Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN

“Fraktur Femur”

MIFTAHUL HIDAYATI YOLLA

(2030282012)

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Lisa Mustika Sari, M. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFENISI
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan, biasanya patahan lengkap dan
fragmen ulang bergeser.Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur
tertutup, kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus kadaan ini disebut
fraktur terbuka yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (Wijaya,
2013).Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh ruda paksa
(Wahid, 2013).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperi degenarasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008).

2. ANATOMI FISIOLOGI

Struktur tulang dari jaringan ikat menyusun kurang lebih 25%berat badan dan otot
menyusun kurang lebih 50%.Kesehatan dan fungsi sistem moskuloskletal sangat bergantung
pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital,
termasukotak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
menyangga struktur tubuh.
a. Tulang dapat diklasifikasikandalam lima kelompokyaitu:
1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut
diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Disebelahproksimaldariepifisis
terdapat metafisis. Di antaraepifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan
yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang
panjang tumbuh karena akumulasitulangrawandi lempeng epifisis. Tulang rawan
digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang
memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk
dari spongi bone (cancellus atau trabecular). Pada akhir tahun remaja tulang
rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, esterogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Esterogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memilikironggayang disebut kanalis
medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellus (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulangconcellus.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) samaseperti dengan tulangpendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang yang
berdekata dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut) (Abdul Wahid, 2013:2)

3. ETIOLOGI
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk
mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan bermotor
atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengalami trauma multipel. Pada
fraktur femur ini klien mengalami syok hipovolemik karena kehilanagan banyak darah
maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat heba (muttaqn, 2008).
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Gejala
umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
a. Nyeri terus – menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada struktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 – 5 cm (1 – 2 inchi).
d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setetlah cedera (Wijaya dan Putri,2013).
Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur femur :
1. Deformitas daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
 Rotasi pemendekan tulang
 Penekanan tulang
2. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur
3. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah
terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada fraktur
stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada saat istirahat.
Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
4. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)
5. Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan persendian
lutut yang sulit digerakaan di bagian distal cidera

5. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar daripada
tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma tulang yang dapat mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Fraktur atau gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka maupun yang tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadilah perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini
terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vaskonstriksi
progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena adanya cedera, respon terhadap
berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai
usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin – katekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit
membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif
juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadinya syhok, termasuk histamin,
bradikinin beta – endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokinin – sitokinin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro – sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih disini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam sistem venasistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak
pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat
substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme airobik normal dan
produksi energi. Pada keadaan awal terjadi konpensasi dengan berpindah ke
etabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan
berkembangnya asidosis metabolik bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka
membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik
normal hilang.kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah
fraktur.
Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melakukan aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus.Bekuan fibrin direbsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluhuh darah atau penekanan
tersebut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat
menurunkan asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibat kan
rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot (wijaya, 2013)

WOC Fraktur Femur


Trauma pada paha, Osteoporosis, Tumor dan keganasan
pada paha

Ketidakmampuan tulang femur dalam menahan


beban

Fraktur Femur tertutup

Terputusnya Malunion, non-union dan Kerusakan Pada


hubungan tulang delayet union Jaringan lunak

Ketidak mampuan
melakukan Terapi Imobilisasi
pergerakan kaki Traksi Kerusakan Saraf
Terapi bedah Fiksasi Spasme Otot
internal
Hambatan mobilitas dan fiksasi eksternal
Nyeri
fisik, resiko tinggi
Kerusakan
trauma
Vaskular

Ketidak tahuan
teknik mobiliasi Paska Bedah Pembengkakan
Respon lokal
Psikologis
Resiko malunion, Port de Endree
kontraktur sendi
Kecemasan Resiko Sindrom
kompertemen

Pemenuhan Informasi Resiko tinggi


infeksi

(WOC Fraktur Femur)


6. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2012) antara lain:
a. Fraktur tertutup(closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan.

b. Fraktur terbuka(open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Konsep penting
yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada
tempat terjadinya fraktur terbuka. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat
terjadinya cedera, terkontamiasi, kemudian kembali hampir pada posisisemula.

7. KOMPLIKASI
a. Komplikasidini
Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat yang melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien fraktur femur. Komplikasi yang biasanya terjadi
pada pasien fraktur femur adalah sebagai berikut:
1. Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1 – 2 liter walaupun fraktur bersifat
tertutup.
2. Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
Klien perlu menjalani pemeriksaan gasdarah.
3. Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan kontusi
dan oklusi atau terpotong sama sekali.
4. Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampai aksono
temesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau pada
cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneuskomunis.
5. Trombo – emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo
emboli.
6. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeksi
dapat pula terjadi setelah tindakan operasi (muttaqqin,2008)

8. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan pengembalian
fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode
untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung – ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan
efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam
digunakan untuk fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai berikut:
1) Penatalaksanaan fraktur tertutup
a. Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri yang
tepat (mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung, menggunakan
analgesik sesuairesep)
b. Ajarkan latihan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak
terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk berpindah tempat dan
untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat, alat bantu berjalan atau walker)
c. Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman.
d. Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai kebutuhan
dan mencari bantuan personal jikadiperlukan
e. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan dir,
informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlunya
supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan.
2) Penatalaksanan fraktur terbuka
a. Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka, jaringan lunak,
dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan tulang dan jaringan lunak.
Pada kasus fraktur terbuka, terdapat resiko osteomielitis, tetanus, dan
gasgangren.
b. Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit bersama
dengan tetanus toksoid jika diperlukan
c. Lakukan irigasi luka dan debridemen
d. Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
e. Kaji status neourovaskular dengan sering
f. Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-
tandainfeksi.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Amin Huda Nurarif & Kusuma Hardi (2015: 10) manifestasi fraktur yaitu:
1. X – ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap: hemokonsentasi mungkin meningkat, menurun pada
pendarahan; peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau
cedera hati.
Penatalaksanaan
Anatomi Fisiologi
a. Penatalaksanaan fraktur tertutup Pengertian
Fraktur femur atau patah tulang 1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari
 Informasikan pasien mengenai metode batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua
pengontrolan edema dan nyeri yang tepat paha adalah rusaknya kontinuitas ujung yang disebut epifisis
(mis, meninggikan ekstremitas setinggi tulang pangkal paha yang dapat 2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur
disebabkan oleh trauma langsung, dan inti dari cancellus (spongy) dengan suatu
jantung)
lapisan luar dari tulang yang padat.
 Ajarkan latihan latihan untuk kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua
mempertahankan kesehatan otot seperi degenarasi tulang atau lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah
osteoporosis (Muttaqin, 2008). tulang concellus.
 Ajarkan pasien tentang cara menggunakan
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata)
alat bantu dengan aman samaseperti dengan tulangpendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang
terletak disekitar tulang yang berdekata dengan
persendian dan didukung oleh tendon dan
Komplikasi FRAKTUR jaringan fasial, misalnya patella
Syok, Emboli lemak, Trauma pembuluh darah besar,
FEMUR
Trauma saraf, Trombo – emboli, Infeksi terjadi pada
fraktur terbuka
Manifestasi Klinis Etiologi
1. Nyeri terus – menerus
Pada fraktur femur ini klien mengalami syok
klasifikasi 2. Ekstremitas tak dapat berfungsi
hipovolemik karena kehilanagan banyak darah
1. Fraktur tertutup (closed) : Fraktur dimana kulit dengan baik maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat
tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat 3. Pada fraktur tulang panjang, hebat
menurut (Wahid, 2013)
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan terjadi pemendekan tulang
1. Kekerasan langsung sering bersifat fraktur terbuka
2. Fraktur terbuka(open/compoud) : Fraktur dimana 4. Saat eksremitas diperiksa dengan
dengan garis patah melintang atau miring.
kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus. tangan, teraba adanya derik
2. Kekerasan tidak langsung bagian yang paling
Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah tulang dinamakan krepitasi
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada 5. Pembengkakan dan perubahan
3. Kekerasan akibat tarikan otot
tempat terjadinya fraktur terbuka. warna lokal pada kulit
4.
Asuhan KeperawatanTeoritis Fraktur

Menurut Abdul Wahid (2013) di dalam memberikan asuhan keperawtan digunakan system atau
metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah – masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagiatas:
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur alamat, agama, bahasayang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongandarah, no. Register, tanggal
MRS, diaknosamedis.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akutatau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Profoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor prespitasinyeri.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau di gambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut ataumenusuk.
3) Region: radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atu mnyebar, dan dimana rasa sakitterjadi.
4) Severity (scale) of pain: seberapa jauh nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan sekala nyeriatau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuanfungsional.
5) Time: berapa lamanyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
c. Riwayat penyakitsekarang
Menurut Ignatavicius, Donna D, (2006) yang dikutip oleh Abdul Wahid (2013: 23)
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologiterjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatanyang
terjadidan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahu mekanisme
terjadinya kecelakaan bisadiketahui luka kecelakaan yanglain
d. Riwayat penyakitdahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
beberapa lama tulang tersebut akan menyambung. seperti penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan faktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung.Selainitu,penyakitdiabetesdenganluka di kaki sangat
beresiko terjadinya osteomielitis akut maupun kronik dan juga diabetes melambat
proses penyembuhantulang.
e. Riwayat penyaktkeluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, daun kanker tulang yang cenderung diturunkan
secaragenetik.
f. Riwayatpsikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat beserta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupansehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalammasyarakat.
g. Pola-pola fungsikesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidupsehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaanhidupkeren seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsum- sian alkohol yang bisamengganggu keseim- bangannya dan apakah
klien melakukan olahraga atautidak.
2. Pola nutrisi danmetabolisme
Page lainwaktuharusmengkonsumsinutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari nya
seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. evaluasi terhadap pola nutrisi lain bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuatterutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. selain itu juga obesitasjugamengemban menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
3. Polaeliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan padapola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin di kaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola Ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. pola tidur dan istirahat. semua klien faktor timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga halini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur.
selain itu juga pengkajian dilakukan pada lamanyatidur, suasana lingkungan,
kebiasaantidur, dankesulitan tidur menggunakan obattidur.
4. Polaaktivitas
Karena timbulnya nyeri, keyterbatasan gerak maka semua benuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan semua kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk bentuk
aktivitasklieterutamapekerjaanklien. Karenaada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
5. Pola hubungan danperan
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap.
6. Pola persepsi dan konsepdiri
Dampak yang timbul pada klien fraktur timbul ketidakkuatan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas dan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
gambarantubuh).
7. Pola sensori dankognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indra yang lain tidak timbul gangguan. Begitujugapada kognitifnya
tidak mengalamigangguan.Selainitu juga, timbul rasa nyeri akibatfraktur.
8. Pola reproduksiseksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lamaperkawinannya.
9. Pola pennggulanganstree
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakuatan timbul kecacatan pada dirinya dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
10. Pola tata nilai dankeyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisadisebabkan karena nyeri dan keterbatasan
gerakpasien

