Anda di halaman 1dari 61

SKRIPSI

TINJAUAN KRIMINOLOGIS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG


MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM

Disusun oleh :

HANDRI MAWARDI

C06150048

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATHLA’UL

ANWAR

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang


Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD NKRI Tahun 1945), mengatur setiap
tingkah laku warga negaranya agar tidak terlepas dari segala peraturan - peraturan
yang bersumber dari hukum. Negara hukum menghendaki agar hukum senantiasa
harus ditegakkan, dihormati dan ditaati oleh siapapun juga tanpa ada
pengecualian. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban,
kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban manusia


dari masa ke masa, maka kebutuhan kepentingan manusia akan mengakibatkan
bertambahnya kejahatan. Kejahatan akan terus bertambah dengan cara berbeda-
beda bahkan dengan peralatan yang semakin canggih dan modern sehingga
kejahatan akan semakin meresahkan masyarakat saat ini.

Sebagai salah satu perbuatan manusia yang menyimpang dari norma


pergaulan hidup manusia, kejahatan merupakan masalah sosial, yaitu masalah -
masalah di tengah masyarakat, sebab pelaku dan korbannya adalah anggota
masyarakat juga. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka
ragam sering menghalalkan berbagai cara tanpa mengindahkan norma-norma
hukum yang berlaku dalam masyarakat.

R. Abdoel Djamal mengemukakan bahwa :

Hukum tidak otonomi atau tidak mandiri, bearti hukum itu tidak terlepas dari
pengaruh timbal balik dari keseluruhan aspek yang ada didalam masyarakat.

2
Sebagai patokan hukum, hukum dapat menciptakan ketertiban dan kedamaian
dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat
yang melanggar hukum.

Didalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara anggota -


anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pergaulan tersebut
menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan
peristiwa hukum. Hal ini pula yang kemudian mempengaruhi semakin
beragamnya motif kejahatan yang terjadi saat ini. Dari sekian banyak motif
kejahatan dan tindakan kriminal, adalah pencurian. Terjadinya pencurian dalam
masyarakat, misalnya kebutuhan beberapa unsur struktur sosial masyarakat,
seperti kebutuhan yang semakin meningkat, susahnya mencari pekerjaan, adanya
peluang bagi pelaku serta ringannya hukuman.

Dengan semakin meningkatanya kejahatan pencurian, maka berkembang pula


bentuk-bentuk lain dari pencurian itu sendiri. Salah satunya adalah, pencurian
dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam. Pencurian dengan kekerasan
merupakan kejahatan terhadap harta benda.

Melihat kalimat pencurian dengan kekerasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa


dalam melakukan pencurian pelaku tidak hanya mengambil barang orang lain tapi
juga melakukan kekerasan terhadap pemilik atau orang-orang yang terkait.
Pencurian dengan kekerasan sendiri juga sering menggunakan senjata tajam
dalam melaksanakann aksinya untuk membuat korban merasa takut. Khusus nya
di Kab. Serang Banten pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam sudah sangat meresahkan masyarakat mereka beraksi
tak kenal waktu dan tempat. Fenomena yang baru-baru ini terjadi adalah seorang
remaja berusia 17 tahun yang sepak terjangnya di dunia kriminalitas jalanan sudah
sangat banyak. Dia telah menjadi tersangka sebagai spesialis pencurian yang
disertai kekerasan dan telah melakukan aksinya di 35 titik lokasi yang berada
dalam wilayah hukum Polres Kab Serang. Biasanya dia mengancam korbannya

3
dengan senjata tajam agar mereka takut dan menyerahkan harta benda miliknya.
Sehingga dari kasus tersebut perlu adanya penanggulangan kejahatan dengan
sistem preventif dalam arti mengutamakan tindakan pencegahan. Di samping juga
mengadakan penanggulangan yang bersifat represif dalam arti penyembuhan atau
pemulihan kembali pada para pelanggar hukum menjadi anggota masyarakat yang
baik.

Untuk itulah kemudian perlu dilakukan tinjauan terhadap kejahatan pencurian


dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam, agar kemudian dapat
ditentukan solusi efektif untuk menanggulangi dan memberantas atau paling tidak
mesminimalisir tindakan - tindakan negatif guna terwujudnya stabilitas dalam
setiap hubungan di tengah-tengah masyarakat.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji


permasalahan tersebut dengan judul “Tinjauan Kriminologis Pencurian
Dengan Kekerasan Yang Menggunakan Senjata Tajam.”

B. Rumusan Masalah

1. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan


Yang Menggunakan Senjata Tajam di Kab. Serang?

2. Upaya apakah yang dilakukan oleh penegak hukum yang berwenang dalam
menanggulangi terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan
Senjata Tajam di Kab. Serang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian menurut penulis adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang mempengaruhi terjadinya

4
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di Kab. Serang.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh aparat


penegak hukum yang berwenang dalam menanggulangi terjadinya pencurian
dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di Kab. Serang.

D. Manfaat Penelitian

Selanjutnya penelitian ini juga diharapkan mendatangkan manfaat yang berupa:

1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan sekaligus


menambah khazanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis,
khususnya tentang hal yang berhubungan dengan pencurian dengan kekerasan
yang menggunakan senjata tajam. Selain itu dapat dijadikan bahan kajian lebih
lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan sumbangan
bagi perkembangan hukum di Indonesia.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberi pengetahuan dan bagaimana


upaya pencegahan sehingga kasus-kasus pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajambisa dikurangi. Selain itu juga sebagai pedoman
dan masukan baik bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat umum
dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam memberantas
pencurian.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kriminologi

1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang muncul pada


abad ke-19 yang intinya mempelajari sebab musabab dari kejahatan.
Perkembangan ruang lingkup kriminologi sejalan dengan pemikiran yang
mendasari kejahatan itu sendiri. Kriminologi menyelidiki kausa kejahatan
dalam masyarakat kemudian mulai mengalihkan pandangan nya kepada
proses pembentukan perundang-undangan yang berasal dari kekuasaan
Negara sebagai penyebab munculnya kejahatan dan para penjahat baru dalam
masyarakat.

Istilah kriminologi pertama kali dikemukakan oleh P. Topinard (1830-


1911) seorang ahli antropologi Perancis. Kriminologi terdiri dari dua suku
kata yakni kata crime yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu
pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan.

W.A. Bonger memberikan definisi bahwa “kriminologi adalah ilmu


pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan dengan seluas-luasnya.
Melalui definisi ini, W. A. Bonger lalu membagi kriminologi ini menjadi
kriminologi murni yang mencakup:

a. Antropologi Kriminal

Ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis) yang


memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam
tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa dan apakah ada hubungan

6
antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.

b. Sosiologi Kriminal
lmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat yang
ingin menjawab sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam
masyarakat.

c. Psikologi Kriminal

lmu pengetahuan tentang penjahat dilihat dari sudut jiwanya.

d. Psikopatolgi dan Neuropatologi

Kriminal lmu tentang penjahat yang sakit jiwa

e. Penologi

lmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

Muhammad Mustofa mengemukakan pada umumnya, para sarjana


kriminologi bersepakat bahwa yang merupakan objek penelitian kriminologis
adalah kejahatan, penjahat, tingkah laku menyimpang pelaku, penyimpang
korban kejahatan, reaksi sosial terhadap tingkah laku jahat dan tingkah laku
menyimpang, baik merupakan reaksi formal, yaitu bekerjanya pranata-
pranata sistem peradilan pidana, maupun reaksi non formal dari warga
masyarakat terhadap pelaku kejahatanserta korban kejahatan dalam suatu
peristiwa kejahatan. Keseluruhan objek penelitian kriminologi tersebut
dipelajari sebagai gejala sosial.

