Anda di halaman 1dari 24

PERATURAN ADOPSI DAN PENGANGKATAN ANAK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


ETIKOLEGAL
Dosen Pembimbing Elly Dwi Wahyuni, SST, M.Keb

Disusun oleh:
Kelas I.B Kelompok 4

Anggi Lutfia P3.73.24.2.17.0


Bidanti Aprillia Putri P3.73.24.2.17.060
Dieah Ayu Setyaningrum P3.73.24.2.17.064
Ester Natalia Pane P3.73.24.2.17.069
Jendiana Lit Saputri P3.73.24.2.17.074
Jovanka Mariana S P3.73.24.2.17.075
Nabila Sari Insani P3.73.24.2.17.080
Tiara Reksa Andini P3.73.24.2.17.094

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII-KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. makalah yang berjudul “Peraturan Adopsi dan Pengangkatan Anak” ini ditulis
untuk memenuhi tugas mata kuliah Etikolegal.
Dengan tersusunnya makalah ini, tentu atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik bentuk, isi, maupun teknik
penyajianya, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk penulisan yang akan datang.

Bekasi, Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi
kadang-kadang naluri ini terbentur pada takdir Ilahi, dimana kehendak mempunyai anak
tidak tercapai. Pada umumnya manusia tidak akan puas dengan apa yang dialaminya,
sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kepuasan tersebut. Dalam hal pemilikan
anak, usaha yang pernah mereka lakukan adalah mengangkat anak atau “adopsi”.
Anak merupakan anugerah dan amanah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Olehkarena itu anak sebagai amanah dari Tuhan harus senantiasa dijaga dan
dilindungi olehkeluarga, masyarakat, negara karena didalam diri anak melekat hak anak yang
merupakan bagiandari hak asasi manusia yang termuat didalam UUD 1945 dan konvensi
PBB tentang hak-hakanak. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
telah mencantumkan tentang hakanak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah,dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap
anak.Anak adalah pewaris sekaligus penerus garis keturunan keluarga. Oleh karena itu,
apabiladalam suatu perkawinan belum atau tidak dikarunia anak, maka diadakan
pengangkatan anakatau adopsi. Pengertian tentang adopsi dapat dilihat secara etimologi,
terminologi, serta menurut para pakar hukum.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja peraturan adopsi dan pengangkatan anak ?
2. Apa saja jenis-jenis pengangkatan anak ?
3. Apa syarat pengangkatan anak ?
4. Bagaimana tata cara pengangkatan anak ?
5. Bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak ?

1.3 TUJUAN MAKALAH


1. Untuk mengetahui peraturan adopsi dan pengangkatan anak
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pengangkatan anak
3. Untuk mengetahui syarat pengangkatan anak
4. Untuk mengetahui tata cara pengangkatan anak
5. Untuk mengetahui pelaksanaan pengangkatan anak
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERATURAN ADOPSI DAN PENGANGKATAN ANAK

Peraturan pemerintah tentang pelaksanaan pengangkatan anak diatur dalam


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan
pengangkatan anak.

BAB I
KETENTUAN UMUM
 Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
(1) Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
(2) Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang
anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut,
ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.
(3) Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau
ayah dan/atau ibu angkat.
(4) Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik,
dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat
kebiasaan.
(5) Lembaga pengasuhan anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau yayasan
yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan
telah mendapat izin dari Menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak.
(6) Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial
dan/atau organisasi kemasyarakatan.
(7) Pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil atau orang yang ditunjuk oleh lembaga
pengasuhan yang memiliki kompetensi pekerjaan sosial dalam pengangkatan
anak.
(8) Instansi sosial adalah instansi yang tugasnya mencakup bidang sosial baik di
pusat maupun di daerah.
(9) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial.

 Pasal 2
Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 3
(1) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak
angkat.
(2) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan
agama mayoritas penduduk setempat.

 Pasal 4
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat
dengan orang tua kandungnya.

 Pasal 5
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.