h. Pemeriksaanfisik
Dibagi mennjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setampat (lokalis). Halini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecendrungandimana ada spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebihmendalam.
1. Gambaran umum Perlumenyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tandaseperti:
 Kesadaran penderita: apats, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaanklien.
 Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanyaakut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupunbentuk
2. Sescara sistemik dari kepala sampaikelamin
a. Sistemintegumen
Terdapat erytema, suhu daerah sekitar trauma meningkat, bengkak,
oedem, nyeri tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
c. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, yaitu tidak ada penonjolan, reflek
menelanada.
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak adaoedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjung tiva tidak anemis (karena tidak
terjadi pendarahan).
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cupinghidung.
h. mulut danfaring
tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intracostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
 Inspksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidak- nya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan denganparu.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara tambahanlainnya
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
k. Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus kordis
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur- mur.
l. Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands moskuer, hepar tidakteraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelembung cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m. Inguinal- genetaliaanus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Arif Muttaqin (2013: 228) Diagnosa keperawatan yang muncul pada
fraktur femur tertutup yaitu:
1) Nyeri berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera
neuromuskular, trauma jaringan dan reflek spasme ototsekunder.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan respon nyeri, kerusakan
neuromoskuloskletal, pergerakan fragmentulang
3) Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan pemasangan traksi kulit atau tulang,
penurunan kemampuan pergerakan dan mobilisasi, kelemahan fisik, atrofi otot dan
ketidak tahuan cara mobilisasi yangadekuat.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entree, luka pasca
bedah,pemasangan traksitulang,dan fiksasieksternal.
5) Resiko tinggi sindrom kompartemen yang berhubungan dengan terjebaknya
pembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibatpembengkakan.
6) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (rencana tindakanpembedahan)
7) Pemenuhan informasi berhubungan dengan cara mobilisasi, programrehabilitasi
3. Perencanaan keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
fisik berhubungan kemampuan pergerakan Defenisi: memfasilitasi pasien untuk
dengan kerusakan fisik pada ekstremitas meningkatkan aktivitas pergerakan fisik
integritas struktur 1x24 jam didapatkan Tindakan:
tulang kriteria hasil: Observasi:
- Pergerakan ekstremitas - Identifikasi adanya nyeri atau keluhn
meningkat fisik lainnya
- Kekuatan otot - Monitor frekuensi jantung dan tekanan
meningkat darah sebelum memulai mobilisasi
- Rentang gerak (ROM) - Monitor kondisi umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
- Gerakan terbatas Terapeutik:
menurun - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu mis: pagar tempat tidur
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga dalam melakukan
pergerakan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana misal:
duduk ditempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur

Dukungan ambulasi
Defenisi: memfasilitasi pasien untuk
meningkatkan aktivitas berpindah.
Tindakan:
Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri atau keuhan
fisik lainnya
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebeum memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu (krug)
- Fasilitasi melakukan mobilitas fisik
- Libatkan keluarga dalam membantu
pasien ambulasi
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana misal:
berjalan dar tempat tidur ke kursi roda.

2 Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh


berhubungan observasi dan penilaian Defenisi: mengidentifikasi dan
dengan penggunaan derajat jatuh 1x24 jam menurunkan resiko jatuh akibat
alat bantu berjalan didapatkan kriteria hasil: perubahan kondisi fisik atau psikologis
(krug) - Jatuh saat berdiri Tindakan:
menurun Observasi:
- Jatuh saat berjalan - Identifikasi faktor resiko jatuh
menurun - Identifikasi faktor lingkungan yang
- Jatuh saat ke kamar meningkatkan resiko jatuh
mandi menurun - Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala (fall morse scale)
- Monitor kemampuan berpindah dari
tempat tidur ke kruk dan sebaliknya
Terapeutik:
- Orientasi ruangan pada pasien dan
keluarga
- Pastikan kruk dalam edaan aman
- Atur tempat tidur dengan posisi rendah
- Tempatkan pasien beresiko tinggi jatuh
dekat dengan pantauan perawat
- Gunakan alat bantu berjalan; kruk
Edukasi:
- Anjurkan memanggil perawat atau
keluarga jika membutuhkan untuk
berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan
berdiri

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi


berhubungan observasi dan penilaian Defenisi: mengidentifikasi dan
dengan peningkatan derajat infeksi 1x24 jam menurunkan resiko terserang organisme
paparan organisme didapatkan kriteria hasil: patogenik
patogen lingkungan - Nyeri menurun Tindakan:
- Bengkak menurun Observasi:
- Monitor tanda dan gejalan infeksi okal
dan sistematik
Terapeutik:
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit paa area
oedema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
psien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala resiko infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan yang
benar
- Ajarkan etika batuk
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan menmeningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi
LAPORAN KASUS
FRAKTUR FEMUR

PENGKAJIAN

Tanggal pengkajian : 25 Desember 2020


Jam pengkajian : 15:00 WIB
Diagnosa medis : Fraktur Femur Dextra

A. Biodata
1. Identitas pasien
Nama : Tn. D
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pendidikan : Mahasiswa
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Patebon, Kendal
Pekerjaan : Mahasiswa

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. J
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Patebon, Kendal
Hubungan dengan pasien : Ayah kandung pasien

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama: Sulit bergerak karena fraktur
2. Riwayat penyakit sekarang
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan dirinya jatuh pada tanggal 24
Desember 2020 karena dirinya terserempet mobil dan kaki pasien tertimpa motor.
Setelah itu pasien dilarikan ke rumah sakit (UGD) dan langsung digips dan setelah
dilakukan rontgen, dokter mengatakan pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3
distal os. Femur dextra. Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan
pen pada area frakturnya tanggal 25 Desember 2020, dan jenis operasinya tertutup
(close-surgery). Di rumah sakit, pasien mendapat perawatan luka post-op. Pasien
rawat inap selama tiga hari dan pulang tanggal 29 Desember 2020, pasien
mengatakan setelah pulang dari rawat inap di rumah sakit tanggal 1 Januari 2021,
pasien mengatakan sangat sulit bergerak, pasien hanya bisa tiduran dan duduk karena
balutan luka jahitan bekas operasi pada femur kanannya belum dibuka. Pada tanggal
6 Januari 2021 setelah balutan luka jahitannya dibuka, pasien lebih bisa bergerak
namun tetap sulit, karena kakinya belum bisa menapak dan harus menggunakan alat
bantu krug. Pasien mengatakan dia hanya bergerak menggunakan krug di saat
mendesak saja, seperti BAB dan mandi. Pasien juga mengeluh nyeri saat kakinya
ditekuk atau diregangkan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan, pasien juga tidak pernah
menderita penyakit hepatitis, TBC, dan lain – lain. Pasien tidak pernah dirawat di
rumah sakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit genetic, menular atau alergi.
Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Laki-laki meninggal


: Perempuan : Keturunan
: Pasien
: Suami-Istri : Tinggal serumah
5. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit: Lantai rumah licin,
terkhusus lantai kamar mandi, pencahayaan terang, ventilasi rumahnya sudah bagus.
Kamar mandi rumah pasien tidak terdapat pegangan.

C. Pola Kesehatan Fungsional Gordon


1. Pola Persepsi dan Management Kesehatan
a. Pasien peduli dan sadar akan kesehatan dirinya sendiri dan segera pergi
memeriksakan dirinya ke dokter jika merasakan gejala-gejala sakit.
b. Pasien sadar akan sakit yang dideritanya saat ini, pasien cukup mengetahui
tentang penyakitnya, bahwa dia menjelaskan apa itu fraktur, dan etiologinya.
c. Pasien melakukan pemeriksaan terhadap kondisi frakturnya secara berkala dan
melakukan perawatan luka post operasi dengan perawat home-care di rumahnya
secara berkala. Asupan makanan pasien juga adekuat untuk kesembuhan lukanya.
d. Bila pasien merasakan nyeri pada daerah post operasi frakturnya, pasien
meluruskan kakinya dan tidak banyak bergerak, pasien ke puskesmas terdekat
apabila mendapati dirinya sakit.
e. Pasien tidak meminum obat-obatan/jamu, tidak meminum alkohol dan tidak
merokok. Pasien sebelum sakit rutin berolahraga namun saat sakit pasien tidak
pernah berolahraga karena kondisinya.
f. Pasien tidak memiliki asuransi kesehatan.

2. Pola Nutrisi dan Metabolik


a. Pengkajian nutrisi ABCD
A (Antropometri) : TB: 170 cm BB: 60 kg, BB Ideal: 70kg, IMT: 20,7
B (Biokimia) :-
C (Clinical) : Turgor kulit elastis, konjungtiva tidak anemis, rambut sehat
dan kuat, mukosa lembab.
D (Diit) : Diet TKTP, frekuensi tiga kali sehari, tiap makan habis satu
porsi, tidak ada sensasi mual dan muntah, nafsu makan baik.