Adapun objek Kriminologi secara singkat menurut T.Effendi 2009 adalah :

a. Kejahatan

Berbicara tentang kejahatan, maka sesuatu yang dapat kita tangkap


secara spontan adalah tindakan yang merugikan orang lain atau
masyarakat umum, atau lebih sederhana lagi kejahatan adalah suatu

7
perbuatan yang bertentangan dengan norma. Kejahatan yang dimaksud
disini adalah kejahatan dalam arti pelanggaran terhadap undang-undang
pidana.

b. Pelaku

Yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk dapat


dikategorikan sebagai pelaku adalah mereka yang telah ditetapkan
sebagai pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek penelitian kriminologi
tentang pelaku adalah tentang mereka yang telah melakukan kejahatan.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa


kriminologi pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari kejahatan,
untuk memahami sebab-musabab terjadinya kejahatan serta upaya-upaya apa
yang dilakukan untuk menanggulangi kejahatan dan juga bahwa kriminologi
adalah bidang ilmu yang cukup penting dipelajari karena dengan adanya
kriminologi, dapat dipergunakan sebagai kontrol social terhadap kebijakan
dan pelaksanaan hukum pidana.

2. Ruang Lingkup Kriminologi

Menurut Sutherland Indah Sri Utari 2012 kriminologi terdiri dari tiga
bagian utama, yaitu :

a. Etiologi Kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab- sebab
kejahatan.
b. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya
hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya.
c. Sosiologi hukum pidana, yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi
yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.

Sedangkan menurut A.S. Alam ruang lingkup pembahasan kriminologi

8
mencakup dua hal pokok, yakni :

a) Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws) Etiologi
kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan terjadinya
kejahatan (breaking of laws).
b) Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking laws).
Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum
berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar
hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention).

Dalam hal proses pembuatan hukum pidana (process of making laws)


maka yang jadi pokok bahasannya meliputi definisi kejahatan, unsur-unsur
kejahatan, relativitas pengertian kejahatan, penggolongan kejahatan, dan
statistik kejahatan. Selanjutnya yang dibahas dalam bagian ketiga yaitu reaksi
terhadap pelanggaran hukum antara lain teori-teori penghukuman dan upaya-
upaya penanggulangan/pencegahan kejahatan, baik berupa tindakan pre-entif,
preventif, represif, dan rehabilitatif.

3. Pembagian Kriminologi

Menurut A.S. Alam 2010 kriminologi dapat dibagi dalam dua golongan
besar yaitu :

a. Kriminologi Teoritis

Secara teoritis kriminologi ini dapat dipisahkan kedalam lima


cabang pengetahuan. Tiap-tiap bagiannya memperdalam pengetahuannya
mengenai sebab musabab kejahatan secara teoritis. Kelima cabang
tersebut adalah:

1) Antropologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari


tanda-tanda fisik yang menjadi ciri khas dari seorang penjahat.
Misalnya menurut Lambroso ciri seorang penjahat diantaranya,

9
tengkoraknya panjang, rambutnya lebat, tulang pelipisnya menonjol
ke luar, dahinya mencong dan seterusnya.

2) Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari


kejahatan sebagai gejala sosial.

3) Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari


kejahatan dari sudut ilmu jiwa.

4) Psikologi dan Neuro Phatologi Kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang


mempelajari tentang penjahat yang sakit jiwa /gila. Misalnya
mempelajari penjahat-penjahat yang masih dirawat di rumah sakit
jiwa.

5) Penologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah,


arti dan faedah hukum.

b. Kriminologi Praktis

Yaitu ilmu pengetahuan yang berguna untuk memberantas kejahatan


yang timbul di dalam masyarakat. Dapat pula disebutkan bahwa
kriminologi praktis adalah merupakan ilmu pengetahuan yang diamalkan
(applied criminology). Cabang-cabang dari kriminologi praktis ini adalah:

1. Hygiene Kriminal, yaitu cabang kriminologi yang berusaha untuk


memberantas faktor penyebab timbulnya kejahatan.

2. Politik Kriminal, yaitu ilmu yang mempelajari tentang


bagaimanakah caranya menetapkan hukum yang sebaik- baiknya
kepada terpidana agar ia dapat menyadari kesalahannya serta
berniat untuk tidak melakukan kejahatan lagi.

3. Kriminalistik (police scientific), yaitui ilmu tentang penyelidikan


teknik kejahatan dan penangkapan pelaku kejahatan.

10
4. Teori – Teori Kriminologi

Indah Sri Utami 2012 dikutip dalam bukunya bahwa dalam kriminologi
juga dikenal adanya beberapa teori yaitu :

a. Teori Differential Association

Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland, seorang ahli


sosiologi Amerika. Terdapat dua versi dalam teori ini yang pertama
Sutherland tertuju pada soal konflik budaya, keberantakan sosial, serta
differential association. Dan selanjutnya yang kedua Sutherland
mengartikan bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan
menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi
dari proses komunikasi dari orang lain.

Kemudian pada tahun 1947 Edwin H. Sutherland menyajikan versi


kedua dari teori Differential Association yang menekankan bahwa semua
tingkah laku itu dipelajari, tidak ada ang diturunkan berdasarkan
pewarisan orang tua. Tegasnya pola perilaku jahat tidak diwariskan tapi
dipelajari melalaui suatu pergaulan yang akrab.

b. Teori Anomie

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkhiem yang


mempergunakan istilah anomie untuk mendeskripsikan keadaan
“deregulation” di dalam masyarakat yang diartikan sebagai tidak
ditaatinya aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang
tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini
menyebabkan deviasi.

Teori ini tidak lepas dari konsepsi Durkheim tentang manusia yang

11
menurutnya ditandai oleh tiga hal yakni manusia merupakan makhluk
sosial, eksistensinya sebagai makhluk sosial, manusia cenderung hidup
dalam masyarakat dan keberadaannya sangat tergantung pada masyarakat
tersebut sebagai koloni.

c. Teori Sub-Culture

Pada dasarnya teori sub-culture membahas dan menjelaskan bentuk


kenakalan remaja serta perkembangan berbagai tipe gang. Teori ini
banyak dipengaruhi oleh Mashab Chicago selain juga dipengaruhi Teori
Anomie dan pemikiran-pemikiran Solomon Kobrin. Ada dua topik yang
dibahas oleh para ahli kriminologi berkaitan dengan subkultur yaitu
mereka yang mempelajari kenakalan gang dan teori tentang subkultur.
Oleh karena terdapat perbedaan pembahasan inilah maka muncul
berbagai teori subkultur. Teori yang paling menonjol adalah teori
delinquent subkultur dari Cohen dan teori differential opportunity dari
Cloward dan Ohlin.

d. Teori Labeling

Teori ini merupakan cabang atau pengembangan dari teori yang


muncul lebih dahulu, teori ini menjawab pertanyaan tentang kejahatan
dan penjahat dengan mengunakan prespektif yang baru. Teori labeling
banyak dipengaruhi oleh aliran Chicago yaitu yang berkaitan dengan
interaksionis simbolis. Howard S. Becker dan Edwin Lemert merupakan
tokoh-tokoh penting dalam pengembangam teori ini. Pembahasan teori
Labeling menekankan pada dua hal yaitu :

1. Menjelaskan permasalahan mengapaa dan bagaimana orang- orang


tertentu di beri label.

2. Pengaruh efek dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari


perbuatan yang telah dilakukannya.

12
B. Pengertian Kejahatan dan Jenis Kejahatan

1. Pengertian Kejahatan

Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk
menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan
demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut
bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif,
yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian.

Definisi kejahatan dilihat dari sudut pandang hukum atau secara yuridis
menganggap bahwa bagaimanapun jeleknya perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang, sepanjang perbuatan tersebut tidak dilarang dan tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan pidana, perbuatan tersebut tetap dianggap
sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Kejahatan adalah delik hukum
(rechts delicten) yaitu perbuatan- perbuatan yang meskipun tidak ditentukan
dalam Undang-Undang sebagai peristiwa pidana, tetapi dirasakan sebagai
perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.

Menurut Topo Santoso 2003 “secara sosiologis kejahatan merupakan


suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun
masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan
tetapi ada di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang
sama”.

