PEMBAHASAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
(1) Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
(2) Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang
anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut,
ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.
(3) Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau
ayah dan/atau ibu angkat.
(4) Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik,
dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat
kebiasaan.
(5) Lembaga pengasuhan anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau yayasan
yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan
telah mendapat izin dari Menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak.
(6) Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial
dan/atau organisasi kemasyarakatan.
(7) Pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil atau orang yang ditunjuk oleh lembaga
pengasuhan yang memiliki kompetensi pekerjaan sosial dalam pengangkatan
anak.
(8) Instansi sosial adalah instansi yang tugasnya mencakup bidang sosial baik di
pusat maupun di daerah.
(9) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial.
Pasal 2
Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
(1) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak
angkat.
(2) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan
agama mayoritas penduduk setempat.
Pasal 4
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat
dengan orang tua kandungnya.
Pasal 5
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pasal 6
(1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai
asal-usulnya dan orang tua kandungnya.
(2) Pemberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang
bersangkutan.
Pasal 7
Pengangkatan anak terdiri atas:
a. pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan
b. pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara
Asing.
Pasal 8
Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a, meliputi:
a. pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; dan
b. pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundangundangan.
Pasal 9
o Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan
dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat dan kebiasaan
dalam kehidupan bermasyarakat. (2) Pengangkatan anak berdasarkan adat
kebiasaan setempat dapat dimohonkan penetapan pengadilan. Pasal 10
o Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b mencakup pengangkatan anak secara
langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak.
o Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.
(1) Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara
Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, meliputi:
a. pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing; dan
b. pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara
Indonesia.
(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
putusan pengadilan.
Dari tata cara adopsi anak menurut hokum yang berlaku dapat dirangkum menjadi
beberapa syarat utama, sebagai berikut :
Tolak ukur kepentingan anak tersebut adalah faktor yang paling membuat anak
bahagia di masa depannya, dimana alasan ini sangat luas namun sangat penting
dipahami secara mendalam oleh calon Orang Tua Angkat. Karena alasan ini yang akan
dianalisa oleh Negara dan Pengadilan terkait menguji kelayakan si Orang Tua Angkat
dalam tahap-tahap berikutnya.
Di dalam UU Perlindungan anak tidak digariskan mengenai aturan ini, syarat ini
mucul di dalam Pasal 3 PP Adobsi, sayangnya tidak terdapat penjelasan mengenai
alasan diterapkannya persyaratan ini. Menurut penulis persyaratan ini tidak lebih untuk
menghindari sengketa perbedaan agama dengan orang tua kandung di kemudian hari.
Walaupun pada dasarnya setiap anak yang sudah dewasa berhak untuk memilih
agamanya sendiri, namun sebagian besar orang tua kandung menginginkan anaknya
seagama dengan dirinya. Hal ini juga berpengaruh ketika si anak akan menikah dengan
cara agama tertentu dan membutuhkan wali, sementara walinya berbeda agama dengan
si anak. Belum lagi masalah pewarisan misalnya, di dalam waris Islam cukup
mempermasalahkan jika ahli waris di luar dari Islam.
Selain ke tiga syarat di atas juga terdapat beberapa syarat Formil yang harus
dipenuhi oleh Pihak Calon Orang Tua Angkat maupun Calon Anak Angkat sendiri:
Berikut dapat dijelaskan tatacara pengangkatan anak, dari mulai proses pengajuan
hingga penetapan Pengadilan Negeri:
A. Dokumen Pribadi bersama Pasangan seperti KTP, Kartu Keluarga, dan Surat
nikah atau akta nikah, selain untuk mendata indentitas Calon Orang Tua Angkat,
ini juga berfungsi untuk membuktikan bahwa Pasutri tersebut sah secara hukum
sebagai pasangan dibuktikan dengan surat nikah yang Valid. Dari buku/ akta
nikah juga akan terlihat apakah pasutri memenuhi syarat sudah menikah lima
tahun atau lebih.
B. Akta Kelahiran Calon Anak Angkat, hal ini membuat kemungkinan pemalsuan
nasab si anak sangat kecil, karena di akta kelahiran tersebut tercantum siapa nama
orang tua kandungnya.