 Pasal 6
(1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai
asal-usulnya dan orang tua kandungnya.
(2) Pemberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang
bersangkutan.

2.2 JENIS-JENIS PENGANGKATAN ANAK

Menurut Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007 BAB


II tentang pelaksanaan pengangkatan anak. Jenis – jenis pengangkatan terdiri dari :

a. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia


Pengangkatan anak berdasakan adat kebiasaan setempat yang masih melakukan
kebiasaan pengangkatan anak tersebut, tetapi tetap harus sesuai dengan peraturan
perundang - undangan. Mencakup pengangkatan anak secara langsung dan
pengangkatan anak melalui lembaga pengasuh anak dilakukan berdasarkan peraturan
perundang - undangan yang dilakukan melalui penetapan pengadilan.
b. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing
Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing
dapat dilakukan sebaliknya melalui keputusan pengadilan yang berdasarkan peraturan
perundang – undangan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 54 Tahun 2007 Tentang


Pelaksanaan Pengangkatan Anak, diatur :

 Pasal 7
Pengangkatan anak terdiri atas:
a. pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan
b. pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara
Asing.
 Pasal 8
Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a, meliputi:
a. pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; dan
b. pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundangundangan.

 Pasal 9
o Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan
dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat dan kebiasaan
dalam kehidupan bermasyarakat. (2) Pengangkatan anak berdasarkan adat
kebiasaan setempat dapat dimohonkan penetapan pengadilan. Pasal 10
o Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b mencakup pengangkatan anak secara
langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak.
o Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

 Bagian Kedua Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan


Warga Negara Asing
 Pasal 11
(1) Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara
Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, meliputi:
a. pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing; dan
b. pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara
Indonesia.
(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
putusan pengadilan.
2.3 SYARAT-SYARAT PENGANGKATAN ANAK

Dari tata cara adopsi anak menurut hokum yang berlaku dapat dirangkum menjadi
beberapa syarat utama, sebagai berikut :

1. Syarat Kepentingan Terbaik Bagi anak

Pengangkatan Anak haruslah berorientasi bagi kebahagiaan anak, sehingga di


dalam Pasal 39 UU Perlindungan anak dinyatakan bahwa Pengangkatan anak hanya
dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan
adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tolak ukur kepentingan anak tersebut adalah faktor yang paling membuat anak
bahagia di masa depannya, dimana alasan ini sangat luas namun sangat penting
dipahami secara mendalam oleh calon Orang Tua Angkat. Karena alasan ini yang akan
dianalisa oleh Negara dan Pengadilan terkait menguji kelayakan si Orang Tua Angkat
dalam tahap-tahap berikutnya.
2. Syarat Tidak Memutuskan Nasab (hubungan darah) Anak Angkat

Di dalam Pasal 39 UU Perlindungan Anak juga menjelaskan tentang keharusan


orang tua angkat untuk tidak menutup-nutupi atau memutuskan hubungan darah si
Anak Angkat dengan Orang Tua Kandungnya. Hal ini juga bermaksud agar orang tua
angkat akan membuka informasi seluas-luasnya bagi si anak angkat akan keberadaan
orang tua maupun saudara-saudara kandungnya.
Dalam hal keterbuakaan informasi asal-usul orang tua kandung dijelaskan dalam
Pasal 6 PP Adopsi bahwa pemberitahuan tersebut dilakukan dengan memperhatikan
kesiapan anak angkat, tentunya hal ini memperhatikan kondisi kesiapan mental si anak
angkat. Artinya Orang Tua Angkat bisa saja merahasiakan adopsi si anak hingga
kondisi mental si anak cukup kuat untuk menerima kenyataan bahwa ia adalah anak
adopsi. Dalam hal menunggu kesiapan mental si anak, menutup informasi adopsi
bukan merupakan pelanggaran hukum.
3. Syarat Orang Tua Angkat Seagama dengan Orang Tua Kandung

