Anda di halaman 1dari 14

AKAD SALAM

MEMURUT FIKIH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Lembaga Keuangan Syariah
Dosen Pengampu : Gina Sakinah, S.E.Sy., M.E

Disusun Oleh :
Hasbi Abdul Al-Wahhab Kh (1173070063)
Hestiani Fauziyah (11730700…)
Hilman Muhamad Ihsan (11730700…)

JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN SISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul  “Akad Salam Menurut Fikih Dalam Lembaga Keuangan Syariah”
ini,  Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan
refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak. oleh sebab itu, dalam kesempatan ini
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari
sempurna, untuk itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca.

Bandung, Februari 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................................................


Daftar Isi...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1.1  Latar Belakang......................................................................................
1.2  Rumusan Masalah.................................................................................
1.3  Tujuan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
2.1  Deskripsi Akad Salam Menurut Islam..................................................
2.2  Produk Hukum Salam di Bank dan Lembaga KeuangaN Non Bank. .
2.3  Implementasi Akad Salam di Bank dan Lembaga KeuangaN
Non Bank..............................................................................................
...............................................................................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................
3.1  Kesimpulan...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUIAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli
dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang
telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan.
Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak
mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-
untungan). Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan
untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu
yang ia inginkan.Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga
yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia
membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah
besar dibanding pembeli, diantaranya penjual mendapatkan modal untuk
menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat
menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga.
Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan
uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.Penjual
memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena
biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan
berjarak cukup lama.
Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan
oleh Islam guna menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu
hikmah disebutkannya syari'at jual-beli salam seusai larangan memakan
riba.
1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa
rumusan masalah, antara lain :
1. Bagaimanakah Deskripsi Akad Salam Dalam Islam?
2. Apa Saja Produk Hukum Akad Salam di Lembaga Keuangan Bank
dan Non Bank?
3. Bagaimana Implementasi Akad Salam di Lembaga Keuangan Bank
dan Non Bank?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang kami paparkan tujuan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Deskripsi Akad Salam Dalam Islam
2. Untuk Mengetahui Produk Hukum Akad Salam di Lembaga
Keuangan Bank dan Non Bank
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Implementasi Akad Salam di
Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
BAB II
PEMBAHASAN

1.1. Deskripsi Tentang Salam Menurut Islam


a. Pengertian Salam
Bai’ as-salam atau disingkat salam disebut juga
dengan salaf secara bahasa berarti pesanan atau jual beli dengan
melakukan pesanan terlebih dahulu.1 Secara etimologis kedua kata
memiliki makna yang sama, yaitu mendahulukan pembayaran dan
mengakhirkan barang. Penggunaan kata as-salam biasanya digunakan
oleh orang-orang Hijaz, sedangkan penggunaan kata as-salaf biasanya
digunakan oleh orang-orang Irak. Secara terminologis, salam adalah
menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu
barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan pembayaran
modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian
hari.2 Menurut Sayyid Sabiq, as-salam adalah penjualan sesuatu dengan
kriteria tertentu (yang masih berada) dalam tangguan dengan
pembayaran segera atau disegerakan.3
Salam ialah pembeli memesan barang dengan memberitahukan
sifat-sifat serta kualitasnya  kepadaa penjual dan setelah ada
kesepakatan. Dengan kata lain , pembelian barang dengan membayar
uang lebih dahulu dan barang yang beli diserahkan kemudian (Dow
Payment) artinya penyetoran harga baik lunas maupun sebagian harga
pembelian sebagai bukti kepercayaan, sehubungan dengan transaksi
yang telah dilakukan.
Menurut para Ulama, definisi bai’us salam yaitu jual beli barang
yang disifati (dengan kriteria tertentu/spek tertentu) dalam tanggungan

