Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan bahan restorasi estetik mengalami peningkatan yang pesat dalam

beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin

komposit berkembang sebagai bahan restorasi karena kelebihannya, antara lain:

mempunyai sifat estetik yang baik, penghantar panas yang rendah, mudah

dimanipulasi, dan tidak larut dalam cairan mulut.1,2

2.1 Resin Komposit

Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang merupakan gabungan

atau kombinasi dua atau lebih bahan kimia berbeda dengan sifat-sifat unggul atau

lebih baik dari pada bahan itu sendiri.1,2 Resin komposit terdiri atas tiga komponen

utama, yaitu: komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan pengisi

(filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan filler yang

disebut coupling agent. Oleh sebab itu, resin komposit dapat didefenisikan pula

sebagai material yang tersusun dari matriks organik dan partikel bahan pengisi

anorganik yang dihubungkan oleh coupling agent. Selain mengandung tiga

komponen utama tersebut, resin komposit juga mengandung pigmen warna agar resin

komposit dapat menyerupai warna struktur gigi dan inisiator serta aktivator untuk

mengaktifkan mekanisme pengerasan.1-3

Universitas Sumatera Utara


2.1.1 Komponen Resin Komposit

2.1.1.1 Matriks Resin

Resin adalah komponen aktif kimia dalam komposit. Bentuknya adalah

monomer cair. Bisfenol-a-glycidyl dimethacrylate (Bis-GMA), trietilen glikol

dimetakrilat (TEGDMA), dan urethane dimethacrylate (UEDMA) adalah matriks

resin yang umum digunakan dalam komposit gigi.1-4

Kegunaan matriks resin ini adalah untuk membentuk ikatan silang polimer

yang kuat pada bahan komposit dan mengontrol konsistensi pasta resin komposit.

Matriks resin mengandung monomer dengan viskositas tinggi (kental) yaitu Bis-

GMA (bisphenol A-glycidyl methacrylate) yang disintesis melalui reaksi antara

bisphenol A dan glycidyl methacrylate oleh Bowen. Monomer dengan viskositas

rendah juga terkandung di dalamnya yaitu TEGDMA dan UEDMA. Matriks resin

memiliki kandungan ikatan ganda karbon reaktif yang dapat berpolimerisasi bila
1-4
terdapat radikal bebas. Ikatan matriks resin Bis-GMA, TEGDMA, dan UEDMA

dapat dilihat pada Gambar 1.

UEDMA

Gambar 1. Ikatan Matriks Resin Bis-GMA, TEGDMA, dan UEDMA.1

Universitas Sumatera Utara


2.1.1.2 Partikel Bahan Pengisi (Filler)

Partikel bahan pengisi adalah material anorganik yang ditambahkan pada

matriks resin. Partikel bahan pengisi yang benar-benar berikatan dengan matriks akan

meningkatkan sifat bahan matriks. Adanya bahan pengisi pada resin komposit

membuat matriks resin menjadi sedikit, sehingga pengerutan polimerisasi akan

berkurang. Hal ini mengakibatkan sifat mekanis seperti kekuatan kompresi,

kekerasan, kekuatan tarik, dan modulus elastisiti juga membaik. Partikel pengisi

umumnya dihasilkan dari penggilingan atau pengolahan quartz atau kaca untuk

menghasilkan partikel yang berkisar antara 0,1-100 µm. Quartz merupakan salah

satu bahan yang digunakan secara luas sebagai bahan pengisi.1-3

2.1.1.3 Bahan Coupling

Ikatan antara dua fasa komposit diperoleh dengan bahan coupling. Bahan

coupling adalah bahan interfasial untuk menyatukan matriks resin dan filler, bahan ini

berfungsi untuk mengikat filler ke matriks dan juga sebagai stress absorber yang

akan meneruskan tekanan dari matriks ke partikel pengisi.1-3

Aplikasi bahan coupling yang tepat dapat meningkatkan sifat fisis dan

mekanis serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air masuk

sepanjang interfasial bahan pengisi dan resin. Bahan coupling yang sering digunakan

adalah silane, seperti γ-metacryloxypropyltrimetoxysilane (Gambar 2). Ikatan yang

terbentuk antara silane dengan matriks resin adalah ikatan kovalen yang kuat

sedangkan ikatan yang terbentuk antara silane dengan partikel bahan pengisi adalah

ikatan siloxane (Si-O-Si) yang lemah (Gambar 3). Peran coupling yang tepat juga

amat penting terhadap penampilan resin komposit.1-3

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Ikatan kimia methacryloxypropyltrimethoxysilane.3