Di dalam UU Perlindungan anak tidak digariskan mengenai aturan ini, syarat ini
mucul di dalam Pasal 3 PP Adobsi, sayangnya tidak terdapat penjelasan mengenai
alasan diterapkannya persyaratan ini. Menurut penulis persyaratan ini tidak lebih untuk
menghindari sengketa perbedaan agama dengan orang tua kandung di kemudian hari.
Walaupun pada dasarnya setiap anak yang sudah dewasa berhak untuk memilih
agamanya sendiri, namun sebagian besar orang tua kandung menginginkan anaknya
seagama dengan dirinya. Hal ini juga berpengaruh ketika si anak akan menikah dengan
cara agama tertentu dan membutuhkan wali, sementara walinya berbeda agama dengan
si anak. Belum lagi masalah pewarisan misalnya, di dalam waris Islam cukup
mempermasalahkan jika ahli waris di luar dari Islam.

Selain ke tiga syarat di atas juga terdapat beberapa syarat Formil yang harus
dipenuhi oleh Pihak Calon Orang Tua Angkat maupun Calon Anak Angkat sendiri:

1. Persyaratan Formil Calon Orang Tua Angkat

Dijelaskan di dalam Pasal 7 PERMEN, bahwa persyaratan Calon Orang Tua


Angkat meliputi:
a. Sehat jasmani dan rohani;
b. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh
lima) tahun;
c. Beragama sama dengan agama calon anak angkat;
d. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
e. Berstatus menikah secara sah paling singkat 5 (lima) tahun;
f. Tidak merupakan pasangan sejenis;
g. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
h. Dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial;
i. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari orang tua atau wali anak;
j. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
k. Adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat;
l. Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin
pengasuhan diberikan; dan
m. Memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Propinsi

2. Persyaratan Formil Calon Anak Angkat:

Dijelaskan di dalam Pasal 6 PERMEN, bahwa persyaratan Calon Anak Angkat


meliputi:
a. anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
b. merupakan anak terlantar atau diterlantarkan;
c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak; dan
d. memerlukan perlindungan khusus.
e. Pasangan Suami isteri yang ingin mengadopsi anak, dan merasa sudah memenuhi
syarat-syarat di atas sudah bisa memulai proses pengajuan permohonan
mengadopsi anak.

2.4 TATA CARA PENGANGKATAN ANAK

Tata cara adopsi anak telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
2007 yang dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009
tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Peraturan tersebut menyebut bahwa
pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan tidak
boleh memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
kandungnya.
Definisi Pengangkatan Anak menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
"Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan, seorang anak dari
lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab
atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkat".
Definisi Orang Tua Angkat, menurut Pasal 1 butir 4 Peraturan Pemerintah Nomor
54 Tahun 2007, adalah sebagai berikut :
"Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan
membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan".
Definisi Anak Angkat, menurut Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
jo. Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan : "Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab
atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan".
Selanjutnya pembahasan tentang Kedudukan Anak Angkat adalah merupakan
pembahasan tentang Kedudukan Anak secara umum (termasuk anak angkat dan anak-
anak lainnya) sebagaimana telah diatur dengan tegas dalam UU No. 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak pada Bab V Kedudukan Anak mulai pasal 27 sampai dengan
Pasal 29 sebagai berikut :

 Pasal 27 Ayat (1) :


Identitas setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.

 Pasal 27 Ayat (2) :


Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.

 Pasal 27 Ayat (3) :


Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang
menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.
 Pasal 27 Ayat (4) :
Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan orang tuanya tidak
diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut
didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.

 Pasal 28 Ayat (1) :


Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam
pelaksanaannya diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat
kelurahan/desa.

 Pasal 28 Ayat (2) :


Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya
permohonan.

 Pasal 28 Ayat (3) :


Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai
biaya.

 Pasal 29 Ayat (1) :


Jika terjadi perkawinan campuran antara warga Negara Republik Indonesia dan
warga Negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak
memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Pasal 29 Ayat (2) :


Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada
dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.
 Pasal 29 Ayat (3) :
Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan
anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan
Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya,
pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia
bagi anak tersebut.

Perlu dijelaskan bahwa Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang


Perlindungan anak adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak secara umum yang dalam
diri anak melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Sehingga segala
ketentuan yang diatur dalam UU tersebut berlaku untuk semua anak termasuk anak
angkat, anak terlantar, dll ; baik hak dan kewajiban anak, kewajiban dan tanggung jawab
(orang tua, masyarakat, pemerintah, bangsa dan Negara) kedudukan anak maupun
penyelenggaraan perlindungan anak, yang semuanya adalah berlaku dan/atau diadakan
untuk semua anak secara keseluruhan.

Berikut dapat dijelaskan tatacara pengangkatan anak, dari mulai proses pengajuan
hingga penetapan Pengadilan Negeri:
1. Tahap Menyiapkan dokumen
Sebelum Pasangan Suami Isteri (Pasutri) memasukan permohonan ke Dinas
Sosial ditempat dimana ia akan mengangkat anak atau setidaknya sesuai domisili
Calon Anak Angkat, ada beberapa Dokumen yang harus disiapkan terlebih dahulu:

A. Dokumen Pribadi bersama Pasangan seperti KTP, Kartu Keluarga, dan Surat
nikah atau akta nikah, selain untuk mendata indentitas Calon Orang Tua Angkat,
ini juga berfungsi untuk membuktikan bahwa Pasutri tersebut sah secara hukum
sebagai pasangan dibuktikan dengan surat nikah yang Valid. Dari buku/ akta
nikah juga akan terlihat apakah pasutri memenuhi syarat sudah menikah lima
tahun atau lebih.
B. Akta Kelahiran Calon Anak Angkat, hal ini membuat kemungkinan pemalsuan
nasab si anak sangat kecil, karena di akta kelahiran tersebut tercantum siapa nama
orang tua kandungnya.
C. Surat Keterangan Cakap Kelakuan (SKCK), dari Kepolisian, untuk membuktikan
bahwa Pasutri tidak pernah melakukan tindak kejahatan.
D. Surat Keterangan dari Dokter Ahli Kandungan dari Rumah Sakit Pemerintah bagi
Pasutri yang divonis tidak mungkin mempunyai anak.
E. Surat Keterangan Pendapatan dari tempat bekerja atau Neraca Laba Rugi bagi
pengusaha, untuk membuktikan Calon Orang Tua Angkat mampu secara
Ekonomi.
F. Surat Ijin Tertulis dari Wali atau Orang tua Kandung Calon Anak Angkat.
G. Membuat Surat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
H. Dalam hal Pasangan Calon Orang Tua Angkat baik salah satu atau keduanya
Warga Negara Asing, maka harus ada Surat Persetujuan dari Keluarga WNA
tersebut yang dilegalisasi oleh Instansi Sosial Negara asal (Instansi yang
membidangi urusan pengangkatan anak)
I. Setelah seluruh dokumen diatas sudah lengkap, maka Pasutri Calon Orang Tua
Angkat dapat memasukan permohonannya ke Dinas Sosial di tempat dimana akan
melakukan pengangkatan anak, biasanya dokumen akan diteruskan ke Dinas
Sosial Provinsi.

2. Tahap Uji Kelayakan Orang Tua Angkat

Setelah dokumen diterima oleh Dinas Sosial di Provinsi, maka akan dilakukan Uji
Kelayakan oleh Pekerja Sosial yang ditunjuk untuk melakukan kunjungan ke rumah
Calon Orang Tua Angkat. Studi kelayakan yang dilakukan adalah memastikan tentang
dokumen yang dijadikan berkas permohonan, memastikan Calon Orang Tua Angkat
layak secara ekonomi, dan aspek-aspek lainnya yang bertujuan untuk kepentingan
perkembangan anak nantinya.
3. Tahap Pengasuhan Sementara

Jika dinilai Calon Orang Tua Angkat layak untuk melakukan pengangkatan anak,
maka berdasarkan laporan dari Pekerja Sosial tersebut dikeluarkan Surat Ijin
Pengasuhan Sementara untuk Calon Orang Tua Angkat. Setelah itu Calon anak angkat
mulai dapat diasuh dibawah pengasuhan Calon Orang Tua Angkat, dengan diawasi
perkembangannya oleh pekerja sosial yang selalu membuat laporan selama 6 (enam)
bulan.