1 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan


Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 132.
2 M. Ali Hasan, Berbaga Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat). (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2003), 143.
3 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah. Juz 12. (Bandung; Al-Ma’arif, 1988), 110.
(penjual) dengan pembayaran kontan dimajlis akad.4 Dengan istilah lain,
bai’us salam adalah akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang
telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad
berlangsung.
Dengan demikian, bai’us salam memiliki kriteria khusus bila
dibandingkan dengan jenis jual beli lainnya, diantaranya:
1. Pembayaran dilakukan didepan (kontan di tempat akad), oleh
karena itu jual beli ini dinamakan juga as-salaf.
2. Serah terima barang ditunda sampai waktu yang telah ditentukan
dalam majlis akad5
Para ulama sering mengungkapkan proses akad jual beli semacam ini
dengan ungkapan, “Zaid seor
ang menyerahkan seribu dinar kepada Ali supaya Ali menyerahkan lima
ton beras kepadanya.”
Pembeli, yaitu Zaid dinamakan al-muslim atau al-muslif atau
Rabbus Salam. Sedangkan penjual yaitu Ali dinamakan al-muslam Ilaihi
atau al-muslaf Ilaihi. Sementara pembayaran kontan yaitu seribu dinar
dinamakan ra’su mâlis salam (Modal Salam) dan barang yang dipesan
yaitu beras dinamakan al-muslam fihi atau Dainus Salam (hutang
salam).6
Misalnya kata penjual: “saya jual kepadamu saatu box (box mobil)
dengan harga Rp. 1.500.000,. setelah transaksi disetujui, pembeli
membayarnya waktu itu juga walaupun boxnya belum ada. Jadi salam
ini jual beli utang dari pihak penjual dengan kontan dari pihak pembeli,
karena uangnya sudah dibayar sewaktu akad atau dengan perkataan lain:
salam adalah jual beli berupa pesanan (in front payment sale) juga
disebut dow payment, artinya penyetoran sebagian harga pemebelian

4 Lihat, kitab Min Fiqhil Mu’âmalat, Syaikh Shâlih Ali fauzân, hlm. 148
5 Nihâyatul Muhtâj Syarhu Minhâjit Thâlibîn, ar-Ramli. Lihat, kitab Buhûts Fiqhiyyah Fi
Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/183
6 Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/183
sebagai bukti kepercayaan. Namun hal ini perlu bukti pembayaran yang
sah berupa kwitansi atau catatan yang ditandatanagani penerima uang.7
b. Landasan Syari’ah
Landasan syari’ah transaksi ba’i as-salam terdapat dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadits.
 Al-Qur’an

       


…   

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu  bermuamalah tidak


secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya...(QS. Al-Baqarah:282).
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayar
tersebut dengan transaksi ba’i as-salam. Hali ini tampak jelas dari
ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin
untuk jangka waktu tertentu telah dihalalakan oleh Allah pada kitab-
Nya dan diizinkan-Nya.”Ia lalu membaca ayat tersebut diatas.
Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rassulullaah ssaw. Datang ke
madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-
buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata:

‫َم ْن اَ ْسلَفَ فِ ْي َشي ٍْئ فَفِ ْي َك ْي ٍل َم ْعلُوْ ٍم َو َو ْز ٍن َم ْعلُوْ ٍ\م اِلَى اَ َج ٍل َم ْعلُوْ ٍم‬
“Barang ssiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan
dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka
waktu yang diketahui.”8
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw
dating ke Madinah dimana mereka melakukan jual-beli As Salaf untuk
7 Moh Rifai, Konsep Perbankan Syari’ah, CV Wicaksana, Semarang 2002, hlm. 68-69.
8 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,
2001,hlm. 108.
penjualan buah-buahan dangan waktu satu tahun atau dua tahun. Kemudian
Rasululloh saw bersabda: “Siapa yang melakukan salaf, hendaknya
melakukannya dengan takaran yang jelas serta timbangan yang jelas pula,
sampai dengan batas waktu tertentu.”
Salam diperbolehkan oleh Rasululloh saw. Dengan beberapa syarat yang
harus dipenuhi. Tujuan utama dari jual beli salam yaitu untuk memenuhi
kebutuhan para petani kecil yang memerlukan modal untuk memulai masa
tanam juga untuk menghidupi keluarganya sampai waktu panen tiba.
Setelah pelarangan riba, mereka tidak bisa lagi mengambil pinjaman ribawi
untuk keperluan ini sehingga diperbolehkan bagi mereka untuk menjual
produk-produk pertaniannya dimuka.