Tindak kejahatan bisa dilakukan siapapun baik wanita maupun pria


dengan tingkat pendidkan yang berbeda. Tindak kejahatan bisa dilakukan
secara sadar yaitu difikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada maksud

13
tertentu secara sadar benar. Kejahatan suatu konsepsi yang bersifat abstrak,
dimana kejahatan tidak dapat diraba dan dilihat kecuali akibatnya saja.

Syahruddin 2003 mengemukakan adapun beberapa definisi kejahatan


menurut beberapa pakar :

1. Kartono berpendapat secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk


tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril),
merupakan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta
undang-undang pidana.

2. J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial


yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat sehingga
dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan
masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.

3. M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam


masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum
dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan
seterusnya.

4. W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat


anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa
pemberian penderitaan.

5. Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma


hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai
perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh
dibiarkan (negara bertindak).

6. J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya “Paradoks


Dalam Kriminologi” menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi
tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif,
mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan

14
atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian
mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial,
suatu pemerkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum
yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.

2. Jenis Kejahatan

Dalam bukunya, A.S. Alam membagi definisi kejahatan ke dalam dua


sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the legal
point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah
laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan
sepanjang perbuatan itu tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana,
perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Kedua, dari
sudut pandang masyarakat (a crime from the sociology point of view).
Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap perbuatan yang
melanggar norma-norma yang masih hidup didalam masyarakat.

Apabila pendapat tentang kejahatan di atas dipelajari secara teliti, maka


dapat digolongkan dalam dua jenis pengertian sebagai berikut :

a. Pengertian secara praktis(sosiologis)

Pelanggaran atas norma-norma agama, kebiasaan, kesusilaan yang hidup


dalam masyarakat disebut kejahatan.

b. Pengertian secarareligious

Menurut sudut pandang religious, pelanggaran atas perintah Tuhan


disebut kejahatan

c. Pengertian secara yuridis

15
Dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap perbuatan atau
pelalaian yang dilarang oleh hukum public untuk melindungi masyarakat
dan diberi pidana oleh Negara. Untuk menyebut suatu perbuatan sebagai
kejahatan, A.S. Alam menguraikan tujuh unsur pokok yang saling
berkaitan yang harus dipenuhi. Ketujuh unsur tersebut antara lain :

1. Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (harm)

2. Kerugian yang ada tersebut telah diatur dalam KUHP

3. Harus ada perbuatan (criminalact)

4. Harus ada maksud jahat (criminal intent = mensrea)

5. Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat.

6. Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur dalam KUHP
dengan perbuatan.

7. Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersbut.

C. Kejahatan Pencurian

1. Pengertian Pencurian

Dari bahasa etimologi pencurian berasal dari kata curi yang mendapat
awalan pe- dan akhiran-an. Pencurian dalam kamus hukum adalah
mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah biasanya dengan
sembunyi-sembunyi. Pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP yaitu “Barang
siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk
kepunyaan orang lain dengan maksud memiliki barang itu dengan melawan
hak dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama – lamanya
lima tahun atau denda sebanyak – banyaknya Rp. 900”

16
Dalam penjelasan KUHPidana menurut R.Soesilo 1995 pencurian
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

a. Perbuatan “mengambil”,

Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil


barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya, apabila waktu
memiliki itu barangnya sudah ada di tangannya, maka perbuatan ini
bukan pencurian tetapi penggelapan (Pasal 372 KUHpidana).

Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila


barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang saja
barang itu, dan belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat
dikatakan mencuri, akan tetapi ia baru “mencoba” mencuri.

b. Diambil harus sesuatu barang

“sesuatu barang” yaitu segala sesuatu yang berwujud termasuk pula


binatang (manusia tidak masuk), misalnya uang, baju, kalung dan
sebagainya. Dalam pengertian barang masuk pula “daya listrik” dan
“gas”, meskipun tidak berwujud, tetapi dialirkan di kawat atau pipa.
Barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.Oleh karena
mengambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenang-kenangan) tidak
dengan izin wanita itu, termasuk pencurian, meskipun dua helai rambut
tidak ada harganya.

c. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

Barang itu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Sebagian


kepunyaan orang lain” misalnya, A bersama B membeli sebuah sepeda,
maka sepeda itu kepunyaan A dan B disimpan di rumah A, kemudian
dicuri oleh B, atau A dan B menerima barang warisan dari C, disimpan di
rumah A, kemudian dicuri oleh B. suatu barang yang bukan kepunyaan

17
seseorang tidak menimbulkan pencurian, misalnya binatang liar yang
hidup di alam, barang-barang yang sudah dibuang oleh yang punya dan
sebagainya.

d. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki dengan


melawan Hukum (melawan hak).

“Pengambilan” itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya.
Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan pencurian.
Seseorang “menemui” barang di jalan kemudian diambilnya.Bila waktu
pengambil itu sudah ada maksud “untuk memiliki” barang itu, masuk pencurian.
Jika waktu mengambil itu pikiran terdakwa barang akan diserahkan kepada
polisi. Akan tetapi serentak datang di rumah barang itu untuk dimiliki diri
sendiri (tidak diserahkan kepada polisi), ia salah “menggelapkan” (Pasal 372),
karena waktu barang itu dimilikinya “sudah berada ditangannya”.

Menurut Andi Hamzah 2009 delik pencurian adalah delik yang paling
umum, tercantum di dalam semua KHUPidana di dunia, yang disebut delik
netral karena terjadi dan diatur oleh semua negara. Bagian inti delik
pencurian dalam Pasal 362 KUHPidana yang menjadi definisi semua jenis
delik pencurian adalah :

1) Mengambil suatu barang

2) Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,

3) Dengan maksud untuk memilikinya secara,

4) Melawan hukum.

Selanjutnya Koster Henke menjelaskan, jika misalnya seseorang


mencuri barang miliknya sendiri yang sementara digadaikan, maka bukan
delik pencurian. Lain halnya KUHPidana Jepang, pencurian milik sendiri
dianggap milik orang lain sesuai dengan perintah penjabat publik. Akan
tetapi, jika orang mencuri dengan maksud untuk memberikan kepada orang

18
lain, maka tetap merupakan delik pencurian. Itulah bedanya dengan delik
penggelapan, karena pada delik pencurian, barang yang dicuri itu pada saat
pengambilan itulah terjadi delik, karena pada saat itulah barang berada di
bawah kekuasaan si pembuat. Walaupun pengambilan itu hanya untuk
dipergunakan sementara barang itu merupakan “’memiliki” barang itu.
Dengan maksud untuk melwan hukum barang itu sebagai tuan dan penguasa
memiliki barang itu.

2. Kejahatan Pencurian Dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHPidana)

Menurut Andi Hamzah 2009 pencurian dengan kekerasan adalah


pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau dengan
ancaman kekerasan terhadap orang. Pencurian dengan kekerasan diatur
dalam Pasal 365 KUHPidana yang diantaranya menyebutkan:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun pencurian


yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian, atau dalam hal ini tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk
tetap menguasai barang yang dicuri.

2. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :

a. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan.

b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.

c. Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau


memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian jabatan palsu.

d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

19
e. Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.

3. Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan
mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang
atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang
diterangkan dalam hal no.1 dan no.3

Untuk mencapai hasil yang dituju dalam hal ini mencuri, maka pembuat
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pencurian dengan kekerasan
bukanlah merupakan pencurian gabungan dalam artian gabungan antara
tindak pidana pencurian dengan tindak pidana kekerasan meskipun dilakukan
dengan kekerasan, kekerasan dalam hal ini merupakan keadaan yang
berkualifikasi, maksudnya bahwa kekerasan adalah suatu keadaan yang
mengubah kualifikasi pencurian biasa menjadi pencurian dengan kekerasan.

Melihat kalimat pencurian dengan kekerasan, dapat ditarik kesimpulan


bahwa dalam melakukan pencurian pelaku tidak hanya mengambil barang
orang lain tapi juga melakukan kekerasan terhadap pemilik atau orang- orang
yang terkait ketika pelaku melakukan aksinya.

