Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN HASIL REVIEW JURNAL PSIKOLOGI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

JUDUL JURNAL :

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN SOSIAL DAN


STRES PADA ANAK BERBAKAT
Oleh : Zikrayati1, Dona Eka Putri2

Direview Oleh :

Swittenia Suci Lestari (K5114043)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014

1
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ............................................................................................... 1

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2

RINGKASAN ISI JURNAL .................................................................................... 3

A. Latar Belakang .................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................... 5
D. Metode Penelitian .................................................................................... 5
E. Hasil dan Pembahasan ......................................................................... 6
F. Kesimpulan ............................................................................................... 7
G. Saran .......................................................................................................... 7

KOMENTAR DAN PENDAPAT ......................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 10

2
HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN SOSIAL DAN STRES PADA ANAK
BERBAKAT
1
Zikrayati
2
Dona Eka Putri
1.2
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jakarta

Abstrak

Pada saat sekarang ini orang tua, guru maupun masyarakat masih menganggap
bahwa anak yang pintar adalah anak yang memiliki IQ yang tinggi atau nilai tinggi di
sekolah. Pada kenyataannya peran IQ dalam keberhasilan seseorang hanya
menempati posisi kedua setelah EQ (keterampilan sosial). Pada anak berbakat
kurangnya keterampilan sosial menjadi salah satu penyebab anak-anak ini rentan
terhadap masalah. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah menguji secara empiris
apakah ada hubungan antara keterampilan sosial dan stres pada anak berbakat.
Subjek dalam penelitian ini adalah 38 orang siswa SMA baik lak-laki maupun
perempuan yang mengikuti program akselerasi. Alat ukur yang digunakan adalah skala
keterampilan sosial dan skala stres. Analisis data menggunakan teknik korelasi
Pearson (1-tailed). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
negatif antara keterampilan sosial stres pada anak berbakat. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam mengenai permasalah
yang dialami anak-anak berbakat dan diharapkan dapat membantu studi-studi
selanjutnya mengenai pengetahuan akan masalah-masalah keterampilan sosial yang
dialami oleh anak berbakat.

Kata kunci: keterampilan sosial, stres, anak berbakat

3
A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kemampuan di
luar rentang kemampuan anak seusianya. Salah satu kelompok tersebut adalah
anak dengan keberbakatan. Keberbakatan adalah istilah yang diberikan pada
anak yang kemampuan kecerdasannya pada satu atau beberapa bidang berada
sangat jauh di atas rata-rata anak sebayanya.
Bagi sebagian orang, anak berbakat adalah seseorang yang memiliki
kemampuan yang superioritas atau seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan
(IQ) yang tinggi. Biasanya digunakan standar nilai IQ di atas 130 (Rini Hildayani,
dkk. 2012). Menurut definisi yang dikemukakan Renzulli yang lebih dikenal
dengan “The Three Ring Conception“(dalam Munandar, 2002) anak berbakat
merupakan satu interaksi diantara tiga sifat dasar manusia yang terdiri dari:
Kemampuan di atas rata-rata, kreativitas dan komitmen terhadap tugas yang
tinggi.
Saat ini sistem pendidikan Indonesia masih mengutamakan kecerdasan
kognitif saja. dan kurang berorientasi pada pengembangan kecerdasan
emosional dalam proses belajar mengajar. Penilaian yang dilakukan di sekolah
untuk menentukan prestasi belajar adalah kemampuan rasional seperti
kemampuan berbahasa dan berhitung. Basic life skillatau kemampuan seperti
mengatasi konflik, bersikap asertif, mengendalikan marah, mengarahkan diri,
berempati dan keterampilan sosial cenderung tidak dinilai (Setiabudhi &
Dwiyanto, 2003). Masih banyak masyarakat Indonesia yang beranggapan
bahwa anak yang cerdas adalah anak yang mendapat nilai tinggi atau rangking
tertinggi di sekolah atau memiliki IQ yang superior. Pada kenyataannya peran
dan pengaruh IQ dalam keberhasilan di sekolah maupun nantinya didunia kerja
hanya sedikit.
Terlepas dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki anak berbakat seperti
yang tersebut di atas, anakberbakat juga mempunyai karakteristik negatif, di
antaranya adalah bersifat tidak kooperatif, menuntut, egosentris, kurang sopan,
acuh tak acuh terhadap peraturan, keras kepala, emosional, dan menarik diri.
Beberapa penelitian menemukan adanya kesulitan sosialisasi pada anak
berbakat (Lytle & Campbell, 1979; Kaluger dan Marthin, 2000). Munandar
(2002) juga mengatakan bahwa kesulitan dalam sosialisasi sering terjadi pada
anak-anak yang memiliki kemampuan diatas rata-rata atau anak-anak berbakat.
Hal itu biasanya disebabkan karena anak-anak berbakat ini dalam segi

4
kognitifnya berkembang jauh lebih pesat dari teman-temannya yang berada
pada taraf rata-rata sehingga biasanya anak-anak berbakat ini akan mengalami
kesulitan saat berinteraksi dengan temanteman yang berbeda dengannya.
Kesulitan dalam keterampilan sosial dianggap wajar apabila masih dalam
taraf normal, tetapi apabila kesulitan ini tidakditangani dengan baik, maka hal ini
akan berpengaruh pada tingkat perkembangannya yang selanjutnya dan
semakin lama masalah sosialisasi ini akan dapat menimbulkan stres.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh keterampilan sosial terhadap stres pada anak berbakat?
Adakah hubungan antara keterampilan sosial dan stres pada anak-anak
Berbakat?

C. Tujuan
Penulis hendak mengetahui apakah ada hubungan antara keterampilan sosial
dan stres pada anak-anak berbakat.

D. Metode Penelitian
Penullis menggunakan partisipan dalam penelitian ini, yaitusiswa SMA
baik laki-laki maupun perempuan yang berada di kelas akselerasi dengan
pertimbangan bahwa salah satu kriteria siswa di kelas akselerasi adalah anak
berbakat di bidang akademis. Mahasiswa pria berjumlah 14 orang dan wanita
berjumlah 24 orang. Rentang usia pratisipan berkisar antara 14 sampai 16
tahun. siswa yang rentang usianya 14 tahun (23.7 %), usia 15 tahun (47.4 %),
usia 16 tahun (28.9 %). Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive.
Variabel dalam penelitian ini adalah stres sebagai variabel terikat dan
keterampilan sosial sebagai variabel bebas yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor: usia, gender, etnokultur. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan dua angket yaitu: angket keterampilan sosial untuk mengungkap
data tentang bagaimana keterampilan sosial pada anak berbakat dan stres
diungkap dengan menggunakan skala stres. Skor skala terentang antara 0 – 4,
mulai dari tidak sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Untuk
skala keterampilan sosial dari 53 item yang diujicobakan gugur 19 item dan
yang valid 34 item dengan validitas berkisar antara 0.324 – 0.768 dengan
reliabilitas sebesar 0.923. Skala stres dari 33 item yang diujicobakan gugur 9

5
dan 24 item yang sahih dengan validitas berkisar antara 0.315 – 0.736 dengan
reliabilitas sebesar 0.873.

E. Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian dari penulis menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
negatif antara keterampilan sosial dan stres pada anak berbakat (r = - 0.39; p <
0,01). hasil mean empirik dan kurva normal keterampilan sosial, dapat diketahui
bahwa keterampilan sosial pada anak berbakat yaitu 96.74 berada pada posisi
rata-rata. Hal ini sesuai dengan pendapat Whitmore (dalam Munandar, 2002)
yang mengatakan bahwa ada anak berbakat yang sulit menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan sosialnya; mereka lebih banyak menyendiri dan dapat
dihinggapi rasa kesendirian dan kesunyian. Di pihak lain ada pula anak berbakat
yang ingin populer dan menjadi pemimpin, hal ini dapat mengarah ke
kecendrungan untuk mendominasi kelompoknya.
Dari faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial pada anak berbakat
jika dilihat dari usia, maka yang yang memiliki keterampilan sosial paling tinggi
terdapat pada usia 16 tahun (µ =99.91) jika dibandingkan dengan usia 14 (µ =
96.44) atau 15 tahun (µ = 94.94). Kemudian jika berdasarkan jenis kelamin
wanita (µ = 97.04) diketahui memiliki keterampilan paling tinggi dibanding laki-
laki (µ = 96.21). Dilihat dari hasil deskripsi subjek penelitian berdasarkan suku
bangsa dapat diketahui yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi terdapat
pada subjek yang berasal dari suku Batak (µ = 112), Manado (µ = 101) dan
Bengkulu (µ = 108) sedangkan rata-rata keterampilan sosial paling rendah
terdapat pada suku bangsa Jawa (µ = 94.02).
Selain dari ketiga faktor di atas, keterampilan sosial juga dapat
dipengaruhi dari organisasi, dimana rata-rata keterampilan sosial tertinggi
terdapat pada subjek yang tidak mengikuti organisasi (µ = 97.04) dibandingkan
dengan subjek yang mengikuti organisasi (µ = 96.08).
Dilihat dari rata-rata perkomponen pada keterampilan sosial diketahui
yang paling berpengaruh adalah komponen hubungan pribadi (µ = 121.25) yaitu
kemampuan seseorang untuk mengenali dan merespon dengan tepat perasaan
dan keprihatinan orang lain, memiliki kemampuan dalamhubungan pribadi dan
cenderung pintar membaca emosi dari ungkapan wajah orang lain. Rata-rata
komponen yang paling rendah terdapat pada kemampuan dalam
mengorganisasikan kelompok (µ = 103.33). Anak-anak berbakat ini secara

6
sosial kemampuan dalam mengorganisasikan kelompok atau kemampuan untuk
bekerjasama dalam kelompok cenderung kurang. Apabila dilihat dari deskripsi
subjek berdasarkan organisasijuga terlihat bahwa anak-anak berbakat yang
masuk organisasi adalah anak-anak yang cenderung tidak terampil dalam
sosialisasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang tidak masuk organisasi.
Dari data diketahui bahwa anak-anak berakat ini lebih banyak yang tidak
berminat mengikuti organisasi jika dibandingkan dengan mereka yang mau ikut
organisasi.
Hasil mean empirik stres diketahui bahwa pada subjek penelitian ini rata-
rata stres yaitu 60.05 berada pada taraf rata-rata atau sedang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Munadar (2002) yang mengatakan bahwa anak berbakat
memiliki kerentanan terhadap masalah yang dapat menganggu kesehatan
mental mereka. Kerentanan ini tampak pada semua anak-anak berbakat, tetapi
sebagian dari mereka mampu menggunakan kekuatan intelektualnya yang
unggul dalam menyesuaikan diri secara efektif.
Hal lain yang juga mungkin cukup berpengaruh dari kemampuan anak
dalam menyelesaikan masalah adalah adanya faktor dukungan dari orang tua,
sekolah dan lingkungan sehingga membuat mereka dapat berfungsi secara
efektif (Munandar, 2002). deskripsi subjek berdasarkan jenis kelamin diperoleh
data bahwa ternyata rata-rata stres paling tinggi terdapat pada subjek berjenis
kelamin wanita (µ = 61.96) dari pada pria (µ = 59.79). Hasil ini mungkin
disebabkan karena karakteristik pada wanita yang sering dianggap manja,
tergantung, lemah, penuh kasih sayang, kelembutan, sensitif dan malu-malu,
sedangkan pria dianggap memiliki karakteristik seperti agresif, ambisius,
kemampuan memimpin, mandiri, dan keras (Munandar, 2002).

F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan hasil analisis data yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesa dalam penelitian ini
diterima, berarti adanya hubungan yang negatif antara keterampilan sosial dan
stres pada anak berbakat.

G. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mempunyai
beberapa saran yang dapat diberikan, adalah sebagai berikut:

7
1. Dari data yang diperoleh bahwa rata-rata keterampilan sosial pada anak
berbakat ini masih berada pada taraf sedang, hal ini memberikan gambaran
bahwa anak-anak berbakat ini memiliki IQ yang sangat tinggi sedangkan EQ
(keterampilan sosial) masih berada pada taraf rata-rata. Oleh karena itu
diharapkan agar anak-anak berbakat untuk dapat meningkatkan terus
keterampilan sosial yang sudah dimiliki seperti mengikuti kegiatan organisasi,
seni, dan kegiatan yang mementingkan kerjasama sehingga salah satu
masalah yang sering dihadapi seperti kesulitan dalam sosialisasi bisa
mengurangi permasalahan-permasalahan dialami. Dari hasil penelitian ini
ternyata EQ merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan seseorang
nantinya tidak hanya di pendidikan tapi juga keberhasilan seseorang nanti di
dunia kerja, sehingga diharapkan kepada sekolah agar menggunakan salah
satu tes EQ untuk nantinya dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam
mendapatkan gambaran anak-anak di sekolah. Kepada sekolah-sekolah yang
memiliki program akselerasi diharapkan agar dapat memberikan fasilitas
layanan konseling atau bimbingan konseling bagi anak-anak berbakat.
Bimbingan konseling.
2. Sehubungan dengan penelitian ini, penulis menyarankan untuk peneliti
selanjutnya agar mencoba meneliti siswa-siswa berbakat di luar Jakarta atau
di daerah-daerah. Dari hasil data penelitian ini diketahui bahwa anak-anak
berbakat yang diteliti yang diambil pada siswa-siswa yang berada di Jakarta
dan sekitarnya mempunyai tingkat stres yang sedang atau rata-rata, hal ini
bisa saja karena faktor lingkungan dan sekolah yang dapat memenuhi
kebutuhan mereka dengan semua fasilitas yang memadai. Untuk itu bagi para
peneliti selanjutnya juga bisa melihat bagaimana perbedaan antara anak-
anak berbakat yang ada di daerah dengan anak-anak berbakat yang ada di
daerah perkotaan. Selain itu, diharapkan juga bagi peneliti selanjutnya untuk
menambah populasi penelitian sehingga didapatkan hasil yang maksimal.

8
Komentar dan Pendapat
Secara Umum
Anak berbakat. Pada dasarnya anak-anak ini adalah anak istimewa yang
memiliki IQ di atas 130. Anak-anak ini menunjukkan potensipotensi yang luar
biasa pada satu atau beberapa aspek seperti kecerdasan umum, kemampuan
pada bidang pelajaran khusus (seperti matematika atau sains atau bahasa),
kreativitas, kepemimpinan, bakat di bidang seni (melukis, mengarang, musik,
tari, dan sebagainya), serta kemampuan psikomotor (olahraga). Jadi, anak yang
berbakat bukan hanya cerdas dalam intelegensi, namun juga dalam bidang
lainnya yang unggul dari anak sebayanya.
Sebagian besar anak berbakat memiliki harga diri yang lebih tinggi, lebih
terampil dalam kehidupan sosial, dan memiliki penyesuaian emosional yang di
atas rata-rata kemampuan anak seusianya. Namun, dalam beberapa anak
berbakat justru mengalami masalah emosi dan sosial karena mereka
beranggapan dan diperlakukan berbeda dengan anak sebayanya. (Rini
Hildayani, 2012)
Selain mengalami masalah dalam kehidupan sosialnya, anak berbakat
juga sering merasa bosan atau bahkan frustasi terkait dengan kegiatannya di
sekolah yang terlalu mudah atau tidak sesuai dengan keinginannya.
Kecenderungan anak berbakat yakni sering kali merasa bahwa penjelasan guru
terlalu lambat an sering kali diulang-ulang padahal mereka sudah mengerti.
Sehingga dampak yang ditimbulkan adalah stres dan frustasi, yang dirasakan
oleh anak berbakat.
Kondisi ini sesuai dengan kondisi lapangan saat ini. Dimana dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih meyebabkan anak-anak lebih
tertarik pada gadget dan menghindari kontak sosial. Terlebih lagi jika hal ini
terjadi pada anak yang berbakat, akan menyebabkan keterampilan sosialnya
kurang.
Manfaat topik ini yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
keterampilan sosial dengan stres pada anak berbakat. Karena banyak
masyarakat yang menganggap bahwa anak berbakat mengalami hambatan
dalam sosial, dan cendurung acuh tak acuh. Untuk itu penelitian tentang kondisi
psikologis anak berbakat sangat dibutuhkan untuk mengetahui mereka.

9
Secara Khusus
Pada keseluruhan isi jurnal telah menjelaskan tentang keterampilan
sosial dan stres pada anak berbakat. Latar belakang, masalah, tujuan, hipotesis,
teori, metode, paparan hasil penelitian, dan kesimpulan telah jelas. Hanya saja
pada bagian kesimpulan sedikit kurang. Seharusnya, pada bagian kesimpulan
harus dijelaskan lebih rinci mengenai mengapa terjadi hubungan negatif antara
keterampilan sosial dan stres pada anak berbakat. Dan mungkin lebih bisa
ditekankan lagi pada sosial anak berbakat.
Jika masalah atau keterampilan sosial anak berbakat lebih digali dan
ditinaju lagi, maka masyarakat akan mengetahui mengapa sebenarnya anak
berbakat seperti itu. Kemudian dapat digali pula apakah masalah sosial tersebut
berpengaruh kepada pekerjaan mereka nantinya, dan sebagainya.
Dan secara keseluruhan jurnal ini sudah cukup bagus mengangkat
tentang anak berbakat yang belum banyak orang mengetahui sebenarnya apa
berbakat itu.

10
Daftar Pustaka

Hildayani, Rini.dkk. (2012). Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan


Kebutuhan Khusus). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus, Nandiyah Abdullah. Magistra No. 86 Th.


XXV Desember 2013. ISSN 0215-9511. unwidha.ac.id

Faktor Protektif pada Penyesuaian Sosial Anak Berbakat. Yettie Wandansari


Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. INSAN
Vol. 13 No. 02, Agustus 2011portalgaruda.org

Materi 6. Mata kuliah deteksi dini dalam perkembangan, Anak Berbakat. Herlina
Psikologi UPI. upi.edu

11

Anda mungkin juga menyukai