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SESUDAH SAKIT

Frekuensi 3 kali sehari 3 kali sehari

Jenis Nasi, lauk, sayur, Nasi, lauk, sayur,


buah, teh manis, dan buah, teh manis,
air putih dan air putih

Porsi 1 porsi habis 1 porsi habis

Pola minum 10 gelas/hari, the, air 10 gelas/hari, the,


putih, susu air putih, susu

Berat badan 60kg 60kg

Keluhan Tidak ada Tidak ada

b. Keadaan sakit saat ini tidak mempengaruhi pola makan dan minum pasien
c. Pasien menyukai makanan yang agak asin dan pedas, tidak ada pantangan
makanan dan tidak memiliki alergi.
d. Pasien tidak mengkonsumsi vitamin atau obat penambah nafsu makan, tidak
merasakan mual dan muntah maupun anoreksia, dan tidak ada penurunan berat
badan yang berarti.
e. Pola minum pasien seperti biasa, pasien minum ±10 gelas per hari (air, susu, teh)
f. Pasien tidak terpasang infus

3. Pola Eliminasi
a. Eliminasi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 1x/hari pagi 1x/hari pagi

Konsistensi Lunak berbentuk Lunak berbentuk

Bau Khas Khas

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Pasien BAB sekali dalam sehari biasanya pada saat pagi, konsistensi lunak
berbentuk dengan bau khas dan warna kuning kecoklatan, pasien agak susah
dalam BAB karena kesulitan menekuk kakinya saat BAB.

b. Eliminasi Urin

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 6-8x/hari 6-8x/hari

Pancaran Kuat Kuat

Jumlah ± 250 cc sekali ± 250 cc sekali


(BAK) (BAK)

Bau Amoniak Amoniak

Warna Kuning Pucat Kuning Pucat

Perasaan setelah Puas Puas


BAK

Total produksi urine ± 1.500-2.000 cc/hari ± 1.500-2.000


cc/hari

Dalam memenuhi kebutuhan BAK nya, pasien akan BAK jika sudah terasa sangat
mendesak dikarenakan pergerakannya yang terbatas dan susah, namun warna, bau
dan jumlahnya normal (warna kuning pucat, bau khas amoniak, jumlah ±1000-
2000 cc/hari). Pasien tidak mengalami nyeri saat BAK maupun kesulitan posisi
saat BAK.

4. Pola Aktivitas dan Kemandirian


Mandir
Aktivitas Dibantu Keterangan
i

Selama seminggu setelah


rawat inap dari RS, mandi
masih disibin oleh keluarga.
Mandi √ - Saat pengkajian, pasien
sudah dapat mandi sendiri di
kamar mandi dengan alat
bantu krug.

Pasien dapat berpakaian


Berpakaian - √
sendiri

Pasien pergi ke toilet dengan


Pergi ke toilet √ - dibantu alat krug atau
dipapah oleh keluarga

Pasien berjalan
Berpindah/berjala
√ - menggunakan alat bantu
n
jalan krug

Pasien BAB dan BAK


Mengontrol BAB
√ - mandiri dengan alat bantu
dan BAK
jalan krug

Pasien dapat mandiri dalam


Makan minum - √
makan minum

Tingkat
E
ketergantungan

Keterangan Penilaian :
A : Mandiri untuk 6 fungsi E : Mandiri untuk 2 fungsi
B : Mandiri untuk 5 fungsi F : Mandiri untuk 1 fungsi
C : Mandiri untuk 4 fungsi G : Tergantung untuk 6 fungsi
D : Mandiri untuk 3 fungsi
a. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur
b. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
c. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
d. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
e. Klien tampak lambat saat bergerak
f. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi

5. Pola Istirahat Tidur

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Jumlah jam tidur siang - -

Jumlah jam tidur 6-7jam 6-7jam


malam

Pengantar tidur Tidak ada Tidak ada

Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada

Perasaan waktu Lega Lega


bangun

Saat dikaji, klien mengatakan setelah pulang dari rumah sakit, klien tidak memiliki
masalah berarti saat tidur. Klien tidak mengalami perubahan pola tidur. Namun saat
dirawat di rumah sakit, klien mengatakan sering terganggu tidurnya karena nyeri
post-op yang dirasakan. Saat dikaji, klien tiap harinya tidur selama 6-7 jam, klien
tidak terbiasa tidur siang. Klien tidak mengalami gangguan tidur dan klien merasa
nyaman saat bangun.

6. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif


a. Klien tidak mengalami keluhan yang berarti yang berkenaan dengan kemampuan
sensasi, baik penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecap, dan sensasi
perabaan.
b. Klien tidak memakai alat bantu seperti kacamata atau alat bantu dengar.
c. Klien dapat mengingat, berbicara, dan memahami pesan yang diterima dengan
baik, dan dapat mengambil keputusan yang bersifat sederhana.
d. Klien mengeluh nyeri dengan persepsi sebagai berikut :
P (Paliatif) : Ketika digerakkan (ditekuk/diregangkan)
Q (Quality) : Ditusuk-tusuk
R (Regio) : Femur kanan
S (Skala/Severity): 3 (ringan)
T (Time) : Hilang-timbul

7. Persepsi Diri dan Konsep Diri


a. Klien merasa sakit yang dideritanya sebagai sebuah ujian dalam hidupnya dan
klien berharap setelah menjalani perawatan klien dapat segera pulih dan menjalani
aktivitas seperti biasanya.
b. Perasaan klien saat dikaji yaitu pasien merasa kurang nyaman dengan kondisinya,
karena klien tidak dapat bergerak secara bebas dan nyeri yang dirasakannya.
c. Konsep diri klien :
1) Klien merasa kondisi sakitnya saat ini membuat dirinya kurang percaya diri,
dan malu untuk menampakkan diri didepan umum.
2) Klien tidak memiliki masalah dengan identitas dirinya sebelum dan sesudah
kondisi sakitnya.
3) Selama kondisi sakitnya, klien tidak mengalami perubahan peran.
4) Harapan klien saat dikaji yaitu klien ingin segera kakinya bisa normal kembali
dan dapat berjalan seperti sedia kala.
5) Saat dikaji, klien mengaku merasa tidak nyaman dan malu dengan kondisinya
karena menggunakan alat bantu jalan. Klien tidak percaya diri untuk
menunjukkan dirinya keluar rumahnya.

