Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas sekolah

Kelompok 4
Kelas : IX-G
Anggota :
 Aditya M.R
 Dika Alpiana
 Iklimah Nur Sholah
 M. Zikri Salihima
 Nyi Ayu R.A.D

Sekolah Menengah Pertama Negeri 46 Bandung


2019 M/ 1440 H
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini . Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik . Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW .
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Qurban” ,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber . Makalah ini
disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan . Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan .
Makalah ini memuat tentang “Qurban” walaupun makalah ini kurang
sempurna dan memerlukan perbaikan, tapi juga memiliki detail yang cukup jelas
bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada kami yang telah
membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun
karya tulis ilmiah yang baik dan sesuai kaidah .
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada para pembaca . Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang
membangun.

Terima Kasih

Penulis

i
Daftar Isi
Halaman Juduul
Kata Pengantar.................................................................................................... i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................1
D. Kegunaan Penelitian................................................................................2
E. Metode dan Teknik Kegiatan..................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
A. Definisi dan Makna Qrban......................................................................3
B. Dalil Naqli dan Hadis Tentang Qurban...................................................3
C. Dalil Naqli dan Hadis Tentang Qurban...................................................5
D. Alat dan Cara Penyembelihan.................................................................7
BAB III PENUTUP............................................................................................9
A. Kesimpulan.............................................................................................9
B. Saran........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................10
LAMPIRAN........................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ibadah berqurban adalah antara amalan mulia dan penting dalam Islam
karena amat besar fadhilatnya, tetapi sayangnya masih banyak orang yang samar-
samar atau kabur kefahaman menerka mengenainya, sehingga ada yang
memandang ringan walaupun mempunyai kemampuan tetapi tidak mahu
melakukan penyembelihan qorban dan aqiqah ini.
Begitulah masalah berqurban yang akan coba kita jelaskan. Semoga
dengan penjelasan yang serba sedikit ini dapat membantu kefahaman kita semua
tentang ibadah Qurban serta keinginan untuk sama-sama mencari pahala kedua
ibadah ini akan meningkat. Dan semoga memberi kefahaman yang jelas hingga
kita dapat menghayatinya dengan penuh keimanan kerana menjunjung perintah
Allah s.w.t. dan mendapat fadhilat daripada amalan yang akan kita lakukan ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian kurban?
2.      Apakah hukum kurban?
3.      Apakah keutamaan kurban?
4.      Kapan Waktu dan Tempat kurban ?
5.      Seperti apa Jenis Hewan Kurban ?
6.      Bagaimana Teknik Penyembelihan Hewan Kurban ?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian kurban.
2.      Mengetahui hukum kurban.
3.      Mengetahui keutamaan kurban.
4.      Mengetahui Kapan waktu dan tempat kurban.
5.      Mengetahui Jenis kurban.
6.      Mengetahui Bagaimana Teknik Penyembelihan Hewan Kurban.

1
D.    Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Bagi penulis, seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian diharapkan
dapat lebih memantapkan penguasaan keilmuan yang dipelajari selama
mengikuti pembelajaran di sekolah.
2. Bagi Sekolah
Bagi Sekolah, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen
sekolah yang berguna untuk dijadikan acuan bagi siswa lainya.
E.     Metode dan Teknik Kegiatan
Informasi yang disajikan dalam pembuatan makalah ini, merupakan hasil
dari proses pencarian data yang dilakukan baik selama riset lapangan maupun
diluar dari kegiatan itu. Kecuali informasi yang bersifat sebagai opini, yang
bersumber dari ilmuu yang di dapat selama proses pembelajaran di sekolah. 

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi dan Makna Qurban


Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari
kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan
(mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan
diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim
Anis et.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah
atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari
kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan
penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani,
Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang
disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari,
1994).

B.     Dalil Naqli dan Hadis Tentang Qurban


Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu
Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata,
“Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik
orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir),
maupun dalam mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin –seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza’i, dan
sebagian pengikut Imam Malik— mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi
pendapat ini dhaif (lemah) (Matdawam, 1984).
Ukuran “mampu” berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan
shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya

3
kebutuhan pokok ( al hajat al asasiyah) –yaitu sandang, pangan, dan papan– dan
kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika
seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban (Al Jabari, 1994)
Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :
“Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. ” (TQS Al
Kautsar : 2)
“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu
bagi kamu adalah sunnah.” (HR. At Tirmidzi)
“Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian.”
(HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban
adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi “wanhar” (dan berqurbanlah
kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban
(thalabul fi’li). Sedang hadits At Tirmidzi, “umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun
lakum ” (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi
kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni ” kutiba ‘alayya an nahru wa
laysa biwaajibin ‘alaykum” (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib
atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi’li yang ada tidak bersifat jazim
(keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu
sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu
adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa’i et.al., Terjemah Khulashah
Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh.
Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka
janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu
Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim, hadits
ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia
menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak

4
layaknya seseorang –yang tak berqurban padahal mampu– untuk mendekati
tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm
syanii’ ) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan
(termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan
sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab
hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum
makruh, bukan haram (lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul,
hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar
seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
“Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka
hendaklah ia melaksanakannya. ” (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya)
berkata,”Ini milik Allah, ” atau “Ini binatang qurban.” (Sayyid Sabiq, 1987; Al
Jabari, 1994).