Gambar 3. Ikatan Coupling agent yang mengikat matriks dan filler.3

2.1.1.4 Fotoinisiator dan Aktivator

Fotoinisiator dan aktivator berfungsi untuk menginduksi terjadinya light

curing. Fotoinisiator yang umumnya digunakan adalah camphoroquinone. Inisiator

ini berada di dalam pasta sebesar 0,2 %berat atau kurang. Amina organik yang cocok

untuk berinteraksi dengan camphoroquinone adalah dimetilaminoetil metakrilat.

Aktivator ini terdapat dalam pasta sebesar 0,15 %berat.1-3

2.1.1.5 Penghambat (Inhibitor)

Universitas Sumatera Utara


Untuk meminimalkan atau mencegah polimerisasi spontan dari monomer,

bahan penghambat ditambahkan pada sistem resin. Bahan penghambat yang umum

dipakai adalah butylated hydroxytoluane dengan konsentrasi 0,01 %berat. 1-3

2.1.1.6 Modifier Optik

Komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual dan translusensi yang

dapat menyerupai struktur gigi. Bahan pigmen yang sering ditambahkan terdiri dari

oksida logam berbeda seperti titanium dioksid dan aluminium oksid. Bahan tersebut

ditambahkan dalam jumlah yang sedikit (0,001-0,007 %berat). 1-3

2.1.2 Klasifikasi Resin Komposit

Sejumlah sistem klasifikasi telah digunakan untuk mengklasifikasikan resin

komposit, diantaranya adalah sistem klasifikasi berdasarkan ukuran partikel filler,

viskositas, dan polimerisasinya.1-3

2.1.2.1 Klasifikasi resin komposit berdasarkan ukuran partikel filler

a. Resin komposit tradisional

Resin komposit tradisional memiliki ukuran filler relatif besar, sekitar 8-

12µm. Bahan ini mempunyai permukaan yang kasar dan cenderung berubah warna.

Kekerasan resin komposit tradisional adalah sebesar 55 Knoop Hardness Number

(KHN).1-3

b. Resin komposit berbahan pengisi partikel kecil

Resin komposit pengisi partikel kecil mempunyai ukuran filler 1-5 µm. Resin

komposit tipe ini mempunyai sifat fisik dan mekanis paling unggul, namun

permukaannya tidak sehalus resin komposit berbahan pengisi mikro. Kekerasan

Universitas Sumatera Utara


Knoop resin komposit berbahan pengisi partikel kecil adalah sebesar sebesar 50-60

KHN. 1-3

c. Resin komposit berbahan pengisi mikro

Resin komposit mikrofil mempunyai ukuran filler 0,04-0,4 µm. Resin

komposit tipe ini memiliki permukaan akhir yang halus, namun seringkali terjadi

pecah pada tepi tambalan akibat tidak terikatnya bahan pengisi prapolimerisasi.

Kekerasan Knoop resin komposit berbahan pengisi mikro adalah sebesar 5-30 KHN.

d. Resin komposit hybrid

Resin komposit hybrid terdiri atas dua jenis partikel pengisi. Kebanyakan

terdiri atas silika koloidal dan partikel kaca yang dihaluskan. Ukuran partikel kaca

rata-rata 0,6-1 µm. Sifat fisik dan mekanis sistem ini umumnya berkisar antara resin

komposit tradisional dan berbahan pengisi partikel kecil. Resin komposit ini

mempunyai kehalusan permukaan dan kekuatan yang baik. Kekerasan Knoop resin

komposit hybrid adalah sebesar sebesar 50-60 KHN.1-3

Klasifikasi resin komposit berdasarkan rata-rata ukuran partikel dapat dilihat

pada Tabel 1.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. KLASIFIKASI KOMPOSIT BERBAHAN RESIN1

Klasifikasi Komposit berbahan resin

Kategori Rata-rata ukuran partikel (µm)


Komposit tradisional 8-12
Komposit berbahan pengisi partikel kecil 1-5
Komposit berbahan pengisi mikro 0,04-0,4
Komposit hybrid 0,6-1,0

2.1.2.2 Klasifikasi Resin Komposit Berdasarkan Viskositas

Resin komposit berdasarkan viskositas atau persentase muatan filler-nya

terdiri atas: 1-3

a. Resin komposit packable

Resin komposit packable dikenal juga sebagai resin komposit condensable.