8. Pola Hubungan dengan Orang Lain


a. Klien mampu berkomunikasi dengan relevan, jelas, mampu mengekspresikan dan
mampu mengerti orang lain
b. Klien paling dekat dengan orang tuanya dan orang tuanya adalah orang yang
paling berpengaruh bagi klien.
c. Bila memiliki masalah, klien selalu meminta bantuan kepada ibu atau ayahnya.
d. Klien tidak memiliki kesulitan hubungan dalam keluarga.

9. Pola Reproduksi dan Seksual


Klien belum menikah, klien sudah disunat, klien mengerti tentang kondisi dan fungsi
seksualnya.

10. Pola Mekanisme Koping


a. Dalam mengambil keputusan, klien selalu meminta pendapat kepada orang tuanya
atau dengan cara musyawarah dalam keluarga.
b. Bila menghadapi suatu masalah, klien selalu bercerita dengan orang tuanya atau
dengan teman terdekatnya.
c. Upaya klien dalam mengatasi masalahnya yaitu klien berusaha untuk mencapai
kesembuhannya dengan melakukan checking secara rutin dan tidak menentang
apa yang diinstruksikan dokter atau perawat.

11. Pola Nilai Kepercayaan / Keyakinan


a. Menurut klien, sumber kekuatan baginya adalah Allah Swt. Dan keluarganya.
b. Selama kondisi sakitnya, klien melaksanakan ibadah dengan cara duduk karena
keterbatasan geraknya.
c. Tidak ada keyakinan / kebudayaan yang dianut pasien yang berhubungan dengan
kesehatan.
d. Klien yakin dengan pengobatan yang dijalaninya dan tidak ada pertentangan
dengan nilai/kebudayaan yang dianut

D. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan/keadaan umum : Tampak lemah / compos mentis
2. Tanda-Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 130/100 mmHg
b. Nadi : 90 x/menit (teratur dan kuat)
c. Pernapasan : 18 x/menit (teratur dan kuat)
d. Suhu : 38 ⁰C
3. Pengukuran antropometri : TB : 170 cm BB : 60 kg BB ideal : 70kg
IMT : 20,7
4. Kepala : Bentuk bulat simetris, tidak ada luka
a. Rambut :
Hitam, agak ikal, tebal, agak kotor
b. Mata :
Mampu melihat jelas pada jarak normal (6m), ukuran pupil kecil dan keduanya
bereaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri), konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, tidak memakai alat bantu penglihatan dan tidak ada secret pada mata.
c. Hidung :
Bersih, tidak ada sputum deviasi, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada
polip, tidak ada nafas cuping hidung, dan tidak menggunakan oksigen
d. Telinga :
Mampu mendengar dengan jelas pada jarak yang normal, tidak ada nyeri, tidak ada
sekret telinga, tidak ada pembengkakan, tidak menggunakan alat bantu
e. Mulut :
Selaput mukosa lembab dan berwarna merah muda, bersih, gigi utuh, agak kuning,
dan bersih, gusi tidak bengkak, tidak ada bau mulut, bibir lembab dan berwarna
merah kehitaman
f. Leher dan Tenggorokan :
Posisi trakea simetris, tidak ada benjolan pada leher, tidak ada alat yang terpasang,
tidak ada nyeri waktu menelan, tidak ada pembesaran tonsil, vena jugularis tidak
menonjol, tidak ada obstruksi jalan nafas
g. Ekspresi wajah:
Tidak menunjukkan ekspresi wajah nyeri, tetapi saat kakinya ditekuk/diregangkan,
ekspresi wajah pasien tampak meringis/mengernyit menahan nyeri.
5. Dada dan Thorak:
Bentuk simetris, pergerakan simetris dan sama kanan-kiri, tidak ada luka, dan tidak
menggunakan otot bantu pernapasan.
a. Paru-Paru
1) Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada luka, tidak ada
jejas, nafas teratur
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus
kanan dan kiri simetris
3) Perkusi : Bunyi sonor
4) Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan, suara vesikuler
b. Jantung
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada memar
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, ictus cordis
teraba
di SIC ke-5, midclavicula sinistra
3) Perkusi : Bunyi redup, tidak ada pelebaran dinding jantung
4) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 & S2 normal, tidak
ada bunyi jantung tambahan.
c. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada asites
2) Auskultasi : Terdengar bunyi peristaltik usus 10x/menit
3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak teraba massa
4) Perkusi : Terdengar bunyi timpani
6. Genital :
Bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda infeksi, tidak terpasang kateter dan tidak ada
hemoroid.
7. Ekstremitas
a. Inspeksi Kuku : Warna merah muda pucat, bersih, utuh
b. Capillary Refill : Cepat (< 2 detik)
c. Kemampuan berfungsi : (mobilitas dan keamanan) untuk semua ekstremitas

