Anda di halaman 1dari 9

Soedirman

Jenderal Besar Raden Soedirman adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada


masa Revolusi Nasional Indonesia. Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama,
ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan rakyat
biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi.
Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang
siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program
kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah. Saat di sekolah menengah,
Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi, dan
dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam. Setelah berhenti kuliah keguruan,
pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di
sekolah dasar Muhammadiyah; ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan
menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937. Setelah Jepang
menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia
bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai
komandan batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama
prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945,
Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu
dengan Presiden Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri
tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan
Keamanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh
panglima sementara Oerip Soemohardjo, dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut.
Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar
TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah
aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan,
Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa.
Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan
rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18
Desember. Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan
tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian
Linggarjati –yang turut disusun oleh Soedirman – dan kemudian Perjanjian Renville –yang
menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer
I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan
dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa
tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosis-nya; karena infeksi tersebut, paru-paru
kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah
sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Pada saat pemimpin-
pemimpin politik berlindung di kraton sultan, Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan
dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama
tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya
berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu. Dari tempat
ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret
1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai
menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin
terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno.
Penyakit TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat
kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Kematian Soedirman menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah
tiang dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara pemakaman.
Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan gerilyanya ditetapkan sebagai
sarana pengembangan esprit de corps bagi tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang 100-
kilometer (62 mi) yang ditempuhnya harus diikuti oleh taruna Indonesia sebelum lulus
dari Akademi Militer. Soedirman ditampilkan dalam uang kertas rupiah keluaran 1968, dan
namanya diabadikan menjadi nama sejumlah jalan, universitas, museum, dan monumen. Pada
tanggal 10 Desember 1964, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Soedirman juga ditampilkan sebagai karakter utama dalam beberapa film perang,
termasuk Janur Kuning (1979) dan Serangan Fajar (1982).
Terdapat banyak museum yang didedikasikan untuk Soedirman. Rumah masa kecilnya
di Purbalingga saat ini menjadi Museum Soedirman, sedangkan rumah dinasnya di Yogyakarta
dijadikan Museum Sasmitaloka Jenderal Soedirman. Rumah kelahirannya di Magelang juga
dijadikan Museum Soedirman, yang didirikan pada tanggal 18 Mei 1967 dan menyimpan
barang-barang milik sang jenderal. Museum lainnya, termasuk Monumen Yogya Kembali di
Yogyakarta dan Museum Satria Mandala di Jakarta, memiliki ruangan khusus yang
didedikasikan untuk dirinya. Sejumlah jalan juga dinamai sesuai namanya, termasuk
sebuah jalan utama di Jakarta ; McGregor menyatakan bahwa hampir setiap kota di Indonesia
memiliki jalan bernama Soedirman. Patung dan monumen yang didedikasikan untuk dirinya juga
tersebar di seluruh negeri, sebagian besarnya dibangun setelah tahun 1970. Universitas Jenderal
Soedirman di Purwokerto, Banyumas, didirikan pada 1963 dan dinamai sesuai namanya.
Dr. H. Mohammad Hatta

Dr. H. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Pria yang akrab disapa dengan
sebutan Bung Hatta ini merupakan pejuang kemerdekaan RI yang kerap disandingkan dengan
Soekarno. Tak hanya sebagai pejuang kemerdekaan, Bung Hatta juga dikenal sebagai seorang
organisatoris, aktivis partai politik, negarawan, proklamator, pelopor koperasi, dan seorang wakil
presiden pertama di Indonesia.Kiprahnya di bidang politik dimulai saat ia terpilih menjadi
bendahara Jong Sumatranen Bond wilayah Padang pada tahun 1916.
Pengetahuan politiknya berkembang dengan cepat saat Hatta sering menghadiri berbagai
ceramah dan pertemuan-pertemuan politik. Secara berkelanjutan, Hatta melanjutkan kiprahnya
terjun di dunia politik. Sampai pada tahun 1921 Hatta menetap di Rotterdam, Belanda dan
bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di Belanda, Indische
Vereeniging. Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan organisasi perkumpulan bagi
pelajar, namun segera berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan saat tiga tokoh
Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumu) bergabung
dengan Indische Vereeniging yang kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia
(PI).Di Perhimpunan Indonesia, Hatta mulai meniti karir di jenjang politiknya sebagai bendahara
pada tahun 1922 dan menjadi ketua pada tahun 1925. Saat terpilih menjadi ketua PI, Hatta
mengumandangkan pidato inagurasi yang berjudul "Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan
Kekuasaan".Dalam pidatonya, ia mencoba menganalisa struktur ekonomi dunia yang ada pada
saat itu berdasarkan landasan kebijakan non-kooperatif.
Hatta berturut-turut terpilih menjadi ketua PI sampai tahun 1930 dengan perkembangan
yang sangat signifikan dibuktikan dengan berkembangnya jalan pikiran politik rakyat
Indonesia.Sebagai ketua PI saat itu, Hatta memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional
untuk perdamaian di Berville, Perancis, pada tahun 1926. Ia mulai memperkenalkan nama
Indonesia dan sejak saat itu nama Indonesia dikenal di kalangan organisasi-organisasi
internasional. Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan
Kolonialisme di Belanda dan berkenalan dengan aktivis nasionalis India, Jawaharhal Nehru.
Aktivitas politik Hatta pada organisasi ini menyebabkan dirinya ditangkap tentara Belanda
bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul madjid Djojodiningrat
sebelum akhirnya dibebaskan setelah ia berpidato dengan pidato pembelaan berjudul: Indonesia
Free. Selanjutnya pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi
Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik
rakyat Indonesia dengan adanya pelatihan-pelatihan.Pada tahun 1933, Soekarno diasingkan ke
Ende, Flores. Aksi ini menuai reaksi keras oleh Hatta. Ia mulai menulis mengenai pengasingan
Soekarno pada berbagai media. Akibat aksi Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai
memusatkan perhatian pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap pimpinan para
pimpinan partai yang selanjutnya diasingkan ke Digul, Papua. Pada masa pengasingan di Digul,
Hatta aktif menulis di berbagai ssurat kabar. Ia juga rajin membaca buku yang ia bawa dari
Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada teman-temannya.
Selanjutnya, pada tahun 1935 saat pemerintahan kolonial Belanda berganti, Hatta dan
Sjahrir dipindahlokasikan ke Bandaneira. Di sanalah, Hatta dan Sjahrir mulai memberi pelajaran
kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, politik, dan lainnya.Setelah delapan tahun
diasingkan, Hatta dan Sjahrir dibawa kembali ke Sukabumi pada tahun 1942. Selang satu bulan,
pemerintah kolonial Belanda menyerah pada Jepang. Pada saat itulah Hatta dan Sjahrir dibawa
ke Jakarta.Pada awal Agustus 1945, nama Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan
Soekarno sebagai Ketua dan Hatta sebagai Wakil Ketua.Pada tanggal 17 Agustus 1945 di jalan
Pagesangan Timur 56 tepatnya pukul 10.00 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh
Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus
1945 Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hatta sebagai Wakil
Presiden.Setelah kemerdekaan mutlak Republik Indonesia, Hatta tetap aktif memberikan
ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan. Dia juga masih aktif menulis berbagai
macam karangan dan membimbing gerakan koperasi sesuai apa yang dicita-citakannya.
Tanggal 12 Juli 1951, Hatta mengucapkan pidato di radio mengenai hari jadi Koperasi dan
selang hari lima hari kemudian dia diangkat menjadi Bapak Koperasi Indonesia.Dengan Latar
belakang pendidikan ekonomi, disertai tekad untuk menolong rakyat yang menderita, beliau
selalu menganjurkan agar masyarakat menjadi anggota koperasi.Bung Hatta menginginkan agar
koperasi menjadi wadah ekonomi yang dapat menolong masyarakat dari kemelaratan dan
keterbelakangan. Banyak jasa bung hatta dalam perkembangan koperasi di Indonesia. Hal ini
jelas dari gagasan Bung Hatta agar kekuatan-kekuatan ekonomi ada ditangan rakyat. Agar
kekuatan ekonomi dikuasai oleh rakyat banyak dan bukan dikuasai oleh perusahaan, koperasi
adalah satu-satunya wadah. Untuk tujuan itu, Bung Hatta bersama dengan tokoh lainnya ikut
aktif merintis Dewan Koperasi Indonesia (DKI), Gerakan Koperasi Indonesia (GKI), dan
Kesatuan Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI).Konsep pemikiran Bung Hatta banyak diterima
pada kongres koperasi I di Tasikmalaya dan Kongres Koperasi II. Beliau juga member gagasan
pendirian Sekolah Menengah Ekonomi Jurusan Koperasi dan bahkan pendidikan tinggi koperasi.
Walaupun Bung Hatta telah meninggalkan kita pada tanggal 14 maret 1980, namun beliau tidak
pernah dapat dilupakan sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Peran Moh. Hatta


1. Mendirikan perhimpunan Indonesia (IP)
2. Menjadi pemimpin Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
3. Menjadi anggota Panitia Sembilan dalam merumuskan Piagam Jakarta
4. Bersama Ir. Soekarno menandatangani naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
5. Menjadi pemimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag,
Belanda tanggal 23 Agustus–2 November 1949
6. Pada tanggal 27 Desember 1945, menandatangani naskah pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia
7. Drs. Mohammad Hatta dipercaya mendampingi Ir. Soekarno menjadi wakil presiden
pertama Republik Indonesia.
Radjoeman Widyodiningrat
Dia dokter bumiputera yang cemerlang. Perannya penting dalam memimpin rapat persiapan
pembentukan negara Indonesia merdeka.
Oleh: Yudi Anugrah Nugroho
Peran Sang Dokter Kasunanan
Radjiman Wedyodiningrat (kanan) di klinik Kadipolo Solo, 1915. Dia juga menjadi dokter di
Rumahsakit jiwa Lawang Jawa Timur (kiri). Foto: KITLV dan
commons.wikimedia.org/Tropenmuseum.
WAKILNYA di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), RP
Soeroso, mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 1986. Sementara sang ketua, KRT Radjiman
Wedyodiningrat, baru tahun ini mendapat gelar tersebut.
“Peranannya yang terpenting sebagai ketua BPUPKI adalah memberikan arah pada seluruh
wacana penyusunan dasar negara, dalam arti menyetujui atau menolak usul-usul anggota,” tulis
Saafroedin Bahar, “Sumbangan Daerah dalam Proses Nation Building”, termuat dalam
Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional karya Ichlasul Amal dan Armaidy
Armawi.
Radjiman Wedyodiningrat lahir di Yogyakarta pada 21 April 1879 dari keluarga biasa. Selagi
masih kecil, dia sudah kehilangan orangtuanya. Prihatin dengan nasibnya, Dr. Wahidin
Soedirohoesodo menolong pemuda berbakat dan penuh cita-cita itu untuk memperoleh
pengajaran yang baik.
Baca juga: Ketika dokter menjadi pekerjaan paling buruk di dunia
Menurut A.G. Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum, Radjiman lulus dari Sekolah Dokter
Bumiputera (Stovia) sebagai “dokter jiwa” pada 1898. Setelah beberapa tahun bekerja di
Banyumas, Purworejo, Semarang, dan Madiun, dia meneruskan pendidikannya dan menjadi
asisten di Stovia sampai lulus sebagai Indisch Arts.
Dia kemudian bekerja di Sragen, menjadi asisten dokter istana Kasunanan Surakarta, dan dokter
rumahsakit jiwa Lawang Jawa Timur –namanya kemudian dilekatkan pada rumahsakit tersebut:
Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat
“Pada Oktober 1909 ia tiba di Negeri Belanda untuk melanjutkan pendidikan sebagai dokter dan
untuk mengkhitan putra-putra Susuhunan,” tulis Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah,
Orang Indonesia di Negeri Penjajah 1600-1950.
Dia lulus dengan “hasil cemerlang” dan bergelar Arts. “Dengan demikian kedudukan dokter
Radjiman setaraf dengan dokter-dokter lulusan Universitas bangsa Belanda,” tulis Pringgodigdo,
“suatu hal yang waktu itu tidak mudah dicapai oleh seorang anak pribumi, jika tidak sungguh-
sungguh cemerlang kecakapan dan kepandaiannya.”
Radjiman menjadi orang Indonesia kedua, setelah W.K. Tehupeiory, yang berceramah di Indisch
Genootschap (Indies Institute) pada Februari 1911. Dalam ceramahnya, dia memberikan jawaban
atas pertanyaan “apakah orang Jawa dapat menerima pencerahan lebih lanjut.” Pidato Radjiman,
yang dilengkapi cuplikan dari buku-buku psikologi, diterima dengan penuh pujian.
Selain di Belanda, Radjiman memperdalam keahliannya di Berlin dan Paris. “Wedyodiningrat
menjadi dokter ahli bedah, ahli ilmu bersalin, dan ahli penyakit kandungan,” tulis Pringgodigdo.
Sepulang dari Belanda pada pertengahan 1911, Radjiman menjadi dokter istana Kasunanan
Surakarta yang pertama di Solo. Selain itu, dia kembali aktif di Boedi Oetomo sebagai wakil
ketua, menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat), dan memimpin majalah tengah bulanan
Timboel.
Pada masa pendudukan Jepang, Radjiman menduduki jabatan-jabatan prestius tapi yang
terpenting adalah ketua BPUPKI. “Apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” adalah
pertanyaan yang diajukannya dalam sidang BPUPKI yang kemudian dijawab Sukarno dengan
uraian mengenai Pancasila.
Radjiman Wedyodiningrat wafat pada 20 September 1952. Jenazahnya dikebumikan di Desa
Melati, Sleman, Yogyakarta, tempat peristirahatan terakhir bapak angkatnya, Wahidin
Soedirohusodo.
Ir. Soekarno
Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dengan nama asli Kusno Sosrodihardjo.
Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, dan Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai
yang berasal dari Buleleng, Bali. Soekarno kecil sering sakit-sakitan dan menurut tradisi Jawa,
orang tuanya mengganti namanya menjadi Soekarno. Di usianya yang ke-14 tahun, Soekarno
bersekolah di Hoogere Burger School (H.B.S), Surabaya dan tinggal bersama teman ayahnya
yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto. Tamat pada tahun 1920, Soekarno melanjutkan
pendidikannya ke Technische Hoge School (sekarang ITB), Bandung.
Perjuangan Soekarno Dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia.
Soekarno muda mendirikan Algemene Studie Club di Bandung pada tahun 1926 yang setahun
kemudian menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Akibat tindakannya ini, Soekarno ditangkap
oleh Belanda pada tahun 1929 dan dibebaskan kembali pada tahun 1931. Pada bulan Juli 1932,
Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia yang merupakan pecahan dari PNI dan akibatnya
Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933 dan diasingkan ke Flores. Dan pada tahun
1938 – 1942, Soekarno diasingkan ke provinsi Bengkulu sampai masa penjajahan Jepang selesai
di tahun 1942.
Pada tahun 1943, Soekarno bersama Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo diundang
ke Jepang dan mereka menerima bintang kekaisaran (Ratna Suci) dari Kaisar Hirohito sendiri.
Kejadian ini pun membuat pemerintah Jepang terkejut, pasalnya dengan pemberian bintang
kekaisaran berarti tokoh Indonesia tersebut dianggap seperti keluarga Kaisar Jepang sendiri. 
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk pada tanggal 1
Maret 1945. Tujuan dari Dokuritsu Junbi Cosakai (BPUPKI dalam Bahasa Jepang) ini
bermaksud untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berkaitan dengan
segala sesuatu yang berkaitan dengan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Pada tanggal 16
Agustus 1945, terjadilah peristiwa Rengasdengklok, dimana Soekarno dan Hatta didesak oleh
para pemuda untuk segeran mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Keesokan harinya
Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan
Timur No. 56 pada pukul 10.00 pagi.
Supriyadi
Mengulik kembali kisah dari Supriyadi memang tak ada habisnya. Ia adalah salah satu pahlawan
muda yang dipercaya Bung Karno. Ia pula yang menyulut perjuangan para pemuda di seluruh
Indonesia. Supriyadi adalah figur pemimpin yang hebat meski kala itu usianya baru 20-an tahun.
Gelar “shodancho” atau pimpinan peleton diberikan Jepang kepadanya. Ia diembani tugas untuk
memimpin sebuah gerakan milisi bernama PETA atau pasukan Pembela Tanah Air. Pasukan ini
dibentuk Jepang untuk mempersiapkan perlawanan terhadap sekutu. Mereka semua dilatih
berperang di kamp militer hingga dinyatakan siap bertarung untuk membela Jepang yang kala itu
sudah menyingkirkan kekuasaan Belanda.
Kembali ke Supriyadi, ia lahir pada 13 April 1923 di Trenggalek, Jawa Timur. Kehidupan masa
mudanya dihabiskan dengan bersekolah di ELS setingkat SD saat ini milik pemerintah Belanda.
Setelah lulus ia melanjutkan ke MULO yang setingkat SMP. Beberapa tahun berselang ia
melanjutkan ke Sekolah Pamong Praja di Magelang. Namun sayang ia tak semat lulus karena
Jepang mulai menyerang negeri. Akhirnya ia dipaksa Jepang untuk mengikuti pelatihan
Seimendoyo di Tangerang, Jawa Barat.
biodata supriyadi [image source]Sekitar bulan Oktober 1943, Jepang yang kala itu menggebrak
Belanda mulai mengatur strategi perang. Mereka membuat sebuah organisasi milisi yang terdiri
dari warga lokal. Mereka mendirikan PETA dan mempekerjakan warga lokal untuk berperang.
Kelak saat sekutu yang dipimpin Amerika mendekat, anggota PETA bisa dikirim ke garda
depan.
Supriyadi akhirnya bergabung dengan organisasi PETA ini dan diberi jabatan shondancho. Ia
bertugas menjadi pemimpin gerakan ini di Blitar. Selain jadi pentolan PETA, ia juga bertugas
menjadi pengawas romusha atau pekerja yang dipaksa membangun jalan, dan benteng di Blitar.
Melihat saudara sendiri yang selalu dipaksa, bahkan kadang tak diberi makan dengan layak
hingga banyak yang mati, Supriyadi jadi geram. Akhirnya ia memutuskan untuk merencanakan
sebuah gerakan pemberontakan.
Pasukan PETA [image source]Saat Bung Karno datang ke Blitar, Supriyadi dan pasukannya
langsung menghadap. Mereka menceritakan semua rencana yang telah disusun dengan matang.
Saat itu Bung Karno memperingatkan Supriyadi tentang dampak pemberontakannya. Namun ia
tetap bersikeras jika pemberontakan ini akan berhasil.
Tepatnya pada 14 Februari 1945, tentara PETA di Blitar memberontak. Namun sayang, Jepang
terlalu hebat dan pandai untuk dikelabuhi. Akhirnya banyak dari mereka yang ditangkap dan
diadili. Beberapa dihukum mati dan yang lain di penjara. Saat persidangan berlangsung,
Supriyadi tidak nampak. Ia hilang dan tidak ditemukan hingga sekarang.
Sebenarnya pada tanggal 6 Oktober 1945, saat pemerintahan Indonesia didirikan Supriyadi
mendapatkan satu tempat sebagai menteri. Bung Karno memberinya sebuah jabatan berupa
Menteri Keamanan Rakyat. Namun beberapa hari berselang Supriyadi tak jua muncul hingga
akhirnya jabatan ini diberikan kepada Imam Muhammad Suliyoadikusumo.
Bung Karno dan Supriyadi [image source]Banyak hal aneh dan misterius terkait hilangnya
Supriyadi hingga sekarang. Beberapa orang lokal Blitar mengatakan jika ia hilang di Gunung
Kelud dan tak pernah kembali. Ia menyatu dengan alam hingga tentara Jepang tak dapat
menangkapnya kembali. Orang-orang di Blitar masih percaya jika Supriyadi saat ini mungkin
masih hidup dan berbaur dengan masyarakat di lereng Gunung Kelud.
Hal berlawanan justru diungkapkan oleh Ki Utomo Darmadi. Ia adalah adik tiri dari Supriyadi
yang merupakan anak Raden Darmadi, Bupati Blitar zaman kemerdekaan. Utomo mengatakan
jika Supriyadi mungkin sudah tewas dibantai tentara Jepang. Ia juga yakin jika Supriyadi tidak
punya ajian atau ilmu untuk menghilang.
Monumen PETA di Blitar dengan patung Supriyadi [image source]Kisah hilangnya Supriyadi
masih berlanjut. Seorang kepala Desa Sumberagung, Blitar mengatakan jika ia pernah
menyembunyikan Supriyadi selama beberapa hari. Lalu berlanjut ke persembunyian Supriyadi di
gua dekat air terjun Sedudo Nganjuk.
Pada Maret 1945, seorang warga Jepang bernama Nakajima yang dulu guru Supriyadi juga
mengakui didatangi Supriyadi untuk menyembunyikannya. Namun hal itu tak berselang lama
hingga Supriyadi pamit dan pergi ke Banten Selatan untuk bersembunyi. (Tan Malaka juga
bersembunyi di sini.)
Meninggalnya Supriyadi [image source]Seorang tokoh di Bayah, Banten Selatan mengatakan
pernah merawat pemuda yang kena disentri. Namun sayang ia meninggal. Diduga pemuda itu
adalah Supriyadi. Tokoh Bayah bernama H Mukandar itu kaget saat ditunjukkan foto Supriyadi.
Ia menyakini jika pemuda dalam foto adalah si pemberontak dari Blitar.
Wacana hidup dan matinya Supriyadi memang tak ada habisnya. Meski demikian ia telah
dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1975. Jasanya yang besar hingga membuat
banyak pasukan PETA memberontak membuat ia patut dihargai.
Meski hilangnya Supriyadi masih jadi misteri, ia tetaplah pahlawan Indonesia. Ia nyata dan
berjuang mati-matian untuk kemerdekaan NKRI! Hidup atau sudah tiada, semoga Tuhan selalu
memberkati Supriyadi dengan keberkahan-Nya!

Anda mungkin juga menyukai