Anda di halaman 1dari 22

ASKEP HYDROSEPHALUS

Kelompok 1
1.
2.

POLTEKKES KEMENKES PALU


PRODI DIII KEPERAWATAN POSO
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami selaku kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah
kami dengan judul “ASKEP HYDROSEPHALUS” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.

Kiranya makalah ini bisa bermanfa’at bagi pihak yang membaca. Meski begitu, kami
sadar bahwa makalah ini perlu perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik
yang membangun dari pembaca akan diterima dengan senang hati.

Akhirnya, kami ucapkan terima kasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak.

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................................1
B. TUJUAN PEMBELAJARAN...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
A. DEFINISI..................................................................................................................................2
B. ETIOLOGI FAKTOR PENCETUS...........................................................................................3
C. PATOFISIOLOGI.....................................................................................................................5
D. MANIFESTASI KLINIK.........................................................................................................6
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK........................................................................................8
F. PENATALAKSANAAN...........................................................................................................8
G. KOMPLIKASI..........................................................................................................................9
H. PROGNOSIS...........................................................................................................................11
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................12
1. PENGKAJIAN.........................................................................................................................12

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3S..............................................................................................13

3. INTERVENSI
3S......................................................................................................................13

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................19


A. KESIMPULAN..........................................................................................................................19
B. SARAN...................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus


dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin
berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada
akhirnya menjadi factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan
keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya,
salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat
dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus.
Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan
keperawatan yang khusus.
Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi
yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun
banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi
pada oaran dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga
lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun2nya masih
terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan
melebarnya tulang2 tengkorak. Sedang pada orang dewasa tulang tengkorak tidak
mampu lagi melebar.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai
cara untuk mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus
hidrosefalus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengrtian dari Hidrosefalus
b. Mengetahui Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalu
c. Mengetahui Tanda dan Gejala Hidrosefalus
d. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada Hidrosefalus
e. Mengetahui Penatalaksanaan dari Hidrosefalus
f. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan
serebro spinal (Ngatisyah, 1997).
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).
Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal
melebar ( Mumenthaler, 1995).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempa
sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan
serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau
trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan
oleh papyloma pleksus dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995).
Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayi.
Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Kongenital

Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga


pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan
dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak
terganggu
2. Non Kongenital

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya
yaitu penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak
dimana pengobatannya tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak
sudah sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan
hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.

2
Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2
bagian, terbagi yaitu;
1. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)

Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga


subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai
ke tempat sumbatan
2. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)

Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system


ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang
terjadi pada hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga
terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.
B. ETIOLOGI FAKTOR PENCETUS

Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );


1. Sebab-sebab Prenatal

Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya


hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab
ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau
kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat
diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik
2. Sebab-sebab Postnatal

a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan


kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan
hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista
neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran
gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera
kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari
fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal
ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan
fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada
basis krani, trombosis jugularis

Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat
pada bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi aadalah :
1. Kelainan bawaan
1. Stenosis Aquaductus sylv
3
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%)
Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah
lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak
lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
2. Spina bifida dan cranium bifida

Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya


medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih
rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian/total.
3. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat


Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV
sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
4. Kista Arachnoid

Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usi


5. Anomali Pembuluh Darah

2. Infeksi

Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi


obliterasi ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.
3. Perdarahan

4. Neoplasma

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
 Tumor Ventrikel kiri
 Tumorfosa posterior
 Pailoma pleksus khoroideus
 Leukemia, limfoma

5. Degeneratif.

Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.

6. Gangguan Vaskuler
• Dilatasi sinus dural
• Thrombosis sinus venosus
• Malformasi V. Galeni

4
• Ekstaksi A. Basilaris
C. PATOFISIOLOGI

Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi


(meningitis, pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis
aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler
atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan
ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan
mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat
pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami
pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat
merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada
kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency.
Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia
tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal
(Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada
ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu
penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma
dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel
IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar
ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami
pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara
disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi
CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim
ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal
yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral
cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.
D. MANIFESTASI KLINIK

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama


kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran
wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak
kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak
adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang
terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran
pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan

5
penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat
lemah dan diam tanpa aktivitas normal. P
proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat
terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan
kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
a) Bayi
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
 Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

 peningkatan tonus otot ekstrimitas


 Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas
iris
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optic
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas

b) Anak yang telah menutup suturanya;

Tanda – tanda peningkatan intarakranial


 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang yaitu;
1. Rontgen foto kepala

6
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.

2. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini


dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar


kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi

Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah
menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur
ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasanografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG


diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan Kepala

7
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel
lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering
ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan
menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang
subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan
7. MRI ( Magnetic Resonance Image )

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan


menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.

F. PENATALAKSANAAN

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live


sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan
dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan
kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan
anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.

4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah


diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut

8
dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat
dari luar.

5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:


a. Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal
b. Internal
1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

2. Lumbo Peritoneal Shunt”

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum


dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu
frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak
proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun
yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan
membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan
jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi
6/7).

Ventriculo-Peritneal Shunt :
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak


diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang. Komplikasi yang

9
sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang
rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya
akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di
sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-
organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan
ilius.
G. KOMPLIKASI

Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)


1.Peningkatan TIK
2.Pembesaran Kepala
3.Kerusakan Ota
4.Meningitis, Ventrikularis, abses abdomen
5.Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6.Kerusakan jaringan saraf
7.Proses aliran darah terganggu
8.Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
9.Infeksi; septicemia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak
H. PROGNOSIS

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada


atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari
hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata).
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis
dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena
hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan
memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis
yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan
intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna.
Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena
aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar
40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HYDROSEPHALUS


1. Pengkajian

10
a. Anamnesa
 Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat
 Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah
apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
 Riwayat Penyakit dahulu
1. Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
2. Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
3. Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
 Riwayat penyakit keluarga
 Pengkajian persiste
a) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan
nadi
c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda,
kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat
keatas “ sunset eyes ”, kejang
d) B4 ( Bladder ) : Oliguria
e) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

b. Observasi tanda – tanda vital


1. Peningkatan systole tekanan darah
2. Penurunan nadi / bradikardia
3. Peningkatan frekuensi pernapasan

c. Pemeriksaan Fisik
a) Masa bayi :

kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala


dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi
Cracked- Pot ( tanda macewe),Mata melihat kebawah (tanda setting – sun )
, mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan
kesadaran, opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi
dengan malformasi Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan,
bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek
muntah.
b) Masa Kanak-Kanak

Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah


terstimulasi , Letargy Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.

11
d. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lingkar Kepala pada masa bayi
b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis
yang abnormal
c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema
e. CT Scan
f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi
tulang intra cranial
g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat
di dalam system ventrikular atau sub – arakhnoid.

e. Perkembangan Mental/ Psikososial


a. Tingkat perkembangan
b. Mekanisme koping
c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

f. Pengetahuan Klien dan Keluarga


a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan
b. Tingtkat pengetahuan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan
serebrospinal
2. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya
volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial
5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam
keadaan krisis.
6. Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan
penekanan
7. dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah


cairan serebrospinal.
12
Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam klien
tidak mengalami peningkatan TIK.
Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS 4,5,6 tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.
1. Intervensi
a. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status


neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan.
b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam

R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator
kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral.
Adanya peningkatan tekanan darah, bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan
tanda terjadinya peningkatan TIK.
c. Evaluasi pupil

R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
d. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan

R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan


mertabolisme dan oksegen akan menunjang peningkatan TIK.
e. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit
bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala

R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena
serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK
f. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
komulatif.
g. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana atau pembicaraan
yang tidak gaduh.

R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons
psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahan TIK yang rendah.

13
h. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.

R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga menghindari


peningkatan TIK.
i. Bantu pasien jika batuk, muntah.

R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam thorak dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.
j. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.

R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan Tik
k. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb drainase urine
secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.

R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan Tik


l. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab akibat TIK
meningkat.

R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan m


engurangi kecemasan

2. Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya


tekanan intracranial, terpasang shunt .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah,
kepala membesar
Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala
klien hilang.
Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0),
dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
1. Intervensi :
a. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan
menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri
sekali)

R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.


b. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk
ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.

14
R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk
mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya
dengan baik.
c. Pantau dan catat TTV.

R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.


d. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka
ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.

R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus
didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.
e. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan
boneka, nafas dalam, dll.

R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang
dirasakan.

3. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan
kebutuhan metabolisme.

Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak
adanya mual-muntah.
1. Intervensi :
a. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah
makanan.

R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan
mual.
b. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang
pada lambung.

R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran
pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat
hidrocefalus.
c. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat
individu ingin makan.

R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.

15
d. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih
pertama.

R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk
mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient
e. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis
dan adekuat.

R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan
kebutuhan kalorinya
f. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3
hari kemudian diberikan makanan lunak.

4. DX4: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra
karnial.

Tujuan : perfusi jaringan serebral adequat.


1. Intervensi:
Observasi TTV
a. Kaji data dasar neurologi
b. Hindari pemasangan infuse pada vena kepala jika terjadi pembedahan
c. Tentukan posisi anak :
 tempatkan pada posisi terlentang
 tinggikan kepala
d. Hindari penggunaan obat – obat penenang

5. DX5: Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan


penekanan dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

Tujuan : klien akan menunjukan intregasi kulit yang baik


1. Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit
b. Laporkan segera bila terjadi perubahan TTV ( tingkah laku ).
c. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda – tanda kemerahan atau
pembengkakan.
6. DX6: Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang
informasi dalam keadaan krisis.

Tujuan : keluarga klien akan menerima support dengan adekuat

1. Intervensi :
a. Jelaskan tentang penyakit tindakan dan prosedur yang akan dilakukan.

16
b. Berikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk mengekspresikan
perasaan.
c. Berikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak.

4. PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada


rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :
Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:
a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi
b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

5. EVALUASI

Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan
sehingga :
• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang &
intervensi dirubah).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada
sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral
17
selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili
arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya
liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga
terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hidrochepalus komunikan
2. Hidrochepalus non-komunikan
3. Hidrochepalus bertekanan normal

Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan
kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing
rumah sakit.
B. SARAN

Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang


yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan
terapeutik semacan ini perlu.
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi
untuk menunjang proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

http://haris715.blogspot.com/2012/11/askep-hidrosefalus-pada-anak.html

18
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-Kep%20Neurobehaviour-Askep
%20Hidrosefalus.html
http://asuhankeperawatanakpergatsoe.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-pada-anak-
d-dengan.html
http://nerskece.blogspot.com/2013/06/askep-hidrosefalus-pada-anak.html

19

Anda mungkin juga menyukai