TINJAUAN PUSTAKA
7
8
Diabetes Melitus tipe II bisa juga disebut dengan diabetes lifestyle karena
faktor keturunan disebabkan juga gaya hidup yang tidak sehat. Diabetes Melitus
tipe II perkembangan penyakitnya sangat lambat, bisa sampai bertahun-tahun.
Penderita DM tidak mutlak memerlukan insulin karena pankreasnya masih bisa
memproduksi insulin (Lanywati, 2011).
c. Diabetes pada kehamilan (Diabetes Melitus Gestational)
Merupakan penyakit DM yang terjadi pada ibu hamil yang tidak
mempunyai riwayat diabetes sebelumnya tetapi mempunyai glukosa darah yang
tinggi selama kehamilan (ADA, 2016). Pada keadaaan ini plasenta mendukung
bayi untuk tetap tumbuh. Hormon yang terdapat dalam plasenta membantu bayi
dalam proses perkembangan tetapi hormon ini mencegah kinerja insulin di tubuh
ibunya (IDF, 2012). Diabetes Gestational mempengaruhi kondisi ibu diakhir
kehamilan, setelah terbentuknya tubuh bayi tetapi bayi tetap berkembang oleh
sebab itu diabetes gestational tidak menyebabkan bayi menjadi cacat lahir (ADA,
2016). Diabetes Gestational jika tidak dikontrol atau tidak dilakukan penanganan
dapat menyakiti bayi. Pankreas ibu bekerja ekstra untuk memproduksi insulin
tetapi insulin tidak dapat mengontrol glukosa darah, jadi glukosa darah yang
tinggi melewati plasenta dengan memberikan kadar glukosa darah tinggi kepada
bayi, hal ini dapat menyebabkan pankreas bayi bekerja ektra untuk memproduksi
insulin untuk menyingkirkan glukosa darah (ADA, 2016).
d. DM Tipe Lainnya
Diabetes tipe spesifik lain disebabkan karena gangguan genetik pada
fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas
(seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ) (ADA, 2016).
3. Faktor Resiko Diabetes Melitus
a. Faktor Resiko yang dapat dirubah
1) Obesitas
Obesitas menjadi salah satu faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (retensi
insulin). Semakin banyak jaringan lemak dalam tubuh semakin resisten
9
insulin, tetapi sering terjadi keterlambatan dalam sekresi dan penurunan jumlah
total insulin yang dilepaskan. Hal ini dapat menyebabkan keparahan seiring
dengan pertambahan usia pasien dengan usia diatas 40 tahun. Namun dengan
meningkatnya insiden obesitas di negara barat dan onsetnya yang semakin dini,
saat ini pada dewasa muda dan anak-anak terjadi peningkatan frekuensi DM tipe
II (Grensstein, 2006).
5. Manifestasi Klinik Diabetes Melitus
Digolongkan menjadi gejala akut dan kronik (PERKENI, 2016).
a. Gejala Akut Diabetes Melitus
Gejala penyakit dari satu penderita ke penderita yang lain sangat
bervariasi, bahkan tidak memunculkan gejala sekalipun sampai saat tertentu,
gejala pemula yang muncul yaitu banyak makan (polyphagia), banyak minum
(polidipsi) dan banyak kencing (polyuria) (PERKENI, 2016). Rasa lelah, pusing,
keringat dingin, sulit berkonsentrasi disebabkan oleh menurunnya kadar gula
darah (Mahendra, Tobing, Krisnatuti, & Alting, 2008).
b. Gejala Kronik Diabetes Melitus
Pasien DM akan mengalami kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
ditusuk-tusuk jarum, rasa tebal dikulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur,
gatal disekitar kemaluan wanita kemampuan seksual mengalami penurunan atau
bayi lahir dengan berat lebih 4 kg (Soegondo, 2004). Gejala lain yang timbul
seperti kelelahan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual pria
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan (Noor, 2015).
6. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi DM dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu faktor genetik,
lingkungan, gaya hidup, dan faktor yang dapat menyebabkan terlambatnya
pengelolaan DM seperti tidak terdiagnosanya DM, Walaupun sudah terdiagnosa
tetapi tidak menjalani pengobatan secara teratur (Kusuma & Hidayati, 2013).
Penderita DM kemampuan tubuh dalam bereaksi terhadap insulin mengalami
penurunan atau pankreas menghentikan produksi insulin, kondisi ini dapat
menimbulkan hiperglikemia yang mengakibatkan komplikasi akut meliputi
12
berat badan, dan lain-lain. Cara perhitungan berat badan ideal yaitu
sebagai berikut (PERKENI, 2016)
a) Penghitungan berat badan ideal menggunakan rumus broca yang
sudah dimodifikasi oleh PERKENI:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita 150 cm
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat Badan Ideal = (TB dalam cm - 100) x 1kg.
BB Normal : BB ideal ± 10%
Kurus : kurang dari BBI - 10%
Gemuk : lebih dari BBI +10%
b) Penghitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh
(IMT) dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg) / TB(m²)
Tabel 2.1. Klasifikasi IMT
Berat badan Klasifikasi Indeks Massa
Tubuh
Kurus < 18,5 kg/m2
Normal 18,5 – 23,5 kg/m2
Gemuk >23,5 – 30 kg/m2
Obesitas >30 kg/m2
b. Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM.
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur
sebanyak 3-5 kali dalam seminggu, waktunya sekitar 30-45 menit, dengan total
waktu 150 menit per minggu. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah sebelum latihan jasmani jika kadar glukosa darah <100 mg/dL
pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila kadar glukosa
darah >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani
16
yang dianjurkan yaitu latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas
sedang seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging dan berenang (PERKENI,
2016).
2.2. Glukosa darah
Glukosa darah merupakan gula yang terdapat dalam darah yang berasal
dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dihati dan diotot
rangka. Glukosa darah berfungsi sebagi penyedia energi tubuh dan jaringan-
jaringan dalam tubuh (Widyastuti,2011). Kadar glukosa juga dipengaruhi berbagai
faktor dan hormon insulinyang dihasilkan kelenjar pankreas, sehingga hati dapat
mengatur kadar glukosa dalam darah (Ekawati,2012). Glukosa darah dibagi
menjadi dua yaitu hiperglikemia dan hipoglikemia. Hiperglikemia bisa terjadi
karena asupan karbohidrat danglukosa yang berlebihan. Beberapa tanda dan gejala
dari hiperglikemia yaitu peningkatan rasa haus, nyeri kepala, sulit konsentrasi,
pengelihatan kabur, peningkatan frekuensi berkemih, letih, lemah, penurunan
berat badan. Sedangkan hipoglikemia juga bisa terjadi karena asupan karbohidrat
dan glukosa kurang. Beberapa tanda dan gejala dari hipoglikemia yaitu gangguan
kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan daya ingat, berkeringat, tremor,
palpitasi, takikardia, gelisah, pucat, kedinginan, gugup, rasa lapar (M.Mufti
dkk,2015).
Kadar glukosa darah dalam keadaan normal berkisar antara 70-110
mg/dl. Nilai normal kadar glukosa dalam serum dan plasma adalah 75-115 mg/dl,
kadar gula 2 jam postprandial ≤ 140 mg/dl, dan kadar gula darah sewaktu ≤ 140
mg/dl (Widyastuti,2011). Di bawah ini macam-macam glukosa darah antara lain :
a. Glukosa darah sewaktu
Glukosa darah sewaktu merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah
yang dilakukan setiap hari tanpa memperhatikan makanan yang dimakan
dan kondisi tubuh orang tersebut.
b. Glukosa darah puasa
Glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah yang
dilakukan setelah pasien puasa selama 8-10 jam.
c. Glukosa 2 jam setelah makan
17
2.7. Hipotesis
Pada penelitian ini, hipotesis yang bisa diambil yaitu ada hubungan antara
tingkat pengetahuan terapi diet diabetes melitus dengan kadar gula darah puasa
pada penderita diabetes melitus di RSUD Kardinah Kota Tegal.