Resin ini mengandung muatan filler sebanyak 66-70 %volume. Komposisi filler yang

tinggi menyebabkan peningkatan viskositas resin komposit sehingga resin komposit

packable menjadi kental dan sulit mengisi celah kavitas yang kecil. Akan tetapi,

dengan semakin besarnya komposisi filler, bahan ini dapat mengurangi pengerutan

selama polimerisasi. 1-3

b. Resin komposit flowable

Resin komposit flowable mempunyai muatan filler berkisar antara 42-53

%volume. Komposisi filler yang rendah dan kemampuan flow yang lebih tinggi

membuat resin ini memiliki viskositas yang lebih rendah sehingga dapat dengan

mudah mengisi atau menutup kavitas kecil. 1-3

Universitas Sumatera Utara


2.1.2.3 Klasifikasi Resin Komposit Berdasarkan Polimerisasi

Resin komposit berdasarkan mekanisme polimerisasi atau aktivasinya dapat

dibagi menjadi dua, yaitu: resin komposit diaktivasi kimia dan resin komposit

diaktivasi sinar.1-4

a. Resin komposit diaktivasi kimia

Resin ini dipasarkan dalam bentuk dua pasta. Salah satu pasta berisi inisiator

benzoyl peroxide dan pasta yang lainnya berisi aktivator tertiary amine. Jika kedua

bahan dicampur, amine akan beraksi dengan benzoyl peroxide dan membentuk

radikal bebas sehingga mekanisme pengerasan dimulai. 1-4

b. Resin komposit diaktivasi oleh sinar

Bahan resin komposit yang dipolimerisasi dengan sinar dipasarkan dalam

bentuk satu pasta dan dimasukkan dalam sebuah tube. Sistem pembentuk radikal

bebas yang terdiri atas molekul-molekul fotoinisiator dan aktivator amine terdapat

dalam pasta tersebut. Bila tidak disinari, maka kedua komponen tersebut tidak akan

bereaksi. Sebaliknya, sinar dengan panjang gelombang yang tepat (460-485 nm)

dapat merangsang fotoinisiator bereaksi dengan amine dan membentuk radikal bebas

yang memulai proses polimerisasi.1-4

2.1.3 Polimerisasi Resin Komposit Sinar

Polimerisasi resin komposit sinar saat ini dapat dilakukan dengan empat jenis

sumber sinar, antara lain: lampu Quartz Tungsten Halogen (QTH), Light Emiting

Diode (LED), lampu argon ion laser, dan lampu plasma.5,6 Sumber polimerisasi yang

paling banyak digunakan adalah halogen (QTH) dan LED dikarenakan biaya alat

Universitas Sumatera Utara


yang murah, mudah didapatkan, dan spektrum emisi yang memungkinkan terjadi

polimerisasi dikenal oleh hampir semua resin komposit. Dalam penelitiannya, Uhl,

dkk. (2005) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada Knoop

Hardness antara polimerisasi dengan halogen light curing unit dan LED light curing

unit.5-9

Tahapan polimerisasi resin komposit sinar terdiri atas tahap inisiasi,

propagasi, dan terminasi. Pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang

tepat akan merangsang fotoinisiator camphoroquinone. Camphoroquinone yang telah

teraktivasi akan menarik molekul hidrogen yang terdapat pada ikatan rangkap karbon

amina organik. Amina organik yang telah kehilangan molekulnya akan menjadi

radikal bebas yang mengaktifkan polimerisasi. Radikal bebas adalah bahan kimia

yang sangat mudah bereaksi karena memiliki elektron bebas. Pada tahap inisiasi,

akan terjadi kombinasi radikal bebas dengan monomer untuk menciptakan rantai

awal. Tahap kedua adalah tahap propagasi. Pada tahap ini terjadi penambahan

monomer terus menerus yang mendorong terbentuknya rantai polimer. Tahap terakhir

adalah tahap terminasi, dimana telah terbentuk molekul yang stabil (Gambar 4).1-5,12

