Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal dimana tekanan darah fase

sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh

jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang

kembali ke jantung (Triyanto, 2014).

Menurut JNC VII hipertensi adalah peningkatan tekanan darah

melebihi 140/90 mmHg dengan minimal dua kali pengukuran diwaktu

yang berbeda. Hipertensi diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu

hipertensi primer (esensial) yang belum diketahui penyebabnya dan

hipertensi sekunder yang disebabkan oleh penyakit ginjal, jantung,

endokrin, dan gangguan kelenjar adrenal (Nuraini, 2015).

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) hipertensi didefinisikan

sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya berisiko tinggi

menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti

penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan semakin tinggi tekanan

darah maka semakin besar resikonya.

Dari definisi diatas maka dapat di simpulkan hipertensi adalah

keadaan di mana tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg dengan

minimal dua kali pengukuran tekanan darah dengan waktu yang

11
12

berbeda. Hipertensi diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi

primer (esensial) yang belum diketahui penyebabnya dan hipertensi

sekunder yang disebabkan oleh penyakit ginjal, jantung, endokrin, dan

gangguan kelenjar adrenal.

2.1.2 Etiologi

Menurut Wijaya dan Putri (2013) hipertensi berdasarkan etiologi

dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1) Hipertensi Esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi, dimana

sampai saat ini tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang

berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor

genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet

(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium

atau kalsium). Peningkatan tekanan darah umumnya gejala baru

terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal,

mata, otak dan jantung.

2) Hipertensi Sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat

diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan

dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya

berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan endokrin

lainnya seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan

pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.


13

Faktor yang berperan untuk terjadi hipertensi yakni faktor risiko

yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis

kelamin, ras dan usia serta fakor risiko yang dapat dikendalikan

(minor) yaitu obesitas, kurang olah raga atau aktivitas, merokok,

minum kopi, sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme,

stress, pekerjaan pendidikan dan pola makan (Suhadak, 2010)

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena

dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat risiko

hipertensi. Kejadiaan hipertensi makin meningkat dengan

bertambahnya usia. Hal ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah

di tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon.

(Suhadak, 2010)

Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi :

1) Menurut European Society of Cardiology:

TABEL 2.1
Klasifikasi Hipertensi European Society Of Cardiology
Kategori Tekanan sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)

Optimal <120 Dan < 80


Normal 120-129 Dan/atau 80-84
Normal tinggi 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi derajat I 140-139 Dan/atau 90-99
Hipertensi derajat II 160-179 Dan/atau 100-109
Hipertensi derajat III ≥ 180 Dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistolik ≥ 190 Dan/atau < 90
terisolasi
Sumber : (Wijaya & Putri 2013)

2) Menurut JNC VII


14

Tabel 2.2
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII
Kategori Sistolik Diastolik
Normotensi < 130 <80
Pre hipertensi 130-140 80-90
Hipertensi tahap I 140-160 90-100
Hipertensi tahap II ≥ 160 ≥ 100
Sumber : (Wijaya & Putri 2013)

2.1.3 Patofisiologi

Faktor predisposisi menyebabkan peningkatan tekanan darah

antaranya adalah faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer yaitu

faktor genetik, obesitas, konsumsi alkohol, obat-obatan, asupan garam,

stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang. Sedangakan

faktor sekunder meliputi kelaianna ginjal seperti tumor, diabetes,

kelianan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti

obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan pemakaian obat-obatan.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi.

Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,

yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa

oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah

jantung dan peningkatan tekanan perifer yang mengakibatkan tekanan

darah menjadi meningkat (Wijaya & Putri, 2013).

Tekanan darah yang terus meningkat akan mengakibatkan

kerusakan vaskuler dalam darah sehingga pembuluh darah menjadi


15

sempit. Penyempitan ini akan mengakibatkan perubahan struktur

pembuluh darah dan biasanya hal ini dikarenakan adanya penebalan

pada pembuluh darah yang disebabkan adanya penumpukan lemak dan

kolestrol pada dinding pembuluh darah, penyempitan pembuluh darah

ini mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor

seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Pada saat bersamaan

dimana sistem simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi

epineprin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriktor pembuluh

darah ini akan mengakibatkan gangguan sirkulasi pada ginjal, otak,

mata, dan pembuluh darah (Wijaya & Putri, 2013).

Perubahan struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola

menyebabkan penyumbatan pembuluhh darah. Bila pembuluh darah

menyempit maka aliran arteri akan terganggu. Hal tersebut

mengakibatkan spasme pada pembuluhh darah (arteri) dan penurunan

O2 (oksigen) yang akan berujung pada nyeri kepala atau distensi dari

struktur di kepala atau leher (Setyawan & Kusuma, 2014).

Pada ginjal vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran

ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin


16

II, suatu vasokontriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi

aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intravaskuler sehingga terjadi edema dan mengakibatkan kelebihan

volume cairan (Wijaya & Putri, 2013).

Gangguan sirkulasi pada retina mengakibatkan spasme anterior

dan menyebabkan risiko cidera. Gangguan sirkulasi pada pembuluh

darah terjadi pada pembuluh darah sistemik dan koroner. Pada

pembuluh darah sistemik mengakibatkan vasokontriksi sehingga

afterload meningkat dan menyebabkan penurunan curah jantung, selain

itu afterload yang meningkat menyebabkan fatigue sehingga terjadi

intoleransi aktifitas. Pada pembuluh darah koroner mengakibatkan

iskemia miokard sehingga menimbulkan nyeri. (Nurarif & Kusuma,

2015).
17
18

2.1.5 Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik pasieng dengan hipertensi, mungkin tidak

dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat

pula ditemukan perubahan pada retina, seperti pedarahan, eksudat

(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat

edema pupil (edema pada diskusi optikus) (Brunner & Suddart, 2015).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan

gejala sampai bertahun-tahun. Bila ada gejala, biasanya menunjukkan

adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai

system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.

Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling

menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons

peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan

tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi

menahan peningkatan beban kerja, maka dpaat terjadi gagal jantung kiri

(Brunner & Suddart, 2015).

Wijaya dan Putri (2013), menyebutkan bahwa sebagian besar

gejala klinis yang timbul:

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,

akibat peningkatan tekanan intrakranial.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retini akibat hipertensi.

3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

pusat.
19

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerolus

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap (Compelete Blood cells Count)

Meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai

viskositas dan indicator facktor risiko seperti hiperkoagulabilitas,

anemia.

2. Kimia darah

a. BUN, kreatinin:peningkatan kadar menandakan penurunan

perfusi atau faal renal

b. Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah

presipitator hipertensi) akibat dari peningkatan kadar

katekolamin

c. Kadar kolesterol atau trigliserida:peningkatan kadar

mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque

atheromatus

d. Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldesteronisme primer

e. Studi tiroid (T3 dan T4): menilai adanya hipertiroidisme yang

berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi

f. Asam urat: hiperuricemia merupakan implikasi factor risiko

hipertensi

3. Elektrolit
20

a. Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan

adanya aldoseronisme atau efek samping terapi dierutik)

b. Serum kalsium bila meningkatkan berkontribusi terhadap

hipertensi

4. Urine

a. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine

mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes

b. Urine VMA (catecholamine metabolic): peningkatan kadar

mengindikasikan adanya pheochromacytoma

c. Steroid urine: peningkatan kadar mengindikasikan

hiperadrenalisme, pheochromacytoma, disfungsi pictuitary,

sindrom cushing’s, kadar renin juga meningkat

5. Radiologi

a. Intra Venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasi penyebab

hipertensi seperti renal pharen chymal disease, urolithiasis,

benigna prostate hyperplasia (BPH)

b. Rontgen toraks: menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup

jantung, deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung

6. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan

konduksi atau disritmia

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi menurut Wijaya dan Putri (2013) yaitu :

a. Penatalaksanaan farmakologi

1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
21

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan tubuh

berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi

lebih ringan. Contoh obat diuretik tiazid (tablet

hydroclorothiazide (htc)) dosisi dewasa 25-50 mg/hr, obat

diuretik loop dieuretik (furosemide) dosis dewasa 40 mg/hr,

obat diuretik hemat kalium (amilorid midamor).

2) Penghambat simpatis

Menghambat aktivitas saraf simpatis, betabloker menurunkan

daya pompa jantung dan tidak dianjurkan pada penderita yang

telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma

bronkial contoh obatnya antara lain atenolol (beta bloker) dosis

2x40-80 mg/hr, metoprolol (beta bloker) dosis 50-100 mg/kg,

propranolol (beta bloker).

3) Vasodilator

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot

polos pembuluh darah contoh obatnya hidralazin (aproseline)

dosis 50 mg/hr.

b. Non Farmakologi

1) Mempertahankan berat badan ideal

a. Kurangi konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol

berlebihan dapat meningkatkan tekanna darah. Para

peminum berat mempunyai risiko mengalami hipertensi


22

sempat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak

meminum berakohol

b. Kurangi asupan natrium

Pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari

dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan

tekanan diastolic sebanyak 2,5 mmHg

2) Diet yang mengandung kalium dan kalsium

Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500 mg/hari)

dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur seperti:

pisang, alpukat, papaya, jeruk, apel, kacang-kacanagan,

kentang dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan

lemak jenuh dan lemat total. Kalium dapat menurunkan

tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang

terbuang bersama urin.

3) Menghindari merokok

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokard,

peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi,

meningkatkan tekanan darah.

4) Penurunan stres

Stres menstimulasi sistem saraf simpatis, meningkatkan

vasokontriksi sehingga meningkatkan tekanan darah. Latihan

fisik sedang dan teratur adalah penanganan untuk menurunkan

stres.
23

5) Penurunan nyeri

Tindakan farmakologis dengan penggunaan obat-obatan

analgesik. Sedangkan tindakan non farmakologis antara lain

relaksasi, distraksi, stimulasi ketaneus, pijat (massage),

aplikasi panas dingin, akupresur, meditasi, hipnosis, dan

imobilisasi.

6) Teknik relaksasi imajinasi terbimbing

Merupakan salah satu teknik merelaksasi menggunakan semua

pancra indera melalui audio yang diberikan.

2.2 Problem yang terjadi pada Kasus Hipertensi

Hipertensi dijuluki sebagai silent killer atau pembunuh dalam diam

karena penyakit ini tidak memiliki gejala yang spesifik. Namun secara umum

pasien hipertensi mengalami jantung berdebar, penglihatan kabur, nyeri

kepala disertai rasa berat pada tengkuk (Sari, 2017). Nyeri kepala karena

Hipertensi ini dikategorikan sebagai nyeri kepala intrakranial yaitu jenis

nyeri kepala migren dimana nyeri kepala tipe ini sering diduga akibat dari

fenomena vascular abnormal.

Kerusakan vaskuler akibat dari hipertensi tampak jelas pada seluruh

pembuluh perifer. Perubahan struktur dalam arteriarteri kecil dan arteriola

menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Bila pembuluh darah

menyempit maka aliran arteri akan terganggu. Pada jaringan yang terganggu

akan terjadi penurunan O2 (oksigen) dan peningkatan CO2 (karbondioksida)

kemudian terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh yang meningkatkan

asam laktat dan menstimulasi peka nyeri kapiler pada leher.


24

Walaupun mekanisme yang sebenarnya belum diketahui, nyeri kepala

ini sering ditandai dengan sensasi prodromal misal nausea, penglihatan

kabur, auravisual, atau tipe sensorik halusinasi. Nyeri yang dirasakan dapat

berlangsung antara 4 sampai 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya

berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperberat oleh

aktivitas, dan dapat disertai mual muntah (Al’Amali, 2018). Merujuk pada

manifestasi tersebut, masalah yang terjadi pada pasien Hipertensi adalah

nyeri kepala.

2.3 Konsep Nyeri Kepala

2.3.1 Definisi Nyeri Kepala

Nyeri kepala didefinisikan sebagai rasa nyeri yang timbul dari

kepala atau leher bagian atas tubuh. Rasa nyeri berasal dari jaringan dan

struktur yang mengelilingi otak karena otak itu sendiri tidak memiliki

saraf yang menimbulkan sensasi nyeri (serat nyeri). Periosteum yang

mengelilingi tulang, otot yang membungkus tengkorak, sinus, mata, dan

telinga, dan selaput yang menutupi permukaan otak dan sumsum tulang

belakang, arteri, vena, dan saraf, semua bisa menjadi meradang atau

terjadi iritasi menyebabkan rasa nyeri nyeri kepala. Nyeri ini mungkin

rasa nyeri, tajam, berdenyut, konstan, ringan, atau intens (Marks, 2013).

Nyeri kepala adalah gejala kelainan pada tubuh organik ataupun

fungsional. Nyeri kepala merupakan rasa nyeri yang dirasakan sebagai

perasaan yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan emosi dan

tidak terjadinya kerusakan pada jaringan sebagai salah satu ciri


25

penyakit. Beberapa nyeri kepala disebabkan oleh stimulus nyeri yang

berasal dari dalam intrakranial atau ekstrakranial (Ballenger, 2010).

Nyeri kepala merupakan salah satu jenis nyeri kepala migren yang

dipengaruhi nyeri kepala intrakranial. Nyeri kepala sammpai saat ini

belum diketahui prosesnya, tetapi sering dintandai dengan pengelihatan

kabur, mual, auravisual. Nyeri kepala timbul mulai 30 menit sampai

dengan 1 jam. Penyebab migren pada nyeri kepala ini disebabka oleh

emosi yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan ketegangan yang

berlangsung lama yang dapat menimbulkan vasospasme menimbulkan

iskemik pembuluh perifer sehingga terjadinya nyeri kepala. (Hall,

2012).

2.3.2 Klasifikasi Nyeri Kepala

The International Classification of Headache Disorders, Edisi 3

(2013) mengklasifikasikan 14 jenis nyeri kepala yang dibagi menjadi 3

kategori yaitu nyeri kepala primer, nyeri kepala sekunder, dan

Neuralgia kranial, nyeri wajah central dan primer, dan nyeri kepala

lainnya

Kategori I : Nyeri kepala primer

1. Migraine

2. Nyeri kepala tipe tegang

3. Nyeri kepala cluster dan cephalgia otonom trigeminal lainnya

4. Nyeri kepala lainnya

Kategori II :Nyeri kepala sekunder

5. Nyeri kepala dikaitkan dengan trauma kepala dan / atau leher


26

6. Nyeri kepala disebabkan gangguan pembuluh darah kranial

atau servikal

7. Nyeri kepala disebabkan gangguan intrakranial non vaskular .

8. Nyeri kepala disebabkan oleh zat atau racun .

9. Nyeri kepala disebabkan oleh infeksi .

10. Nyeri kepala disebabkan gangguan homeostasis .

11. Nyeri kepala atau nyeri di wajah dikaitkan dengan gangguan

tengkorak , leher, mata ,telinga , hidung , sinus , gigi , mulut

atau struktur wajah atau kranial lainnya .

12. Nyeri kepala disebabkan gangguan kejiwaan .

Kategori III : Neuralgia kranial, nyeri wajah sentral dan primer

13. Neuralgia kranial dan primer yang menyebabkan nyeri wajah.

14. Nyeri kepala lainnya , neuralgia kranial , nyeri wajah sentral

atau primer.

Klasifikasi nyeri kepala menurut Andarmoyo (2013) sebagai berikut :

1. Nyeri bedasarkan durasi

a. Nyeri kronik

Nyeri kronik merupakan nyeri yang menetap sepanjang periode

tertentu.

b. Nyeri akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul setelah terjadi cidera,

insisi/ pembedahan dengan intensitas bervariasi mualai ringan

hingga berat, dan berlangsung secara singkat.


27

2. Nyeri bedasarkan asal

a. Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik adalah nyeri disebabkan suatu cedera atau

abnormalitas yang didapatkan pada struktur saraf perifer

maupun sentral.

b. Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) merupakan nyeri yang

diakibatkan oleh aktivitas atau sensitisasi nosiseptor perifer yang

melainkan reseptor khusus yang menghantarkan stimulus

noxions.

3. Nyeri bedasarkan lokasi

a. Viseral dalam

Viseral dalam adalah nyeri yang terjadi karena stimulus organ-

organ internal.

b. Nyeri alih

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viceral

karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri.

c. Superficial atau kutaneus

Superficial atau kutaneus adalah nyeri yang disebabkan oleh

stimulus kulit.

d. Radiasi

Radiasi adalah sensasi nyeri yang menyebar dari tempat awal

cidera kebagian tubuh yang lain.


28

2.3.3 Penyebab Nyeri Kepala

Nyeri kepala bisa dirangsang karena faktor intra kranial (misalnya:

meningitis, Sub Arachnoid Haemorhage (SAH), tumor otak) atau faktor

ekstra kranial yang umumnya bukan kasus neurologi (misalnya:

sinusitis, glaukoma) yang keduanya digolongkan sebagai nyeri kepala

sekunder (Bahrudin, 2013).

Secara praktis menurut Bahrudin (2013), penyebab timbulnya nyeri

kepala dapat diringkas sebagai berikut:

a. Circulation: Perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoidal.

b. Encephalomeningitis.

c. Migraine.

d. Eye: Glaucoma, radang, keratitis, anomaly refraksi.

e. Neoplasm (Tumor otak).

f. Trauma capitis: Komusio, kontusio, perdarahan ekstradural,

perdarahan subdular.

g. Ear dan nose: Mastoiditis, otitis media, sinusitis, rhinitis.

h. Dental: Gigi, gusi.

i. Cluster headache.

j. Otot: Tension headache.

k. Arteritis temporalis.

l. Trigeminal neuralgia.

Faktor pencetus nyeri kepala misalnya: batuk, tenaga, aktivitas

seksual, manuver valsava, atau tidur). Nyeri kepala yang diperberat oleh

batuk, tenaga, aktivitas seksual, maneuver valsava, atau tidur tumor


29

curiga akan Arterio Venous Malformation (AVM), Sub Arachnoid

Hemorrhage (SAH), atau penyakit vaskuler (Hidayati, 2016).

2.3.4 Patofisiologi Nyeri Kepala

Nyeri kepala pada pasien hipertensi disebabkan oleh kerusakan

vaskuler pada seluruh pembuluh perifer. Perubahan arteri kecil dan

arteola menyababkkan penyumbatan pembuluh darah, yang

mengakibatkan aliran darah akan terganggu. Sehingga supalai oksigen

akan menurun dan peningkatan karbondioksida kemudian terjadi

metabolisme anaerob di dalam tubuh mengakibatkan peningkatkan

asam laktat dan menstimulasi peka nyeri kapiler pada otak (Price dan

Wilson, 2010).

Menurut Kowalak, et al. (2012) nyeri kepala disebabkan kerak

pada pembuluh darah atau aterosklerosis sehingga elastisitas kelenturan

pada pembuluh darah menurun. Aterosklerosis tersebut menyebabkan

spasme pada pembuluh darah (arteri), sumbatan dan penurunan O2

(oksigen) yang akan berujung pada nyeri kepala atau distensi dari

struktur di kepala atau leher.

2.3.5 Penatalaksanaan Nyeri Kepala

Berbagai pilihan pengobatan yang tersedia untuk manajemen nyeri

kepala primer, termasuk intervensi farmakologis dan non farmakologis.

Pilihan pengobatan tergantung pada diagnosis pasien, morbiditas,

tingkat kecacatan dan preferensi. Manajemen gaya hidup dapat

membantu pasien dengan nyeri kepala episodik, seperti sebagai migrain

atau nyeri kepala tipe tegang. Manajemen mencakup identifikasi


30

pemicu, mengoptimalkan tidur, olahraga teratur, reduksi stress dan

menjamin keteraturan makanan (Scoot, 2011).