C. Surat Keterangan Cakap Kelakuan (SKCK), dari Kepolisian, untuk membuktikan
bahwa Pasutri tidak pernah melakukan tindak kejahatan.
D. Surat Keterangan dari Dokter Ahli Kandungan dari Rumah Sakit Pemerintah bagi
Pasutri yang divonis tidak mungkin mempunyai anak.
E. Surat Keterangan Pendapatan dari tempat bekerja atau Neraca Laba Rugi bagi
pengusaha, untuk membuktikan Calon Orang Tua Angkat mampu secara
Ekonomi.
F. Surat Ijin Tertulis dari Wali atau Orang tua Kandung Calon Anak Angkat.
G. Membuat Surat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
H. Dalam hal Pasangan Calon Orang Tua Angkat baik salah satu atau keduanya
Warga Negara Asing, maka harus ada Surat Persetujuan dari Keluarga WNA
tersebut yang dilegalisasi oleh Instansi Sosial Negara asal (Instansi yang
membidangi urusan pengangkatan anak)
I. Setelah seluruh dokumen diatas sudah lengkap, maka Pasutri Calon Orang Tua
Angkat dapat memasukan permohonannya ke Dinas Sosial di tempat dimana akan
melakukan pengangkatan anak, biasanya dokumen akan diteruskan ke Dinas
Sosial Provinsi.
2. Tahap Uji Kelayakan Orang Tua Angkat
Setelah dokumen diterima oleh Dinas Sosial di Provinsi, maka akan dilakukan Uji
Kelayakan oleh Pekerja Sosial yang ditunjuk untuk melakukan kunjungan ke rumah
Calon Orang Tua Angkat. Studi kelayakan yang dilakukan adalah memastikan tentang
dokumen yang dijadikan berkas permohonan, memastikan Calon Orang Tua Angkat
layak secara ekonomi, dan aspek-aspek lainnya yang bertujuan untuk kepentingan
perkembangan anak nantinya.
Jika dinilai Calon Orang Tua Angkat layak untuk melakukan pengangkatan anak,
maka berdasarkan laporan dari Pekerja Sosial tersebut dikeluarkan Surat Ijin
Pengasuhan Sementara untuk Calon Orang Tua Angkat. Setelah itu Calon anak angkat
mulai dapat diasuh dibawah pengasuhan Calon Orang Tua Angkat, dengan diawasi
perkembangannya oleh pekerja sosial yang selalu membuat laporan selama 6 (enam)
bulan.
Jika selama 6 (enam) bulan pengasuhan sementara, Calon Orang Tua Angkat
dinilai layak untuk dijadikan Orang Tua Angkat secara permanen, maka Dinas Sosial
Provinsi akan mengeluarkan rekomendasi untuk hal tersebut kepada Kementrian
Sosial dan akan diterima oleh Direktur Pelayanan Sosial Anak di Kementrian Sosial.
Dasar dikeluarkannya rekomendasi tersebut adalah pembahasan oleh Kepala
Dinas Sosial akan hasil penilaian dan kelengkapan berkas permohonan pengangkatan
anak dengan Tim Pertimbangan Pengangkatan Anak di Provinsi yang terdiri dari
perwakilan beberapa lembaga. Lembaga itu antara lain Kementerian Sosial,
Kementerian Koordinator Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan
Kebudayaan, serta wakil dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemenerian Kesehatan, Polri,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, KPAI, Komnas Perlindungan Anak,
dan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia.
Jika Calon Orang Tua Angkat sudah bermodalkan Surat Keputusan MENSOS
yang isinya menyetujui mengenai pengangkatan anak, maka Calon Orang Tua Angkat
dapat mengajukan Permohonan Penetapan oleh Pengadilan Negeri di mana dilakukan
pengangkatan anak tersebut.
Jika Penetapan Pengadilan sudah keluar, maka salinan penetapannya disampaikan
lagi kepada Kementrian Sosial untuk dilakukan pencatatan oleh Kementrian Sosial.
