Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

“Otitis Media Akut Dextra Stadium Hiperemis”

Oleh:

Mochamad Fauzi Aulia Akbar

H1A016054

Pembimbing:
dr. Eka Arie Yuliyani, M.Biomed, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN


ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Otitis Media
Akut Dextra Stadium hiperemis”. Laporan kasus ini saya susun dalam rangka memenuhi
tugas dalam proses mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung
dan Tenggorokan di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram. Saya berharap penyusunan laporan kasus ini dapat berguna
dalam meningkatkan pemahaman kita semua.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini.
Semoga Tuhan selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan
tugas dan menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, November 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Sedangkan otitis media akut merupakan
inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu. Perjalanan OMA
terdiri atas beberapa aspek yaitu terjadi secara mendadak, di lanjutkan efusi telinga tengah
yang dapat berkembang menjadi pus oleh karena adanya infeksi mikroorganisme, dan
akhirnya muncul tanda inflamasi akut, antara lain otalgia, iritabilitas, dan demam.1,2..
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anakanak.
Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3
tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun,
dan setelah itu insidennya mulai berkurang3. Prevalensi OMA berbeda beda pada tiap Negara
dan prevalensi tertinggi dapat mencapai 43,37% dari populasi
Gejala OMA dapat bervariasi tergantung stadium, mulai dari didapatkan adanya
retraksi pada membran timpani sampai dapat menimbulkan beberapa gejala seperti nyeri pada
telinga, demam, hingga gangguan pendengaran1.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan yang terdiri atas telinga luar
(dari daun telinga, liang telinga, dan membran timpani), telinga tengah, dan telinga dalam.1

A. Telinga Luar dan Tengah

• Telinga luar
O Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai dengan membrane timpani.

o Pada 1/3 liang telinga tersusun dari tulang rawan (pars cartilaginosa) dan banya kelenjar
serumen yang berfungsi untuk mengikat kotoran, sedangkan 2/3 bagian telinga lainnya
tersusun dari tulang dan sedikit kelenjar serumen.

Membran timpani terdiri dari 2 bagian, yaitu:

a. Pars flaksida (Membran Shrapnell) yaitu bagian atas dari membran timpani yang tidak
memiliki membran propria. Pars flaksida terdiri atas 2 lapisan yaitu bagian luar merupakan
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti
epitel mukosa saluran napas.

b. Pars tensa (membran propria) yaitu bagian bawah dari membran timpani. Bagian ini memiliki
satu lapisan tambahan pada bagian tengahnya yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin.
• Telinga Tengah

Rongga telinga tengah disebut juga sebagai kavum timpani (tympanic cavity) yang dilapisi
oleh membran mukosa. Organ telinga tengah terdiri atas membran timpani, tuba eustachius,
antrum mastoid, aditus ad antrum, kavum timpani, dan osikula auditiva.
Batas – batas telinga tengah yaitu:

Lateral: Membran timpani


Anterior: Tuba Eustachius
Inferior: Vena jugularis (Bulbus jugularis)
Posterior: Aditus ad antrum
Superior: Tegmen timpani
Medial: Memisahkan kavum timpani dari telinga dalam. Terdapat beberapa struktur yaitu
kanalis semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap
bundar (round window), dan promontorium.

Pada telinga tengah terdapat 3 tulang pendengaran


• Telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar ke dalam yaitu maleus,
inkus dan stapes yang saling berikatan dan berhubungan membentuk artikulasi.
• Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong atau foramen ovale yang
berhubungan dengan koklea.

• Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva),
yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membran timpani.

B. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran
yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar vestibuli
disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan
pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar,
dan kanalis Corti, yang membentuk organ corti. Sel – sel rambut organ corti merupakan
organ reseptif akhir yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara.