D. Pengertian dan Jenis Senjata Tajam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia senjata adalah suatu alat yang di
gunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata
dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga
untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat di gunakan untuk
merusak bahkan psikologi dan tubuh manusia dapat di katakan senjata.

Jenis-jenis Senjata Tajam sebagai berikut :

1. Celurit

20
Jenis senjata tajam ini berbentuk pipih dan melengkung yang bagian
permukaanya tajam. Senjata tajam ini dapat pula berfungsi sebagai alat untuk
melakukan pekerjaan di ladang. Tidak jarang juga jenis senjata tajam ini pula
digunakanuntuk melakukan suatu perbuatan jahat.

2. Badik

Badik merupakan senjata khas masyarakat Bugis Serang.Jenis senjata


tajam ini dapat berfungsi sebagai alat pengaman, dapat juga berfungsi
sebagai senjata dalam melakukan suatu kejahatan. Berfungsi pula sebagai alat
untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, sebagai barang pusaka, barang
kuno atau barang gaib. Bagi masyarakat Bugis Serang badik dianggap
sebagai bagian dari dirinya, sepertinya kurang lengakap apabila berpergian
tanpa badik dipinggangnya.

3. Keris

Jenis senjata tajam ini mempunyai fungsi sebagai alat, digunakan sebagai
barang pusaka atau barang kuno/barang gaib. Senjata ini jarang digunakan
untuk melakukan suatu kejahatan, dan hanya digunkan oleh orang-orang
tertentu saja dan pada waktu tertentu, misalnya :

a. Upacara perkawinan

b. Upacara pelantikan raja

c. Pada waktu pengambilan sumpah

4. Tombak

Tombak adalah senjata tajam yang bentuknya panjang yang ujungnya


runcing dan tajam. Jenis senjata tajam ini berfungsi sebagai alat untuk
melakukan suatu pekerjaan, biasanya digunakan untuk berburu. Tombak
dahulu kala sering digunakan dalam upacara-upacara adat, namun sekarang
tak jarang digunakan melakukan suatu perbuatan delik.

21
5. Kapak

Kapak atau kadang disebut kampak adalah sebuah alat yang biasanya
terbuat dari logam, bermata yang diikat pada sebuah tangkai biasanya dari
kayu. Kapak adalah salah satu alat manusiayang sudah tua usianya, sama
umurnya saat manusiapertama kali membuat alat dari batu dan kayu. Zaman
dahulu kapak dibuat dari batu pada zaman batu dan pada saat zaman besi lalu
dibuat dari besi. Kapak sangat berguna dan penggunaannya cukup luas
dimulai dari sebagai perkakas pemotong kayu sampai sebagai senjata perang.

6. Parang

Parang adalah senjata tajam yang terbuat dari besi biasa bentuknya
relative sederhana tanpa pernak pernik.kegunaanya adalah sebagai alat
potong atau alat tebas (Terutama semak belukar) kala penggunanya masuk
hutan. Parang juga digunakan untuk pertanian.

E. Teori Penyebab Kejahatan

Di dalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat


dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan kejahatan. Teori-teori tersebut pada hakikatnya berusaha untuk mengkaji
dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan,
namun dalam menjelaskan hal tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda
antara satu teori dengan teori lainnya.

Made Darma Weda 1996 mengemukakan teori-teori kriminologi tentang


kejahatan, sebagai berikut :

1. Teori Klasik

Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan
tersebar di Eropa dan Amerika.Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik.
Menurut psikologi hedonistik setiap perbuatan manusia berdasarkan

22
pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia
berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang
mendatangkan kesenangan dan yang mana yang tidak.

2. Teori Neo Klasik

Menurut Made Darma Weda 1996 bahwa Teori neo klasik ini
sebenarnya merupakan revisi atau pembaharuan teori klasik, dengan
demikian teori neo klasik ini tidak menyimpang dari konsepsi-konsepsi
umum tentang sifat- sifat manusia yang berlaku pada waktu itu. Doktrin
dasarnya tetap yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai rasio
yang berkehendak bebas dan karenanya bertanggung jawab atas perbuatan-
perbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa ketakutannya terhadap hukum.
Ciri khas teori neo klasik adalah adanya pelunakan/perubahan pada doktrin
kehendak bebas.

3. Teori Kartografi/Geografi

Teori kartografi yang berkembang di Perancis, Inggris, Jerman.Teori ini


mulai berkembang pada tahun 1830 - 1880 M. Teori ini sering pula disebut
sebagai ajaran ekologis.Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi
kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara
sosial.

4. Teori Sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. Para tokoh aliran
ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan Engels, yang lebih
menekankan pada determinasi ekonomi. Menurut para tokoh ajaran ini (Made
Darma Weda 1996) bahwa “kejahatan timbul disebabkan oleh adanya
tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarakat.

5. Teori Lingkungan

Teori ini biasa juga disebut sebagai mazhab Perancis.Menurut Tarde

23
(Made Darma Weda, 1996 : 20):

“Teori ini seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor


di sekitarnya/lingkungan, baik lingkungan keluarga, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan keamanan termasuk dengan pertahanan dengan dunia luar, serta
penemuan teknologi.”

Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televisi, buku-buku


serta film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya ikut pula
menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan.

6. Teori Biososiologi

Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain-
lain. Aliran biososiologi ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aIiran
antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa
tiap-tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis
dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.
Menurut Made Darma Weda, (1996 : 20) bahwa:

Faktor individu itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai
warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek,
temperamen, kesehatan, dan minuman keras.Keadaan lingkungan yang
mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam
(geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan
keadaan politik suatu negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang
pemilihan umum dan menghadapi sidang MPR.

7. Teori NKK

Teori NKK ini merupakan teori terbaru yang rnencoba menjelaskan


sebab terjadinya kejahatan di dalam masyarakat.Teori ini sering
dipergunakan oleh aparat kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan di

24
masyarakat. Menurut A S. Alam bahwa rumus teori ini adalah:
N + K1 = K2
Keterangan :
N = Niat
K1 = Kesempatan
K2 = Kejahatan

Menurut teori ini, sebab terjadinya kejahatan adalah karena adanya niat
dan kesempatan yang dipadukan. Jadi meskipun ada niat tetapi tidak ada
kesempatan, mustahil akan terjadi kejahatan, begitu pula sebaliknya
meskipun ada kesempatan tetapi tidak ada niat maka tidak mungkin pula
akan terjadi kejahatan.

F. Upaya Penanggulangan Kejahatan

Kejahatan adalah gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap


masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam kebenarannya dirasakan sangat
meresahkan di samping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam
masyarakat. Oleh karena itu, mesyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk
menanggulangi timbulnya kejahatan.

Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh semua


pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai program
dan kegiatan telah dilaksanakan sambil terus mencari cara tepat dan efektif untuk
mengatasi masalah tersebut.

Dalam hubungan ini E.H. Sutherland dan Cressesy mengemukakan bahwa


dalam crime prevention dalam pelaksanaannya ada dua buah metode yang
dipakai untuk mengurangi frekuensi kejahatan yaitu:

1. Metode untuk mengurangi penanggulangan dari kejahatan, merupakan suatu


cara yang ditujukan kepada pengurangan jumlah dilakukan secara

25
konseptual.

2. Metode untuk mencegah kejahatan pertama kali, suatu cara yang ditujukan
kepada upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan yang pertama kali, yang
akan dilakukan oleh seseorang dalam metode ini dikenal sebagai metode
preventif.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa upaya penanggulangan


kejahatan mencakup aktivitas preventif sekaligus berupaya memperbaiki prilaku
seseorang dinyatakan telah bersalah (terpidana) di Lembaga Pemasyarakatan
atau dengan kata lain, upaya kejahatan dapat dilakukan secara pre-emptif,
preventif dan represif. Menurut A.S. Alam (2010 : 79-80), penanggulangan
kejahatan terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu:

a. Upaya pre-emtif

Upaya pre-emtif (moral) adalah upaya awal yang dilakukan oleh pihak
kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Dalam upaya ini yang
lebih ditekankan adalah menanamkan nilai/norma dalam diri seseorang.

b. Upaya preventif

Upaya penanggulangan kejahatan secara preventif (pencegahan)


dilakukan untuk mencegah timbulnya kejahatan pertama kali. Mencegah
kejahatan lebih baik daripada mencoba mendidik penjahat menjadi lebih baik
kembali, demikian semboyan dalam kriminologi, yaitu usaha-usaha
memperbaiki penjahat (narapidana) yang perlu diperhatikan dan diarahkan
agar tidak terjadi lagi kejahatan ulang.

Memang sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya


preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian yang khusus
dan ekonomis, misalnya menjaga diri, jangan sampai menjadi korban
kriminalitas. Disamping itu upaya preventif tidak perlu suatu organisasi atau
birokrasi dan lagi pula tidak menimbulkan akses lain.

26
Dalam upaya preventif (pencegahan) itu bagaimana upaya kita
melakukan suatu usaha jadi positif, bagaimana kita menciptakan suatu
kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan juga budaya masyarakat
menjadi suatu dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti
menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial atau mendorong timbulnya
perbuatan atau penyimpangan dan disamping itu bagaimana meningkatkan
kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban adalah
tanggung jawab bersama.

c. Upaya Represif:

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara


konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan
dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan
sesuai dengan perbuatannya serta memperbaiki kembali agar mereka sadar
bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar
hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan
orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan
ditanggungnya sangat berat.

Dalam membahas sistem represif, kita tidak terlepas dari permasalahan


sistem peradilan pidana kita, dimana dalam sistem peradilan pidana kita,
paling sedikit terdapat sub sistem Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian, Rutan,
Pemasyarakatan, dan Kepengacaraan yang merupakan suatu keseluruhan
yang terangkat dan berhubungan secara fungsional.

G. Kententuan Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Dalam KUHP (Kitab Undang - Undang Hukum Pidana) Tindak pidana


pencurian dan kekerasan termasuk kepada tindak pidana pencurian Bab XXII
khususnya diatur pada Pasal 365.

27
Pasal 365 KUHP ayat (1) “Diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan
atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, atau untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap
menguasai barang yang dicuri.” Ayat (2) “Diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun”. Ayat (3) “Jika perbuatan mengakibatkan kematian,
maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Ayat (4)
“Diancam dengan piidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka
berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,
disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.

Unsur – unsur dalam Pasal 365 KUHP

1. Unsur Objektif :

Pencurian dengan didahului, disertai, diikuti atau kekerasan atau ancaman


kekerasan terhadap seseorang.

2. Unsur Subjektif :

Dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu


atau jika tertangkap tangan memberi kesempatan bagi diri sendiri atau peserta
lainnya dalam kejahatan itu.

Yang dikatakan dengan kekerasan adalah setiap perbuatan yang


mempergunakan tenaga badan atau fisik yang tidak ringan. Penggunaan
kekerasan terwujud dalam bentuk memukul dengan sengaja, memukul dengan
senjata, menyekap, mengikat, menahan., dsb.

H. Ketentuan Pidana Penggunaan Senjata Tajam Tanpa Hak

28
Delik penguasaan tanpa hak senjata penikam/ penusuk diatur dalam pasal 2
(ayat 1 dan 2) Undang-Undang Darurat No 12 tahun 1951 serta Undang-Undang
yang berkaitan didalamnya

Dalam Pasal 2 (ayat 1 dan 2) Undang-Undang Darurat No 12 tahun 1951


menegaskan :

Pasal 2 :

1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat,


menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul,
senjata penikam, atau senjata penusuk (Slag, steek of stoot wapen), dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun.

2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk


dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata- nyata
dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah
pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka
atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).

Setelah melihat dasar hukum Undang-Undang Darurat No 12 tahun 1951


pasal 2 (ayat 1 dan 2) tentang delik penguasaan tanpa hak senjata api, munisi
atau sesuatu bahan peledak, senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata
penusuk dapat diuraikan unsur- unsurnya :

Pasal 2 ayat 1:

1. Barang siapa

2. Tanpa hak memasukkan ke Indonesia

3. Membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba

29
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul,
senjata penikam, atau senjata penusuk.

4. Dihukum dengan hukuman penjara selama

5. lamanya sepuluh tahun

Pasal 2 ayat 2 :

1. Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk


dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata- nyata

2. Dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan


pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah
pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka
atau barang kuno atau barang ajaib.

30
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah-langkah atau cara yang digunakan untuk


mendapatkan data yang akurat dan relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti
dengan cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data dari berbagai sumber
yang terkait. Adapun metode penelitian yang digunakan Penulis dalam penelitian ini
meliputi:

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Polrestabes Kab. Serang. Pemilihan lokasi ini
didasari alasan karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang
memiliki tingkat perkembangan pembangunan dan penduduk yang cukup pesat.
Hal tersebut diikuti pula dengan meningkatnya angka kejahatan, yang dilakukan
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam dalam beberapa
tahun terakhir.

Pertimbangan Penulis yaitu bahwa dengan melakukan penelitian di wilayah


hukum tersebut, Penulis dapat memperoleh data yang lengkap, akurat dan
memadai.

31
B. Jenis dan sumber data
Data yang diperlukan dalam peneitian ini diperoleh penulis dari 2 (dua) jenis
data yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawanara dengan
pihak terkait sehubungan dengan penelitian ini.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan yaitu penelitian
kepustakaan (Library Research), yaitu dimana dengan membaca buku-buku
yang ada hubungannya dengan objek yang dimaksud sesuai dengan judul
skripsi ini kemudian membandingkan antara satu dengan yang lain dan dari
hasil perbandingan itulah ditarik kesimpulan sebagai bahan kajian.

C. Sumber Data

1. Sumber Data Primer

Sejumlah data atau fakta yang diambil secara langsung dari sumber data di
lapangan (Kantor Kepolisian).

2. Sumber Data Sekunder

Semua data sekunder yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer berupa

pendapat para ahli sarjana serta literatur-literatur yang relevan dengan objek

penelitian.

Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer

32
Yaitu bahan hokum yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang
undangan yang berlaku atau ketentuan- ketentuan yang berlaku. Sehubungan
dengan itu maka bahan hukum primer yang digunakan adalah:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan untuk mendukung bahan

hukum primer, diantaranya yang berasal dari karya para sarjana,

jurnal, data yang diperoleh dari instansi, serta buku-buku kepustakaan

yang dapat dijadikan referensi yang dapat menunjang penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier


Yaitu bahan hukum yang mengandung bahan hukum sekunder yang

berasal dari kamus

D. Teknik pengumpulan data


Dalam rangka tindak lanjut perolehan data sebagaimana yang

diharapkan, maka penulis menetapkan teknik pengumpulan data primer yaitu

dengan cara interview atau wawancara langsung kepada pihak Kepolisian,

sedangkan untuk data sekunder, teknik pengumpulan data dilakukan dengan

cara membaca, menelaah secara seksama buku-buku, dokumen-dokumen

dan lain-lain.

33
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pencurian Dengan Kekerasan Di Kab. Serang

Tindak kejahatan khususnya pencurian dengan kekerasan yang

menggunakan senjata tajam sudah menjadi salah satu tindakan kriminal yang

cukup menonjol di Kab. Serang. Hal tersebut dikarenakan semakin beraninya

pelaku dalam melakukan aksinya tidak peduli korbannya laki-laki maupun

perempuan dan beraksi tak kenal waktu dan tempat. Berikut penulis akan

34
memaparkan data pencurian dengan kekerasan di Kab. Serangyang terdiri

dari data jumlah kasus yang dilaporkan dan kasus yang diselesaikan

sebagaimana penulis dapatkan dari hasil penelitian di Polres Serangyang

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1
Jumlah Kasus Pencurian Dengan Kekerasan di Kab. Serang Tahun 2015-2019
yang dilaporkan dan kasus yang selesai

No Tahun Jumlah Laporan Kasus yang Selesai


1. 2014 285 114
2. 2015 461 191
3. 2016 450 283
Jumlah 1.196 588
Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2017

Tabel 1 di atas menunjukkan jumlah kasus pencurian dengan kekerasan di Kab.

Serangyang dilaporkan dan kasus yang selesai, selama 3 tahun mengalami

peningkatan akan tetapi justru pada tahun 2016 jumlah kasus yang diselesaikan paling

banyak. Apabila diuji maka dapat dijabarkan bahwa pada tahun 2014 sebanyak 285

kasus yang dilaporkan dan yang diselesaikan 114 kasus, pada tahun 2015 sebanyak

461 kasus dan yang diselesaikan 191 kasus, pada tahun 2016 sebanyak 450 kasus

yang dilaporkan dan yang diselesaikan 283 kasus. Dapat dilihat dari kedua kolom di

atas bahwa ada perbedaan signifikan antara jumlah kasus yang dilaporkan dan yang

dapat diselesaikan.

35
Untuk penelitian lebih lanjut penulis telah mewawancarai 10 para pelaku kasus
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam mengenai usia pelaku
pencurian di Kab. Serang yaitu :

TABEL 2

Usia Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan Senjata Tajam di


Kab. SerangTahun 2015-2019

No Usia Pelaku Frekuensi Presentase%


1. 15-20 5 50%
2. 21-25 4 40%
3. 25-30 1 10%
Jumlah 10 100%
Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2017
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa yang paling banyak melakukan pencurian
dengan kekerasan adalah pelaku yang berumur antara 15-20 tahun, mencapai 50%
dengan kekerasan menggunakan senjata tajam jenis busur, badik serta parang, dan
ada yang hanya mengancam bahkan tidak segan sampai melukai korbannya hingga
mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan karena pada umur yang demikian itu
pemikiran masih banyak dipengaruhi oleh lingkungan, perubahan-perubahan sosial
dan perkembangan masyarakat sehingga mereka tidak dapat mengendalikan diri dan
melakukan suatu kejahatan seperti pencurian dengan kekerasan.

Sehubungan dengan usia pelaku, manusia sejak kecil hingga lanjut usia selalu
mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan baik jasmani maupun mental.
Untuk itu di dalam perkembangan umur ini penyelidikan kriminologi juga mencari
jawaban apakah perihal umur ada hubungannya dengan kejahatan pencurian. Hasil
penyelidikan para sarjana terbukti bahwa pada tiap-tiap tingkatan umur mempunyai
perubahan-perubahan dan perkembangannya masing-masing.

Menurut ilmu jiwa ada suatu keseimbangan dalam tiap-tiap tingkatan umur.
Apabila keduanya itu seimbang maka tidak akan terjadi sesuatu yang negatif, begitu

36
pula sebaliknya jika keseimbangan itu tidak dapat dikendalikan maka pada saat itulah
akan terjadi penyimpangan karena keinginan tidak tercapai. Sehubungan dengan hal
tersebut maka usia mempengaruhi cara berpikir untuk melakukan sesuatu, karena usia
yang masih muda/belum matang cara berpikirnya sehingga perbuatan-perbuatannya
terkadang menyimpang atau melanggar hukum karena ingin memiliki sesuatu tetapi
belum mampu untuk mendapatkannya sebab dipengaruhi oleh pendapatan yang
rendah, kedudukan dalam masyarakat rendah sehingga keinginannya sulit terpenuhi.
Usia yang masih muda apabila keinginannya tidak terpenuhi maka mereka akan
mengambil jalan pintas yakni melakukan kejahatan.

Untuk mengetahui secara pasti alasan seseorang melakukan kejahatan pencurian


dengan kekerasan, maka peneliti juga melakukan wawancara langsung dengan
narasumber/responden, dalam hal ini adalah para pelaku pencurian dengan
kekerasan di wilayah hukum Polres Serang:

1. Restu (19 Tahun), pendidikan terakhir SMP. Responden sering melakukan


kejahatan pencurian dengan kekerasan bersama temannya. Sebelum melakukan
aksinya, responden meminum minuman keras agar memiliki perasaan yang
berani. Responden juga membawa senjata tajam agar korbannya merasa takut
dan menyerahkan harta benda miliknya. Responden memilih melakukan
pencurian dengan kekerasan karena kejahatan tersebut mudah, memiliki hasil
yang besar dan cepat.

2. Edo (20 Tahun), pendidikan terakhir SMP, dan bekerja sebagai buruh.
Responden sudah sangat sering melakukan pencurian dengan kekerasan di Kab.
Serang khususnya di wilayah Rajawali. Responden melakukan kejahatan
tersebut bersama temannya. Targetnya, siapapun yang diinginkannya dan
responden tidak ragu untuk melukai korbannya dengan menggunakan senjata
tajam. Mereka memilih pencurian dengan kekerasan karena kejahatan tersebut
berlangsung cepat dan mendapatkan hasil yang besar.

3. Wahyu (20 Tahun), pendidikan terakhir SMP, bekerja sebagaitambal ban.

37
Responden melakukan kejahatan pencurian seorang diri dengan mengendarai
sepeda motor dan mengancam korbannya dengan menggunakan senjata tajam.
Responden memilih korbannya khusus untuk perempuan, sehingga responden
dapat dengan mudah melakukan aksinya. Responden sudah dua kali mengulangi
kejahatannya. Hasil dari kejahatan tersebut digunakan untuk membayar sewa
kost responden. Responden memilih kejahatan pencurian dengan kekerasan
karena merupakan sebuah kejahatan yang berlangsung cepat dan kecil
kemungkinan untuk tertangkap.

4. Rahmat (19 Tahun), pendidikan terakhir SD, dan tidak memiliki pekerjaan.
Responden mengatakan bahwa responden sudah sering melakukan kejahatan
pencurian dengan kekerasan. Menurut responden, pencurian dengan kekerasan
ini memiliki hasil yang bagus, kecil kemungkinannya untuk tertangkap, dan hasil
dari kejahatan tersebut rencananya digunakan untuk bersenang-senang.

5. Didi (19 Tahun), pendidikan terakhir SMP, dan tidak memiliki pekerjaan.
Responden mengatakan bahwa ketika responden melakukan kejahatan,
responden dibawah pengaruh minuman keras. Responden bersama seorang
temannya melakukan kejahatan pencurian dengan kekerasan karena penghasilan
dari kejahatan tersebut lebih besar dan mudah dalam melarikan diri. Selain itu
responden juga merasa malu kepada teman-temannya kalau belum melakukan
kejahatan pencurian dengan kekerasan, serta menggunakan senjata tajam untuk
membuat korbannya takut dan melindungi dirinya sendiri.

6. Adi (23 Tahun), pendidikan terakhir SD, dan tidak memiliki pekerjaan. Awalnya
responden diajak oleh temannya untuk melakukan kejahatan pencurian dengan
kekerasan. Kebetulan pada saat itu responden juga sedang membutuhkan uang
untuk membeli narkoba. Responden mengatakan bahwa kejahatan pencurian
dengan kekerasan ini lebih mudah dilakukan dan hasilnya cukup besar,
tergantung pemilihan korban.

7. Ismail (21 tahun), pendidikan terakhir SMA, yang dulunya hanya bekerja

38
sebagai cleaning servis. Setelah kehilangan pekerjaan dan ia tidak berhasil
menemukan pekerjaan baru, responden terpaksa melakukan pencurian dengan
kekerasan untuk pertama kalinya bersama dengan teman temannya.

8. Ansar (25 tahun), Pendidikan terakhir SMP, bekerja sebagai buruh mengaku
mencuri kendaraan dengan kekerasan dengan niat untuk dijual dan uangnya
untuk membiayai istri dan anak- anaknya. Ia sempat mengalami frustasi akibat
tidak ada satupun tempat yang didatanginya mau mempekerjakannya, oleh
karena itu ia nekat seorang diri untuk mencuri motor dengan menggunakan
kekerasan dan senjata tajam untuk melindungi dirinya.

