Anda di halaman 1dari 2

Nama : Isra Rezky Utami

Nim : 105641107918

Kelas : IP4C

Critical Review Artikel

Obesitas Undang-Undang Pemilu: Kemalasan dan Kepetingan

Tulisan ini adalah critical review dari artikel “Undang-undang pemilu: selalu berganti
tetap sulit dipahami” yang diposting oleh Didik Supriyanto di perludem.org pada Desember
2017 lalu. Didik Supriyanto tlah banyak memposting artikel terkait dengan pemilu, diantaranya
ada yang membahas mengenai permasalahan dengan Undang-undang pemilu di websitenya.

Banyaknya peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia membuat sedikitnya


ruang bernafas untuk masyarakat, begitupun untuk pemerintah sendiri. Presiden Jokowi pun
mengeluhkan banyaknya peraturan yang justru menjerat diri sendiri dan memerintahkan kepada
DPR untuk cukup membuat satu atau dua peraturan yang berkualitas dan bermanfaat. Banyaknya
peraturan justru menyebabkan ketidakharmonisan, ketidaksinkronan, dan tumpang tindih
peraturan yang satu dengan yang lain. Para ahli hukum menyebutnya dengan istilah obesitas
hukum. Inilah yang membuat pemerintah dan masyarakat tidak bisa bergerak cepat untuk maju.
Karena disandera oleh peraturan bikinan sendiri.

Dalam artikel ini, penulis menjelaskan bahwa obesitas hukum pada tingkat peraturan
perundang-undangan dinilai cukup memprihatinkan. Banyaknya pasal pada undang-undang
cenderung memperburuk karena tidak hanya terdapat duplikasi pengaturan, tetapi juga
kontradiksi ketentuan. Tak sedikit hal yang mestinya diatur tetapi tidak diatur, dan sebaliknya hal
yang tidak perlu diatur justru diatur. Itulah yang terjadi dalam undang-undang pemilu.
Gemuknya UU No 7/2017 sebetulnya bisa dipahami, sebab undang-undang ini menjadi dasar
hukum penyelenggaraan pemilu serentak 2019. Oleh karena itu UU No 7/2017 menggabungkan
tiga undang-undang pemilu terakhir. Akan tetapi, penggabungan tersebut dilakukan dengan
prinsip “asal gabung”. Pengaturan pelaksanaan tahapan dalam UU No 8/2012 dan UU No
42/2008 memang sudah disingkronkan. Tetapi UU No 15/2011 diambil secara utuh, lalu
disatukan begitu saja, sehingga terjadi duplikasi pengaturan.

Pada artikelnya, penulis tlah memaparkan yang cukup baik karena pembahasan tlah
dibagi menjadi sub-sub lebih kecil sehingga memudahkan pembaca untuk memahami isi tulisan.
Pada bagian awal artikel tlah diberikan ilustrasi kasus yang baik sehingga pembaca mengerti apa
yang akan dibahas penulis.

Pada artikel ini, penulis tidak memberikan tujuan dan sasarannya dalam menuliskan
artikel ini. Apakah penulis ingin memberikan kontribusi kepada para praktisi, umum atau
mahasiswa. Sebaiknya penulis memberikan informasi ini agar lebih jelas sasaran artikel ini.
Kemudian terkait dengan identitas, penulis tlah mencantumkan namanya dibagian bawah atau
akhir artikel sehingga pembaca mengetahui penulis dari artikel ini.

Pada artikel ini, penulis menyajikan data-data dan fakta dengan memberikan sumber-
sumber secara jelas. Walaupun begitu, penulis kurang memberikan contoh agar pembaca hanya
dapat menarik sedikit kesimpulan pada artikel. Sebaiknya, penulis dapat memberikan beberapa
contoh yang lebih lengkap. Sehingga pembaca puas dengan artikel ini dan merasa cukup atas
informasi dari artikel ini tanpa harus mencari atau membaca artikel lain yang juga membahas
mengenai kasus ini. Dan juga dapat menarik kesimpulan yang lebih banyak lagi.

Secara keseluruhan, dapat diambil beberapa simpulan dari postingan artikel ini. Pertama,
artikel ini sangat bagus dan berguna untuk ilmu pengetahuan khususnya mengenai dunia politik.
Kedua, tujuan penulis baik terhadap mahasiswa maupun golongan umum meski tidak
dikemukakan untuk siapa sasaran artikelnya. Pada artikel ini, penulis kurang dalam memberi
contoh-contoh pendukung dari pembahasan namun terlepas dari itu isi serta penyajian
pembahasan dari artikel ini sudah cukup bagus.

Anda mungkin juga menyukai