2.2 Otitis Media Akut


Definisi
Otitis Media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi menjadi dua antara lain otitis media supuratif dan non supuratif, dari masing-masing
golongan mempunyai bentuk akut dan kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik,
seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis Media Akut (OMA)
merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu.1,2

Epidemiologi
Otitis rnedia adalah salah satu infeksi tersering pada anak-anak. Pada beberapa
penelitian infeksi ini diperkirakan terjadi pada 25 % anak. Lebih sering pada anak-anak
Indian Amerika dan Eskimo dibandingkan dengan anak kulit putih, dan paling jarang pada
1
anak kulit hitam. Anak-anak berusia 6 - bulan lebih rentan terkena OMA, dimana
frekuensinya akan berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18 -
20 bulan. Infeksi umumnya terjadi pada dua tahun pertama kehidupan, sedangkan insidens
puncak kedua terjadi pada tahun pertama masa sekolah.2,4

Suatu penelitian oleh Howie menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S.


pneumoniae dalam tahun pertama kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insidens
episode otitis media akut berulang. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak wanita. Insidens kondisi alergi tidak meningkat pada anak-anak ini.4
Etiologi
Etiologi dari OMA sebagai berikut5 :

1. Virus
Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh respiratory syncytial virus (RSV) pada awal tahun
kehidupan. Prevalensi virus yang berasal dari saluran pernafasan pada cairan di telinga
tengah dari 456 anak berumur tujuh bulan sampai tujuh tahun dengan otitis media akut adalah
41%. RSV adalah yang paling sering ditemukan, diikuti dengan parainfluenza, influenza,
enterovirus dan adenovirus. Penemuan dari penelitian lain juga menunjukkan terdapat
beberapa virus pada infeksi OMA seperti rhinovirus, coronavirus, metapheumovirus.
2. Bakteri
Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut ditemukan bakteri pada kultur cairan telinga
tengah. Spesies yang paling sering adalah haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae. Kultur pada nasofaring dapat membantu melihat keterlibatan bakteri pada otitis
media akut. Heikkinen dkk menemukan pada 25% dari pasiennya disebabkan oleh
steptococcus penumoniae, haemophilus influenzae pada 23%, moraxella catarrhalis sekitar
15%. Kekambuhan dari otitis media akut memiliki hubungan positif dengan hasil kultur
bakteri yang positif pada nasofaring. Kejadian berulang setelah 14 hari pasca AOM
kebanyakan disebabkan oleh infeksi baru, bukan diakibatkan relaps.
Faktor Risiko
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan
terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak- anak dibandingkan
kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor anatomis, dimana pada fase
perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba Eustachius memang memiliki posisi
yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa.
Hal inilah yang membuat kecenderungan terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar
dan lebih ekstrim dibandingkan usia dewasa.2
Pada usia yang lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan
persentase kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat tahun dan
awal usia lima tahun. Kadang-kadang, individu dewasa yang tidak pernah memiliki riwayat
penyakit telinga sebelumnya, namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
yang disebabkan oleh adanya infeksi virus juga dapat mengalami OMA.2
Penelitian-penelitian terbaru juga melaporkan bahwa kelainan anomali kraniofasial
seperti cleft palate dan trisomy 21 meningkatkan risiko kelainan pada telinga tengah karena
terganggunya saluran tuba. Sedangkan kelainan atopic seperti rhinitis alergi dan asma juga
merupakan predictor kuat untuk terjadinya OMA, karena peningkatkan kecenderungan untuk
terjadinya infeksi pneumococcal.6
Patofisiologi
Patofisiologi OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit,
sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring
ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada
tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika
terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan
terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA
dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah
terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian
terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.7
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediatormediator
inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori
juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan
imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses
inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang tulang
pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu
banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.7
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid.7
Manifestasi Klinis
Gejala klasik otitis media akut antara lain berupa nyeri, demam, malaise, dan kadang-
