Anda di halaman 1dari 33

DERMATITIS

Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Medikal
Bedah III

Disusun oleh kelompok 2:


Dinda Tsurayya 1811311025
Yulia Mustika Sari 1811311027
Fitri Tirta Rahmili 1811311029
Chintia Paulina 1811311031
Indah Ramadhani 1811311035
Azuhri Takwim 1811312001
Resa Okpriana 1811312003
Tri Nadia Putri 1811312005
Sari Nadhifa Afdhal 1811312007
Taufik Febryanto 1811312019

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan
Medikal Bedah III ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Keperawatan Medikal Bedah III ini dapat
memberikan manfaat terhadap pembaca.

Padang, 20 September 2020

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan.................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................3
1.3 Tujuan...........................................................................................................3
BAB II Pembahasan................................................................................................4
Konsep dasar...........................................................................................................4
Pengkajian.............................................................................................................14
Analisa data dan Diagnosa Keperawatan..............................................................21
Intervensi Keperawatan.........................................................................................24
BAB III Penutup....................................................................................................31
3.1 Kesimpulan...................................................................................................31
3.2 Saran.............................................................................................................31
Daftar Pustaka.......................................................................................................32

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skauma, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung sering kambuh kembali (residif) dan menjadi kronis
(Sularsito, 2010).

Selama 30 tahun terakhir, peningkatan prevalensi dari penyakit Atopic Dermatitis


(AD) di dunia mencapai 18 % pada anak-anak dan 5 % pada orang dewasa . Selain itu
Allergic Contact Dermatitis (ACD) terjadi sekitar 7% dari populasi umum, diantaranya 3-24
% pada anak dan 33 - 64 % pada lansia (Silny dkk, 2013). Gambaran sepuluh (10) penyakit
terbanyak pada penderita rawat jalan di Rumah Sakit Umum di Indonesia yang diperoleh dari
Ditjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan tahun 2009, ditemukan jumlah kasus
penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya yakni sebesar 247.256 kasus diantaranya 99.303
kasus pada laki-laki dan 147.953 kasus pada perempuan (Ahmad dkk,2009).Dan pada tahun
2010 terdapat 122.076 kasus diantaranya 48.576 kasus pada laki-laki dan 73.500 kasus pada
perempuan (Ahmad dkk, 2010)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Dermatitis?
2. Apa saja klasifikasi dari Dermatitis?
3. Apa saja etiologi dari Dermatitis?
4. Apa saja manifestasi klinis dari Dermatitis?
5. Bagaimana patofisiologi dari Dermatitis?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Dermatitis?
7. Apa saja penatalaksanaan dari Dermatitis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Dermatitis?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan umum :

3
Untuk mengetahui dan memahami apa itu atau konsep dasar dari dermatitis
dalam keperawatan medikal bedah serta memahami konsep teoritis asuhan
keperaawatan pada klien.
2. Tujuan khusus :
1) Mengetahui dan memahami definisi dermatitis
2) Mengetahui dan memahami klasifikasi dari Dermatitis
3) Mengetahui dan memahami etiologi dari Dermatitis
4) Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Dermatitis
5) Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Dermatitis
6) Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari Dermatitis
7) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Dermatitis
8) Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
Dermatitis

4
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP DASAR

2.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang disertai
dengan pengelupasan kulit ari.
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah
eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). 
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis,
terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti
tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala  Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
berbeda.
Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah diajukan antara lain
berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk kelainan, usia pasien dan
sebagainya, contohnya :
a. Berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis manus, dermatitis seboroik,
dermatitis perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal, akrodermatitis, dermatitis
generalisata, dan sebagainya.
b. Berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan kronis atau
dermatitis madidans (membasah) dan dermatitis sika (kering)
c. Berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik,
dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis venenata, dermatitis
stasis, dan sebagainya.
d. Berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dan sebagainya.
e. Berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dan sebagainya.
2.2 Klasifikasi
1. Dermatitis Kontak

5
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. 
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun
yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara
kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol
yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi
pada kulit atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih
lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau
rumput.
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis
kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan
pruritogenik.
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan
dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah
pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini
memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada
pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Dermatitis Seborrheic
Kulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua
alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan
faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang
menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. Dermatitis Stasis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi
vena) tungkai bawah.
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis
muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan
kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.
5. Dermatitis Atopik
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
6
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial). kelainan kulit berupa papul
gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya
dilipatan(fleksural).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah.
Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul
saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga
memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau
berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa.
6. Dermatitis Medikamentosa
Dermatitis medikamentosa memiliki bentuk lesi eritem dengan atau tanpa vesikula,
berbatas tegas, dapat soliter atau multipel. Terutama pada bibir, glans penis,
telapak tangan atau kaki. Penyebabnya dari obat-obatan yang masuk kedalam
tubuh melalui mulut, suntikan atau anal. Keluhan utama pada penyakit biasanya
gatal dan suhu badan meninggi. Gejala dapat akut, subakut atau kronik. Untuk
lokalisasinya bisa mengenai seluruh tubuh. Apabila di bandingkan dengan
melasma bedanya yaitu plak hiperpigmentasi batas nya tidak tega.
2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen-agen, misaknya zat kimia, protein, bakteri dan fungus.
Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang di dapat dan spesifik untuk bereaksi.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya: bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis
atopik. 
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Sering kali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim
menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul
karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan
terasa panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus.
7
2.4 Manifestasi Klinis
Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti
dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).
Obyektif, biasanya batas kelainan tidak terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul
scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema. Edema sangat
jelas pada kulit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia
eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis basah berarti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai
infeksi. Dermatitis sika (kering) berarti tdiak madidans bila gelembung-gelumbung
mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Pada stadium
tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak
likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
2.5 Patofisiologi
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV ialah hipersenitivitas tipe
lambat. Patogenesisnya melalui dua fase yaitu fase indukdi (fase sensitisasi) dan
fase elisitasi.
Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit
mengenal dan memberikan respon, memerlukan 2-3 minggu. Fase elesitasin ialah
saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbul
gejala klinis
Pada fase induksi, hapten (proten tak lengkap) berfenetrasi ke dalam kulit
dan berikatan dengan protein barier membentuk anti gen yang lengkap. Anti gen
ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh magkrofak dan sel Langerhans,
kemudian memacu reaksi limfoisit T yang belum tersensitasi di kulit, sehingga
terjadi sensitasi limposit T, melalui saluran limfe, limfosit yang telah tersensitasi
berimigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berfoliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitasi secara
spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi,
8
sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh,
menyebabkan keadaan sensetivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau
serupa. Sel efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu
menarik berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis.
2. Neurodermatitis
Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler,
dengan diameter bervariasi 5 – 40 mm. Bersifat membasah (oozing), batas relatif
jelas, bila kering membentuk krusta. bagian tubuh.
3. Dermatitis Seiboroika
Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama
kering, basah atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.
Tempat kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae,
presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum. Pada kulit
kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai dandruff dan bila basah
disebutpytiriasis steatoides ; disertai kerontokan rambut.
4. Dermatitis Statis
Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang
dan melebar. Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler
masuk ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul keluhan rasa berat bila lama
berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit
dan timbul purpura. Bercak-bercak semula tampak merah berubah menjadi
hemosiderin. Akibat garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama,
edema diganti jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam.
5. Dermatitis Atopik
Belum diketahui secara pasti. Histamin dianggap sebagai zat penting yang
memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaktis dan
emnekan produksi sel T.  Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopi kronis. Sel
ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak
menyababkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan prutisus
dan eritema, mungkin karena gerakan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa.
Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara
berlebihan diturunkan secara genetik.
6. Dermatitis Medikamentosa
9
Faktor lingkungan merupakan  factor terpenting . Alergi paling sering
menyerang pada saluran nafas dan saluran pencernaan . Di dalam saluran nafas
terjadi inflamasi yang menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menyebabkan
batuk dan sesak nafas.

2.6 WOC

10
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2.  Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis
sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang
parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran
tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak
iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak

11
sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel
dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans
menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa
antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.
2.8 Komplikasi
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi
2.8 Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin
disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian
steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel
Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam
proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat
diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi
obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film
plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping
berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak
melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi
sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
12
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR),
sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui
mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans
akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di
epidermis atau dermis.
4. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus,
E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat
diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya
clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus)
dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T
melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi.
Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-
valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan
adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan
penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

13
6. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya.
Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin.
Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa, pendidkan
pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain.

Dermatitis kontak dapat terjadi pada semua orang di semua umur sering terjadi pada
remaja dan dewasa muda dapat terjadi pada pria dan wanita. Bila dibandingkan dengan
dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan
timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak
alergik kira-kira hanya 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik terjadi pada 3-4%
dari populasi penduduk. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun dermatitis
kontak alergik lebih jarang dijumpai pada anak-anak. Lebih sering timbul pada usia dewasa
tapi dapat mengenai segala usia. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dari pada laki-laki.

2.  Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya  terasa gatal serta
nyeri.Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul.

 Riwayat keluhan utama.

Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada beberapa kasus
dematitis kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit dan kulit akan berwarna
merah, edema yang diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada setiap
keluhan klien .

a. Provocative/palliative.

 Apa penyebab keluhan,

14
 Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan tertentu yang
menyebabkan kerusakan pada kulit.
 Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah berat. Dengan
menjauhi sumber dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan berkurang.

b.    Quality/quantity

 Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar

Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal dan nyeri pada
daerah yang terkena bahan tertentu yang dapat menyebabkan keluhan.

 Sejauh mana sakit dirasakan

Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tergantung dari lama
kontak zat dengan kulit, konsentrasi zat serta tingkat sensitifitas kulit.

c.    Region/radiation

 Dimana letak sakit

Tergantung dari daerah yang kontak dengan penyebab .

 Area penyebarannya

Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis, tempat cedera, dibalik
perhiasan.

d.   Severitty scale

 Apakah mempengaruhi aktifitas

Terganggunya aktifitas tergantung dari letak,tingkat keparahan penyakit.

 Seberapa jauh skala ringan/berat.

Tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya.

e.    Timing

 Kapan mulai terjadi.


 Kapan sering terjadi.

15
 Apakah terjadinya mendadak atau perlahan-lahan

3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress
yang berkepanjangan.
e) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah
pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat

Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

 Ringan, sedang, berat.

2.Tingkat Kesadaran

 Kompos mentis.
 Apatis.
 Samnolen, letergi/hypersomnia.
 Delirium.
 Stupor atau semi koma
 Koma 

Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu Dermatitis kontak termasuk
tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun
demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.

16
3.      Tanda-tanda vital

 Tekanan darah
 Denyut nadi
 Suhu tubuh
 Pernafasan

4. Berat Badan

5. Tinggi Badan

6. Kulit.

a. Inspeksi

Radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).

 kemerahan (rubor),
 gangguan fungsi kulit (function laisa).
 biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara
serentak atau berturut
 terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar.
 Terdapat bula atau pustule,
 ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti
sika.
 terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi
dan sebagai sekuele telihat
 hiperpigmentasi tau hipopigmentasi.

b.      Palpasi

 Nyeri tekan
 edema atau pembengkakan
 Kulit bersisik

17
7. Keadaan Kepala

a. Inspeksi

tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.

b. Palpasi

Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya massa.

8. Keadaan mata

a. Inspeksi

  Palpebrae        :  tidak edema,  tidak radang


 Sclera :  Tidak ictertus
 Conjuctiva      :  Tidak terjadi peradangan
 Pupil   :   Isokor

b.      Palpasi

 Tidak ada nyeri tekan


 Tekanan Intra Okuler ( TIO )  tidak ada

9.      Keadaan hidung.

a.  inspeksi

 simetris kiri dan kanan


 Tidak ada pembengkakan dan sekresi
 Tidak ada kemerahan  pada selaput lendir

b.  Palpasi

 Tidak ada nyeri tekan


 Tidak ada benjolan/tumor

10.  Keadaan telinga

 inspeksi
 telinga bagian luar simetris

18
 tidak ada serumen/cairan, nanah

A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi

2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)


Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut
perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau
bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-
sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis
dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran
histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti
dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel
langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel
Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam
tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke
kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai
gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam
pola peradangannya.

