Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

OKSIGENASI

Dosen Pembimbing : Dewi Suryandari S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
Salma Deviyana
NIM SN201198

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

OKSIGENASI

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar


1. Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen ke dalam system baik
secara kimia maupun fisika, dimana oksigen sendiri merupakan gas tidak
berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme
untuk mempertahankan hidup dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel.
Reaksinya menghasilkan energi, karbondioksida dan air, reaksi ini meleawati
proses bernapas yaitu peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen (O2) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksigen yang keluar dari tubuh
(Kusnanto. 2016).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan onsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian laut
konsentrasi oksigen dalam udara ruangan adalah 21%. Penggunaan oksigen
berkesinambungan (>15 jam sehari) dapat meningkatkan harapan hidup bagi
pasien-pasien yang mengalami kegagalan respirasi kronis dan memperbaiki
tekanan arteri pulmonary, polistenia (hematocrit >55%), mekanik paru, dan
status mental. (Ikawati, 2016).

2. Anatomi Pernapasan
Anatomi saluran pernapasan terbagi menjadi dua bagian yaitu saluran
pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah (Pathwa & Shah, 2015).
a. Saluran Pernapasan Atas
1). Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau), dinding organ
hidung dilapisi oleh mukosa yang berfungsi menyaring, menghangatkan
dan melembabkan udara yang masuk melalui hidung. Hidung tersusun atas
tulang dan tulang rawan hialin, permukaan luarnya dilapisi kulit dengan
kelenjar sebasae besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi (epitel berlapis
silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal) didalamnya ada
konka nasalis superior, medius dan inferior, lamina propria pada mukosa
hiidung umumnya mengandung banyak pleksus pembuluh darah.
2). Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut, saluran napas dan makanan
menyatu dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke
esophagus, pada saat bernapas udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga
yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada nasofaring
sama dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan laringofaring sama
dengan saluran cerna.
3). Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan Organ berogga
dengan panjang 42 mm diameter 40 mm. Teletak antara faring dan trakea.
Dinding tebentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid, muskulus ekstrrisik
mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring
pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan fonasi, laipsan ini
merupakan epitel bertingkat silia. Fungsi laring untuk memebrntuk suara,
dan menutup trakea pada saat menelan (epiglottis), ada 2 lipatan mukosa
yaitu pita suara palsu (lipat vestibuler) dan pita suara (lipat suara).
b. Saluran Pernapasan Bawah
1). Trakea (batang tenggoroka)
Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti
huruf C yang tersusun atas 16-20 cincin tulang-tulang rawan. Celah
diantaranya dilapisi oleh jaringan ikat fibro elastic. Struktur trakea terdiri
dari tulang rawan, mukosa, epitel bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar.
2). Bronkus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama.
Bronki primer bercabang menjadi bronki lobar, bronki segmental, bronki
subsegmental. Struktur bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin
lempeng tulang rawan tidak teratur.
3). Bronkiolus
Cabang ke 12-15 bronkus, tdak mengandung lempeng tulang
rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos tercampur
dengan jaringan ikat longgar, epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa
silia (sel Clara), lamina propria tidak mengandung sel globet.
4). Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara
yang dihirup. Jumlahnya 200-500 juta, bentuknya bulat polygonal, sepa
antar alveoli disokong oleh serat kolagen dan elastis halus.
5). Pleura
Membran serosa pembungkus paru, jaringan tipis ini mengandung
serat elastin, fibroblast dan kolagen yang melekat pada paru disebut pleura
visceral, bagian yang melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal.
Ciri khas dari pleura adalah mengandung banyak kapiler dan pembuluh
limfe.

3. Fisiologi Sistem Pernpasan


Fisiologi menurut Pathwa & Shah (2015) sebagai berikut:
a. Fisiologi ventilasi paru

Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru.


Pergerakan udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
1. Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura
paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm
H2O, yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk
mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai nilai istirahatnya.
Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan rangka dada
akan menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar
dan menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm
H2O).
2. Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru.
Ketika glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam
atau keluar paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai
alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0
dalam jalan nafas) yaitu tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk,
tekanan alveoli harus sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan
sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter udara ke
dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang
berlawanan.
3. Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan
tekanan pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis
dalam paru yang cenderung mengempiskan paru pada setiap
pernafasan, yang disebut tekanan daya lenting paru.
b. Fisiologi Kendali Pernapasan

Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan pernafasan.


1. Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat
volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron
motorik otot pernafasan melalui jaras kortikospinal.
2. Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat
pernafasan otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan
keluaran eferen dari sistem ini terletak di rami alba medulla
spinalis di antara bagian lateral dan ventral jaras kortikospinal.
c. Pengaturan aktivitas pernafasan
Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri maupun penurunan
PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron pernafasan di medulla
oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan mengakibatkan
efek inhibisi ringan. Pengaruh perubahan kimia darah terhadap pernafasan
berlangsung melalui kemoreseptor pernafasan di glomus karotikum dan
aortikum serta sekumpulan sel di medulla oblongata maupun di lokasi lain
yang peka terhadap perubahan kimiawi dalam darah. Reseptor tersebut
membangkitkan impuls yang merangsang pusat pernafasan. Bersamaan
dengan dasar pengendalian pernafasan kimiawi, berbagai aferen lain
menimbulkan pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi pernafasan pada
keadaan tertentu untuk berbagai rangsang yang memengaruhi pusat
pernafasan.
d. Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem
kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu bergantung
pada: jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas
dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan kapasitas darah
untuk mengangkut oksigen. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi
jalinan vaskular di dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di
dalam darah ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut, jumlah hemoglobin
dalam darah dan afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