kadang nyeri kepala di samping nyeri telinga, selain itu disertai riwayat batuk pilek.
Khususnya pada anak dapat terjadi anoreksia dan kadang-kadang mual dan muntah. Demam
dapat tinggi pada anak kecil, namun dapat pula tidak ditemukan pada 30% kasus.1,4
Stadium
Stadium Otitis Media Akut dapat dibagi berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah antara
lain1 :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius.
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.
Efusi mungkin tidak terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan
otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Stadium Prepurasi).
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar dimembran timpani peremis
serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga
sukar terlihat.
3. Stadium supurasi.
Stadium Supurasi Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membran timani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien
tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
4. Stadium Perforasi.
Karena beberapa sebab seperti terlambat pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium
perforasi.
5. Stadium Resolusi.
Dimana membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berurang dan akhirnya kering.
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. Otitis Media Akut berubah menjadi OMSK (Otitis Media
Supuratif Kronik) bila perforasi meningkat dengan sekret yang keluar terusmenerus atau
hilang timbul. Otitis Media Akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media
serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
Diagnosis
Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada anak –
anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi
saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri
terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala khas adalah panas
yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga
yang sakit.1 Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut8,9 :
• Penyakitnya muncul mendadak (akut);
• Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: menggembungnya gendang telinga, terbatas / tidak adanya gerakan
gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, cairan yang keluar
dari telinga;
• Adanya tanda / gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu
di antara tanda berikut: kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga yang mengganggu
tidur dan aktivitas normal.
Tatalaksana
Penatalaksanaan Otitis Media Akut tergantung pada stadium penyakitnya yaitu1:
• Stadium Oklusi: bertujuan untuk membuka tuba eustachius sehingga tekanan negatif ditelinga
tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5% dan pemberian
antibiotik apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.
• Stadium hiperemis: analgetika, antibiotika yang dianjurkan biasanya golongan ampicillin atau
penicillin serta tetes hidung.
• Stadium Supurasi: diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik. Dapat dilakukan
miringotomi bila membran menonjol dan masih utuh untuk mencegah perforasi.
• Stadium Perforasi: sering terlihat sekret banyak yang keluar dan kadang terlihat keluarnya
sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatannya adalah obat pencuci telinga H2O2 3%
selama 35 hari dan diberikan antibiotika yang adekuat.
• Stadium Resolusi: maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi da
perforasi membran timpani menutup.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menyebabkan komplikasi berupa abses
periosteal, sampai komplikasi berat (meningitis dan abses otak). Setelah adanya antibotik,
kejadian komplikasi tersebut dapat diturunkan.1
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : IAV
Usia : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sindu, Mataram
No. RM :013065
Tanggal Pemeriksaan : 30 Januari 2020
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama: Nyeri telinga kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke Poli THT RSUD Mataram dengan keluhan nyeri
telinga bagian kanan. Awalanya pasien sebelumnya menderita batuk dan pilek selama
seminggu kemudian timbul keluhan nyeri telinga. Nyeri dirasakan sejak sehari yang lalu,
keluhan dirasakan terus menerus tanpa disertai adanya cairan dan gatal. Pasien merasa
keluhannya berkurang setelah meminum obat Sanmol. Tidak ada faktor yang memperberat
keluhan. Selain nyeri telinga pasien juga mengeluhkan nyeri saat mengunyah. Keluahan lain
pasien masih merasa pusing dan agak demam saat bekunjung ke poli. Saat ini keluhan
muntah dan mual disangkal oleh pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal serupa sebanyak 3 kali, keluhan muncul setelah pasien
mengalami batuk dan pilek sebelumnya. Pasien juga pernah menderita penyakit tipes pada
umur 8 tahun. Riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung dan paru disangkal oleh
pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan serupa di keluarga. Terdapat riwayat tekanan darah tinggi yakni nenek
pasien, penyakit jantung kakek pasien dan alergi adek pasien. Riwayat kencing manis tidak
ada.