4. Tahap Rekomendasi Dinas Sosial

Jika selama 6 (enam) bulan pengasuhan sementara, Calon Orang Tua Angkat
dinilai layak untuk dijadikan Orang Tua Angkat secara permanen, maka Dinas Sosial
Provinsi akan mengeluarkan rekomendasi untuk hal tersebut kepada Kementrian
Sosial dan akan diterima oleh Direktur Pelayanan Sosial Anak di Kementrian Sosial.
Dasar dikeluarkannya rekomendasi tersebut adalah pembahasan oleh Kepala
Dinas Sosial akan hasil penilaian dan kelengkapan berkas permohonan pengangkatan
anak dengan Tim Pertimbangan Pengangkatan Anak di Provinsi yang terdiri dari
perwakilan beberapa lembaga. Lembaga itu antara lain Kementerian Sosial,
Kementerian Koordinator Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan
Kebudayaan, serta wakil dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemenerian Kesehatan, Polri,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, KPAI, Komnas Perlindungan Anak,
dan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia.

5. Tahap Pertimbangan Oleh KEMENSOS

Setelah diterimanya Rekomendasi oleh Direktur Pelayanan Sosial Anak, penilaian


kelayakan calon orang tua angkat tersebut akan dibahas oleh Tim Pertimbangan
Perizinan Pengangkatan Anak (PIPA) di Kemensos.
Pada tahap ini, jika Tim PIPA menyetujui pengangkatan anak tersebut maka Akan
keluar Surat Keputusan Menteri Sosial tentang persetujuan pengangkatan anak namun
jika di tolak, maka anak akan dikembalikan ke Lembaga Pengasuhan Anak.

6. Tahap Penetapan Pengadilan

Jika Calon Orang Tua Angkat sudah bermodalkan Surat Keputusan MENSOS
yang isinya menyetujui mengenai pengangkatan anak, maka Calon Orang Tua Angkat
dapat mengajukan Permohonan Penetapan oleh Pengadilan Negeri di mana dilakukan
pengangkatan anak tersebut.
Jika Penetapan Pengadilan sudah keluar, maka salinan penetapannya disampaikan
lagi kepada Kementrian Sosial untuk dilakukan pencatatan oleh Kementrian Sosial.
Barulah setelah pengangkatan anak mendapat penetapan pengadilan dan tercatat di
Kementrian, pengangkatan anak menjadi sah secara hukum

2.5 BIMBINGAN DALAM PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK


Bimbingan dalam Pelaksanaan pengangkatan anak
 Pasal 26
Bimbingan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan oleh Pemerintah dan
masyarakat melalui kegiatan: a. penyuluhan; b. konsultasi; c. konseling; d.
pendampingan; dan e. pelatihan.

 Pasal 27
(1) Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dimaksudkan agar
masyarakat mendapatkan informasi dan memahami tentang persyaratan, prosedur
dan tata cara pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a.
meningkatkan pemahaman tentang pengangkatan anak; b. menyadari akibat dari
pengangkatan anak; dan c. terlaksananya pengangkatan anak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
 Pasal 28
(1) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, dimaksudkan
untuk membimbing dan mempersiapkan orang tua kandung dan calon orang
tua angkat atau pihak lainnya agar mempunyai kesiapan dalam pelaksanaan
pengangkatan anak.
Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a. memberikan . . .
a. memberikan informasi tentang pengangkatan anak; dan
b. memberikan motivasi untuk mengangkat anak.

 Pasal 29
(1) Konseling sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, dimaksudkan untuk
membantu mengatasi masalah dalam pengangkatan anak.
(2) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. membantu
memahami permasalahan pengangkatan anak; dan b. memberikan alternatif
pemecahan masalah pengangkatan anak.
 Pasal 30
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d dimaksudkan
untuk membantu kelancaran pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. meneliti
dan menganalisis permohonan pengangkatan anak; dan b. memantau
perkembangan anak dalam pengasuhan orang tua angkat.