4. Etiologi (penyebab gangguan pernapasan)


Yang menyebabkan klien mengalami gangguan pernafasan menurut SDKI
(2016) yaitu :
a. Spasme jalan nafas
b. Disfungsi neuromuskuler
c. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
d. Perubahan membran alveolus-kapiler
e. Depresi pusat pernafasan
f. Nyeri
g. Deformitas dinding dada
h. Deformitas tulang dada
i. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
j. Kecemasan
5. Faktor Yang Mepengaruhi
Menurut Azizah (2019) faktor yang mempengaruhi gangguan pernapasan ada
dua yaitu faktor individu dan faktor lingkungan.
1. Faktor Individu
a. Umur
Umur merupakan salah satu karakteristik yang mempunyai risiko tinggi
terhadap gangguan paru-paru terutama yang berumur 40 tahun ke atas,
bebagai macam perubahan biologis sering terjadi seiring dengan
bertambahnya usia seseorang, umur seseorang berhubungan dengan
potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi,
tingkat imunitas dan aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang
mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang Riwayat Pekerjaan
Terdapat riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan cenderung
lebih mudah terkena penyakit pernapasa).
b. Kebiasaan Merokok
2. Faktor Lingkungan
a. Suhu
b. Kelembaban
c. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal dikarenakan
ventilasi mempunyai fungsi sebagai lubang masuk dan keluarnya udara,
suatu ruangan apabila tidak memiliki ventilasi yang baik akan
menimbulkan beberapa keadaan seperti berkurangnya kadar oksigen,
bertambahnya kadar karbondioksida, berbau pengap, suhu dan
kelembaban udara meningkat.
d. Konsetrasi debu dilingkungan kerja
Debu merupakan pertikel yang sangat mudah terhirup oleh manusia,
partikel yang berukurn besar akan terdeposisi dihidung dan
menimbulkan efek toksik, partikel yang lebih kecil akan terdesposisi
pada saluran pernapasan atas sampai ke bronki dan bronkiolus dan juga
dapat mecapai ke alveoli.
6. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik gangguan pernafasan menurut SDKI (2016) sebagai
berikut :
Batuk tidak efektif, suara nafas tambahan, perubahasan frekuensi nafas,
perubahan irama nafas, sianosis, dispneu, gelisah, sputum berlebih,
perubahan kedalaman bernafas, Nafas cuping hidung,pola nafas abnormal,
takikardi, warna kulit abnormal.
7. Diagnosis Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0149) b.d Sekresi yang tertahan
ditandai dengan sputum berlebih
b. Gangguan pertukaran gas (D. 0003) b.d ketidak seimbangan ventilasi-
perfusi ditandai dengan PCO2 meningkat, PO2
c. Resiko aspirasi (D.0149)

8. Intervensi
a. Manajemen jalan napas (l.0101)
1. Observasi :
1). Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2). Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi)
3). Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
1). Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-till dan chin-
lift, jaw-thrust jika curiga ada trauma servikal.
2). Posisikan semi fowler atau fowler
3). Berikan minum hangat
4). Lakukan fisioterapi dada
5). Lakukan penghisapan lendir
6). Berikan oksigen
3. Edukasi
1). Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontra
indikasi
2). Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasikan pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
jika perlu
b. Latihan pernapasan (l.01007)
1. Observasi
1). Identifikasi indikasi dilakukan latihan pernapasan
2). Monitor frekuensi, irama, dan kedalama napas sebelum dan
sesudah latihan
2. Terapeutik
1). Sediakan tempat yang tenang
2). Posisikan pasien nyaman dan rileks
3). Tempatkan satu tangan di dada dan satu tangan diperut
4). Pastikan tangan didada mundur kebelakang dan telapak tangan
diperut maju kedepan saat menarik napas
5). Ambil napas dalam secara perlahan melalui hidung dan tahan
selama tujuh hitungan
6). Hitunglah ke delapan hembusan napas melalui mulut dengan
perlahan
3. Edukasi
1). Jelaskan tujuan dan prosedur latihan pernapasan
2). Anjurkab mengulangi latihan 4-5 kali
DAFTAR PUSTAKA

Ikawati, Z. (2016). Penatalkasanaan Terapi Penyakit Sistem Pernapasan (1st ed).


Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Kusnanto.(2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi.


Surabaya. Kampus C Unair Mulyorejo.

Pathwa, A. And Shah, A.(2015). Anatomy and Physiology of respiratory Relevant


to Anasthesia. Indian Journal of Anasthesia, 59(9).

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik (Cetakan III). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI .

PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Keperawatan Indonesia (Cetakan II). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Sti Nur Azizah. (2019). Faktor-Faktor Berhubungan Dengan Keluhan Gangguan


Pernapasan Pada Pekerja Di UPTD Industri Kulit (LIK) Magetan. Skripsi.
STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun.

Anda mungkin juga menyukai