B. POLA FUNGSIONAL GORDON


a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan

19
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas
pasien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
 Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam )
 Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau alergi
 Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
 Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang
mengandung vitamin antioksidant
c) Pola eliminasi
  Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna  dan karakteristiknya
  Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
 Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk
miksi dan defekasi.
d) Pola aktivitas/olahraga
  Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.
  Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena yang
terganggu adalah kulitnya
  Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e) Pola istirahat/tidur
  Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
  Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan
dengan gangguan pada kulit
  Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
f) Pola kognitif/persepsi
 Kaji status mental klien
 Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
 Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi
penyebab kecemasan klien
 Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
 Kaji apakah klien mengalami vertigo
 Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.
g) Pola persepsi dan konsep diri

20
  Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian
yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
  Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut
  Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
h) Pola peran hubungan
 Tanyakan apa pekerjaan pasien
 Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman.
 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien
i) Pola seksualitas/reproduksi
 Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
  Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause
  Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan
seks
j)  Pola koping-toleransi stress
 Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan diri )
 Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien
sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.
k)  Pola keyakinan nilai
 Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta
seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih
berfikiran positif

ANALISIS DATA DAN DIAGNOSA


Analisis data Etiologi Diagnosa Keperawatan
DS : Eksogen (bahan iritan Gangguan integritas
 Klien mengatakan kimiawi dan fisik), Endogen kulit/jaringan b.d kurang
kulitnya gatal dan (Stress emosional, makana) terpapar informasi tentang
ada bekas yang upaya
tertinggal setelah di mempertahankan/melindungi

21
gerak. Ditangkap oleh APC integritas jaringan
 Klien mengatakan
gatal gatal yang Nyeri akut b.d agen
dideritanya Berikatan dengan protein pencedera fisiologis, kimiawi
mengganggu tubuh (fase induksi) dan fisik, (misal :
aktivitasnya. inflamasi,bahan kimia iritan,
Do : dan abses)
 Kulit terlihat Terbentuk Antigen makrofag
kemerahan, dan sel langerhans Gangguan rasa nyaman b.d
terkelupas, dan lecet gejala penyakit
 Klien tampak gatal
dan sering menggaruk Diteruskan ke sel T

Terjadi reaksi antigen


terbentuk:IgE

Proses Degranulasi

Pelepasan mediator kimia


berlebih

Terjadi reaksi sensitivitas


pada kulit

Dermatitis

Gatal dan rubor

22
Reaksi menggaruk yang
berlebihan

Kerusakan Integritas Kulit,


Nyeri akut, Gangguan rasa
nyaman

DS : Eksogen (bahan iritan Gangguan citra tubuh


 Klien mengatakan kimiawi dan fisik), Endogen berhubungan dengan iritas
kulitnya terkelupas (Stress emosional, makana) yang terjadi pada kulit.
dan lecet
DO :
 Kulit klien tampak Kerusakan Kulit
kering, berwarna
kemerahan,
terkelupas dan lecet Lapisan Tanduk

Denatursi keratin

Menyingkirkan lemak
lapisan tanduk

Mengubah daya ikat air kulit

Terjadi reaksi sensitivitas


pada kulit

23
Dermatitis

Gatal dan rubor

Kelembaban kulit menurun

Kulit mengering

Perubahan warna kulit

Gangguan citra tubuh

ASUHAN KEPERAWATAN

SDKI SLKI SIKI

1. Gangguan integritas 1. Integritas kulit dan 1. Perawatan integritas kulit


kulit/jaringan b.d kurang jaringan Observasi
terpapar informasi tentang a. Elastisitas Identifikasi penyebab
upaya (meningkat) gangguan integritas kulit
mempertahankan/melindung b. Hidrasi (mis. Perubahan sirkulasi,
i integritas jaringan (meningkat) perubahan status nutrisi,
c. Perfusi jaringan penurunan kelembapan,
(meningkat) suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
Terapeutik
a. Nyeri (menurun)
a. Ubah posisi tiap 2 jam
b. Perdarahan
jika tirah baring
(menurun)

24
c. Kemerahan b. Bersihkan perineal
(menurun) dengan air hangat,
terutama selama periode
diare
a. Suhu kulit
c. Hindari produk berbahan
(membaik)
dasar alcohol pada kulit
b. Sensasi
kering
(membaik)
Edukasi
c. Tekstur
a. Anjurkan meningkatkan
(membaik)
asupan nutrisi
b. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
c. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
2. Penyembuhan luka 2. Perawatan luka
a. Penyatuan kulit Observasi
(meningkat) a. Monitor karakteristik
b. Penyatuan tepi luka (mis. Drainase,
luka (meningkat) warna, ukuran, bau)
c. Jaringan granulasi b. Monitor tanda-tanda
(meningkat) infeksi
Terapeutik
a. Lepaskan balutan dan
a. Edema pada sisi
plaster secara perlahan
luka (menurun)
b. Cukur rambut di sekitar
b. Peradangan luka
daerah luka, jika perlu
(menurun)
c. Bersihkan dengan cairan
c. Nyeri (menurun)
NaCl atau pembersih non
toksik, sesuai kebutuhan
d. Bersihkan jaringan
nekrotik
e. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu

25
f. Pertahankan teknik steril
saat melakukan
perawatan luka
g. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
h. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
i. Berikan suplemen
vitamin dan mineral,
sesuai indikasi
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
b. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
c. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
a. Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu

2. Nyeri akut b.d agen 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen energy


pencedera fisiologis,
a. Kemampuan Obseravasi
kimiawi dan fisik, (misal :
menuntaskan aktivitas
inflamasi,bahan kimia iritan, a. identifikasi lokasi,
meningkat
dan abses) karakteristrik, durasi, frekuensi,

26
b. Keluhan nyeri kualitas intensitas nyeri,
menurun
b. identifikasi skala nyeri
c. Meringis menurun
c. identifikasi faktor yang
d. Gelisah menurun memperberat dan memeperingan
nyeri
e. Kesulitan tidur
menurun d. identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
f. Pola napas membaik
e. identifikasi pengaruh nyeri
g. Tekanan darah
pda kualitas hidup
membaik
f. monitor efek saamping
h. Nafsu makan
penggunaan analgetik
membaik
Terapeutik
i. Pola tidur membaik
a. berikan terapi
nonfarmakologis misal (terapi
2. Penyembuahan luka music, terapi bermain) untuk
menurunkan nyeri
a. Penyatuan kulit
meningkat b. fasilitasi istirahat dan tidur

b. Penyatuan tepi luka Edukasi


meningkat
a. jelaskan penyebab, periode
c. Edema pada sisi luka dan pemicu nyeri
menurun
b. jelaskan strategi meredakan
d. peradangan luka nyeri
menurun
c. anjurkan menggunakan
e. Nyeri menurun analgetik secara tepat

f. Drainase serosa d. ajarkan terapi


menurun nonfarmakalogis untuk
menurangi nyeri
g. Eritema pada kulit

27
sekitar menurun Kolaborasi

h. Infeksi pada luka a. kolaborasi pemeberian


menurun analgetik, jika perlu.

2. Pemberian analgesik

Observasi

a. identifikasi katarakteristik
nyeri (mis: penecetus, pereda,
kualitas, lokasi,intensitas)

b. identifikasi riwayat elergi obat

c. identifkasi kesesuaian
analgesic dengan tingkat
keprahan nyeri

d. monitor efektifitas analgesic

Terapeutik

a. diskusikan jenis analgesic


yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu

b. tetapkan target egfektifitas


analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien

c. dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan

Edukasi

jelaskan efek terapi dan efek

28
samping obat

Kolaborasi

kolaborasi pemberian dosis dan


jenis analgesi, sesuai indikasi

3. Gangguan rasa nyaman Status Kenyamanan Terapi Relaksasi


berhubungan dengan gejala
Tujuan: Setelah Observasi:
penyakit
dilakukan tindakan
 Identifikasi penurunan
keperawatan 3x24 jam
tingkat energi,
diharapkan status
ketidakmampuan
kenyamanan meningkat
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
 Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
Terapeutik

 Ciptakan lingkungan
tenang, dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi

29
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika
sesuai
Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat,


batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia(mis. Musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman
 Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih

30
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang disertai dengan
pengelupasan kulit ari. Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis
berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan
gatal). Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah diajukan antara lain
berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk kelainan, usia pasien dan sebagainya.
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen-agen, misaknya zat kimia, protein, bakteri dan fungus. Respon
tersebut dapat berhubungan dengan alergi.
3.2 SARAN

Sebagai manusia biasa yang membutuhkan bantuan orang lain, penulis mengharapkan
dukungan baik dalam bentuk kritik dan saran, semoga dengan itu semua dapat membuat
makalah ini semangkin baik dan berguna bagi semua orang.

31
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’s
Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta:
EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai