getah bening, IMT 20,8.
Posisi mata klien simetris, kelopak mata normal, pergerakan mata normal,
kornea normal, sclera anikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada
kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-tanda radang, klien
menggunakan kacamata, reaksi terhadap cahaya +/+, daun telinga normal,
kondisi telinga tengah normal, tidak ad caoran dari telinga, tidak ada
tinnitus, tidak ada gangguan keseimbangan, system wicara normal, jalan
nafas bersih, tidak sesak, dengan RR : 20 x/menit, irama teratur, spontan,
tidak ada batuk, palpasi dada simetris tidak ada massa, perkusi dada pekak,
suara nafas vasikuler. Irama nadi teratur, tekanan darah 140/80 mmHg, tidak
ada distensi vena jugularis, warna kulit pucat, tidak ada sakit dada, tingkat
kesadaran compos mentis, tidak ada peningkatan TIK, gigi tidak caries, tidak
ada penggunaan gigi palsu, tidak ada stomatitis, salifa norma, muntah berisi
cairan ± 3x/hari, dengan jumlah 200 ml, tidak diare, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid

11) Data penunjang


Dilakukan pemeriksaan laboratorium haemoglobin 10.3 g/dl (12.0-16.0),
hematokrit 32% (37-47), eritrosit 3.7 juta/ul (4.3-6.0), leukosit 4140/ul
(4.800-10.800), trombosit 20000/ul (150.000-400.000/ul)

12) Penatalaksanaan
Klien diberikan obat Ceftiaxone IV 1x2 g, Omz IV 1x40 mg, ondansentron
IV 3x1 mg, sistenol p.o 2x1 mg, ricovid p.o 4x300 mg, levoflaxacim IV
1x750 mg

3.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. U

24
1. DATA FOKUS
Dari data hasil pengkajian dan observasi yang kami lakukan pada 24 Juni 2019, kami
mendapatkan informasi data subjektif dan objektif dari klien. Data objektif klien yaitu
TD : 108/73 mmHg N : 85 x/menit S : 38,5°C RR : 26 x/ menit, Ekspresi wajah
kadang meringis, Akral hangat wajah kemerahan, Wajah kemerahan, Klien tampak
pucat, Klien tampak lemas, Klien tampak tirah baring, Mukosa bibir kering, P : Prses
penyakit, Q : seperti terbakar, R : menjalar ke paha dan kaki, S : skala 6, T : hilang
timbul, TB : 158 cm, BB 52 kg, Klien tampak makan hanya 3 sendok, Klien tampak
tidak nafsu makan, Muntah klien berisi cairan, Hb : 10.3 g/dl, IMT : 20,8kg/m 2, Klien
tidur hanya 5-6 jam/ hari. Data subyektif klien yaitu Klien mengeluh sakit pada
pinggang kiri, Klien mengatakan sakit seperti terbakar, Klien mengataka rasa sakit
menjalar ke paha dan kaki sampai kejari-jari kaki, Klien mengatakan nyeri hilang
timbul, Klien mengatakan demam naik turun, Klien mengatakan mudah lelah saat
beraktivitas, Klien mengatakan kepala terasa pusing, Klien mengatakan sulit tidur,
Klien mengatakan malam hari menggigil, Klien mengatakan tidak nafsu makan, Klien
mengatakan hanya makan 3 sendok, Klien mengatakan mual, Klien mengatakan tidak
nafsu makan, Klien mengatakan lemas, Klien mengatakan mual dan muntah berisi
cairan.

2. ANALISA DATA
Dari data hasil pengkajian dan observasi di atas penulis hanya akan membahas
prioritas diagnosa keperawatan yang paling utama yaitu nyeri. Hal ini dilakukan
dengan alasan bahwa diagnosa keperawatan utama merupakan masalah pemenuhan
kebutuhan utama yang harus dipenuhi, penulis melakukan analisa data kemudian
memutuskan satu diagnosa keperawatan yang sesuai dengan prioritas, menyusun
intervensi keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi tindakan.

No. Data Masalah Etiologi


1 DS : Nyeri Kronis Gangguan imunitas
- Klien mengatakan sakit
pinggang kiri

25
- Klien mengatakan sakit
seperti terbakar
- Klien mengatakan nyeri
hilang timbul
DO :
- Ekspresi wajah kadang
meringis
- Klien tampak menahan nyeri
- P : inflamasi autoimun
- Q : seperti terbakar
- R : dibagian sendi dan
pinggang
- S : skala nyeri 6
- T : hilang timbul
DS : Hipertermia Proses penyakit
- Klien mengatakan demam (Infeksi)
naik turun
- Klien mengatakan mudah
lelah saat beraktivitas
- Klien mengatakan kepala
terasa pusing
- Klien mengatakan malam
hari menggigil
- Klien mengatakan sulit tidur
DO :
- Akral teraba hangat
- klien tidur hanya 5-6 jam/
hari
- Wajah kemerahan
- Klien tampak lemas
- Klien tampak tirah baring
- Mukosa bibir kering

26
- S : 38,5°C
3 DS : Risiko Defisit nutrisi Ketidakmampuan
- Klien mengatakan tidak mengabsorbsi
nafsu makan nutrien
- Klien mengatakan lemas
- Klien mengatakan klien
hanya makan 3 sendok
- Klien mengatakan mual dan
muntah berisi cairan
DO :
- Klien tampak makan hanya 3
sendok
- Klien tampak tidak nafsu
makan
- Muntah klien berisi cairan
- Mukosa bibir kering
- Klien tampak pucat
- BB SMRS : 55 kg, BB saat
ini 52 kg
- Hb : 10.3 g/dl
- IMT : 20,8 kg/m2

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri Kronis b.d Gangguan imunitas
b. Hipertermia b.d Proses penyakit (Infeksi)
c. Risiko Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

4. RENCANA KEPERAWATAN
Dx 1 : Nyeri Kronis b.d Gangguan imunitas

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah nyeri Kronis
dapat teratasi dengan kriteria hasil :

27
 Mampu mengatasi nyeri
 Mampu mengontrol nyeri
 Tidak ada tegangan otot
 Tidak ada gangguan tidur
 Tidak ada gangguan konsentrasi
 Tidak ada ekspresi menahan secara verbal

Intervensi :
1) Monitor TTV/8 jam
2) Kaji nyeri secara komprehensif ( PQRST )
3) Anjurkan teknik relaksasi napas dalam
4) Pertahankan tirah baring
5) Batasi aktivitas
6) Berikan lingkungan yang nyaman
7) Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik

Dx 2 : Hipertermia b.d Proses penyakit (Infeksi)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah Hipertermia


dapat teratasi dengan kriteria hasil :

 Suhu tubuh dalam batas normal


 Nadi dan RR dalam batas normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing dan merasa nyaman
Intervensi :
1) Monitor suhu tiap 2 jam
2) Monitor intake dan output
3) Monitor tanda-tanda vital
4) Berikan kompres hangat
5) Monitor warna kulit
6) Kolaborasi pemberian antipiretik
28
Dx 3 : Risiko Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah Defisit nutrisi
dapat teratasi dengan kriteria hasil :

 Nafsu makan baik


 Porsi makan habis 1 porsi
 BB dalam batas normal dan tidak ada penurunan BB
 Mual berkurang
 Muntah berkurang

Intervensi :
1) Kaji adanya anoreksia
2) Pantau hasil hb
3) Anjurkan klien makan sedikit tetapi sering
4) Berikan klien makanan selagi hangat
5) Timbang BB
6) Kolaborasi dalam pemberian obat