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Tahap polimerisasi resin komposit.3

2.1.4 Teknik Penyinaran Resin Komposit Sinar

Mendapatkan polimerisasi yang adekuat merupakan hal yang diharapkan

selama manipulasi bahan resin komposit. Sebab, polimerisasi yang adekuat

menghasilkan resin komposit dengan sifat fisik dan kimia yang optimal. Polimerisasi

resin komposit sinar sangat dipengaruhi oleh teknik penyinaran seperti, intensitas

sinar, jarak penyinaran, ketebalan bahan, dan lama penyinaran. Polimerisasi optimal

didapatkan jika intensitas sinar minimum yang digunakan adalah 300 mw/cm2 dengan

panjang gelombang sinar 400-515 nanometer. Ketebalan bahan resin komposit sinar

yang baik berkisar antara 2,0 - 2,5 mm agar sinar dapat menembus lapisan yang

paling bawah. Ujung alat sinar harus diletakkan sedekat mungkin tanpa menyentuh

resin komposit. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dispersi cahaya light curing

unit. Variasi penyinaran resin komposit berkisar antara 20-60 detik. Penyinaran yang

Universitas Sumatera Utara


tidak adekuat (kurang) akan menyebabkan mengerasnya lapisan luar saja dan

menghasilkan lapisan yang tidak matang atau lunak di bagian dasar. Dari berbagai

penelitian ditemukan bahwa penyinaran optimal adalah 40 detik untuk ketebalan

bahan 2mm.5-9,13

2.1.5 Sifat Resin Komposit

Resin komposit memiliki sifat fisik dan kimia. Sifat fisiknya antara lain

polymerization shrinkage, sifat termal, penyerapan air, dan kelarutan. Sifat

mekanisnya antara lain flexural strength, elastic modulus, dan hardness

(kekerasan).1-4

2.1.5.1 Penyerapan air dan Kelarutan

Kemampuan resin komposit dalam menyerap air tergantung pada matriks

resin dan komposisi filler. Sifat penyerapan air ini akan mempengaruhi sifat fisik dan

sifat mekanis resin komposit seperti hardness dan wear resistance. Polimerisasi yang

adekuat menghasilkan stabilitas dan kualitas antara silane dan coupling agent dan

meminimalisasi lepasnya ikatan matriks dan filler sehingga menurunkan resiko

penyerapan air oleh resin komposit.1-4,11-15

2.1.5.2 Kekerasan

Kekerasan (hardness) adalah ketahan suatu bahan dalam menahan indentasi.

Resin komposit memiliki kekerasan permukaan sebesar 22-80 KHN ataupun 38-72

VHN dimana lebih rendah dibandingkan email (343 KHN) dan amalgam (110

KHN). Kekerasan resin komposit dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor

selama manipulasi ataupun faktor setelah manipulasi (saat digunakan di dalam

Universitas Sumatera Utara


rongga mulut). Salah satu faktor setelah manipulasi yang dapat mempengaruhi

kekerasan resin komposit adalah minuman yang dikonsumsi oleh pasien.1-4,11-15

Sifat resin komposit berdasarkan ukuran partikel resin komposit dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. SIFAT BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT 1

Sifat Jenis Bahan Komposit


AkriliktanpaTradisional Berbahanpengisi Partikel Hibrid
pengisi mikro kecil
Bahan pengisi anorganik
%volume 0 60-65 20-55 65-77 60-65
%berat 0 70-80 35-60 80-90 75-80
Kekuatan kompresi
(MPa) 70 250-300 250-350 350-400 300-350
Kekuatan Tarik (MPa) 24 50-65 30-50 75-90 70-90
Modulus elastic (GPa) 2,4 8-15 3-6 15-20 7-12
Koefisien ekspansi
Termal (10-5/0C) 92,8 25-35 50-60 19-26 30-40
2
Penyerapan air (mg/cm ) 1,7 0,5-0,7 1,4-1,7 0,5-0,6 0,5-0,7
Nilai Kekerasan Knoop 15 55 5-30 50-60 50-60

2.2 Vickers Hardness Test

Uji kekerasan merupakan uji untuk mengetahui kekerasan permukaan suatu

material. Uji kekerasan dengan teknik Vickers adalah uji kekerasan material yang

dihitung dari pemberian beban oleh berlian berbentuk piramida dengan puncak sudut

