Disusun Oleh:
1. Harny Citra Purnama (P1337424418016)
2. Nurlaili Eka Septianingrum (P1337424418017)
3. Adinda Putri Sholiha (P1337424418019)
4. Mutiara Jian Rinjani (P1337424418020)
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Bahasa Indonesia yang
berjudul “Perkembangan Bahasa Indonesia” ini dengan tepat waktu. Dalam
penyelesaian makalah ini, penyusun mendapat banyak bantuan oleh berbagai
pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Akhmad Khusni Mubaroq, S.Pd., M.Pd. selaku dosen mata kuliah
Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas makalah dan bantuan
dalam penyelesaian makalah ini.
2. Teman-teman kelas S1 Terapan Kebidanan Semarang yang telah
memberikan motivasi dan saran-saran dalam penyelesaian makalah ini.
3. Orang tua yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan doa dalam
penyelesaian makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Perkembangan Bahasa Indonesia ...........................................................3
2.2. Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Kolonial................................9
2.3. Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kolonial…………………… 11
2.4. Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Pergerakan ………………… 11
2.5. Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi.................................14
2.6. Upaya Peningkatan dan Perngembangan Bahasa Indonesia ....................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dalam kehidupan bermasyarakat. Di lingkup kecil dan keluarga masyarakat
kita menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi dan pada lingkup yang
luas dan bersifat resmi digunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Dengan dicetuskannya Bahasa Melayu-Riau sebagai Bahasa Indonesia pada
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 lalu, perkembangan bahasa terus
meningkat.
Untuk menambah wawasan kita mengenai sejarah bahasa Indonesia,
maka penulis bermaksud untuk membahas lebih dalam tentang perkembangan
bahasa Indonesia dari masa ke masa, serta upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan dan mengembangkan bahasa Indonesia.
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui dan memahami perkembangan bahasa Indonesia.
1.3.2. Mengetahui dan memahami perkembangan bahasa Indonesia sebelum
kolonial.
1.3.3. Mengetahui dan memahami perkembangan bahasa Indonesia di masa
kolonial.
1.3.4. Mengetahui dan memahami perkembangan bahasa Indonesia di masa
pergerakan.
1.3.5. Mengetahui dan memahami perkembangan bahasa Indonesia di era
globalisasi.
1.3.6. Mengetahui dan memahami upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan dan mengembangkan bahasa Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berdampingan dengan bahasa Sanskerta. Sebutan Koen-Luen bermakna
bahasa perhubungan (lingua franca), yaitu bahasa Melayu (Ali Syahbana,
1971). Sejarah bahasa Melayu yang telah lama menjadi lingua franca tampak
makin jelas dari peninggalan-peninggalan kerajaan Islam, antara lain tulisan
pada batu nisan di Minye Tujah, Aceh (tahun 1380 M) dan karya sastra abad
16-17, misalnya syair Hamzah Fansuri yang berisi hikayat raja-raja Pasai dan
buku Sejarah Melayu, yaitu Tajussalatin dan Bustanussalatin. Selanjutnya,
bahasa Melayu menyebar ke seluruh pelosok nusantara bersama dengan
menyebarnya agama Islam di wilayah.
Meskipun dipakai oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Bahasa ibu bagi
sebagian besar warga Indonesia adalah salah satu dari 748 bahasa daerah
yang ada di Indonesia. Dalam pemakaian sehari-hari, Bahasa Indonesia kerap
dicampuradukkan dengan dialek Melayu lain atau bahasa daerah penuturnya.
Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-
perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi,
dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Pada abad XV Masehi, berkembang varian baru bahasa Melayu yang
disebut sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay).
Bahasa Melayu varian ini digunakan sebagai bahasa pengantar di wilayah
Kesultanan Melaka. Pada periode selanjutnya, bahasa Melayu varian ini
disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan
keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Tome
Pires, seorang pedagang asal Portugis menyebutkan adanya bahasa yang
dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa.