c. Rukun dan Syarat Salam


Pelaksanaan ba’i as-salam harus memenuhi jumlah rukun berikut ini:
1.      Muslam (pembeli)
2.      Muslam ilaih ( penjual)
3.      Modal atau uang
4.      Muslam fiihi(barang)
5.      Shigat (ucapan).
Disamping segenap rukun harus terpenuhi, ba’i as-salam juga
mengharuskan tercukupinya segenap syarat-syarat pada masing-masing 
rukun. Dibawah ini akan diuraikan dua diantara syarat-syarat terpenting,
yaitu modal dan barang.
a. Modal transaksi ba’i as-salam
1. Modal harus diketahui
Barang yang akan di suplai harus diketahui jenis, kualitas dan
jumlahnya.
2. Penerimaan pembayaran salam
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di
tempat kontrak.
b. Al-Muslam Fiihi (Barang)
Diantara syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam al-muslam
fiihi sebagai berikut:
1.    Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang
2.      Harus bisa diidentifikasikan secara jelas untuk mengurangi
kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang
tersebut.
3.      Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari
4.      Kebanyakan ulama masyarakat penyerahan barang harus ditunda
suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan
penyerahan segera.
5.      Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang
untuk penyerahan barang.
6.      Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk
tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan.
d. Jenis Akad Salam
Ada dua jenis dari akad salam :
1. Salam
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli
dimana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika
transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran
dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di
kemudian hari.
2.   Salam paralel
Salam paralel artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu
antara pemesanan pembeli dan penjual serta antara penjual
dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya
(melaksanakan transaksi Bai’ As-Salam antara bank dan
nasabah dan antara bank dan suplier atau pihak ketiga lainnya
secara simultan).9 Hal ini terjadi ketika penjual tidak
memilikibarang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan tersebut.
Salam paralel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak
tergantung pada akad yang pertama yaitu akad antara penjual
dan pemasok tidak tergantung pada akad antar pembeli dan
penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak
diperbolehkan. Beberapa ulama kontemporer tidak
membolehkan transasksi salam paralel, terutama jika
perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-
menerus, karena dapat menjurus kepada riba.

Adapun skema salam bisa didesain dengan syarat-syarat tertentu selama


halal dan mubah sebagaimana hadis dan Fatwa DSN MUI No 5/2000 tentang Jual
Beli Salam. Fatwa DSN memberi ketentuan berikut.

Pertama, pembayaran. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik
berupa uang, barang, maupun manfaat, pembayaran harus dilakukan pada saat
kontrak disepakati serta pembayaran bukan dalam bentuk pembebasan utang.

Kedua, barang yang dibeli (dipesan) harus jelas cirinya dan dapat diakui sebagai
utang, harus jelas spesifikasinya, penyerahannya dilakukan kemudian, waktu dan
tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan, pembeli
tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya, dan tidak boleh menukar
barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

Ketiga, penyerahan barang. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada


waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Jika penjual
menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh
meminta tambahan harga. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih rendah dan pembeli rela menerimanya, ia tidak boleh menuntut pengurangan
harga (diskon).
9 Ibid., hlm. 110.
Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan
syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh
menuntut tambahan harga. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada
waktu penyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya, ia memiliki dua pilihan; membatalkan kontrak dan meminta
kembali uangnya atau menunggu sampai barang tersedia.

Keempat, penjual boleh melakukan subkontrak kepada pihak lain untuk


membelikan barang tersebut (salam paralel) dengan syarat akad kedua terpisah
dari dan tidak berkaitan dengan akad pertama. Mudah-mudahan, rambu-rambu
tersebut memperjelas skema salam dan menjadi solus

2.2 Produk Hukum Akad Salam di Lembaga Keuangan Bank dan Non
Bank
2.3 Implementasi Akad  Salam dalam Perbankan
Bai’ As-Salam dapat diterapkan atau digunakan pada pembiayaan bagi
barang industri dengan jangka waktu relatif pendek dan bank tidak ada niat
untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai inventory (simpanan),
yakni persediaan atau barang jadi suatu perusahaan. Oleh karena itu,
dilakukanlah akad Bai’ As-Salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada
Bulog, pedagang pasar induk atau grosir. Inilah yang dalam perbankan
Islam dikenal sebagai Salam Paralel.
Salam Paralel yang diterapkan dalam industri, jelasnya sebagai berikut :
Kalau Bai’ as-Salam diaplikasikan atau diterapkan pada pembiayaan barang
industri, misalnya produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran barang
tersebut sudah diketahui umum, dengan cara saat nasabah mengajukan
permohonan pembiayaan untuk pembuatan pakaian jadi, bank
mereferensikan penggunaan produk tersebut. Hal ini berarti bank memesan
pembuatan pakaian jadi tersebut dan membayarnya pada waktu pengikatan
kontrak. Bank kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja
rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen garmen tersebut. Bila
garmen tersebut telah selesai diproduksi, produk tersebut diantarkan kepada
rekanan tersebut. Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara
mengangsur maupun tunai.
DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di


Lembaga Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Moh. Rifai, Konsep Perbankan Syari’ah, Wicaksana, Semarang, 2002.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, Gema
Insani, Jakarta, 2001.
M. Ali Hasan, Berbaga Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat). (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2003)

Anda mungkin juga menyukai