Anda di halaman 1dari 11

Pendekatan dan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Aldo Josua Valentino Sinaga

102017232

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat, 11510

Email: aldo.2017fk232@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Stres akibat kerja adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh kondisi-kondisi
ditempat pekerjaan yang berdampak negatif pada kinerja seseorang atau pada kesehatan
fisik dan juga jiwanya. Atau dapat dikatakan, stres akibat kerja timbul dikarenakan
adanya ketidakseimbangan antara hasil kerja yang diharapkan dengan kemampuan
untuk mewujudkannya atau mencapainya. Untuk mendiagnosis seseorang dengan stres
akibat kerja dibutuhkan tujuh langkah menentukan diagnosis okupasi dikarenakan kasus
ini merupakan salah satu penyakit akibat kerja.

Kata kunci: stress akibat kerja, okupasi, tujuh langkah diagnosis.

Abstract

Stress due to work is a chronic disease caused by conditions at work that have a
negative impact on a person's performance or on his physical and mental health. Or it
can be said, stress due to work arises due to an imbalance between the expected work
results with the ability to make it happen or achieve it. To diagnose someone with work-
related stress it takes seven steps to determine the occupational diagnosis because this
case is one of the occupational diseases.
Keywords: work stress, occupation, seven steps of diagnosis
Pendahuluan

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan dan dapat


memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan yang dilakukan dengan cara yang kurang
benar dan di lingkungan yang tidak terkendali akan menyebabkan banyaknya pajanan
yang diterima oleh seorang pekerja. Apabila seseorang terpajan oleh pajanan atau
dikenal juga dengan sebutan hazards dalam waktu yang lama maka akan dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi adalah
gangguan fisik ataupun gangguan psikologi. Apabila gangguan ini tidak ditangani
dengan tepat maka akan menimbulkan penyakit, penyakit ini dikenal dengan Penyakit
Akibat Kerja (PAK).1

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang didapat dari lingkungan kerja
ataupun dari pekerjaan yang dilakukan. Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi
resiko bahaya dalam bentuk kecelekaan kerja. Besarnya potensi kecelakaan dan
penyakit kerja tersebut tergantung dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan
yang digunakan, tata ruang dan lingkungan bangunan serta kualitas manajemen dan
tenaga-tenaga pelaksana.

Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain, golongan fisik, kimiawi, biologis,
atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan
penyebab yang pokok dan menetukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain
seperti kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara
pekerja yang terpajan.1

Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:1,2

1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun
yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan,
awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur.
4. Golongan fisiologis/ergonomis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja
dan cara kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi

Dalam mendiagnosa PAK harus dilakukan 7 langkah diagnosis yang menjadi


pedoman. Langkah langkah tersebut adalah :2,3,4

1. Menentukan diagnosis klinis

Dalam mendiagnosis suatu penyakit harus melalui beberapa tahapan yaitu:

 Anamnesis, yang terdiri dari keluhan utama, riwayat perjalanan penyakit saat
ini, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat reproduksi
wanita ditanyakan kepada pasien secara lengkap dan mendetail. Suatu anamnesis
dapat dilakukan secara autoanamnesis (secara langsung pada pasien) atau pada
keluarga, teman kerja dll (alloanamnesis).
 Pemeriksaan fisik, dilakukan untuk menentukan kelainan suatu sistem atau
organ tubuh dengan menggunakan 4 cara yaitu inspeksi (melihat), palpasi
(meraba), perkusi (mengetuk) dan auskultasi ( mendengar menggunakan alat
stetoskop). Pemeriksaan fisik khusus juga dilakukan  pemeriksaan tanda vital
seperti nadi, pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, status gizi dan tingkat
kesadaran juga diperiksa secara detail.
 Pemeriksaan penunjang, juga dilakuakn untuk memperkuat diagnosis yang
dihasilkan dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat
berupa pemeriksaan laboratorium (darah, urin, feses dll) spirometri, audiometri,
rontgen, USG, EKG dll.
2. Menentukan Pajanan

Merupakan faktor risiko atau bahaya yang ada di tempat kerja. Bahaya potensial
yang dapat menyebabkan PAK dibagi menjadi :

Faktor Fisik

 Kebisingan (>85db)
 Suhu panas
 Suhu dingin
 Radiasi bukan pengion yang termasuk didalamnya adalah gelombang mikro,
infra red, medan listrik , dll
 Getaran lokal
 Getaran seluruh tubuh
 Ketinggian

Faktor Kimia

 Debu anorganik (contoh debu silika, debu semen, dll)


 Debu organik seperti kapas, textil, gandum
 Asap
 Bahan kimia berbahaya seperti logam berta, pelarut organik, iritan asam/basa,
pestisida, uap logam, dan cairan pembersih seperti amonia, klor, kaporit dll.

Faktor Biologi

 Bakteri / virus/ jamur/ parasit


 Darah dan cairan tubuh lain
 Nyamuk / serangga lainnya
 Limbah / kotoran manusia atau hewan

Faktor Ergonomi

 Gerakan berulang dengan tangan


 Angkat / angkut berat
 Duduk lama > 4 jam terus menerus
 Berdiri lama > 4 jam terus menerus
 Posisi tubuh tidak ergonomis
 Pencahayaan tidak sesuai
 Bekerja dengan layar/ monitor 4 jam / lebih dalam sehari

Faktor Psikososial

 Beban kerja yang tidak sesuai dengan waktu dan jumlah pekerjaan
 Pekerjaan tidak sesuai dengan penegtahuan dan keterampilan
 Ketidakjelasan tugas
 Hambatan jenajang karir
 Bekerja gilir (shift)
 Konflik dengan teman sekerja
 Konflik dalam keluarga

3. Menentukan hubungan antara pajanan dengan penyakit

Menentukan hubungan antara pajanan dengan penyakit dapat dilakukan


berdasarkan evidence based  dan ditunjang dengan bukti yang ada.

4. Menentukan besarnya pajanan

Penentuan besarnya pajanan dapat dilakukan secara kuantitatif dengan melihat


data pengukuran lingkungan dan masa kerja atau secara kualitatif dengan mengamati
cara kerja pekerja.

5. Menentukan faktor peranan individu

Peranan individu yang dimaksud adalah faktor yang mempercepat terjadinya


penyakit akibat kerja atau juga menurunkan kemungkinan penyakit akibat hubungan
kerja yang seperti genetik atau juga kurang tertib dalam menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD).

6. Menentukan faktor lain diluar pekerjaan


Faktor lain yang dimaksud adakah pajanan selain di tempat kerja, faktor gaya
hidup yang dapat menunjang terjadinya penyakit dll.

7. Menentukan diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Melalui beberapa tahapan diatas dapat dibuktikan bahwa minimal ada satu faktor
pekerjaan yang berperan sebagai penyebab penyakit yang termasuk kategori PAK.

Tanpa 7 langkah diagnosis diatas, Penyakit Akibat Kerja tidak dapat ditegakkan.
Sehingga pemeriksaan dari segala aspek lingkungan, penderita dan pajanan dapat saling
berhubungan hingga dapat didiagnosis sebagai penyakit akibat kerja (PAK).

Diagnosis okupasi/Diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan


apabila dari referensi tidak ditemukan adanya hubungan antara pajanan dengan
penyakit, pajanan yang dialami tidak cukup besar untuk menyebabkan penyakit
tersebut. PERDOKI (Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia) membuat
pembagian dari hasil akhir suatu diagnosis okupasi menjadi:5,6

1. Penyakit akibat kerja: disini termasuk occupational diseases and work-related


diseases.
2. Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan: ada unsur pajanan di lingkungan kerja
dan juga di luar lingkungan kerja dan atau faktor individu pekerja.
3. Bukan penyakit akibat kerja: hanya ada unsur pajanan di luar lingkugan kerja
dan faktor individu pekerja.
Masih memerlukan data tambahan, artinya belum final dan masih memerlukan
pemeriksaan tambahan untuk dapat menentukan hasil akhir.

Stress Akibat Kerja

Stress akibat kerja adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh kondisi-
kondisi di tempat pekerjaan yang berdampak negatif pada kinerja seseorang dan atau
kesehatan fisik dan jiwanya. Stress dalam kesehatan kerja diakibatkan karena adanya
ketidakseimbangan antara hasil kerja yang diharapkan dengan kemampuan untuk
merealisasikannya.
Stress yang diperberat oleh pekerjaan yaitu suatu penyakit yang terjadi pada
populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat
oleh kondisi lingkungan pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.7

Penyebab Stres Kerja

Stres kerja terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara karakteristik


kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi
pada semua kondisi pekerjaan (Rini Dwiyanti, 2001).

Untuk dapat mengetahui secara pasti faktor apa saja yang menyebabkan
terjadinya stres sangatlah sulit, oleh karena itu sangat tergantung pada sifat dan
kepribadian seseorang. Suatu keadaan yang dapat menimbulkan stres pada seseorang
tapi belum tentu akan menimbulkan hal yang sama terhadap orang lain.

Penyebab stress dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu penyebab


organisasional, penyebab individual, dan penyebab lingkungan.8

1. Penyebab Organisasional
Kurangnya otonomi kerja, beban kerja, karier yang melelahkan, hubungan
dengan pekerja/atasan yang buruk, bertambahnya tanggung jawab tanpa
pertambahan gaji.
2. Penyebab Individual
Pertentangan antara karier dan tanggung jawab keluarga, ketidakpastian
ekonomi, kurangnya penghargaandan pengakuan kerja, kejenuhan,
ketidakpuasan kerja, konflik dengan rekan kerja.
3. Penyebab Lingkungan
Kondisi lingkungan kerja (kebisingan, ventilasi, suhu), diskriminasi Ras,
pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, kemacetan.

Pengaruh Stres Kerja

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun yang merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu tenaga kerja untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya. Pengaruh stres di tempat kerja menurut Cooper dan Marrshall (1978)
dan Levi (1991) dalam Tarwaka (2004) dikelompokkan menjadi 2, yaitu pengaruhnya
terhadap individu dan organisasi kerja.9

Pengaruh terhadap individu

a) Reaksi emosional
Dalam keadaan stres tingkat emosi seseorang sangat tidak stabil dimana
sering kita lihat orang tersebut mudah marah, emosi yang tidak terkontrol,
curiga yang berlebihan, perasaan tidak aman, dan lain-lain (Mendelson, 1990;
dalam Tarwaka, 2004).
b) Reaksi perubahan kebiasan
Dalam keadaan stress atau tertekan, seseorang dengan tanpa sadar
mencari pelarian dari permasalahan yang diterima yang terkadang
mempengaruhi kebiasaan seseorang. Sebagai contoh perubahan kebiasan untuk
merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan minum-minuman keras.
c) Perubahan fisiologis
Dalam keadaan stres, otot-otot kepala dan leher menjadi tegang yang
mengakibatkan sakit kepala, susah tidur (insomnia), gangguan fisiologis
lainnya dapat berupa hipertensi, sakit ginjal, serangan jantung, maag,
menurunnya daya tahan tubuh.

Pengaruh terhadap organisasi

Akibat stres pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik.
Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan kerja
menjadi tegang dan rendahnya kualitas pekerjaan. Apapun bentuk reaksi tubuh terhadap
stressor yang diterimanya akan menimbulkan dampak negatif berupa stres yang dapat
merugikan.

Penatalaksanaan

Tata laksana medis dilakukan setelah diagnosis klins pada langkah pertama
diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan. Tata laksana medis berupa rawat jalan dana
tau rawat inap yang dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh
dokter sesuai dengan kompetensinya. Terapi yang diberikan berupa medikamenstosa
dan atau non medikamentosa seperti edukasi, exercise, fisioterapi, konseling,
psikoterapi, dan nutrisi.3 Pada penyakit stress akibat kerja, dokter biasanya sukar untuk
mendiagnosis dengan jelas berkembangnya stress seseorang individu di tempat kerja,
karena gejala yang timbul terutama mempengaruhi kondisi fisik, sehingga pada awalnya
seringkali dipikirkan penyakit organis sebagai penyebabnya. Dalam megelola stress
dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi seperti memberikan konseling dan teknik
relaksasi. Pada konseling dokter akan membantu pasien dengan memberian sejumlah
pilihan solusi untuk mengatasi masalahnya dan selanjutnya pasien melaksanakannya
dengan usaha pasien itu sendiri. Menurut penelitian Walsh dkk pada tahun 2005
melaporkan bahwa bimbingan dan konseling yang dilakukan dokter perusahaan pada
karyawan kantor pos di Inggris berhasil mengurangi cuti sakit dan secara bermakna
mengatasi gejala kecemasan, depresi, dan meningkatkan harga diri. Pasien juga perlu
dianjurkan untuk menciptakan kesimbangan gaya hidup yang sheat dan aktivitas
relaksasi di tempat kerja sangat dibutuhkan. Beberapa teknik relaksasi di tempat kerja
yang dapat dianjurkan, istirahat pendek tapi sering misalnya 5 menit tiap jam kerja lebih
berguna daripada istirahat panjang tapi jarang, sedikit latihan fisik secara regular sangat
berguna pada pekerja computer, olah pernafasan rutin bermanfaat untuk mencegah
serangan stress yang datagnya menadak atau serangan panik. Lalu bisa juga dianjurkan
gaya hidup sehat di luar tempat kerja seperti, olahraga turin, berhenti merokok dan
minum alcohol, penyaluran hobi serta pasien dianjurkan memperbanyak komunikasi
dengan keluarga dan teman-temannya. Apabila dengan nonmedika mentosa, pasien
masih merasakan stress dapat dibantu dengan terapi medika mentosa yang meliputi
penggunaan obat cemas dan anti depresi.3,12
Penatalaksanaan stress di tempat kerja tidak hanya membutuhkan partisipasi
pekerja tetapi juga partisipasi dari organisasi tempat kerja, seperti melaksanakan
perbaikan tempat kerja seoptimal mungkin, menciptakan manajemen yang terbuka,
terlaksananya komunikasi dua arah antara pekerja dan pimpinan, memberian tugas dan
otoritas yang jelas, memberikan target yang menantang tetapi mampu dicapai, jadwal
kerja yang fleksibel tapi terencana, memberikan teguran secara wajar, adil tanpa
kekerasan.12

Pencegahan

Pada umumnya penyakit akibat kerja bersifat irreversible sehingga tindakan


pecegahan sagat diperlukan, karena bila tidak dilakukan akan menimbulkan penyakit
akibat kerja pada pekerja lain dengan risiko pekerjaan yang sama. Upaya pencegahan
penyakit akibat kerja antara lain, melakukan identifikasi potensi bahaya penyakit akibat
kerja, promosi kesehatan kerja sesuai dengan hasil identifikasi potensi bahaya yang ada
di tempat kerja, melakukan pengendalian potnsi bahaya di tempat kerja, pemberian
imunisasi bagi pekerja yang berisiko terkena pajanan biologi.3

Sedangkan langkan untuk pengendalian stress akibat kerja diantaranya adalah,


menyesuaikan beban kerja fisik maupun mental dengan kapasitas dan kemampuan
masing-masing pekerja, menyesuaikan jam kerja dengan tuntutan tugas maupun
tanggung jawab diluar pekerjaan, memberi kesempatan pengembangan karir/promosi
menurut kemampuan, mengupayakan lingkungan sosial yang sehat di tempat kerja,
mengadakan rotasi tugas untuk pengembangan tugas dan peningkatan karir, melakukan
penilaian resiko stress, menciptakan lngkungan kerja yang nyaman, melakukan meditasi
dan relaksasi.12

Kesimpulan

Stress kerja adalah stress yang diakibatkan oleh tuntutan pekerjaan yang melebihi
kemampuannya dalam menananggulangi tuntutan tersebut. Stress merupakan salah satu
pemicu yang cukup sering menimbulkan insomnia, sedangkan pencetus stress adalah
tekanan/beban dalam pekerjaan, masalah keluarga atau pernikahan, musibah kematian
dalam keluarga. Salah satu reaksi yang terjadi pada seseorang dalam kondisi kerja
penuh stress adalah perubahan perilaku, diantaranya insomnia. Dilihat dari informasi
yang diberikan pada skenario diagnosis klinis pasien adalah stress diperberat kerja.
Daftar Pustaka

1. Salawati L. Penyakit akibat kerja dan pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah


Kuala. 2015:15(2);92-95.
2. MENKES RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja.
Jakarta. 2016.
3. KEMENKES RI. Konsesus tatalaksana penyakit akibat kerja di Indonesia.
Jakarta: KEMENKES RI. 2019.
4. Herqutanto, Werdhani R. Buku keterampilan klinis ilmu kedokteran komunitas.
Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. 2014.
5. Afrianti R, Widyahening I, Amri Z, Kusumawardhani A. Stressor kerja dan
insomnia pada petugas pemada kebakaran di Jakarta selatan. J Indon Med
Assoc. 2011:61(12);487-92.
6. National Safety Council. Manajemen stress. Jakarta: EGC. 2004.
7. Hawari, D. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;2011.
8. Rustiana E, Cahyati W. Stress kerja dengan pemilihan strategi coping. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 2012:7(2);149-55.
9. Haryanto, Wahyuningsih H, Nandiroh S. Sistem deteksi gangguan depresi pada
anak-anak remaja. Jurna Ilmiah Teknik Industri. 2015:14(2); 142-52.
10. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III
dan DSM 5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2013.
11. Harianto R. Stres akibat kerja dan penatalaksanannya. Universa Medicina.
2011:24(3);145-54.
12. Kamal K. Penerapan kesehatan kerja praktis bagi dokter dan manajemen
perusahaan. Jakarta: Balai Penerbit UI. 2011. H. 71-8.

Anda mungkin juga menyukai