Pada masa selanjutnya, para pedagang dari Portugis, Belanda, Spanyol,
dan Inggris mulai berdatangan. Mereka kemudian banyak mempengaruhi
perkembangan bahasa Melayu.Bahasa Belanda memperkaya kosa kata bahasa
Melayu di bidang administrasi dan kegiatan resmi (misalnya dalam upacara
dan kemiliteran), dan teknologi. Para pedagang dari Cina juga ikut
4
memperkaya kosa kata berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-
hari. Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel
Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka
dianggap sebagai bahasa yang paling penting di “dunia timur”. Luasnya
penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan
temporal.
Tonggak penting bagi bahasa Melayu terjadi ketika pada pertengahan
abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka)
menulis kamus bahasa Melayu. Sejak saat itu kedudukan bahasa Melayu
menjadi setara dengan bahasa-bahasa lain di dunia, karena memiliki kaidah
dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas. Hingga akhir abad ke-19
dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang
dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak
baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki
standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan
berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.
Dengan mengamati perkembangannya, pemerintah kolonial Hindia-
Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu
administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa
Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada
bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah
sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Pengenalan bahasa
Melayu pun dilakukan di sejumlah institusi pemerintah, seperti sekolah-
sekolah dan lembaga pemerintahan. Sastrawan juga mulai menulis karyanya
dalam bahasa Melayu. Sebagai dampaknya, terbentuklah cikal-bakal bahasa
Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari asal-usulnya, yaitu bahasa
Melayu Riau.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa
Melayu mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda)
mengadopsi ejaan Van Ophuijsen. Pada tahun 1904 wilayah Persekutuan
Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah jajahan Inggris
5
mengadopsi ejaan Wilkinson. Tahun 1896 dimulai penyusunan ejaan Van
Ophuysen yang diawali penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun
1896) oleh van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Menyadari akan pentingnya kedudukan
bahasa Melayu, campur tangan pemerintah semakin kuat. Pada tahun 1908
pemerintah kolonial membentuk Commissie voor de Volkslectuur atau
“Komisi Bacaan Rakyat” (KBR). Lembaga ini merupakan embrio Balai
Poestaka. komisi ini. Di bawah pimpinan D.A. Rinkes, pada tahun 1910 KBR
melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan
kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi pemerintah.
Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk
sekitar 700 perpustakaan. Cara ini ditempuh oleh pemerintah colonial
Belanda karena melihat kelenturan bahasa Melayu Pasar yang dapat
mengancam eksistensi jajahanannya. Pemerintah kolonial Belanda berusaha
meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, diantaranya
dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai
Pustaka. Namun, bahasa Melayu Pasar sudah telanjur berkembang dan
digunakan oleh banyak pedagang dalam berkomunikasi.
Pada tahun 1917 pemerintah kolonial belanda mengubah KBR menjadi
Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti
Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa
Melayu di kalangan masyarakat luas.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa
persatuan atau bahasa nasional. Nama bahasa Indonesia tersebut sifatnya
adalah politis, karena setujuan dengan nama negara yang diidam-idamkan
yaitu Bangsa Indonesia. Sifat politik ditimbulkan karena keinginan agar
bangsa Indonesia mempunyai semangat juang bersama-sama dalam
memperoleh kemerdekaan agar lebih merasa terikat dalam satu ikatan: Satu
Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa.
6
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan diartikan sebagai bahasa
yang digunakan di dalam kegiatan berkomunikasi yang melibatkan banyak
tokoh atau masyarakat yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Itulah
sebabnya bahasa Indonesia memiliki fungsi dan kedudukan sebagai bahasa
persatuan.
Sejarah telah membantu penyebaran bahasa melayu. Bahasa Melayu
merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan atau bahasa
perdagangan. Dengan bantuan para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke
seluruh pantai Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu
menjadi bahasa penghubung antara individu.
Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana, mudah dipelajari.
Tak dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau bahasa Bali,
atau perbedaan pemakaian bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa
Sunda atau bahasa Jawa.
Faktor psikologis, yaitu suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan
sukarela menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sematamata
didasarkan pada keinsafan akan manfaatnya ada keikhlasan mengabaikan
semangat dan rasa kesukuan karena sadar akan perlunya kesatuan dan
persatuan.
Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu.
Jika bahasa itu tidak mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi
bahasa kebudayaan dalam arti yang luas, tentulah bahasa itu tidak akan dapat
berkembang menjadi bahasa yang sempurna. Pada kenyataannya dapat
dibuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat dipakai untuk
merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan secara jelas.
Sehubungan dengan hal yang terakhir itu, kita wajib bersyukur atas
kerelaan mereka membelakangkan bahasa ibunya demi cita-cita yang lebih
tinggi, yakni cita-cita nasional. Tiga bulan menjelang Sumpah Pemuda,
tepatnya 15 Agustus 1926, Soekarno dalam pidatonya menyatakan bahwa
perbedaan bahasa di antara suku bangsa Indonesia tidak akan menghalangi
7
persatuan, tetapi makin luas bahasa Melayu (bahasa Indonesia) itu tersebar,
makin cepat kemerdekaan Indonesia terwujud.
Pada zaman Belanda ketika Dewan Rakyat dibentuk, yakni pada 18 Mei
1918 bahasa Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa resmi kedua di
samping bahasa Belanda yang berkedudukan sebagai bahasa resmi pertama di
dalam sidang Dewan rakyat. Sayangnya, anggota bumiputra tidak banyak
yang memanfaatkannya.
Masalah bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia
pertama di Solo pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hal hasil
keputusan penting yaitu bahasa Indonesia menjadi (1) bahasa resmi dan (2)
bahasa pengantar dalam badan-badan perwakilan dan perundangundangan.
Demikianlah ”lahir”nya bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu yang tiba-
tiba jatuh dari langit, tetapi melalui perjuangan panjang disertai keinsafan,
kebulatan tekad, dan semangat untuk bersatu. Api perjuangan itu berkobar
terus untuk mencapai Indonesia merdeka yang sebelum itu harus berjuang
melawan penjajah.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia dan Jepang tidak dapat
menggunakan bahasa lain selain bahasanya sendiri. Bahasa Belanda jatuh dari
kedudukannya sebagai bahasa resmi. Bahkan, dilarang untuk digunakan.
Jepang mengajarkan bahasa Jepang kepada orang Indonesia dan bermaksud
menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk
digunakan oleh orang Indonesia. Akan tetapi, usaha itu tidak dapat dilakukan
secara cepat seperti waktu dia menduduki Indonesia. Karena itu, untuk
sementara Jepang memilih jalan yang praktis yaitu memakai Indonesia yang
sudah tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat
bahwa selama zaman pendudukan Jepang 1942-1945 bahasa Indonesia
dipakai sebagai bahasa pengantar di semua tingkat pendidikan.
Demikianlah, Jepang terpaksa harus menumbuhkan dan mengembangkan
bahasa Indonesia secepat-cepatnya agar pemerintahannya dapat berjalan
dengan lancar. bagi orang Indonesia hal itu merupakan keuntungan besar
terutama bagi para pemimpin pergerakan kemerdekaan. Dalam waktu yang
8
pendek dan mendesak mereka harus beralih dari bahasa Belanda ke Bahasa
Indonesia. Selain itu, semua pegawai negeri dan masyarakat luas yang belum
paham akan bahasa Indonesia, secara cepat dapat memahami bahasa
Indonesia.
Waktu Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan makin kuat kedudukannya. Berkaitan dengan hal di atas, semua
peristiwa tersebut menyadarkan kita tentang arti bahasa nasional. Bahasa
nasional identik dengan bahasa nasional yang didasari oleh nasionalisme,
tekad, dan semangat kebangsaan. Bahasa nasional dapat terjadi meskipun
eksistensi negara secara formal belum terwujud. Sejarah bahasa Indonesia
berjalan terus seiring dengan sejarah bangsa pemiliknya.
2.2. Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Kolonial
9
yang menjadi satu-satunya bukti tertulis tentang luasnya penyebaran dan
pemakaian bahasa Melayu pada waktu itu.
Walaupun bukti tertulis hampir tak ada, tetapi dengan adanya bermacam-
macam dialek Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara seperti dialek
Melayu Ambon, Larantuka, Kupang, Jakarta, Manado, dan sebagainya, dapat
dipastikan adanya penyebaran yang luas tersebut.
Begitu pula dari tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh, terdapat suatu batu
nisan yang berisi suatu model syair tertua. Sesudah tahun ini, antara abad ke-
14 sampai ke 17 didapati banyak hasil kesusasteraan lama dalam bentuk
pelipur lara, hikayat, dongeng-dongeng dan sebagainya. Tentu semuanya ini
memerlukan masa perkembangan. Dalam masa perkembangan tersebut, baik
bahasa maupun isi ceriteranya menerima unsur-unsur dari luar untuk
memperkaya dirinya, yaitu dari bahasa Sansekerta dengan unsur-unsur Hindu,
dan dari bahasa Arab-Persia dengan unsur-unsur Islam.
10
2.3. Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kolonial
11
b. Kedua : kami dan putra putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia.
c. Ketiga : kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
12
yang berbau Belanda, sementara orang-orang bumiputera belum bisa
berbahasa Jepang. Oleh karena itu, Bahasa Indonesia menjadi digalakkan
kembali untuk memperlancar tugas-tugas administrasi dan membantu tentara
Dai Nippon melawan sekutu (tentara Belanda).
Pada tahun 1908 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Commissie
voor de Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat) melalui Surat Ketetapan
Gubernemen tanggal 14 September 1908.
Tahun 1933 terbit majalah Pujangga Baru yang diasuh oleh Sutan Takdir
Alisyahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Pengasuh majalah ini adalah
sastrawan yang banyak memberi sumbangan terhadap perkembangan bahasa
dan sastra Indonesia. Pada masa Pujangga Baruini bahasa yang digunakan
untuk menulis karya sastra adalah bahasa Indonesia yang dipergunakan oleh
masyarakat dan tidak lagi dengan batasan-batasan yang pernah dilakukan oleh
Balai Pustaka.
13
ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara”.
e. Kongres Bahasa Indonesia V, di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3
November 1988. Kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya
besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta
bahasa di Nusantara (Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia).
f. Kongres Bahasa Indonesia VI, di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2
November 1993. Kongres memutuskan agar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa
Indonesia.
g. Kongres Bahasa Indonesia VII, diselenggarkan di Hotel Indonesia
Jakarta pada 26—30 Oktober 1998. Kongres ini mengusulkan
dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
h. Kongres Bahasa Indonesia VIII, diselenggarakan di Jakarta pada tanggal
14—17 Oktober 2003.
14
nasional dalam pergaulan pada era globalisasi perlu diperhatikan oleh
masyarakat Indonesia. Keberadaan bahasa Indonesia semakin lama semakin
pudar karena banyak orang Indonesia, terutama anak muda, orang dari
kalangan bisnis, dan pejabat yang menggunakan bahasa selain Indonesia,
seperti “bahasa gaul” dan bahasa asing. Bahasa asing tersebut antara lain
bahasa Inggris, Jepang, Korea, dan sebagainya. Tentu ini merupakan
kenyataan yang ironis karena orang Indonesia justru lebih bangga apabila
mereka menguasai bahasa asing daripada menguasai bahasa mereka sendiri.
Masyarakat Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga
menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa
Indonesia, mereka dapat menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan
sempurna dan lengkap kepada orang lain. Bangsa Indonesia semestinya
bangga memiliki bahasa yang dapat mewakili perasaan dan pikirannya itu.
Namun, kenyataannya tidak demikian. Rasa bangga berbahasa Indonesia
belum tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing
(dahulu bahasa Belanda, sekarang bahasa Inggris) masih terus menampak
pada sebagian besar orang Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa
asing lebih tinggi derajatnya ketimbang bahasa nasional mereka sendiri,
bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah acuh tak acuh dengan
perkembangan bahasa Indonesia.
Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat
Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya
menggunakan bahasa Inggis walaupun mereka tidak menguasai bahasa
Indonesia dengan baik.
b. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa
asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak
menguasai bahasa Indonesia.
c. Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak
mau mempelajarinya karena merasa dirinya lebih menguasai bahasa
Indonesia dengan baik.
15
d. Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai dari pada yang lain
karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih walaupun
penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.
e. Banyak pebisnis yang lebih senang menggunakan bahasa asing untuk
merekrut kolega atau pun investor luar negeri daripada menggunakan
bahasa Indonesia. Bahkan, para pemimpin Indonesia seringkali
mengunakan istilah asing untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya.
16
informasi ini kemudian juga mempercepat proses keterkaitan dan
ketergantungan antarmanusia. Hubungan-hubungan langsung seperti
perdagangan pun dipererat dengan adanya berbagai metode untuk
berinteraksi, misalnya dengan menggunakan jaringan internet, telepon, atau
surat elektronik. Hal-hal tersebut berperan penting dalam menyebarkan
informasi ke seluruh dunia dan membentuk masyarakat berbasis internet
(internet based society). Batas antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak
ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih perlahan telah
menciptakan pergeseran drastis dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari. Perubahan-perubahan itu tidak hanya terjadi di dalam
bahasa percakapan sehari-hari di dalam kehidupan nyata dan di dunia maya,
tetapi juga terjadi secara perlahan di dunia kesusasteraan Indonesia.
Dengan adanya era globalisasi ini berdampak positif seperti:
a. Bahasa Indonesia mulai dikenal oleh dunia internasional. Terbukti ada
beberapa Universitas di luar negeri yang mempunyai fakultas Sastra
Bahasa Indonesia. Karena menurut mereka negeri kita ini adalah negeri
yang subur dan kaya raya. Yang mempunyai bermacam-macam budaya,
flora-fauna, serta potensi-potensi lainnya.
b. Meningkatnya pengetahuan masyarakat internasional tentang Bahasa
Indonesia.
c. Meningkatnya terjemahan buku-buku ke dalam Bahasa Indonesia.
17
bahasanya tentu lebih menarik bagi sebagian besar generasi muda untuk
dipelajari.
c. Bercampurnya Bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa asing. Hal ini
sering terjadi dimasyarakat, baik secara lisan maupun tulisan-tulisan such
like (short message servis) dan di dunia maya.
d. Memperkaya kosa kata Bahasa Indonesia. Terbukti banyaknya kata
serapan yang diserap dari bahasa asing.
18
b. Meningkatkan kegairahan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar
Penggunaaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah
penggunaan yang sesuai dengan lingkungan dan pemakaian bahasa,
diperoleh ragam bahasa, baik lisan maupun tulisan. Penggunaa bahasa
Indonesia dengan baik adalah penggunaan ragam-ragam bahasa
Indonesia sesuai dengan kadaaan atau lingkungan komunikasi.
c. Peningkatan mutu serta disiplin penguasaan bahasa Indonesia dalam
segenap lapisan masyarakat
Masyarakat dituntut berperan serta dalam meningkatkan mutu dan
disiplin pengguanaan serta penguasaan bahasa Indonesia. Hal ini perlu
dilaksanakan agar penggunaan bahasa Indonesia sesuaia degan
perkembangannya. Perkembangan itu tidak jarang membawa perubahan.
Oleh karena itu upaya peningkatan mutu dan disiplin penggunaan bahasa
Indonesia harus merupakan kegiatan yang berkesinambungan, baik ada
tingkat perseorangan maupun pada tingkat kemasyarakatan. Sebagai
pembina bahasa Indonesia hendaknya ikut berperan dalam mncapai
tujuan pembinaan bahasa Indonesia.
d. Upaya peningkatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa
dalam lingkungan sekolah
Upaya pembinaan yang dilakukan seperti mengenalkan ciri-ciri
berbagai bahasa Indonesia dan membangkitkan Bahasa Indonesia baku
maupun non baku, mengenalkan ciri-ciri fungsi berbagai variasi bahasa
Indonesia sehingga pengajaran bahasa Indonesia lebih relevan untuk
anak didik dan mengajar menggunakan bahasa Indonesia yang tepat
untuk fungsi yang tepat.