C.     Jenis dan Ciri-ciri Hewan Qurban


1.      Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau
domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh
dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :
“…supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul
an’am) yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternak) hanya mencakup
unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan
berkurban dengan kerbau ( jamus), sebab disamakan dengan sapi.
2.      Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada
perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup

5
kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah
satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)
3.      Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan
kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau)
berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid
Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
4.      Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat
atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada
Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas
sembarangan (Rifa’i et.al , 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :
1) yang nyata-nyata buta sebelah,
2) yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
3) yang nyata-nyata pincang jalannya,
4) yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
5) yang tidak ada sebagian tanduknya,
6) yang tidak ada sebagian kupingnya,
7) yang terpotong hidungnya,
8) yang pendek ekornya (karena terpotong/putus) ,
9) yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq.
1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban
dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri ( al
maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
“Dianjurkan bagi setiap keluarga menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu Majah)

6
D. Alat dan Cara Penyembelihan
Alat yang digunakan tajam, tidak runcing dan tidak tumpul
Seperti yang Rasulullah SAW lakukan:

َ ‫ إِنَّ هَّللَا َ َكت ََب اَإْل ِ ْح‬  ( ‫سو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم‬
‫سانَ َعلَى‬ ٍ ‫شدَّا ِد ْب ِن أَ ْو‬
ُ ‫ قَا َل َر‬:‫س رضي هللا عنه قَا َل‬ َ ْ‫َ َوعَن‬

َ ‫ َّد أَحَ ُد ُك ْم‬a‫ َو ْليُ ِح‬,َ‫لذ ْب َحة‬


َ ِ‫ ِر ْح َذب‬aُ‫ َو ْلي‬,ُ‫ ْف َرتَه‬a‫ش‬
 ) ُ‫يحتَه‬ ِّ َ‫سنُوا ا‬
ِ ‫ َوإِ َذا َذبَ ْحتُ ْم فَأ َ ْح‬,َ‫سنُوا اَ ْلقِ ْتلَة‬
ِ ‫ فَإ ِ َذا قَتَ ْلتُ ْم فَأ َ ْح‬,‫ُك ِّل ش َْي ٍء‬

 ‫سلِ ٌم‬
ْ ‫َر َواهُ ُم‬

Dari Syaddad Ibnu Aus bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam


bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat kebaikan terhadap segala
sesuatu. Maka jika engkau membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik dan jika
engkau menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah di
antara kamu mempertajam pisaunya dan memudahkan (kematian) binatang
sembelihannya." Riwayat Muslim.
·     Terbuat dari besi, baja, batu, dan kaca tidak menggunakan kuku, gigi, dan tulang
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
ِ ‫ ُم هَّللَا‬a‫س‬ َ a‫ َو ُذ ِك‬,‫ َّد ُم‬a‫ َر اَل‬a‫ ( مَا أُ ْن ِه‬:‫يج رضي هللا عنه َع ِن اَلنَّبِ ِّي صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬
ْ ِ‫ر ا‬a ٍ ‫َ َوعَنْ َرافِ ِع ْب ِن َخ ِد‬

ٌ َ‫ ُمتَّف‬ ) ‫ش‬
‫ق َعلَ ْيه‬ ُّ ‫سنُّ ; فَ َع ْظ ٌم; َوأَ َّما اَل‬
ِ َ‫ فَ ُمدَى اَ ْل َحب‬:‫ظفُ ُر‬ ِّ ‫ظ ْف َر; أَ َّما اَل‬
ُّ ‫سنَّ َوال‬ َ ‫ فَ ُك ْل لَ ْي‬,‫َعلَ ْي ِه‬
ِّ ‫س اَل‬

Dari Rafi' Ibnu Khodij Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Apa yang dapat menumpahkan darah dengan diiringi sebutan
nama Allah, makanlah, selain gigi dan kuku, sebab gigi adalah tulang sedang
kuku adalah pisau bangsa Habasyah." Muttafaq Alaihi.
Teknis penyembelihan adalah sebagai berikut :
1. Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri
dengan posisi mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca
doa ” Robbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.” (Artinya : Ya
Tuhan kami, terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
2. Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar
hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.

7
3. Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca : “Bismillaahi
Allaahu akbar.” (Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat
pula ditambah bacaan shalawat atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat
turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
4. Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima
Allah) yaitu : “Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min ….”
(sebut nama orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu
dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari….) (Ad Dimasyqi,
1993; Matdawam, 1984; Rifa’i et.al., 1978; Rasjid, 1990)

Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang berqurban itu sendiri, sekali pun
dia seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah
yang berqurban menyaksikan penyembelihan itu (Matdawam, 1984; Al Jabari,
1994).
Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan, yaitu :
1. Adz Dzaabih (penyembelih) , yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi
harus yang mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli
Kitab (Yahudi dan Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab
Hanafi, makruh, dan menurut mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya
halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
2. Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah diterangkan sebelumnya.
3. Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan
menyembelih hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh
menyembelih dengan gigi, kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan
Muslim).
4. Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib
memutuskan hulqum (saluran nafas) dan mari` (saluran makanan). (Mahmud
Yunus, 1936)

8
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting :
hendaklah orang yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi
niatnya haruslah ikhlas lillahi ta’ala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam
dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya` agar dipuji-puji sebagai orang
kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan sebagainya.
Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan daging
dan darah qurban kita. Allah SWT berfirman :
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya. ” (TQS
Al Hajj : 37)

B.     Saran
Untuk Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan sembelihan
dengancara halal tanpa berutang. Kurban hendaknya binatang ternak, seperti unta,
sapi, kambing, atau biri-biri.  Binatang yang akan disembelih tidak memiliki
cacat, tidak buta, tidak  pincang, tidak sakit, dan kuping serta ekor harus utuh.

9
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta :
Arafah Mitra Utama, 2008.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954.
Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas
Negeri Malang, 2010.
Moh Rifa’i,Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana, 1991.

10
Lampiran

11

Anda mungkin juga menyukai