Menurut Kozier (2011) tindakan untuk mengurangi nyeri

mencakup tindakan farmakologis dan non farmakologis. Tindakan

farmakologis dengan penggunaan obat-obatan analgesik. Sedangkan

tindakan non farmakologis antara lain relaksasi, distraksi, stimulasi

ketaneus, pijat (massage), aplikasi panas dingin, akupresur, meditasi,

hipnosis, dan imobilisasi.

2.3.6 Instrumen Pengukuran Nyeri

a) Skala Numerik

Skala penilaian numerik (Nuremical Rating Scale) lebih

digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kata. Dalam hal ini

klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling

efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

setelah intervensi teraupetik (Perry dan Potter, 2010)

Skema 2.2
Skala Penilaian Numerik
31

b) Visual Analog Scale

Visula Analog Scale (VAS) merupakan skala berbentuk garis

horizontal sepanjang 10 cm. Ujung kiri sekala mengidentifikasi tidak ada

nyeri dan ujung kanan menandakan nyeri berat atau nyeri yang tidak

tertahankan untuk dinilai. Sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis

dan jarak yang dibuat klien pada garis tidak ada nyeri, kemudian diukur

dan ditulis dalam ukuran centimeter. Skala ini dapat dipersepsikan

sebagai berikut

Sumber : (Kneale dan Davis, 2011)

Skema 2.3
Visula Analog Scale

0 = Tidak ada nyeri

1-2 = Nyeri ringan

3-4 = Nyeri sedang

5.6 = Nyeri berat

7.8 = Nyeri sangat berat

9-10 = Nyeri buruk sampai tidak tertahan

(Tetti dan Eli, 2015)


32

2.4 Konsep Terapi Pijat (Massage)

2.3.1 Definisi Terapi Pijat (Massage)

Terapi pemijatan adalah memberikan stimulasi kulit dan jaringan

dengan berbagai teknik gerakan dan tekanan tangan untuk meredakan

nyeri, meningkatkan relaksasi, memperbaiki sirkulasi (PPNI, 2016).

Menurut Kamus Kesehatan masase atau pijat adalah penggunaan

tekanan dan gerakan yang bervariasi untuk memanipulasi otot dan

jaringan lunak lainnya. Dengan melemaskan jaringan lunak tubuh, lebih

banyak darah dan oksigen dapat mencapai daerah yang terkena dampak

dan mengurangi nyeri. Massage merupakan intervensi komplementer

yang dapat dilakukan terkait masalah risiko kerusakan fungsi

kardivaskular berdasarkan Nursing Interventions Classification (NIC)

yang dapat diberikan oleh perawat . Massage adalah stimulasi pada

kulit dan jaringan di bawahnya dengan variasi derajat penekanan

tangan untuk mengurangi nyeri, menciptakan kondisi rileks, dan/ atau

meningkatkan sirkulasi (Bulechek, et al 2013).

2.3.2 Manfaat Pijat (Massage)

Masase merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi

aktivitas sistem saraf otonom. Apabila seseorang mempersepsikan

sentuhan sebagai stimulus rileks maka akan muncul respon relaksasi

(Safitri, 2012).

Masase secara luas diakui sebagai tindakan yang memberikan

manfaat sebagai berikut:

a) Relaksasi
33

Menimbulkan relaksasi yang dalam sehingga meringankan

kelelahan jasmani dan rohani dikarenakan sistem saraf simpatis

mengalami penurunan aktivitas yang akhirnya mengakibatkan

turunnya tekanan darah.

b) Mengurangi nyeri

Memperbaiki sirkulasi darah pada otot sehingga mengurangi

nyeri dan inflamasi dikarenakan masase meningkatkan sirkulasi

baik darah maupun getah bening.

c) Memperbaiki organ tubuh

Memperbaiki secara langsung maupun tidak langsung fungsi

setiap organ internal berdasarkan filosofi aliran energi meridian

masase mampu memperbaiki aliran peredaran energi (meridian)

didalam tubuh menjadi positif sehingga memperbaiki energi tubuh

yang sudah lemah.

d) Memperbaiki postur tubuh

Mendorong postur tubuh yang benar dan membantu

memperbaiki mobilitas. Otot yang tegang menyebabkan nyeri dan

bergesernya tulang belakang keluar dari posisi normal sehingga

postur tubuh mengalami perubahan, masase menstimulasi saraf

otonom yang dapat mengendurkan ketegangan otot.

e) Latihan pasif

Sebagai bentuk dari suatu latihan pasif yang sebagian akan

mengimbangi kurangnya latihan yang aktif karena masase


34

meningkatkan sirkulasi darah yang mampu membantu tubuh

meningkatkan energi pada titik vital yang telah melemah.

2.3.3 Prosedur Pemijatan

1. Dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya.

2. Klien dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama

intervensi, (bisa duduk).

3. Buka area pemijatan, bebaskan pakaian klien jika perlu

4. Sebelum melakukan pemijatan, lalukan pemeriksaan lokasi terlebih

dahulu.

5. Gunakan minyak zaitun di tangan dan digosok-gosokan dengan

kedua telapak tangan.

6. Mulai memijat dengan tekanan dan gerakan ringan dan panjang

(teknik effleurage) mengusap tengkuk dengan telapak tangan atau

bantalan jari tangan dengan gerakan maju mundur ke arah samping

dengan posisi di belakang klien, diulang beberapa kali.

7. Lemaskan otot-ototnya. Letakkan ujung jari anda lalu arahkan ke

bagian samping leher menyapu bagian atas bahu.

8. Letakkan ibu jari di satu sisi leher, keempat jari yang lain di depan

bahu klien. Lakukan gerakan melingkar ke seluruh otot di bagian

leher dan bahu.

9. Lakukan gerakkan meremas (teknik petrisage) dengan

menggunakan telapak tangan atau jari ke samping-samping bawah

leher. Berikan gerakan ringan dari atas leher menurun ke depan

bahu.
35

10. Gerakkan jari naik turun diatas otot-otot kedua disi tulang belakang

di bawah leher. Lebarkan tangan untuk melemaskan bagian

samping leher. Jangan memijat tulang klien, pijatan hanya boleh

dilakukan pada otot.

11. Membersihkan sisa minyak zaitun di tubuh klien dengan kain

handuk.

12. Bantu klien mengubah posisi yang nyaman.

13. Rapikan alat dan cuci tangan.

14. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi selama 10 menit.

(Yoganita, et al 2019)

2.3.4 Pijat Tengkuk Berdasarkan Penelitian

Menurut penelitian Yoganita, et al (2019) pemberian massage

tengkuk dengan minyak zaitun dapat mengurangi nyeri kepala pasien

Hipertensi diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami

penurunan skala dan intensitas nyeri kepala. Terapi massage tengkuk

hanya menggunakan tangan manusia. Tekanan terhadap kutan dan

jaringan subkutan melepaskan histamin yang pada akhirnya akan

menghasilkan vasodilator pembuluh darah dan meningkatkan aliran

balik vena yang kemudian akan menurunkan kerja jantung. Terjadinya

penurunan kerja jantung, maka tekanan intrakranial akan menjadi turun

dan nyeri kepala akan menjadi lebih berkurang.

Penelitian Haris & Nurwahidah, (2017) intervensi massage

mulai dari bahu sampai kepala selama 30 menit. Dengan dilakukan

massage akan meningkatkan aliran darah, yang pada gilirannya akan


36

memeras pembuluh kapiler dan kelenjar getah bening, serta membuang

racun dari tubuh sehingga tubuh akan memberikan respon untuk

meningkatkan aliran darah dengan memproduksi lebih banyak sel darah

merah yang akan membawa oksigen segar ke dalam otot, massage juga

membantu membentuk endorphin yang merupakan penghilang rasa

sakit alami bagi tubuh.

Anda mungkin juga menyukai