5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

 Pada tanggal 24 Juni 2019 pukul 09.00 WIB melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif dengan hasil P : inflamasi autoimun, Q : nyeri seperti terbakar, R :
nyeri pada sendi dan pinggang, S : 6, T : hilang timbul. Pada pukul 09.10
memonitor suhu sesering mungkin dengan hasil S : 38,5°C. pada pukul 09.20
mengkaji adanya anoreksia dengan hasil klien mengatakan tidak nafsu makan,
mual, muntah berisi cairan, makan habis 3 sendok makan. Pada pukul 10.00
menganjurkan tirah baring ketika klien merasakan nyeri dengan hasil klien
mengatkaan lebih rileks. Pada pukul 10.20 memonitor warna kulit dengan hasil
kulit klien pucat, suhu tubuh klien hangat. Pada pukul 10.30 memonitor BB
dengan hasil klien mengatakan BB turun setelah sakit. Pada pukul 11.00
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan hasil klien mengatakan lebih
rileks. Pada pukul 11.30 memberikan antipiretik sesuai dosisi dokter dengan hasil
obat masuk PCT drip 500. Pada pukul 12.10 menganjurkan klien makan sedikit
29
tetapi sering dengan hasil klien mengatakan masih mual dan makan habis 3
sendok makan.
 Pada tanggal 25 Juni 2019 pukul 16.30 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam dengan hasil klien mengataka masih nyeri, namun sedikit lebih rileks. Pada
pukul 17.00 memonitor TTV dengan hasil TD : 130/90 mmHg, N : 85 x/menit, S :
38°C, RR : 20 x/menit. Pada pukul 17.30 mengkaji adanya anoreksia dengan hasil
klien mengatakan tidak nafsu makan, klien masih mual, klien muntah berisi
cairan.Pada pukul 17.45 memberikan obat sesuai dosis dokter dengan hasil obat
omeprazole masuk melalui IV sebanyak 40 mg. pada pukul 18.00 memonitor
warna kulit dengan hasil klien mengatakan badannya menggigil. Pada pukul 18.30
melakukan pengkajian nyeri dengan hasil klien mengatakan nyeri pada sendi
sekitar pinggang dan menjalar sampai kaki, skala 4, hilang timbul. Pada pukul
19.00 mengajarkan klien makan sedikit tetapii sering dengan hasil klien
mengatakan muntah berkurang makan masih habis 3 sendok makan. Pada pukul
19.30 memonitor suhu dengan hasil S : 38°C, klien mengatakan badannya
menggigil. Pada pukul 20.00 menganjurkan klien tirah baring dengan hasil klien
mengatakan badannya terasa lemas.
 Pada tanggal 26 Juni 2019 pukul 08.30 memonitor pengkajian nyeri dengan hasil
P: proses inflamasi, Q : seperti terbakar, R : snyeri pada sendi dan pinggang. S : 2,
T : hilang timbul. Pada pukul 09.00 menganjurkan makan selagi hangat dengan
hasil klien mengatakan makan habis ½porsi, klien mengatkan mual berkurang
pada pukul 09.30 memonitor TTV dengan hasil TD : 135/90 mmHg, N : 80
x/menit, S : 38°C, RR : 20x/menit. Pada pukul 10.00 memberikan obat sesuai
dosisi dokter dengan hasilobat omeprazole masuk atau diberikan melalui IV
sebanyak 40 mg. pada pukul 11.00 mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
ketika nyeri timbul dengan hasil klien mengatkan lebih rileks. Pada pukul 12.30
mengajarkan klien makan sedikit tetapi sering dengann hasil klien mengatakan
makan habis ½porsi. Pada pukul 13.30 menganjurkan klien tirah baring dengan
hasil klien mengtakan badannya lebih rileks

6. EVALUASI KEPERAWATAN

30
 Pada tanggal 24 Juni 2019 DX 1: Nyeri kronis b.d gangguan imunitas, klien
mengatakan nyeri pada sendi dan pinggang, klien mengatakan nyeri hilang timbul,
TD: 140/80 mmHg N: 85x/menit S: 38,5°c RR: 20x/menit, klien nampak masih
menahan nyeri, klien tampak lemas, masalah belum teratasi tujuan belum tercapai,
lanjutkan intervensi. DX 2: hipertermi b.d proses penyakit (infeksi), klien
mengatakan demam naik turun, klien mengatakan di malam hari tubuhnya
menggigil, klien mengatakan badannya lemas, S : 38,5°C, akral hangat, klien
tampak pucat, klien tampak lemas, masalah belum teratasi tujuan belum tecapai,
lanjutkan intervensi. DX 3: Risiko Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, klien mengatakan tidak nafsu makan, klien mengatakan
mual dan muntah berisi cairan, klien mengatakan makan hanya habis 3 sendok
makan, klien tampak tidak nafsu makan, makan klien hanya 3 sendok makan, BB
SMRS 55 kg, BB saat ini 52 kg, masalah belum teratasi tujuan belum tercapai,
intervensi dilanjutkan
 Pada tanggal 25 Juni 2019 Dx 1 : nyeri kronis b.d gangguan imunitas, klien
mengatakan masih nyeri pada bagian sendi dan pinggang menjalar ke kaki, klien
mengatakan badannya lemas, klien mengatakan nyeri hilang timbul, TD : 130/90
mmHg, N : 85x/menit, S : 38°C, RR : 20 x/menit, akral teraba hangat, klien
menahan nyeri klien tampak lemas, masalah belum teratasi tujuan belum tercapai,
lanjutkan intervensi. Dx 2 :hipertermi b.d. proses penyakit (infeksi), klien
mengatakan badannya masih menggigil, klien mengatakan badannya lemas, klien
mengatakn demam naik turun, S : 38°C, akral terba hangat, klien tampak lemas,
masalah belum teratasi tujuan belum tercapai, intervensi dilanjutkan, Dx 3 :
Risiko Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, klien
mengatakan masih tidak nafsu makan, klien mengatakan mual muntah berkurang,
klien mengatakan makan habis 3 sendok makan, klien tampak tidak nafsu makan,
klien tampak makan hanya 3 sendok, klien tampak lemas, masalah belum teratasi,
lanjutkan intervensi
 Pada tanggal 26 Juni 2019, DX 1 : nyeri kronis b.d gangguan imunitas, klien
mengatakan sudah tidak nyeri pada bagian sendi dan pinggangnya, klien
mengatakan badannya masih lemas, klien mengatakan nyeri hilang timbul, TD :
135/90 mmHg, N : 80 x/ menit, S : 38°C, RR : 20 x/ menit, klien masih Nampak
lemas, klien tampak lebih rileks, maslah nyeri tertasi tujuan tercapai, intervensi