Kanan (Tangan) Kiri (Tangan)


5 5

Kanan (Kaki) Kiri (Kaki)


2 5

1) Pada tangan kanan dan kiri, kekuatan otot klien berada pada skala 5, gerakan
normal penuh, menentang gravitasi, dengan penahanan penuh, dibuktikan
dengan klien mampu menggenggam dengan erat dan mengangkat kedua
tangannya keatas.
2) Kekuatan otot pada kaki kanan pasien berada pada skala 2, gerakan otot penuh
menentang gravitasi dengan sokongan, terbukti dengan klien tidak mampu
menggerakkan kaki kanannya secara mandiri dan harus disokong dengan alat
bantu jalan (krug). Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki
kanannya
8. Kulit :
Kulit bersih, warna sawo matang, lembab, turgor elastis, tidak ada edema. Terdapat
luka bekas jahitan sepanjang ± 20 cm di femur kanan superior, luka sudah mulai
kering, tidak ada tanda infeksi, balutan luka sudah dibuka.

E. Data Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Hasil rontgen)
Hasil rontgen di daerah femur dextra ap-lat menunjukkan tampak fraktur kominutif
pada 1/3 distal os. Femur dextra dengan aposisi dan aligment kurang baik, tak tampak
lusensi soft tisue, tampak soft tisue swelling
2. Diit yang diperoleh : TKTP, tiga kali sehari satu porsi

ANALISA DATA
A. Pengelompokan Data
1. Data Subyektif
- Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pen pada area frakturnya
- Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur
- Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
- Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki kanannya
- Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
- Klien mengatakan takut jatuh karena jalannya yang tidak seimbang
- Klien mengtakan takut jika luka bekas operasinya tidak sembuh
- Klien mengatakan takut jika lukanya akan bernanah
- Klien mengatakan malu dengan bekas luka operasinya

2. Data Obyektif
- Pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3 distal os. Femur dextra
- Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
- Klien tampak lambat saat bergerak
- Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi
- Klien tampak tidak nyaman dengan keadaannya
- Klien tidak seimbang saat berjalan dan tampak kesulitan
- Klien tampak cemas
- Klien tampak gelisah

ANALISA DATA

Data Fokus Masalah Etiologi

DS: Gangguan Kerusakan


- Klien mengatakan sulit bergerak karena mobilitas fisik integritas
fraktur pada femur kanannya struktur tulang
- Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas
normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
- Klien mengatakan belum bisa menapakkan
telapak kaki kanannya
- Klien mengatakan kesulitan berpindah dari
berdiri ke duduk

DO:
- Pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3
distal os. Femur dextra
- Klien tampak kesulitan saat bergerak atau
berpindah
- Klien tampak lambat saat bergerak
- Klien tampak kesulitan membolak-balik
posisi
- Kekuatan otot klien sebelah kanan menurun
- Rentang gerak klien (rom) menurun

DS: Resiko Jatuh Penggunaan alat


- Klien mengatakan takut jatuh karena jalannya bantu berjalan
yang tidak seimbang (krug)
- Klien mengatakan tidak biasa menggunakan
krug
- Klien mengatakan belum bisa menapakkan
telapak kaki kanannya
- Klien mengatakan kesulitan berpindah dari
berdiri ke duduk

DO:
- Klien tampak tidak seimbang saat berjalan
- Klien tampak kesulitan saat berjalan
menggunakan krug

DS: Resiko Infeksi Peningkatan


- Klien mengtakan takut jika luka bekas paparan
operasinya tidak sembuh organisme
- Klien mengatakan takut jika lukanya akan patogen
bernanah lingkungan
- Klien mengatakan malu dengan bekas luka
operasinya

DO:
- Klien tampak cemas
- Klien tampak gelisah

DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
- Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu berjalan (krug)
- Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

PERENCANAAN KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


1 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
fisik berhubungan kemampuan Defenisi: memfasilitasi pasien untuk
dengan kerusakan pergerakan fisik pada meningkatkan aktivitas pergerakan
integritas struktur ekstremitas 1x24 jam fisik
tulang didapatkan kriteria Tindakan:
hasil: Observasi:
- Pergerakan - Identifikasi adanya nyeri atau
ekstremitas keluhn fisik lainnya
meningkat - Monitor frekuensi jantung dan
- Kekuatan otot tekanan darah sebelum memulai
meningkat mobilisasi
- Rentang gerak - Monitor kondisi umum selama
(ROM) meningkat melakukan mobilisasi
- Gerakan terbatas Terapeutik:
menurun - Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu mis: pagar
tempat tidur
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga dalam
melakukan pergerakan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana
misal: duduk ditempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur

Dukungan ambulasi
Defenisi: memfasilitasi pasien untuk
meningkatkan aktivitas berpindah.
Tindakan:
Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri atau
keuhan fisik lainnya
- Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebeum memulai
ambulasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (krug)
- Fasilitasi melakukan mobilitas
fisik
- Libatkan keluarga dalam
membantu pasien ambulasi
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana misal:
berjalan dar tempat tidur ke kursi
roda.

2 Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh


berhubungan observasi dan Defenisi: mengidentifikasi dan
dengan penggunaan penilaian derajat jatuh menurunkan resiko jatuh akibat
alat bantu berjalan 1x24 jam didapatkan perubahan kondisi fisik atau
(krug) kriteria hasil: psikologis
- Jatuh saat berdiri Tindakan:
menurun Observasi:
- Jatuh saat berjalan - Identifikasi faktor resiko jatuh
menurun - Identifikasi faktor lingkungan
- Jatuh saat ke kamar yang meningkatkan resiko jatuh
mandi menurun - Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala (fall morse
scale)
- Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur ke kruk dan
sebaliknya
Terapeutik:
- Orientasi ruangan pada pasien dan
keluarga
- Pastikan kruk dalam edaan aman
- Atur tempat tidur dengan posisi
rendah
- Tempatkan pasien beresiko tinggi
jatuh dekat dengan pantauan
perawat
- Gunakan alat bantu berjalan; kruk
Edukasi:
- Anjurkan memanggil perawat atau
keluarga jika membutuhkan untuk
berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi
- Anjurkan melebarkan jarak kedua
kaki untuk meningkatkan
keseimbangan berdiri

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi


berhubungan observasi dan Defenisi: mengidentifikasi dan
dengan peningkatan penilaian derajat menurunkan resiko terserang
paparan organisme infeksi 1x24 jam organisme patogenik
patogen lingkungan didapatkan kriteria Tindakan:
hasil: Observasi:
- Nyeri menurun - Monitor tanda dan gejalan infeksi
- Bengkak menurun okal dan sistematik
Terapeutik:
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit paa area
oedema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan psien
- Pertahankan teknik aseptik pada
pasien beresiko tinggi

Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala resiko
infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan yang
benar
- Ajarkan etika batuk
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan menmeningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi
LAPORAN PERKEMBANGAN

No DIAGNOSA Hari / Tanggal Implementasi Jam


1 Gangguan mobilitas fisik Rabu, 6 Jan 2021 - Mengidentifikasi adanya nyeri atau 10.00 S:
berhubungan dengan keluhan fisik lainnya -K
kerusakan integritas - Memonitor frekuensi jantung dan be
struktur tulang tekanan darah sebelum memulai fe
mobilisasi -K
- Memonitor kondisi umum selama bi
melakukan mobilisasi bi
- Memfasilitasi aktivitas mobilisasi -K
dengan alat bantu mis: pagar tempat bi
tidur ka
- Memfasilitasi melakukan pergerakan -K
- Melibatkan keluarga dalam ke
melakukan pergerakan ke
- Menjelaskan tujuan dan prosedur O:
mobilisasi - Pa
- Menganjurkan melakukan mobilisasi ko
dini Fe
- Mengajarkan mobilisasi sederhana -K
misal: duduk ditempat tidur, duduk be
di sisi tempat tidur -K
- Mengidentifikasi adanya nyeri atau be
keuhan fisik lainnya -K
- Memonitor frekuensi jantung dan m
tekanan darah sebeum memulai -K
ambulasi ka
- Memonitor kondisi umum selama -R
melakukan ambulasi m
- Memfasilitasi aktivitas ambulasi A: M
dengan alat bantu (krug) P: I
- Memfasilitasi melakukan mobilitas
fisik
- Melibatkan keluarga dalam
membantu pasien ambulasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Menganjurkan melakukan ambulasi
dini
- Mengajarkan ambulasi sederhana
misal: berjalan dar tempat tidur ke
kursi roda.

2 Resiko jatuh Jumat, 8 Jan 2021 - Mengidentifikasi faktor resiko jatuh 10.00 S:
berhubungan dengan - Mengidentifikasi faktor lingkungan - K
penggunaan alat bantu yang meningkatkan resiko jatuh ja
berjalan (krug) - Menghitung resiko jatuh dengan se
menggunakan skala (fall morse - K
scale) bi
- Memonitor kemampuan berpindah - K
dari tempat tidur ke kruk dan bi
sebaliknya ka
- Mengorientasikan ruangan pada - K
pasien dan keluarga ke
- Mempastikan kruk dalam edaan ke
aman O:
- Mengatur tempat tidur dengan posisi - K
rendah be
- Menempatkan pasien beresiko tinggi - K
jatuh dekat dengan pantauan perawat be
- Menggunakan alat bantu berjalan; A: M
kruk P: I
- Menganjurkan memanggil perawat
atau keluarga jika membutuhkan
untuk berpindah
- Menganjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
- Menganjurkan berkonsentrasi
- Menganjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan berdiri

3 Resiko infeksi Minggu, 10 Jan - Memonitor tanda dan gejalan infeksi 10.00 S:
berhubungan dengan okal dan sistematik - K
2021
peningkatan paparan - Membatasi jumlah pengunjung jik
organisme patogen - Memberikan perawatan kulit paa se
lingkungan area oedema - K
- Mencuci tangan sebelum dan jik
sesudah kontak dengan pasien dan - K
lingkungan psien de
- Mempertahankan teknik aseptik O:
pada pasien beresiko tinggi - K
- Menjelaskan tanda dan gejala resiko - K
infeksi A: M
- Mengajarkan cara mencuci tangan P: I
yang benar
- Mengajarkan etika batuk
- Menganjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Menganjurkan menmeningkatkan
asupan cairan
- Kolaborasi pemberian imunisasi

Anda mungkin juga menyukai