9. Tio (18 tahun), berstatus sebagai siswa di salah satu SMA Negeri di Serang.
Responden mengaku melakukan kejahatan karena adanya ajakan dari teman
responden. Hasil yang didapatkan responden dari melakukan kejahatan hanya
untuk berfoya – foya. Senjata yang digunakan oleh responden untuk
melancarkan aksinya adalah busur.

10. Udin (28 tahun), pendidikan terakhir SD, bekerja sebagai pengemudi bentor.
Responden mengaku melakukan kejahatan karena adanya kesempatan dan
himpitan ekonomi. Karena menurut responden, dengan melakukan pencurian
dapat memperoleh hasil yang besar serta cepat.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian dengan Kekerasan Yang


Menggunakan Senjata Tajam

Dari data yang telah diperoleh oleh Penulis melalui wawancara dengan Satuan
Reserse Kriminal Polres Serang dan beberapa Pelaku kejahatan pencurian dengan
kekerasan yang menggunakan senjata tajam di wilayah hukum Polres Serang, Penulis
dapat merincikan beberapa faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam, yaitu:

39
1. Faktor Ekonomi Yang Rendah

Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan manusia,
maka keadaan ekonomi dari pelaku tindak pidana pencurianlah yang kerap kali
muncul melatarbelakangi seseorang melakukan tindak pidana pencurian. Para
pelaku sering kali tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau bahkan tidak punya
pekerjaan. Karena desakan ekonomi yang menghimpit, yaitu harus memenuhi
kebutuhan keluarga, membeli sandang maupun pangan, atau ada sanak keluarganya
yang sedang sakit, maka sesorang dapat berbuat nekat dengan melakukan tindak
pidana pencurian.

Rasa cinta seseorang terhadap keluarganya yang menyebakan ia sering lupa diri
dan akan melakukan apa saja demi kebahagiaan keluarganya. Terlebih lagi apabila
faktor pendorong tersebut diliputi rasa gelisah, kekhawatiran, dan lain sebagainya,
disebabkan orang tua (pada umumnya ibu yang sudah janda), atau isteri atau anak
maupun anak- anaknya, dalam keadaan sakit keras. Memerlukan obat, sedangkan
uang sulit di dapat. Oleh karena itu, maka seorang pelaku dapat termotivasi untuk
melakukan pencurian.

Melihat perkembangan perekonomian sekarang ini, tidak bisa dipungkiri


bahwa tingkat kebutuhan manusia semakin meningkat sehingga menuntut
pengeluaran yang tinggi. Namun, terkadang tuntutan pengeluaran yang tinggi itu
tidak diimbangi oleh pemasukan yang tinggi pula. Akhirnya untuk memenuhi
kebutuhan itu, seseorang terkadang menghalalkan segala cara.

Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan pelaku pencurian dengan kekerasan


yang menggunakan senjata tajam, Penulis membagi faktor ekonomi kedalam 2 (dua)
bagian, yaitu faktor ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup dan faktor ekonomi
yang digunakan untuk bersenang-senang atau berfoya-foya. Faktor ekonomi dalam
memenuhi kebutuhan hidup tidak dapat disamakan dengan faktor ekonomi yang
hanya untuk kesenangan semata, karena keduanya digunakan dalam hal yang
berbeda.

40
Faktor ini penulis kemukakan karena sesuai dengan hasil wawancara penulis
terhadap beberapa narapidana kasus pencurian dengan kekerasan di Kepolisian Resort
Serang, perhitungan pendapatan pelaku pencurian dengan kekerasan penulis ukur
dengan mengakumulasikan jumlah pendapatan dari 10 narapidana yang telah
diwawancarai, dimana tingkat pendapatan dibagi atas 3 yakni rendah, sedang dan
tinggi. Tingkatan pendapatan rendah yaitu <Rp. 250.000/bulan diambil sebagai dasar
tingkatan dimana angka tersebut mendekati angka pendapatan terendah dari
keseluruhan sampel narapidana yang diwawancarai yaitu Rp.200.000/bulan,
sedangkan tingkat pendapatan tinggi adalah >Rp.500.000/bulan, dimana pendapatan
tersebut mendekati angka pendapatan tertinggi dari keseluruhan sampel narapidana
yang diwawancarai yakni Rp.800.000/bulan. Berikut hasil data yang penulis
gambarkan dengan tabel :
Tabel 3

Tingkat Pendapatan Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan


Senjata Tajam di Kab. SerangTahun 2015-2019

No Pendapatan Pelaku Frekuensi Presentase%


1. Rendah (≤250.000) 6 60%
2. Sedang
(251.000-500.000) 3 30%
3. Tinggi (≥551.000) 1 10%
Jumlah 10 100%
Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2017
Tabel 3 menggambarkan bahwa tingkat pendapatan pelaku pencurian dengan
kekerasan yang paling banyak adalah yang dikategorikan dalam tingkat
berpendapatan rendah, pendapatannya sekitar kurang dari Rp. 250.000 per bulan
sebanyak 6 orang atau 60% sedangkan yangberpendapatan sedang antara
Rp.251.000 s/d Rp.500.000 per bulan mencapai 3 orang atau sekitar 30%. Golongan
pelajar juga penulis masukkan kedalam kategori penghasilan rendah karena mereka
tetap dikategorikan berpenghasilan, karena masih bergantung pada orang tua dan

41
masih mendapatkan uang jajan yang jumlahnya tidak lebih dari 250.000/bulan.

Data tersebut menunjukkan bahwa para pelaku kebanyakan yang berpenghasilan


rendah yaitu mencapai 60%, ini jelas menunjukkan bahwa faktor ekonomi sangat
berpengaruh terhadap pencurian dengan kekerasan.

2. Faktor Pendidikan Yang Rendah

Tingkat pendidikan mempengaruhi keadaan jiwa, tingkah laku dan terutama


intelegensianya seseorang, dengan tingkat pendidikan yang rendah, tidak mempunyai
keterampilan dan keahlian, seseorang mendapatkan kedudukan yang rendah
dimasyarakat serta cenderung mendapatkan pekerjaan dengan upah atau gaji yang
rendah pula. Dengan upah atau gaji yang rendah tersebut tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga hal tersebut dapat memicu seseorang
untuk melakukan kejahatan pencurian. Adapun tingkat pendidikan pelaku
kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di
wilayah Polres Serangdapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4

Tingkat Pendidikan Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan


Senjata Tajam di Kab. Serang
Tahun 2015-2019

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase%


1. SD 3 30%
2. SMP 5 50%
3. SMA 2 20%
Jumlah 10 100%
Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2017
Tabel 4 menggambarkan bahwa faktor pendidikan juga berpengaruh terhadap

42
pencurian dengan kekerasan, sebagaimana tabel di atas pelaku pencurian dengan
kekerasan yang berpendidikan rendah mencapai 3 orang atau 30% yang tamat SD,
kemudian yang berpendidikan SMP sebanyak 5 orang atau 50% dan yang
berpendidikan SMU sebanyak 2 orang atau 20%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan formal yang minim di dalam masyarakat dapat menimbulkan dampak
terhadap masyarakat tersebut, yaitu mereka merasa dan bersikap rendah diri serta
kurang kreatif sehingga tidak ada kontrol terhadap pribadinya sehingga mudah
melakukan tindakan-tindakan kejahatan utamanya pencurian dengan kekerasan.
Dengan pendidikan yang minim pola pemikiran mereka mudah dipengaruhi oleh
keadaan sosial sehingga pergaulan dalam lingkungannya mudah mengekspresikan
tingkah laku yang kurang baik lewat perbuatan yang merugikan masyarakat.