5. Riwayat Alergi
Pasien mengaku alergi terhadap bulu kucing dan anjing.
6. Riwayat Pengobatan
Pasien terdapat riwayat konsumsi sanmol sebelumnya.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status General
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran GCS : Compos Mentis (E4V5M6)
Denyut Nadi : 90 x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu Tubuh : 37,9 oC
Pemeriksaan Kepala & Leher : Anemis (-), ikterik (-), Pembesaran Kelenjar Getah Bening
(-).
Pemeriksaan Thoraks : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Abdomen : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Ekstremitas : Dalam Batas Normal

• Status Lokalis
o Pemeriksaan Telinga
No Pemeriksaa Telinga kanan Telinga kiri
. n

Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma
nyeri tarik aurikula (-) (-), nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-) Serumen (-), hiperemis (-)
furunkel (-), edema (-), sekret furunkel (-), edema (-),
(-) sekret (-)

4. Membran Intak , hiperemis (+), edema Intak, retraksi (-),


timpani (+), perforasi (-), cone of hiperemis (-), edema (-),
light (+) arah jam 5 perforasi (-), cone of light
(+) arah jam 7
O Pemeriksaan Hidung
Edema (+)
Edema (+)
Sekert (-)
Sekert (-)

Pemeriksaan Hidung kanan Hidung kiri


Hidung
Hidung luar Bentuk normal, hiperemis Bentuk normal, hiperemis
(-), nyeri tekan (-), (-), nyeri tekan (-),
deformitas (-) deformitas (-)

Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-), Normal, ulkus (-),

Secret minimal Secret minimal

Cavum nasi Lapang, bentuk normal, Lapang, bentuk normal,


mukosa hiperemis minimal, mukosa hiperemis minimal,
permukaan licin, edema (+) permukaan licin, edema (+)

Meatus nasi media Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
massa (-) massa (-)

Konka nasi inferiorMukosa kemerahan, Mukosa kemerahan,


permukaan licin, edema permukaan licin, edema
(+), hipertrofi (-) (+), hipertrofi (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus (-)
Pemeriksaan sinus Nyeri tekan pada sinus Nyeri tekan pada sinus
maksila dan frontal maksila dan frontal (-) maksila dan frontal (-)

o Pemeriksaan Tenggorokan

Hipertrofi (-)
hiperemis (-)

Bibir Mukosa bibir tampak lembab, berwarna merah


muda.
Gigi dan Gusi Gigi tampak lengkap, infeksi gigi (-), peradangan
gusi (-)
Mukosa Bukal Berwarna merah muda, hiperemis (-)
Lidah Normal, ulkus (-), pseudomembran (-)
Uvula Normal, posisi di tengah, hiperemis (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemis (-), warna merah muda
Faring Mukosa hiperemi (-), granul (-) di dinding posterior
faring, post nasal drip (-)

Tonsila palatina Kanan: Ukuran T1, hipertrofi (-), hiperemis (-),


detritus (-), kripte melebar (-)

Kiri: Ukuran T1, hipertrofi (-), hiperemis (-), detritus


(-), kripte melebar (-)
3.4 Assessment
• Diagnosis Kerja: Otitis Media Akut dextra stadium hiperemis
3.5 Planning
Terapi

• Paracetamol tab 500 mg 3x1 tab/hari


• Amoxan tab 250 mg 3x1 tab/ hari
• Iliadin tetes hidung 2x2 tetes KN D/S / hari
3.6 Konseling, Informasi, dan Edukasi (KIE)
• Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai perjalanan penyakit dan komplikasi yang
dapat timbul.
• Menjelaskan rencana pengobatan.
• Edukasi keluarga pasien untuk menjaga higienitas diri pasien terutama kebersihan rongga
telinga dan hidung.

• Konsumsi makanan dengan gizi seimbang serta istirahat yang cukup.


3.7 Prognosis

• Ad vitam : dubia ad bonam


• Ad fungsionam : dubia ad bonam

• Ad sanationam : dubia ad bonam


BAB IV

PEMBAHASAN
Anamnesis:
Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan Otitis Media Akut Stadium hiperemis yang
dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan hasil
anamnesis, didapatkan data bahwa pasien mengeluhkan nyeri telinga bagian kanan.
Awalanya pasien sebelumnya menderita batuk dan pilek selama seminggu kemudian
timbul keluhan nyeri telinga. Nyeri dirasakan sejak sehari yang lalu, keluhan dirasakan
terus menerus tanpa disertai adanya cairan dan gatal. Pasien merasa keluhannya
berkurang setelah meminum obat Sanmol. Tidak ada faktor yang memperberat keluhan.
Selain nyeri telinga pasien juga mengeluhkan nyeri saat mengunyah. Keluahan lain
pasien masih merasa pusing dan suhu tubuh meningkat saat bekunjung ke poli. Saat ini
keluhan muntah dan mual disangkal oleh pasien.
Pembahasan :
Penderita OMA biasanya disertai beberapa gejala klasik antara lain demam, malaise,
dan kadang kadang nyeri kepala di samping nyeri telinga dalam, selain itu disertai dengan
riwayat batuk pilek seblumnya. Pada OMA stadium hiperemis pasien biasanya tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat 1,4. Penyakitnya
muncul mendadak (akut)9. Berdasarkan hasil anamnesis tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami beberapa gejala dari OMA stadium hiperemis.