31
dihentikan. DX 2 : hipertermi b.d proses penyakit (infeksi), klien mengaytakan
badanya masih menggigil, klien mengatakan demam naik turun, klien mengatakan
badannya lemas, S : 38°C, akral hangat, klien ntampak lemas, klien tampak pucat
masalah belum teratasi ytujuan belum tercapai, lanjutkan intervensi. DX 3 : Risiko
Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, klien mengatakan
makan habis 1 porsi, klien mengatakan mual tidak ada, klien mengatakan sudah
tidak muntah, makan klien habis 1 porsi, tidak ada mual muntah, masalah teratasi
tujuan tercapai intervensi dihentikan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 SIMPULAN
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:Setelah di lakukan asuhan keperawatan dari tanggal 24-26 Juni 2019 maka
dapat di simpulkan bahwa hasil pengkajian yang di dukung dari kelengkapan data dan
status pasien hasil pemeriksaan hasil laboratorium serta sikap pasien dan keluarga yang
koperatif dan ramah dapat memudahkan penulis dalam melakukan pengkajian. Dalam
menetapkan prioritas masalah, penulis ingin mengatasi masalah kesehatan pada Ny.U
Diagnosa yang di dapat dari hasil pengkajian pada Ny. U terdapat tiga diagnosa
keperawatan sebagai berikut : (1) Nyeri kronis b.d gangguan imunitas ditandai klien
mengatakan nyeri pada sendi dan pinggang, klien mengatakan nyeri hilang timbul, TD:
140/80 mmHg N: 85x/menit S: 38,5°c RR: 20x/menit, klien nampak masih menahan
nyeri, klien tampak lemas. (2) hipertermi b.d proses penyakit (infeksi), klien
mengaytakan badanya masih menggigil, klien mengatakan demam naik turun, klien
32
mengatakan badannya lemas, S : 38°C, akral hangat, klien ntampak lemas, klien tampak
pucat (3) Risiko Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, klien
mengatakan makan habis 1 porsi, klien mengatakan mual tidak ada, klien mengatakan
sudah tidak muntah, makan klien habis 1 porsi, tidak ada mual muntah.
Dalam penyusunan tujuan, kreteria hasil, dan rencana keperawatan telah di lakukan
sesuai prioritas diagnosa keperawatan yang telah ada dan berdasarkan teori serta kondisi
klien. Evaluasi keperawatan telah di lakukan berdasarkan kreteria hasil yang telah di
buat sehingga perkembangan kondisi klien dapat di nilai dengan baik. Dari tiga
diagnosa keperawatan tersebut.Setelah di lakukan rencana keperawatan dan
implementasi masalah. Faktor pendukung selama memberikan asuhan keperawatan
pada Ny. U, klien dan keluarga sangat kooperatif saat di lakukan perawatan dan
keluarga klien memiliki motivasi yang tinggi dalam merawat klien saat ini.

4.2 SARAN
Dengan memperhatikan simpulan diatas, penulis memberi saran sebagai berikut :
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal mungkin dan
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan
fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
keterampilannya melalui praktek klinik dan pembuatan laporan.
c. Bagi Penulis selanjutnya
Penulis berharap bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada pasien
yang lainnya.

33
DAFTAR PUSTAKA

 Nanda International. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi.Jakarta: EGC.
 Nursalam. 2003.Proses dan Dokumentasi Keperawatan.Edisi II.Jakarta:Salemba
Medika.
 Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.
 Hanafi B, Trisnohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1, Edisi 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI

34

Anda mungkin juga menyukai