Memang jika berbicara tentang pendidikan dikaitkan dengan kejahatan mungkin


banyak permasalahan yang akan muncul, oleh karena itu penulis batasi seperti
pendidikan yang kurang berhasil adalah dari pelaku yang relatif pendidikan rendah,
maka akan mempengaruhi pekerjaan pelaku karena kurangnya keterampilan yang
dimiliki sehingga pelaku pencurian dengan kekerasan yang terjadi di Kab.
Serangpada umumnya adalah buruh yang pekerjaannya tidak tetap. Hal itu
disebabkan karena pendidikan yang rendah, sehingga kurangnya kreatifitas dan
berhubungan dengan kurangnya peluang lapangan kerja.

Bekal pendidikan yang baik ada kemungkinan dapat mencegah tingkah laku
kejatahan. Sebagian besar pelaku pencurian dengan kekerasan adalah mereka yang
tergolong dalam pendidikan minim (rendah).

Sehubungan dengan pendidikan yang minim itu maka pola pikir mereka mudah
terpengaruh karena kadang-kadang mereka bisa mengekspresikan tingkah laku yang
tidak baik lewat perbuatan yang merugikan masyarakat.

Jadi melalui bekal pendidikan yang diperoleh dengan baik dapat merupakan
proses pembentukan nilai-nilai atau perilaku mereka. Memang jika faktor pendidikan
dikaitkan dengan latar belakang kejahatan yang dilakukan itu rata-rata yang

43
berpendidikan rendah yang berpendidikan sekolah dasar yang banyak melakukan
kejahatan pencurian dengan kekerasan.

3. Faktor Lingkungan Yang Buruk

Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan


dimana orang tersebut berada, pada pergaulan yang diikuti dengan peniruan suatu
lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian dan tingkah laku
seseorang. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat itu sendiri.

Pergaulan dengan teman-teman dan tetangga merupakan salah satu penyebab


terjadinya pencurian dengan kekerasan. Hal itu menunjukkan bahwa dalam memilih
teman harus memperhatikan sifat, watak, serta kepribadian seseorang. Berdasarkan
hasil wawancara Penulis dengan pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan
mereka melakukan kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata
tajam awalnya bersama teman, pelaku lebih merasa terbuka dan percaya diri ketika
melakukan kejahatan bersama teman, artinya pengaruh lingkungan sangat berperan
dalam menentukan seseorang untuk melakukan suatu kejahatan.

Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan


pergaulan, apabila bergaul dengan orang baik maka perbuatan mereka pasti baik pula
dan apabila bergaul dengan orang yang suka melakukan perbuatan buruk maka besar
kemungkinan akan dipengaruhinya.

Menurut Penulis, ada 2 faktor lingkungan yaitu faktor lingkungan keluarga


pelaku dan faktor lingkungan pergaulan pelaku. Kedua faktor tersebut sama-sama
berperan penting dalam menentukan mental dan perilaku seseorang. Seorang anak
yang diajarkan perilaku-perilaku yang baik dalam keluarganya tetapi anak tersebut
bergaul dengan seorang pelanggar hukum, misalnya pemabuk, cenderung untuk
melakukan tindakan pelanggaran yang sama dengan teman bergaulnya. Sutherland
menemukan istilah Different Association untuk menjelaskan proses belajar tingkah

44
laku kriminal melalu interaksi sosial tersebut.

Menurut Topo Santoso (2003 : 74) munculnya teori Asosiasi Diferensial oleh
Sutherland ini didasarkan pada sembilan proposisi, yaitu:

a) Tingkah laku kriminal dipelajari

b) Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu
proses komunitas.

c) Bagian yang terpenting dari mempelajari tingkah laku kriminal itu terjadi di
dalam kelompok-kelompok orang intim/ dekat.

d) Ketika tingkah laku kriminal dipelajari, pembelajaran itu termasuk teknik-teknik


melakukan kejahatan, yang kadang sulit, kadang sangat mudah dan arah khusus
dari motif- motif, dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi dan sikap.

e) Arah khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan itu dipelajari melalui definisi-


definisi dari aturan-aturan hukum apakah ia menguntungkan atau tidak.

f) Seseorang menjadi delikuen karena definisi-definisi yang menguntungkan untuk


melanggar hukum lebih dari definisi- definisi yang tidak menguntungkan untuk
melanggar hukum

g) Asosiasi diferensial itu mungkin bervariasi tergantung dari frekuensinya,


durasinya, prioritasnya dan intensitasnya.

h) Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui asosiasi dengan pola-pola


kriminal dan arti kriminal melibatkan semua mekanisme yang ada di setiap
pembelajaran lain.

i) Walaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-


kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut, karena tingkah laku non kriminal juga
merupakan ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama.

4. Faktor Lemahnya Penegakan Hukum

45
Kedudukan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam tatanan masyarakat
bernegara bukanlah suatu hal yang terjadi begitu saja. Proses panjang telah
berlangsung hingga masyarakat di seluruh dunia sepakat untuk menempatkan hukum
sebagai salah satu pedoman tertulis yang harus dipatuhi dalam rangka mencapai
ketertiban, keamanan, dan keadilan bersama. Namun demikian, dalam proses
pelaksanaannya, terjadi beragam permasalahan sehingga hukum tidak bisa begitu saja
ditegakkan.

Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan pelaku, mereka memilih melakukan


pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam karena hukuman yang
diterima pelaku dirasa ringan, sehingga pelaku sering mengulangi kejahatannya
tersebut. Artinya hukuman yang diterima pelaku tidak memiliki sifat menakuti atau
penjeraan untuk berbuat jahat.

Permasalahan penegakkan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang


mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a) Faktor hukumnya sendiri, yang dimaksud adalah undang- undang

b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun


menerapkan hukum.

c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau


diterapkan

e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, Penulis dapat


menyimpulkan bahwa sebagian besar kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
terjadi di wilayah hukum Polres Serang disebabkan oleh 4 faktor utama, yaitu faktor
ekonomi, faktor lingkungan, faktor pendidikan dan faktor lemahnya penegakan
hukum.

46
Selain itu faktor korban juga berpengaruh terhadap terjadinya kejahatan
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam. Mayoritas responden
memilih perempuan sebagai korban, terutama yang sendirian atau yang sudah lanjut
usia, mengingat kalangan tersebut cukup mudah menjadi target kejahatan pencurian.

Adapun alasan pelaku menggunakan senjata tajam adalah untuk mempermudah


dalam melakukan aksinya, untuk mengancam korbannya agar mereka merasa takut
dan meyerahkan harta benda miliknya serta untuk melindungi dirinya sendiri.

Pada dasarnya suatu kejahatan adalah bentuk lain dari penyakit masyarakat.
Bentuk kejahatan atau penyakit masyarakat yang sering terjadi dalam kondisi
masyarakat sekarang ini adalah kejahatan pencurian. Salah satu bentuk kejahatan
pencurian tersebut adalah pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata
tajam, kejahatan tersebut sudah sangat meresahkan masyarakat.

C. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan yang

Menggunakan Senjata Tajam

Setelah memaparkan faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan pencurian dengan


kekerasan yang menggunakan senjata tajam di wilayah hukum Polres Serang, kini
Penulis akan memaparkan upaya-upaya apa yang telah dilakukan untuk
menanggulangi kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata
tajam khusus di wilayah Polres Serang.

Upaya penanggulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan yang


menggunakan senjata tajam perlu memperhatikan pengalaman- pengalaman upaya
penanggulangan sebelumnya serta tingkat keberhasilannya. Berikut upaya-upaya
penanggulangan yang selama ini telah dilakukan oleh Polres Seranguntuk
mengurangi kejahatan tersebut:

1. Upaya Pre-Emtif

Upaya pre-emtif adalah upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk

47
mencegah terjadinya kejahatan. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan
kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai atau norma-norma
yang baik sehingga nilai-nilai atau norma-norma tersebut dapat tertanam dalam
diri seseorang sehingga seseorang tidak memiliki niat untuk melakukan kejahatan.
Upaya yang telah dilakukan Polres Serang dalam mewujudkan upaya

48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61

Anda mungkin juga menyukai