 Pasal 31
(1) Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e dimaksudkan agar
petugas memiliki kemampuan dalam proses pelaksanaan pengangkatan anak.
(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a.
meningkatkan pengetahuan mengenai pengangkatan anak; dan b. meningkatkan
keterampilan dalam pengangkatan anak.
2.6 PENGAWASAN PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK

Perizinan Pengangkatan Anak Dalam hal pengawasan sudah dijelaskan oleh Pasal
35 PeraturanPemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan PengangkatanAnak
bahwa yang mengawasi pelaksanaan pengangkatan anak adalah Pemerintah dan
masyarakat. Pengawasan oleh Pemerintah maksudnya adalah pengawasan yang dilakukan
oleh Departemen Sosial sedangkan pengawasan oleh masyarakat adalah dilakukan oleh
orang perseorangan, keluarga, kelompok, lembaga pengasuhan anak, dan lembaga
perlindungan anak. Pengawasan dilaksanakan agar tidak terjadi penyimpangan atau
pelanggaran dalam pengangkatan anak. Dalam hal terjadi atau diduga terjadi
penyimpangan atau pelanggaran terhadap pelaksanaan pengangkatan anak, masyarakat
dapat melakukan pengaduan kepada aparat penegak hukum dan/atau Komisi
Perlindungan Anak Indonesia,instansi sosial setempat atau Menteri Pengawasan ini
dilaksanakan terhadap orang perseorangan, lembaga pengasuhan, rumah sakit bersalin,
praktek-praktek kebidanan dan Panti Sosial Asuhan Anak.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 54 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak, diatur :
 Pasal 32
Pengawasan dilaksanakan agar tidak terjadi penyimpangan atau pelanggaran dalam
pengangkatan anak.

 Pasal 33
Pengawasan dilaksanakan untuk:
a. mencegah pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. mengurangi kasus-kasus penyimpangan atau pelanggaran pengangkatan anak;
dan
c. memantau pelaksanaan pengangkatan anak.
 Pasal 34
Pengawasan dilaksanakan terhadap:
a. orang perseorangan;
b. lembaga pengasuhan;
c. rumah sakit bersalin;
d. praktek-praktek kebidanan; dan
e. panti sosial pengasuhan anak.

 Pasal 35
Pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan oleh Pemerintah
dan masyarakat.

 Pasal 36
Pengawasan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan oleh
Departemen Sosial.

 Pasal 37
Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan
antara lain oleh:
a. orang perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok;
d. lembaga pengasuhan anak; dan
e. lembaga perlindungan anak.

 Pasal 38
(1) Dalam hal terjadi atau diduga terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap
pelaksanaan pengangkatan anak, masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada
aparat penegak hukum dan/atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia, instansi
sosial setempat atau Menteri.
(2) Pengaduan diajukan secara tertulis disertai dengan identitas diri pengadu dan
data awal tentang adanya dugaan penyimpangan atau pelanggaran.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Adopsi/pengangkatan anak yakni pengangkatan anak orang lain ke dalam
keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara anak yang diangkat dengan orang
tua angkat timbul hubungan antara anak angkat sebagai anak sendiri dan orang tua
angkat sebagai orang tua sendiri.Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan
terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan
anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.theasianparent.com/langkah-adopsi-anak-menurut-hukum-indonesia/
Sumber : http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2007/pp54-2007.pdf
http://solusi-hukum.blogspot.co.id/2009/11/pengangkatan-anak-menurut-hukum.html?m=1
http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2007/54TAHUN2007PP.HTM
http://m.republika.co.id/amp_version/npup9u
http://www.academia.edu/15513910/PERLINDUNGAN_HUKUM_TERHADAP_PENGANGK
ATAN_ANAK

Anda mungkin juga menyukai