Barulah setelah pengangkatan anak mendapat penetapan pengadilan dan tercatat di
Kementrian, pengangkatan anak menjadi sah secara hukum
Pasal 27
(1) Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dimaksudkan agar
masyarakat mendapatkan informasi dan memahami tentang persyaratan, prosedur
dan tata cara pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a.
meningkatkan pemahaman tentang pengangkatan anak; b. menyadari akibat dari
pengangkatan anak; dan c. terlaksananya pengangkatan anak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, dimaksudkan
untuk membimbing dan mempersiapkan orang tua kandung dan calon orang
tua angkat atau pihak lainnya agar mempunyai kesiapan dalam pelaksanaan
pengangkatan anak.
a. memberikan . . .
Pasal 29
(1) Konseling sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, dimaksudkan untuk
membantu mengatasi masalah dalam pengangkatan anak.
(2) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. membantu
memahami permasalahan pengangkatan anak; dan b. memberikan alternatif
pemecahan masalah pengangkatan anak.
Pasal 30
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d dimaksudkan
untuk membantu kelancaran pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. meneliti
dan menganalisis permohonan pengangkatan anak; dan b. memantau
perkembangan anak dalam pengasuhan orang tua angkat.
Pasal 31
(1) Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e dimaksudkan agar
petugas memiliki kemampuan dalam proses pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a.
meningkatkan pengetahuan mengenai pengangkatan anak; dan b. meningkatkan
keterampilan dalam pengangkatan anak.
Perizinan Pengangkatan Anak Dalam hal pengawasan sudah dijelaskan oleh Pasal
35 PeraturanPemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan PengangkatanAnak
bahwa yang mengawasi pelaksanaan pengangkatan anak adalah Pemerintah dan
masyarakat. Pengawasan oleh Pemerintah maksudnya adalah pengawasan yang dilakukan
oleh Departemen Sosial sedangkan pengawasan oleh masyarakat adalah dilakukan oleh
orang perseorangan, keluarga, kelompok, lembaga pengasuhan anak, dan lembaga
perlindungan anak. Pengawasan dilaksanakan agar tidak terjadi penyimpangan atau
pelanggaran dalam pengangkatan anak. Dalam hal terjadi atau diduga terjadi
penyimpangan atau pelanggaran terhadap pelaksanaan pengangkatan anak, masyarakat
dapat melakukan pengaduan kepada aparat penegak hukum dan/atau Komisi
Perlindungan Anak Indonesia,instansi sosial setempat atau Menteri Pengawasan ini
dilaksanakan terhadap orang perseorangan, lembaga pengasuhan, rumah sakit bersalin,
praktek-praktek kebidanan dan Panti Sosial Asuhan Anak.
Pasal 32
Pengawasan dilaksanakan agar tidak terjadi penyimpangan atau pelanggaran dalam
pengangkatan anak.
Pasal 33
Pengawasan dilaksanakan untuk:
a. mencegah pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. mengurangi kasus-kasus penyimpangan atau pelanggaran pengangkatan anak;
dan
c. memantau pelaksanaan pengangkatan anak.
Pasal 34
Pengawasan dilaksanakan terhadap:
a. orang perseorangan;
b. lembaga pengasuhan;
c. rumah sakit bersalin;
d. praktek-praktek kebidanan; dan
e. panti sosial pengasuhan anak.
Pasal 35
Pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan oleh Pemerintah
dan masyarakat.
Pasal 36
Pengawasan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan oleh
Departemen Sosial.
Pasal 37
Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan
antara lain oleh:
a. orang perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok;
d. lembaga pengasuhan anak; dan
e. lembaga perlindungan anak.
Pasal 38
(1) Dalam hal terjadi atau diduga terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap
pelaksanaan pengangkatan anak, masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada
aparat penegak hukum dan/atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia, instansi
sosial setempat atau Menteri.
(2) Pengaduan diajukan secara tertulis disertai dengan identitas diri pengadu dan
data awal tentang adanya dugaan penyimpangan atau pelanggaran.
https://id.theasianparent.com/langkah-adopsi-anak-menurut-hukum-indonesia/
Sumber : http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2007/pp54-2007.pdf
http://solusi-hukum.blogspot.co.id/2009/11/pengangkatan-anak-menurut-hukum.html?m=1
http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2007/54TAHUN2007PP.HTM
http://m.republika.co.id/amp_version/npup9u
http://www.academia.edu/15513910/PERLINDUNGAN_HUKUM_TERHADAP_PENGANGK
ATAN_ANAK