e. Pengembangan Bahasa Melalui Media Massa
Media massa (cetak ataupun elektronik) setiap hari mengunjungi
masyarakat dengan menggunakan sarana bahasa Indonesia. Oleh karena
itu, media massa memiliki fungsi yang amat strategis dalam upaya
pengembangan ataupun pembinaan bahasa Indonesia. Media massa
19
memiliki peran yang amat penting dalam pengayaan kosakata bahasa
Indonesia sekaligus penyebarluasannya ke masyarakat Indonesia di luar
wilayah bahasa daerah yang bersangkutan, bahkan ke penutur di luar
Indonesia.
20
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Bahasa Indonesia yang kini kita gunakan sebagai bahasa resmi di Negara
kita berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia merupakan salah satu
identitas nasional bagi bangsa dan Negara Indonesia. Bahasa Indonesia
adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya satu hari setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus
1945, bersamaan dengan mulai berlakunya Undang-undang Dasar
Republik Indonesia 1945.
2. Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Kolonial ditemukan Bukti-
bukti tertulis pertama mengenai bahasa Melayu itu ditemukan di dalam
prasasti-prasasti sekitar tahun 680 M. Di Sumatera pada awal kerajaan
Sriwijaya yaitu: di Kadukan Bukit berangka tahun 683, di Talang Tuo
(dekat Palembang) berangka tahun 684, di Kota Kapur (Bangka Barat)
berangka tahun 686, serta di Karang Birahi (antara Jambi dan Sungai
Musi) berangka tahun 688. lebih dari itu belum ditemukan bukti-bukti
tertulis lainnya.
3. Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kolonial yaitu ketika orang-
orang Barat sampai di Indonesia pada abad ke-16, mereka menghadapi
suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi
dalam pergaulan, bahasa perantara dalam perdagangan.
4. Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Pergerakan ditandai dengan
kebangkitan Nasional yang telah mendorong perkembangan bahasa
Indonesa dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persurat
kabaran dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Pada tanggal 28 oktober 1928 para pemuda kita mengikrarkan sumpah
pemuda.
21
5. Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi ditandai dengan
eksistensi bahasa Indonesia populer pun manjadi semakin pesat
perkembangannya dikarenakan era globalisasi yang terjadi sekarang ini.
6. Upaya Peningkatan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dengan cara:
a. Menumbuhkan dan membina sikap bahasa yang positif
b. Meningkatkan kegairahan penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar
c. Peningkatan mutu serta disiplin penguasaan bahasa Indonesia dalam
segenap lapisan masyarakat
d. Upaya peningkatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa
dalam lingkungan sekolah
e. Pengembangan Bahasa Melalui Media Massa
3.2. Saran
Kita sebagai penerus bangsa sebaiknya dapat menggunakan Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Seperti yang telah kita ketahui melalui
penjelasan makalah ini, Bahasa Idonesia memiliki banyak sejarah perjuangan
yang tidak mudah sehingga dapat digunakan sebagai bahasa pemersatu
Bangsa Indonesia. Maka dari itu kita berusaha untuk mempertahankannya
dan tetap menjujung tinggi Bahasa Indonesia.
22
DAFTAR PUSTAKA
https://atmawiharja.wordpress.com/kebahasaan/sejarah-singkat-perkembangan-
bahasa-indonesia/
E.K.M Masinambow dan Paul Haenen. 2002. Bahasa Indonesia dan Bahasa
Daerah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Rosidi, Ajip. 2001. Bahasa Indonesia Bahasa Kita. Jakarta : Pustaka Jaya.
https://setetesilmu13.blogspot.com/2016/12/perkembangan-bahasa-indonesia-di-
masa_28.html
diakses pada tanggal 8 Agustus 2020 pukul 16:53 WIB.
https://www.academia.edu/10866928/Sejarah_perkembangan_bahasa_indonesia
diakses pada tanggal 8 Agustus 2020 pukul 16:40 WIB.
23