Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK

SPEKTROFOTOMETRI

NAMA : Katherine Gunadi


NIM : 2201732355
KELAS : BB46
SHIFT/KELOMPOK : 5/5
HARI/TANGGAL : Rabu/25 September 2019
DOSEN : Bayu Meindrawan
ASISTEN : Anastasia Stella/Steviany

LABORATORIUM KIMIA
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
2019
1. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui spektrum serapan suatu zat
dan menentukan jumlah kandungan zat yang berada pada suatu larutan.

2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan tujuan percobaan ini, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip dari analisis spektrofotometri?
2. Berapakah konsentrasi larutan Z1 dan Z2?

3. METODOLOGI
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet tetes, pipet
ukur, gelas beaker, gelas ukur, batang pengaduk, dan spektrofotometer UV-
Vis.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah H 2O dan larutan
stock (pewarna).
3.3 Cara Kerja
Cara kerja dari percobaan spektrofotometer ini adalah dengan membuat
dan menyiapkan larutan stock dengan beberapa perbandingan stock dan
akuades sebagai berikut; 1 dan 20 ml, 1 dan 40 ml, 1 dan 60 ml, 1 dan 80 ml, 1
dan 100 ml, 1 dan 150 ml, 1 dan 200 ml , serta 1 dan 250 ml. Kedelapan
larutan stock ini masing-masing diukur absorbansinya pada panjang gelombang
350 nm, 370 nm, 390 nm, 410 nm, 430 nm, dan 450 nm. Setelah terukur,
tentukan panjang gelombang maksimal dari data absorbansi keenam panjang
gelombang tersebut. Grafik antara konsentrasi dan absorbansi di λ max pada
larutan stock dibuat untuk menentukan persamaan linier yang dibutuhkan.
Kemudian, absorbansi larutan Z1 dan larutan Z2 pada panjang gelombang
maksimal diukur dan konsentrasi kedua larutan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan linier larutan stock.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Hasil Penentuan Absorbansi Larutan Stock

Konsentrasi Absorbansi (nm)


(C) 350 370 390 410 430 450
1
1,009 0,801 0,935 1,022 0,936 1,222
20
1
0,495 0,395 0,125 0,512 0,469 0,620
40
1
0,320 0,258 0,307 0,337 0,309 0,411
60

1
1
0,240 0,194 0,231 0,254 0,233 0,312
80
1
0,208 0,161 0,191 0,208 0,935 0,255
100
1
0,131 0,105 0,125 0,138 0,191 0,171
150
1
0,091 0,073 0,090 0,100 0,092 0,124
200
1
0,060 0,049 0,060 0,066 0,061 0,083
250

Grafik Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi Larutan Stock


1.4

1.2
f(x) = 24.53 x − 0
1 R² = 1
Absorbansi

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

Konsentrasi
Gambar 1. Grafik Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi Larutan Stock
(Data Praktikum)

Tabel 2. Hasil Perhitungan Konsentrasi Larutan Z1

Konsentrasi
Ulangan Absorbansi Konsentrasi
Rata-Rata
1 0,311 A 0,0127
2 0,304 A 0,0124 0,0128 ± 0,00046
3 0,325 A 0,0133
Contoh Perhitungan:
Diketahui : y = 24,529 x – 0,0004
A = 0,311 A
Ditanya : [Z1]
Jawab :

2
y = A = 0,311
y = 24,529 x – 0,0004
0,311 = 24,529 x – 0,0004
x = 0,0127
[Z1] = x = 0,0127

Diketahui : [Z1]A = 0,0127


[Z1]B = 0,0124
[Z1]C = 0,0133

Ditanya : x ± Sx
Jawab :

1
x = n × ∑i . Xi

1
= 3 × (0,0127 + 0,0124 + 0,0133)

1
= 3 × 0,0384
= 0,0128

Sx = √ ∑ i¿ ¿ ¿ ¿
2 2 2


= ( ( 0,0127−0,0128 ) ) + ( ( 0,0124−0,0128 ) ) + ( ( 0,0133−0,0128 ) )
3−1

= √ 2,1× 10−7

= 0,00046

x ± Sx = 0,0128 ± 0,00046

Tabel 3. Hasil Perhitungan Konsentrasi Laruran Z2

Konsentrasi
Ulangan Absorbansi Konsentrasi
Rata-Rata
1 0,658 A 0, 02684 0,02686 ± 0,00003

3
2 0,659 A 0,02688
Contoh Perhitungan:
Diketahui : y = 24,529 x – 0,0004
A = 0,658 A
Ditanya : [Z2]
Jawab :
y = A = 0,658
y = 24,529 x – 0,0004
0,658 = 24,529 x – 0,0004
x = 0,02684
[Z2] = x = 0,02684

Diketahui : [Z2]A = 0,02684


[Z2]B = 0,02688

Ditanya : x ± Sx
Jawab :

1
x = n × ∑i . Xi
1
= × (0,02684 + 0,02688)
2
1
= × 0,05372
2
= 0,02686

Sx = √ ∑ i¿ ¿ ¿ ¿
2 2


= ( ( 0,02684−0,02686 ) ) + ( ( 0,02688−0,02686 ) )
2−1

= √ 8 ×10−10

= 0,00003

4
x ± Sx = 0,02686 ± 0,00003

Dalam analisis kimia dikenal berbagai macam cara untuk mengetahui data
kualitatif dan kuantitatif, baik yang menggunakan suatu peralatan optik (instrumen)
ataupun dengan cara basah. Alat instrumen biasanya dipergunakan untuk
menentukan suatu zat berkadar rendah, biasanya dalam satuan ppm (part per
million) atau ppb (part per billion). Salah satu metode sederhana untuk menentukan
zat organik dan anorganik secara kualitatif dan kuantitatif adalah dengan metode
spektrofotometri (Pecsok, Shileds, Cairins, dan McWilliam, 1999).
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Sedangkan
peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya
yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi
dapat berupa atom dan molekul, namun yang lebih berperan adalah elektron valensi
(Cairns, 2009).
Interaksi sinar UV atau sinar visible menghasilkan transisi elektronik dari
elektron-elektron ikatan dan elekton non-ikatan yang ada dalam suatu molekul.
Elektron-elektron ini berada di bagian luar molekul. Transisi elektronik yang terjadi
adalah perpindahan elektron dari orbital ikatan atau non-ikatan ke tingkat orbital
anti-ikatan atau sering disebut sebagai tingkat tereksitasi. Orbital ikatan atau non-
ikatan sering disebut sebagai orbital dasar, sehingga transisi elektron sering
dinyatakan sebagai transisi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Agar
dapat terjadi transisi elektronik ini, dibutuhkan energi yang besarnya sesuai dengan
jenis elektron dalam suatu molekul (Suhartati, 2013).

Gambar 2. Tipe Transisi Elektronik dalam Molekul (Suhartati, 2013)


Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi
dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu
objek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan
diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang diserap
sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet (Sastrohamidjojo, 2007).

5
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorbans suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang, tiap media akan menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna terbentuk (Cairns,
2009).
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai
gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan terjadinya
Panjang Gelombang
Macam Sinar
Sinar X 10-100 pkm
Ultra-violet jauh 10-200 nm
Ultra-violet dekat 200-400 nm
Sinar tampak 400-750 nm
Infra-merah dekat 0.75-2 μm
Infra-merah tengah 2.5-50 μm
Infra-merah jauh 50-1000 μm
Gelombang mikro 0.1-100 cm
Gelombang radio 1-1000 m

pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan sifatnya sebagai
partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik. Energi radiasi terdiri dari
sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda (Skoog dan West, 2001). Bagian-bagian suatu radiasi dapat
dipisahkan menjadi spektrum elektromagnetik seperti tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Daerah Spektrum Gelombang Elektromagnetik
(Skoog dan West, 2001)
Prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun
campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan
dipantulkan sebagian diserap dalam medium itu dan sisanya diteruskan. Nilai yang
keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena
memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel. Spektrofotometer bekerja dengan
cara mengukur jumlah relatif cahaya dari panjang gelombang yang berbeda yang
diabsorpsi dan ditransmisikan oleh suatu senyawa. (Khopkar, 1999). 

6
Gambar 3. Prinsip kerja spektrofotometer (Khopkar, 1999)
Teknik spektrofotometri dapat digunakan untuk menganalisi baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan
adanya pola spektrum yang mengenali suatu senyawa dan secara kuantitatif
berdasarkan hukum Lambert-Beer (Basset, 2004). Hukum Lambert-Beer berbunyi
berbunyi “Jumlah radiasi cahaya tampak yang diserap atau ditransmisikan oleh
suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponensial dari konsentrasi zat dan tebal
larutan”. Berdasarkan hukum ini, diketahui bahwa intensitas suatu cahaya yang
diserap berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa. Semakin besar suatu
konsentrasi, maka semakin besar nilai absorbasinya. Dengan adanya hukum ini,
maka dapat dirumuskan nilai absorbansi dengan persamaan: 

A = ε b c 
A = Absorbansi
ε = koefisien ekstingsi molar 
b = tebal larutan (kuvet) 
c = konsentrasi larutan
(Basset, 2004)
Spektrofotometer dibagi menjadi beberapa bagian penting, yakni sumber radiasi,
monokromator, sel absorpsi, detektor, dan rekorder (Hartiwi dan Trihandaru, 2009).
Sumber cahaya dipergunakan untuk pengukuran absorpsi. Sumber cahaya ini
harus memancarkan sinar dengan kekuatan yang cukup untuk penentuan dan
pengukuran, juga harus memancarkan cahaya berkesinambungan, yang berarti
harus mengandung semua panjang gelombang dari daerah yang dipakai. Kekuatan
sinar radiasi harus konstan selama waktu yang diperlukan. Sumber cahaya tampak
(visible) yang paling umum dipakai adalah lampu Wolfram. Sedangkan sumber
radiasi Ultra-violet biasa dipergunakan lampu Hidrogen atau Deuterium yang
terdiri dari tabung kaca dengan jendela dari kuarsa (quartz) yang mengandung
Hidrogen dengan tekanan tinggi (Basset, 2004).
Monokromator dipergunakan sebagai penyeleksi panjang gelombang, untuk
memisahkan radiasi ke dalam komponen-komponen panjang gelombang dan dapat
memisahkan bagian spektrum yang diinginkan dari lainnya (Skoog dan West,
2001).
Sel absorpsi adalah tempat meletakkan sampel. Spektrofotometer UV, VIS dan
UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari
kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki
kualitas yang lebih baik. Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1
cm. Pada spektrofotometer IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta)
biasanya dioleskan pada dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk

7
larutan dimasukan ke dalam sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk
mengambil kembali larutan yang dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit
dan harganya mahal (Lestari, 2010).
Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam detector yaitu detektor foto
(photo detector), photocell, phototube, hantaran foto, dioda foto, dan detektor panas
(Sastrohamidjojo, 2007).
Rekorder mencatat data hasil pengukuran dari detektor yang dinyatakan dengan
angka (Sastrohamidjojo, 2007).
Berdasarkan sumber cahaya yang digunakan, spektrofotometer dibagi menjadi
berbagai jenis, yakni spektrofotometer visible, spektrofotometer ultraviolet,
spektrofotometer UV dan visible (UV-Vis), dan spektrofotometer infrared (IR)
(Sastrohamidjojo, 2007).
Pada spektrofotometer visible (spektro vis) ini yang digunakan sebagai sumber
sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum
elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar
tampak adalah 400 sampai 750 nm, sehingga semua sinar yang dapat terlihat, entah
itu putih, merah, biru, hijau, apapun. Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai
pada spektro vis adalah lampu Tungsten. Tungsten mempunyai titik didih yang
tertinggi (3422ºC) dibanding logam lainnya sehingga digunakan sebagai sumber
lampu. Sampel yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sampel yang
memiliki warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri
visible. Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih
dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagen spesifik yang akan
menghasilkan senyawa berwarna. Salah satu contohnya adalah pada analisa kadar
protein terlarut (soluble protein). Protein terlarut dalam larutan tidak memiliki
warna. Oleh karena itu, larutan ini harus dibuat berwarna agar dapat dianalisa.
Reagen yang biasa digunakan adalah reagen Folin. Saat protein terlarut direaksikan
dengan Folin dalam suasana sedikit basa, ikatan peptida pada protein akan
membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru yang dapat dideteksi pada
panjang gelombang sekitar 578 nm. Semakin tinggi intensitas warna biru
menandakan banyaknya senyawa kompleks yang terbentuk, yang berarti semakin
besar konsentrasi protein terlarut dalam sampel (Khopkar, 1999).
Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometer ultraviolet
(UV) kadar zat dianalisa berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV
memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sumber cahaya yang dapat digunakan
adalah lampu deuterium. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata, maka
senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak
memiliki warna (bening dan transparan). Oleh karena itu, sampel tidak berwarna
tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagen tertentu. Sampel dapat

8
langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun, sampel keruh tetap harus
dibuat jernih dengan filtrasi atau sentrifugasi. Prinsip dasar pada spektrofotometer
UV adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid
apalagi suspensi. Sebagai contoh pada analisa protein terlarut (soluble protein). Jika
menggunakan spektrofotometri visible, sampel terlebih dulu dibuat berwarna
dengan reagen Folin, maka bila menggunakan spektrofotometri UV, sampel dapat
langsung dianalisa. Ikatan peptida pada protein terlarut akan menyerap sinar UV
pada panjang gelombang sekitar 280 nm sehingga semakin banyak sinar yang
diserap sampel (absorbansi tinggi), maka konsentrasi protein terlarut semakin besar.
Kelemahan dari spektrofotometri ini adalah banyaknya kemungkinan terjadi
interferensi dari senyawa lain selain analat yang juga menyerap pada panjang
gelombang UV. Hal ini berpotensi menimbulkan bias pada hasil analisa (Khopkar,
1999).
Spektrofotometer UV-VIS merupakan gabungan antara spektrofotometer UV
dan Visible. Spektrofotometer ini menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda,
sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible, meskipun untuk alat yang lebih
canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis,
yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Kemudahan metode ini
adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna dan sampel tak berwarna
(Sastrohamidjojo, 2007).
Spektrofotometer InfraRed (IR) berdasar pada penyerapan panjang gelombang
infra merah. Cahaya infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan,
dan jauh. Infra merah pada spektrofotometri adalah infra merah jauh dan
pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 μm. Pada spektro IR,
meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun biasanya lebih banyak
digunakan untuk analisa kualitatif. Umumnya spektro IR digunakan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik.
Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu
gugus fungsi spesifik. Hasil analisa biasanya berupa signal kromatogram hubungan
intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sampel akan
dibandingkan dengan signal standar. Sampel untuk metode ini harus dalam bentuk
murni. Karena bila tidak, gangguan dari gugus fungsi kontaminan akan
mengganggu signal kurva yang diperoleh. Terdapat juga satu jenis spektrofotometri
IR lainnya yang berdasar pada penyerapan sinar IR pendek. Spektrofotometri ini
disebut Near InfraRed Spectrophotometry (NIR). Aplikasi NIR banyak digunakan
pada industri pakan dan pangan guna analisa bahan baku yang bersifat rutin dan
cepat (Hartiwi dan Trihandaru, 2009).
Pada percobaan, dibuat larutan stock dengan beberapa perbandingan konsentrasi
untuk diukur nilai absorbansinya pada beberapa panjang gelombang. Berdasarkan
pengukuran, didapatkan panjang gelombang maksimal adalah 450 nm. Panjang
gelombang ini digunakan untuk mendeteksi konsentrasi larutan Z1 dan larutan Z2.

9
Setelah dibuat kurva hubungan konsentrasi dan absorbansi larutan stock, didapatkan
persamaan linier y = 24,529 x – 0,0004. Hubungan antara konsentrasi larutan
standar dan absorbansinya dinyatakan sebagai persamaan linier y = ax + b, dimana
y menunjukkan absorbansi, sedangkan x menunjukkan nilai yang dihitung
[ CITATION Atm18 \l 1033 ]. Setelah itu, larutan Z1 dan Z2 diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer, dimana nilai triplo absorbansi larutan Z1 adalah
0,311 A; 0,304 A; dan 0,325 A dan duplo larutan Z2 adalah sebesar 0,658 A dan
0,659 A. Pengulangan ini bertujuan untuk memperoleh data yang presisi. Suatu
pengukuran disebut presisi jika harga pengukuran yang diperoleh dari data yang
satu dan yang lainnya tidak jauh beda (Herman, 2014). Pengulangan larutan Z1
masih kurang presisi sedangkan pengulangan larutan Z2 sudah cukup presisi. Data
absorbansi kedua larutan kemudian di-input sebagai nilai y pada persamaan linier
sehingga nilai x yang menunjukkan konsentrasi larutan yang diukur dapat
ditentukan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, konsentrasi larutan Z1 adalah
sebesar 0,0128 ± 0,00046 dan konsentrasi larutan Z2 adalah sebesar 0,02686 ±
0,00003.

5. KESIMPULAN
Melalui percobaan ini dapat disimpulkan bahwa spektrofotometri merupakan
analisis kimia yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel
berdasarkan interaksi antara materi dan cahaya. Konsentrasi larutan Z1 sebesar
0,0128 ± 0,00046 dan konsentrasi larutan Z2 adalah sebesar 0,02686 ± 0,00003.

6. DAFTAR PUSTAKA
Atma, Y. (2018). Prinsip Analisis Komponen Pangan: Makro dan Mikro Nutrien.
Yogyakarta: Deepublish.

Basset, J. (2004). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Kedokteran EGC.


Cairins, D. (2009). Kimia Farmasi Edisi Kedua. Jakarta: Kedokteran EGC.
Hartiwi, E., & Trihandaru, S. (2009). Pengukuran Spektrum Klorofil Daun Suji
Menggunakan Spektrometer Sederhana. Jurnal Fakultas Sains dan Matematika
UKSW Salatiga. 4(3), 622-631.
Herman, P. (2014). Fisika Dasar. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Khopkar, S. (1999). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Lestari, F. (2010). Bahaya Kimia: Sampling & Pengukuran Kontaminan
Kimia di Udara. Jakarta: Kedokteran EGC.
Pecsok, R., L., Shileds, L., D., Cairns, T., & McWilliam, I., G. (1999). Modern
Methods of Chemical Analysis Second Edition. New York: John Wiley & Sons,
Inc.

10
Sastrohamidjojo, H. (2007). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.
Skoog, D., A., & West, D., M. (2001). Principles of Instrumental Analysis. New
York: Rinehart and Winston.
Suhartati, T. (2013). Dasar-dasar Spektrofotometri UV-VIS dan Spektrometri
Massa untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandar Lampung: Aura.

11

Anda mungkin juga menyukai