Pemeriksaan Fisik:
Selanjutnya berdasarkan pemeriksaan fisik pasien, didapatkan hasil bahwa secara
umum keadaan pasien baik, namun pada saat dilakukan pemeriksaan telinga, pada bagian
kanan tampak membrane timpani hiperemis, pembuluh darah yang melebar
dimembran timpani serta edem dan reflek cahaya positif diarah jam 5, tanpa disertai
adannya cairan yang keluar. Pada pemeriksaan hidung didapatkan mukosa hidung kiri dan
kanan tampak hiperemis dengan edema konka pada hidung kiri dan kanan.
Pembahasan :
Pada OMA stadium Hiperemis didapatkan hasil pemeriksaan fisik tampak
pembuluh darah yang melebar dimembran timpani, hiperemis serta edem.1. Diagnosis OMA
harus memenuhi tiga hal berikut8,9 :

• Penyakitnya muncul mendadak (akut);


• Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: menggembungnya gendang telinga, terbatas / tidak adanya gerakan
gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, cairan yang keluar
dari telinga;
• Adanya tanda / gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu
di antara tanda berikut: kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga yang mengganggu
tidur dan aktivitas normal.
Hasil dari pemeriksaan fisik yang diperoleh sesuai dengan teori yang mendukung pada
diagnosa OMA stadium hiperemis.
Tatalaksana :
Penatalaksanaan OMA bergantung pada stadiumnya. Pada pasien ini diberikan antibiotic
berupa Amoxan (amoksisilin) tab 250 mg 3x1 tab/ hari, analgetik berupa pracetamol
tab 500 mg 3x1 tab perhari dan tetes hidung berupa iliadin tetes hidung 2x 2 tetes
hidung kiri dan kanan/ hari
Pembahasan :

Pada stadium hiperemis dapat diberikan analgetika, antibiotika yang dianjurkan biasanya
golongan ampicillin atau penicillin serta tetes hidung1.

Kesimpulan:

Pasien perempuan usia 9 tahun di diagnosa dengan Otitis Media Akut


Stadiumhiperemis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tatalaksana pada OMA
stadium dapat diberikan analgetika, antibiotika yang dianjurkan biasanya golongan ampicillin
atau penicillin serta tetes hidung. Pada pasien ini diberikan antibiotic berupa Amoxan
(amoksisilin), analgetik berupa pracetamol dan tetes hidung berupa iliadin tetes hidung.
Edukasi perlu diberikan kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien,
tatalaksana yang diberikan, serta prognosis dari penyakit pada pasien. Selain itu, keluarga
pasien harus menjaga kebersihan diri pasien terutama kebersihan dari telinga dan hidung,
serta istirahat yang cukup.
Daftar Pustaka
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; (2012).
2. Lestari RD, Mandala Z, Marni. Distribusi Usia Dan Jenis Kelamin Pada Angka Kejadian
Otitis Media Akut Di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun
2016. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. (2018); 5(1): 60-67.
3. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB, Ballenger JJ,eds.
Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th edition. New York: BC
Decker. (2003); 249-59.
4. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT.Edisi VI. Jakarta: EGC. (2007);
123-125.
5. Corbeel L. What is new in otitis media? European Journal Pediatric.(2007) ;166:511–519.
6. Yuniarti D, Asman ST, Fitriyasti B. Prevalensi Otitis Media Akut di RS Islam Siti Rahmah
Padang Tahun 2017.Health & Medical Journal.(2019);1(1):59-63.
7. Kerschner, J.E., Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th
ed. USA: Saunders Elsevier, (2007); 2632-2646.
8. American Academy of Pediatrics and American Academy of Family
Physicians. Diagnosis and management of acute otitis media. Clinical practice guideline
Pediatrics. (2004);113(5):1451-1465.
9. Neff MJ. AAP, AAFP release guideline on diagnosis and management of acute otitis media.
Am Fam Physician.(2004);69(11):2713-2715.

Anda mungkin juga menyukai