Anda di halaman 1dari 9

RESUME MATA KULIAH ILMU LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH : SULTAN HADRIAN ALWARD RAFIE BASKORO


0301128202579

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Teknik Sipil

KELAS A INDRALAYA
2020
REKLAMASI TELUK JAKARTA
Teluk utara Jakarta selama ini menjadi mata pencaharian para
nelayan di sekitar kawasan tersebut. Rencana reklamasi telah
menyebabkan hilangnya mata pencaharian bagi mereka.

Kebijakan reklamasi Teluk Jakarta berawal dari Rencana Umum


Tata Ruang DKI Jakarta tahun 1985 hingga 2005 yang menyatakan
bahwa reklamasi skala kecil di Penjaringan, Pademangan, Ancol, dan
Pluit diperlukan untuk memenuhi permintaan penduduk Jakarta yang
terus meningkat. pada tahun 1994 dikeluarkan Keputusan Presiden. 17
Tahun 1994 yang menyatakan Pantura Jakarta sebagai Kawasan
Andalan. pada tahun 1995 mengeluarkan Keputusan Presiden no. 52
Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Jakarta Utara
yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.
6 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang DKI Jakarta. Tujuan reklamasi
meningkat untuk perdagangan dan jasa internasional, perumahan untuk
kelas menengah ke atas dan pelabuhan wisata.
Kebijakan reklamasi Teluk Jakarta kini menjadi kebijakan yang
menimbulkan perdebatan di antara para pemangku kepentingan.
Perdebatan ini diperkuat dengan isu lingkungan, marginalisasi kelompok
tertentu, pengaturan kewenangan dan juga korupsi dalam proyek
Reklamasi Teluk Jakarta. Reklamasi Teluk Jakarta dinilai mengancam
ekosistem di kawasan pesisir Teluk Jakarta. Hutan mangrove di Teluk
Jakarta yang memiliki peran penting menjadi salah satu ancaman proyek
reklamasi. Sama halnya dengan hutan mangrove, kualitas air juga
terancam reklamasi Teluk Jakarta. Tidak hanya lingkungan, tetapi juga
kerugian ekonomi bagi nelayan. Selain proses pengaturan pelaksanaan
kebijakan reklamasi Teluk Jakarta, terdapat persoalan korupsi yang
melibatkan investor dan anggota DPRD. Hal ini kemudian menimbulkan
reaksi dari para pemangku kepentingan yang merasa kompeten dan
tertarik dengan proyek tersebut.
Nama perusahaan atau BUMN yang terlibat dalam pembangunan
proyek tersebut:
1. PT KEK Marunda Jakarta dari Indonesia - Pengembang Pulau P
dan Q
2. PT Pelindo II dari Indonesia - Pengembang Pulau N
3. PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dari Indonesia - Pengembang
Pulau F, G, dan O
4. PT Taman Harapan Indah dari Indonesia - Pengembang Pulau H
5. PT Muara Wisesa Samudra (MWS) dari Indonesia - Pengembang
Pulau G
6. PT Kapuk Naga Indah (KNI) dari Indonesia - Pengembang Pulau
A, B, C, D, dan E
7. PT Pembangunan Jaya Ancol dari Indonesia - Pengembang Pulau
I, J, K, dan L
8. PT Jaladri Kartika Paksi dari Indonesia - Pengembang Pulau I
9. PT Manggala Krida Yudha dari Indonesia - Pengembang Island M
and L
10. PT Agung Podomoro Land (APL) dari Indonesia -
Perusahaan induk PT Muara Wisesa Samudera
11. Royal Haskoning DHV dari Belanda - Terlibat dalam desain
Islet G, Islet F, dan Islet N
12. Witeven + Bos dari Belanda - Terlibat dalam desain
Kepulauan C, D dan E.
13. Boskalis International dari Belanda - Merupakan kontraktor
reklamasi yang jasanya digunakan oleh PT Agung Podomoro Land
Tbk (APLN) melalui PT Muara Wisesa Samudera selaku
pemegang izin reklamasi G. Island

Organisasi keadilan lingkungan (dan pendukung lainnya):


1. Koalisi untuk Menyelamatkan Teluk Jakarta (KSTJ)
2. Solidaritas Perempuan (SP)
3. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
4. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)
5. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)

Beberapa hal yang menjadi catatan Koalisi Selamatkan Teluk


Jakarta antara lain:
1. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Hak atas Pekerjaan
dan Penghidupan yang Layak Bagi Kemanusiaan yang Dijamin
Konstitusi.
2. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Hak untuk
Bertempat Tinggal dan Mendapatkan Lingkungan yang Baik
dan Sehat yang Dijamin Konstitusi.
3. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Pasal 36 ayat (1)
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
4. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Pasal 31 UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
5. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Peraturan Menteri
PU No. 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata
Ruang Kawasan Reklamasi Pantai dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2013 tentang Jenis Rencana
Usaha dan Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis mengenai
Dampak Lingkungan.
6. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar UU No. 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.
7. Keppres 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta
yang menjadi dasar adanya proyek reklamasi di Teluk Jakarta
bertentangan dengan Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 1984
tentang Rencana Umum Tata Ruang Jakarta Tahun 1985-2005.
8. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Peraturan Presiden
Asas tanggung jawab negara
9. Asas kelestarian dan Keberlanjutan

Asas-asal lingkungan yang dilanggar oleh proyek reklamasi


1. Asas Keserasian dan Keseimbangan : karena proyek tersebut
tidak memerhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan
perlindungan serta pelestarian ekosistem.
2. Asas Manfaat : Segala usaha dan atau kegiatan pembangunan
yang dilaksanakan tidak disesuaikan dengan potensi sumber
daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan
lingkungannya. Melainkan hanya mementingkan
kesejahteraan oknum tertentu saja.
3. Asas Kehati-hatian : Ketidakpastian mengenai proyek
reklamasi teluk Jakarta karena keterbatasan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk
menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari
ancaman terhadap pencemaran atau kerusakan lingkungan
hidup.
4. Asas Keadilan : banyak sekali ketidakadilan terutama
kepada masyarakat setempat yaitu nelayan.
5. Asas Ekoregion : tidak memerhatikan ekonomi masyarakat
setempat dan tidak memerhatikan dan budaya masyarakat.
6. Asas Keanekaragaman Hayati : menghancurkan Sebagian
lebih ekosistem laut untuk dibangunnya proyek tersebut.
7. Asas Pencemar Membayar : melakukan penggusuran
terhadap mata pencaharian dan tempat tinggal penduduk.
8. Asas Partisipatif : memaksa penduduk agar setuju
diadakannya proyek tersebut.
9. Asas Kearifan Lokal : tidak memerhatikan penduduk yang
awalnya sudah tinggal disana selama puluhan tahun.
10. Asas Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik :
pemerintah dinilai lalai karena tidak memerhatikan apa yang
dirasakan penduduk saat ekonomi mereka dan tempat tinggal
mereka digusur.

Mentri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti dan komisi IV DPR


sepakat agar proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan. Keputusan
tersebut diambil dalam rapat kerja yang berlangsung pada Rabu
(13/4/2016)
Berdasarkan dokumen rapat tersebut, setidaknya ada tujuh dugaan
pelanggaran hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
menerbitkan izin pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Pertama, penerbitan izin reklamasi tanpa adanya Perda Recana Zonasi
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada Pasal 30 ayat
3. Pasal itu menyatakan, perubahan peruntukan dan fungsi zona inti
yang bernilai strategis ditetapkan menteri dengan persetujuan DPR dan
Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil sikap berdasarkan
Keputusan Presiden (Perpres) Nomor 52 Tahun 1995 dan Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012 dalam perdebatan reklamasi
Teluk Jakarta. Kedua peraturan tersebut memberikan kewenangan
kepada pemerintah provinsi untuk pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta menegaskan reklamasi Teluk Jakarta tidak bisa
lagi dihentikan karena beberapa pulau seperti C dan D sudah terbentuk.
Reklamasi Teluk Jakarta dinilai tidak hanya sebagai solusi atas
keterbatasan lahan dan pengelolaan banjir, tetapi juga untuk kepentingan
sosial ekonomi nelayan. Hal ini diwujudkan dalam kajian lingkungan
strategis (KLHS) rencana tata ruang kawasan strategis pantai utara
Jakarta yang telah disahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Perbedaan sikap lembaga pemerintah menunjukkan
perbedaan kepentingan dalam reklamasi Teluk Jakarta. Hingga saat ini
reklamasi Teluk Jakarta masih belum jelas keputusannya, baik
dibatalkan maupun dilanjutkan.
Pendekatan ekologi politik juga mulai digunakan sebagai cara
pandang terhadap permasalahan yang ada di Indonesia. Arifin (2012)
dalam penelitiannya yang berjudul “ekologi politik: ramah lingkungan
sebagai justifikasi” memberikan satu kesimpulan bahwa wacana ramah
lingkungan digunakan sebagai alat oleh kelompok tertentu untuk
mempengaruhi pola perilaku masyarakat termasuk perilaku dalam
konsumsi barang tertentu . Penelitian Arifin berfokus pada ekologi
politik sebagai analisis pembentukan wacana. Penelitian yang dilakukan
Tarigan (2016) menggunakan pendekatan ekologi politik untuk
menganalisis transformasi pertanian dan krisis air yang terjadi di Bali.
Studi ini menunjukkan bahwa krisis air menyebabkan konflik antar
pemangku kepentingan dan meminggirkan pertanian. Hal ini disebabkan
oleh politik pembangunan yang berorientasi pada pariwisata yang
berdampak luas pada pemanfaatan sumber daya air. Pendekatan ekologi
politik yang digunakan Tarigan adalah untuk memahami hubungan antar
aktor dalam pemanfaatan sumber daya air. Teak (2013) menggunakan
pendekatan ekologi politik sebagai paradigma yang adil dalam tata
kelola sumber daya alam. Menurut Jati, tata kelola sumber daya alam
harus menempatkan manusia dan alam pada level yang sama.
Keterlibatan masyarakat juga diperlukan dalam pengelolaan sumber
daya alam . Penelitian ini menggunakan pendekatan yang sama dengan
pendekatan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya. Namun dalam
penelitian ini pendekatan ekologi politik digunakan sebagai perspektif
untuk mendeskripsikan kebijakan lingkungan dalam reklamasi Teluk
Jakarta
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa kebijakan reklamasi Teluk Jakarta
menimbulkan konflik antara pemerintah pusat dan provinsi. Hal ini
disebabkan aturan kewenangan reklamasi Teluk Jakarta yang tumpang
tindih serta perbedaan sikap dan kepentingan antar pemangku
kepentingan. Dalam pendekatan ekologi politik, kebijakan reklamasi
Teluk Jakarta telah gagal mengakomodir tiga kepentingan yaitu
kepentingan sosial, ekonomi dan lingkungan. Konflik yang terjadi juga
menimbulkan pembiaran yang tidak hanya merugikan perekonomian
tetapi memperburuk dampak sosial dan ekonomi.
Ekologi politik dalam paradigma kebijakan pengelolaan
lingkungan harus mengedepankan kebijakan yang berbasis keadilan.
Suatu kebijakan publik tentang lingkungan harus mengakomodasi tiga
kepentingan, yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan . Itu bisa dilakukan
dengan partisipasi komunitas dalam pengambilan keputusan, dan
membuka data secara publik. Sehingga masyarakat dapat mengetahui
dan berpartisipasi untuk mengontrol kebijakan tersebut. Reklamasi
Teluk Jakarta gagal menjadi kebijakan publik yang mengakomodir
kepentingan sosial, ekonomi dan lingkungan karena dominasi satu
kepentingan atas kepentingan lainnya. Kebijakan ini akan terus menjadi
konflik antar lembaga pemerintah hingga muncul kesadaran untuk
menyamakan pengetahuan dan menyeimbangkan kewenangan untuk
kepentingan bersama, yaitu pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan
bagi masyarakat dan lingkungan itu sendiri.
Daftar Pustaka
https://www.merdeka.com/jakarta/pemprov-dki-tegaskan-tak-
lanjutkan-proyek-reklamasi-pulau-terbangun-untuk-publik.html
https://ejatlas.org/conflict/fisherfolk-against-fake-new-islands-in-
jakarta-bay-indonesia
https://bantuanhukum.or.id/reklamasi-teluk-jakarta-proyek-
ambisius-penuh-pelanggaran/
https://nasional.kompas.com/read/2016/04/14/12253581/Ini.Alasan
.Komisi.IV.dan.Menteri.Susi.Minta.Reklamasi.Teluk.Jakarta.Dihentikan
?page=all
https://www.thejakartapost.com/news/2019/09/20/jakarta-loses-
wins-in-legal-battles-over-land-reclamation-projects.html
diakses pada jam 19:14 tanggal 7/02/2021

Anda mungkin juga menyukai