136o. Permukaan akan terkena tekanan tertentu untuk jangka waktu tertentu melalui

piramida berbentuk berlian tersebut. Diagonal lekuk yang dihasilkan diukur di bawah

mikroskop (Gambar 5).1-3

Universitas Sumatera Utara


(A) (B)

Gambar 5. (A) Vickers Hardness Test


(B) Vickers Hardness Diamond Indentation

Kekerasan permukaan hasil identasi dengan Vickers Hardness Test dapat


dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
d = (d1+d2)/2

Keterangan rumus:27
F = Beban (kgf)
d = Rata-rata panjang diagonal dari d1 and d2 (mm)
HV = Vickers Hardness

Universitas Sumatera Utara


2.3 Minuman Ringan Berkarbonat

Resin komposit setelah penambalan akan berkontak dengan makanan dan

minuman di dalam rongga mulut. Makanan dan minuman ini akan mempengaruhi

kekerasan resin komposit, dikarenakan resin komposit memiliki sifat penyerapan air

dan kelarutan.1-4,9-11 Salah satu minuman yang sering dikonsumsi masyarakat adalah

minuman ringan. Minuman ringan (soft drink) adalah minuman yang tidak

mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair

yang mengandung bahan makanan dan/ atau bahan tambahan lainnya baik alami

maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman

ringan terdiri dari dua jenis, yaitu: minuman ringan berkarbonat (carbonated soft

drink) dan minuman ringan tidak berkarbonat. Contoh minuman ringan yang tidak

berkarbonat adalah teh botol, jus buah dan sebagainya.10-13,16,17 Minuman ringan

berkarbonat adalah minuman yang dibuat dengan mengabsorpsikan karbondioksida

ke dalam air minum. Pada saat larut dalam air, CO2 memberikan rasa asam dan

menurunkan pH.10-13

2.3.1. Komposisi Minuman Ringan Berkarbonat

Minuman ringan berkarbonat mengandung bermacam-macam bahan dan zat

kimia. Air berkarbonat merupakan kandungan terbesar di dalam minuman ringan

berkarbonat. Air yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi, yaitu: jernih, tidak

berbau, tidak berwarna, bebas dari organisme yang hidup dalam air, alkalinitasnya

<50 ppm, total padatan terlarut <500 ppm, dan kandungan logam besi dan mangan

<0.1 ppm. Sederet proses diperlukan untuk mendapatkan kualitas air yang diinginkan,

antara lain: klorinasi, penambahan kapur, koagulasi, sedimentasi, filtrasi pasir,

Universitas Sumatera Utara


penyaringan dengan karbon aktif, dan demineralisasi. Karbondioksida yang

digunakan juga harus semurni mungkin dan tidak berbau.16

Bahan pemanis yang digunakan dalam minuman ringan terbagi dalam dua

kategori yaitu natural (nutritive) dan sintetik (non nutritive). Contoh bahan pemanis

natural (nutritive), antara lain gula pasir, gula cair, gula invert cair, sirup jagung,

dengan kadar fruktosa tinggi, dan dekstrosa. Bahan pemanis sintetik (non nutritive),

satu-satunya yang direkomendasikan oleh FDA (Food & Drugs Administration

Standard, Amerika Serikat) adalah sakarin.9-11,13,16,17

Pemberi asam (acidulants) ditambahkan dalam minuman ringan dengan

tujuan untuk memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula, berlaku sebagai

pengawet, dan dapat mempercepat inversi gula dalam sirup/minuman. Acidulant yang

digunakan dalam minuman harus dari jenis asam yang dapat dimakan (edible/food

grade) seperti asam fosfat dan asam sitrat. Asam fosfat merupakan suatu pelarut kuat

yang sering menyebabkan terjadinya demineralisasi dan penurunan kekerasan pada

enamel dan dentin gigi.9-11,16,17

Pewarna juga ditambahkan untuk meningkatkan daya tarik minuman.

Pewarna dapat berupa natural, semi sintetik, dan sintetik. Pewarna natural, misalnya

dari buah anggur, strawberry, cherry, dan lain-lain. Semi sintetik, misalnya: pewarna

karamel (yang kerap digunakan dalam minuman Coca-cola).9-11,16

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai