Anda di halaman 1dari 12

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebiasaan Menggosok Gigi

2.1.1 Waktu dan Lama Menggosok Gigi

Mengenai frekuensi penyikatan gigi telah disetujui bahwa gigi sebaiknya

dibersihkan 3 kali sehari, setiap kali sesudah sarapan pagi, makan siang, dan sebelum

tidur malam. Tetapi didalam prakteknya tidak selalu dapat dilakukan, terutama bila

siang hari dimana seorang berada di kantor, di sekolah atau tempat lainnya (Nio,

1982).

Untuk menyikat gigi secara benar, lamanya menyikat gigi dianjurkan minimal

5 menit tetapi sesungguhnya ini terlalu lama, umumnya orang melakukan penyikatan

gigi maksimum selama 2 menit. Cara menyikat gigi harus sistematis supaya tidak ada

gigi yang terlampaui, yaitu mulai dari posterior ke anterior dan berakhir pada bagian

posterior sisi lainnya (Nio, 1982).

2.1.2 Frekuensi Menggosok Gigi

Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari etiologi dengan plak sebagai faktor

bersama terjadinya karies. Penting disadari bahwa plak pada dasarnya dibentuk terus

menerus. Kebersihan gigi dan mulut dapat dipelihara dengan menyikat gigi dan

melakukan pembersihan gigi dengan benang pembersih gigi. Pentingnya upaya ini
7

adalah untuk menghilangkan plak yang menempel pada gigi. Penelitian menunjukkan

bahwa jika semua plak dibersihkan dengan cermat tiap 48 jam, penyakit gusi pada

kebanyakan orang dapat dikendalikan. Tetapi kerusakan gigi harus lebih sering lagi.

Banyak para ahli berpendapat bahwa menyikat gigi 2 kali sehari sudah cukup (Ratih,

2000).

2.1.3 Cara / Teknik Menyikat Gigi

Menyikat gigi harus dilakukan secara sistematis, tidak ada sisa makanan

tertinggal. Caranya menggosok mulai dari gigi belakang kanan/kiri digerakkan kea

rah depan dan berakhir pada gigi belakang kanan/kiri dari sisi lainnya. Hasil

penyikatan akan lebih baik bila menggunakan disclosing solution atau disclosing

tablet sebelum dan sesudah penyikatan gigi. Dengan disclosing solution, lapisan –

lapisan yang melekat pada permukaan gigi dapat terlihat jelas.

Dikenal beberapa macam cara mengosok gigi, yaitu :

a. Gerakan Vertikal

Arah gerakan menggosok gigi ke atas ke bawah dalam keadaan rahang atas

dan bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi yang menghadap ke

pipi ( bukal/labial ), sedangkan untuk permukaan gigi yang menghadap

lidah/langit-langit ( lingual/palatal), gerakan menggosok gigi ke atas ke bawah

dalam keadaan mulut terbuka. Cara ini terdapat kekurangan, yaitu bila
8

menggosok gigi tidak benar dapat menimbulkan resesi gingival / penurunan

gusi sehingga akar gigi terlihat.

b. Gerakan Horizontal

Arah gerakan menggosok gigi ke depan ke belakang dari permukaan bukal

dan lingual. Gerakan menggosok pada bidang kunyah dikenal sebagai scrub

brush. Caranya mudah dilakukan dan sesuai dengan bentuk anatomi

permukaan kunyah. Kombinasi gerakan vertikal-horizontal, bila dilakukan

harus sangat hati-hati karena dapatmenyebabkan resesi gusi/abrasi lapisan

gigi.

c. Gerakan roll reknik/modifikasi stillman

Cara ini, gerakannya sederhana, paling dianjurkan, efisiensi dan menjangkau

gusi, jauh dari permukaan oklusan /bidang kunyah, ujung bulu sikat mengarah

ke apex/ujung akar, gerakan perlahan melalui permukaan gigi sehingga bagian

belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan.

Pada waktu bulu-bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hamper

tegak terhadap permukaan email. Ulangi gerakan ini sampai lebih kurang 12

kali sehingga tidak ada yang terlewat. Cara ini dapat menghasilkan pemijatan

gusi dan membersihkan sisa makanan di daerah interproksimal/antara gigi

(http ://www.pdgi-online//.com).
9

2.1.3 Frekuensi Penyikatan Gigi

Secara umum sering dikemukakan bahwa penyikatan gigi harus dilakukan 3

kali sehari. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila penyikatan gigi

dilakukan secara adekuat oleh individu yang terampil dibawah pengawasan menyikat

gigi sekali sehari sudah cukup untuk memelihara kesehatan periodontium.

Namun dalam praktek sehari-hari hal tersebut tidak dapat dijadikan pedoman.

Hasil penelitian lain pada sejumlah pasien menununjukkan bahwa kebanyakkan

pasien hanya menyikat gigi rata-rata 2 menit setiap kali menyikat gigi dan hasilnya

40% plak yang bersangkutan oleh sebab. Oleh sebab itu kepada pasien dapat

dianjurkan untuk tetap menyikat gigi 3 kali sehari setiap selesai makan (Hamzah,

1995)

2.2 Karies

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yang melibatkan

enamel, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas bakteri dalam suatu

karbohidrat yang dapat difermentasi. Tandanya adalah adanya demineralisasi

jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.

Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya

ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian,


10

mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini

penyakit ini dapat dihentikan (Kidd,1991).

2.2.1 Etiologi Karies

Terdapat beberapa faktor dalam etiologi karies pada kesehatan gigi

dan mulut untuk itu perlu diketahiu tentang etiologi karies tersebut.

faktor-faktornya yaitu:

Gambar 2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Karies (Kidd, 1992).


11

a. Host

Gigi sulung biasanya mulai erupsi pada tahun pertama. Gigi pertama yang

erupsi adalah gigi insisivus pertama bawah sekitar umur 6-8 bulan, kemudian

diikuti oleh erupsi gigi insisivus pertama atas. Pada umur 12 bulan bisanya

seluruh gigi anterior rahang bawah dan rahang atas telah erupsi. Waktu erupsi

gigi sangat berariasi antara individu (anak) yang satu dengan yang lain, faktor

asupan nutrisi merupakan salah satu yang mempengaruhinya. Gigi sulung

lebih mudah terserang karies dari pada gigi gigi tetap. Hal ini disebabkan

karena enamel gigi sulung mengandung lebih banyak bahan organik dan air

sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada gigi tetap. Selain itu,

secara kristalografis kristal-kristal gigi sulung tidak sepadat gigi tetap

(Tarigan, 1990).

Bagian gigi yang mudah diserang karies tersebut adalah Pit dan fisur

pada permukaan oklusal molar dan premolar, Permukaan halus didaerah

aproksimal sedikit dibawah titik kontak, Enamel pada tepian didaerah leher

gigi sedikit di atas tepi gingiva, Permukaan akar yang terbuka, Tepian

tumapatan terutama yang kurang, Permukaan gigi yang berdekatan dengan

gigi tiruan jembatan (Kidd, 1992).


12

b. Bakteri

Salah satu bakteri yang berpengaruh terhadap terjadinya karies adalah

Streptococcus mutans. Bakteri ini tidak tampak pada rongga mulut anak

hingga giginya erupsi. Streptococcus mutans tidak melekat secara kuat pada

gigi, sehingga membutuhkan plak yang telah terbentuk sebagai awal

pembentukan kolonisasi bakteri (Tarigan, 1990).

c. Substrat

Substrat bagi Streptococcus mutans dapat berasal dari jus, susu dan

larutan yang manis yang bisa menyebabkan terjadinya fermentasi karbohidrat.

Bakteri di dalam rongga mulut menggunakan gula sebagai makanan

utamanya, kemudian mereka memproduksi asam yang akan merusak gigi,

asam menyerang gigi sekitar 20 menit atau lebih (Tarigan, 1990)

Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH

plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi

enamel. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali

ke normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu,

konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak

dibawah normal dan menyebabkan demineralisasi enamel (Kidd, 1992).


13

d. Waktu

Bakteri dan substrat membutuhkan waktu yang lama untuk demineralisasi

dan progresi karies. Meminum susu dengan menggunakan botol dan ASI

ketika tidur sangat tidak baik, cairannya akan menggenangi rongga mulut

(gigi) untuk beberapa waktu (jam). Genangan susu, jus, larutan yang manis

atau air susu ibu pada rongga mulut saat tidur ditemukan terjadinya fermentasi

yang berasal dari gula larutan tersebut dan akan membantu terjadinya karies.

Lamanya waktu yang dibutukan karies untuk berkembang menjadi suatu

kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 4-6 bulan. Karies berkembang sangat

cepat dan dapat berkembang mempengaruhi gigi-gigi yang sehat yang

berdekatan dengan gigi yang terserang (Tarigan, 1990).

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama

berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut

terdiri atas periode kerusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena

itu, bila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak

menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam

bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang

baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd,1991).


14

2.2.2 Proses Terjadinya Karies

Awal mula terjadinya karies adalah terbentuknya plak gigi, yaitu

lapisan tipis transparan yang menempel pada permukaan enamel gigi. Plak

gigi merupakan produk dari Streptococcus mutans dan sisa-sisa makanan

yang mengandung karbohidrat yang mudah terfermentasi. Dalam keadaan

normal, bakteri dalam rongga mulut ada pada semua orang dan bila

berinteraksi dengan karbohidrat terfermentasi, maka akan dihasilkan asam.

Gigi yang berada dalam kondisi asam terus menerus akan menyebabkan

terjadinya proses demineralisasi pada permukaan enamel gigi. Oleh karena

setiap gigi membentuk plak setiap hari maka untuk mencegah terjadinya

plak sebaiknya setiap orang harus membatasi konsumsi karbohidrat

terfermentasi dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi

secara teratur setiap hari (Hidayati, 2005).

Konsumsi karbohidrat yang mudah terfermentasi, terutama sukrosa

yang berlebihan mempunyai efek pada integritas dan kekuatan gigi

seseorang. Karbohidrat dapat dihidrolisis oleh air ludah menjadi substrat

yang dapat meningkatkan aktivitas bakteri. Aktivitas bakteri dapat

menyebabkan pH mulut turun menjadi di bawah 5,5 selama 20-30 menit

dan dalam waktu 1-2 jam sesudah gula dimakan, pembentukan asam akan
15

berhenti dan pH mulut kembali seperti biasa Karbohidrat seperti sukrosa

yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi dikenal dengan sebutan

makanan kariogenik. Risiko peningkatan aktivitas karies karena konsumsi

makanan kariogenik, paling besar apabila makanan tersebut dikonsumsi di

antara waktu makan dan dalam bentuk yang lengket (Hidayati, 2005).

2.3 Indeks Karies Gigi

Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit karies gigi.

1. Untuk gigi tetap : indeks DMF-T

2. Untuk gigi susu : indeks def-t

2.3.1 Indeks DMF-T (DMF-Teeth)

D = Decay : jumlah gigi tetap yang masih dapat ditambal

M = Missing : jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena karies

F = filling : jumlah gigi yang telah ditambal

Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita seorang dulu

sampai sekarang

Contoh :

DMF : 2 artinya setiap anak mempunyai dua gigi yang terserang karies

DMF : 0 artinya gigi anak tersebut sehat


16

Kekurangan indeks DMF-T :

1. Tidak dapat menggambarkan banyaknya karies yang sebenarnya. Karena jika

pada gigi terdapat dua karies atau lebih, karies yang dihitung adalah tetap

satu gigi

2. Indeks DMF-T tidak dapat membedakan kedalaman dari karies , missal

karies superficialis, media dan profunda (Herijulianti, 2002).

2.3.2 Indeks def-t

Indeks def-t adalah jumlah gigi sulung seluruhnya yang telah terkena karies.

Tujuan dari indeks def adalah untuk menentukan pengalaman karies gigi yang

terlihat pada gigi sulung dalam rongga mulut.

Untuk pencatatan def-t dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1. d = Decayed/rusak.

2. e = Exfoliated/Indicated for Extracted/indikasi untuk pencabutan.

3. f = Filled/tambal, jumlah gigi sulung yang ditambal pada permukaan yang

tidak terdapat karies gigi.

Perhitungan def-t berdasarkan pada 20 gigi sulung. Adapun gigi yang tidak

dihitung adalah sebagai berikut :

1. Gigi yang hilang termasuk gigi yang belum erupsi dan tidak ada karena

kelainan genital.
17

2. Gigi supernumerary.

3. Gigi tiruan yang disebabkan bukan karena karies gigi, tidak dihitung sebagai

filled (tambalan).

Dibawah ini tabel klasifikasi angka keparahan gigi menurut WHO

Tabel 2.4 Klasifikasi Angka Keparahan Gigi Menurut WHO

Tingkat Keparahan DMF-T


Sangat Rendah 0,8 – 1,1

Rendah 1,2 – 2,6

Sedang 2,7 – 4,4

Tinggi 4,5 – 6,5

Sangat Tinggi 6,6 ke atas

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (2001), prevalensi karies gigi

pada kelompok usia 12 tahun 44% dan indeks DMF-T pada usia ini sebesar 1,1.

Target pencapaian gigi sehat Indonesia tahun 2010 pada individu usia 12 tahun

untuk indeks DMF-T adalah sebesar 1

(Herijulianti, 2002).

Anda mungkin juga menyukai