Anda di halaman 1dari 4

Keperawatan sebagai ilmu, aspek ontologi, epistomologi, dan aksiologi

Dalam perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi


pengembangan ilmu, yang menyangkut etic dan heuristic. Bahkan sampai pada dimensi ke-
budayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan. Saat ini masyarakat makin menuntut pelayanan kesehatan yang
berkualitas tinggi dan memuaskan. Kesiapan tenaga keperawatan dituntut lebih terampil dan
professional.
Keperawatan sebagai profesi harus didasari konsep keilmuan yang jelas, yang menuntun
untuk berpikir kritis-logis-analitis, bertindak secara rasional–etis, serta kematangan untuk
bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan perkembangan kebutuhan masyarakat akan
pelayanan keperawatan. Keperawatan sebagai direct human care harus dapat menjawab
mengapa seseorang membutuhkan keperawatan, domain keperawatan dan keterbatasan
lingkup pengetahuan serta lingkup garapan praktek keperawatan, basis konsep dari teori dan
struktur substantif setiap konsep menyiapkan substansi dari ilmu keperawatan sehingga dapat
menjadi acuan untuk melihat wujud konkrit permasalahan pada situasi kehidupan manusia
dimana perawat atau keperawatan diperlukan keberadaannya.
Secara mendasar, keperawatan sebagai profesi dapat terwujud bila paraprofesionalnya
dalam lingkup karyanya senantiasa berpikir analitis, kritis dan logis terhadap fenomena yang
dihadapinya, bertindak secara rasional-etis, serta bersikap tanggap atau peka terhadap
kebutuhan klien sebagai pengguna jasanya. Sehingga perlu dikaitkan atau dipahami dengan
filsafat untuk mencari kebenaran tentang ilmu keperawatan guna memajukan ilmu
keperawatan.
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala
hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia (The Liang Gie, 2004)
Ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula
telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang garapan
filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang
penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

1. Landasan Ontologi
Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan logos = logic
atau ilmu. Jadi, ontologi bisa diartikan : The theory of being qua being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang ada. Ontologi diartikan sebagai
suatu cabang metafisika yang berhubungan dengan kajian mengenai eksistensi itu sendiri.
Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang sesuatu itu ada.
▪ Term Ontologi
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun1636 M
untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangan selanjutnya Christian Wolf (1679 – 1754 M).
a. Metafisika Umum : Ontologi
metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
b. Metafisika Khusus : Kosmologi, Psikologi, Teologi (Bakker, 1992).

▪ Paham–paham dalam Ontologi


a. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah
satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun rohani.
1). Materialisme
Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales (624-546
SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena pentingnya bagi
kehidupan.
2). Idealisme
Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idelisme
sebagai lawan materialisme, dinamakan juga spiritualisme.
sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Tokoh aliran ini diantaranya :
o Plato (428 -348 SM) dengan teori ide-nya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada
dialam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu.
o Aristoteles (384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang
menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-
benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu.
o Pada Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George Barkeley
(1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide.
o Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-
1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam hakikat sebagai asal
sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Lebih
jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur.
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin tentang
nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM)
yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada sesuatupun yang
eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat
kita ketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

2. Landasan Epistimologi
Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Epistemologi juga disebut
teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal
dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi
dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber,
struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Berikut adalah aliran-aliran dalam epistemologis:
a. Rasionalisme, Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau
rasio.
b. Empirisme Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui
pengalaman indra.
c. Realisme, suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita serap lewat
indra adalah nyata dalam diri objek tersebut.
d. Kritisisme, menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (yang
meliputi indra dan pengalaman).
e. Positivisme Tokoh aliran ini di antaranya August Comte, yang memiliki pandangan sejarah
perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau pengenalan yang
mutlak.
2) Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan
kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta.
3) Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan
hukumhukum dan saling hubungan lewat fakta.
f. Skeptisisme Menyatakan bahwa indra adalah bersifat menipu atau menyesatkan.
g. Pragmatisme 9 Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan, namun
mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut.

3. Landasan Aksiologi
Menurut Kamus Filsafat, Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios (layak, pantas) dan
Logos (Ilmu). Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Jujun
S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang diperoleh.
llmu meliputi nilal-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap
kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik-material.

REFERENSI :
Saihu, S. (2019).. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman, 3(2), 268-279,
Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Prenadamedia, 2018), hal. 49.
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: IPB Press, 2016), hal. 91.
Adib, M. (2010), Filsafat ilmu, ontologi, epistemologi, aksiologi dan logika ilmu pengetahuan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai