Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Thypoid fever atau demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7
hari, gangguan pencernaan dan dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng,
2002).

Berdasarkan definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa typhoid fever


adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella
typosa dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran
pencernaan bahkan gangguan kesadaran (Soedarto,1992)

2.2 ETIOLOGI

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A. B dan


C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi 10-14 hari. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang khas
berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu. Gejala
Demam Tifoid antara lain sebagai berikut :

1. Demam> 1 minggu terutama pada malam hari


2. Demam tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu
pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh
meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu
kedua suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ke tiga suhu
berangsur-angsur turun dan kembali  normal.
3. Nyeri kepala
4. Malaise
5. Letargi
6. Lidah kotor
7. Bibir kering pecah-pecah (regaden)
8. Mual, muntah
9. Nyeri perut
10. Nyeri otot
11. Anoreksia
12. Hepatomegali, splenomegali
13. Konstipasi, diare
14. Penurunan kesadaran
15. Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam
kapiler
16. Epistaksis
17. Bradikardi
18. Mengigau (delirium)

2.4 PATOFISIOLOGI

Kuman Salmonella thyposa masuk ke dalam tubuh manusia melalui


makanan dan minuman yang tercemar. Setelah kuman masuk ke dalam mulut
ketika orang makan dan minum, makanan masuk ke lambung dan bercampur
dengan HCl. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
masuk ke usus halus yang mencapai jaringan limfoid plaque di ilium terminalis
yang mengalami hipertropi. Jika bakteri masuk bersama-sama cairan, maka terjadi
pengenceran asam lambung yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit. Daya hambat asam lambung ini juga akan
menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga bakteri akan lebih
leluasa masuk ke dalam usus penderita, memperbanyak diri dengan cepat,
kemudian memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah.

Kuman Salmonella thyposa kemudian menembus ke lamina propia, masuk


aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami
hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini Salmonella typhi masuk
aliran darah melalui ductus thorasicus. Kuman-kuman Salmonella typhi lain
mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi  bersarang di
plaque payeri, limfa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.

Demam disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinnya


merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang. Adapun reaksi kuman terhadap tubuh manusia melakukan aktifitas
terbesar pada sistem retikuloendotelial dan empedu dimana organ yang lebih
dahulu diserang adalah usus.
2.5 PATHWAY
2.6 KOMPLIKASI
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi, miokarditis, trombobis,
tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan syndrome
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis, dan
arthritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : derilium, meningiusmus, meningitis,
polyneuritis perifer.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.

2.  Pemeriksaan SGOT dan SGPT


Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit


Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
d.  Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.

4.  Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
tifoid (Widiatuti, 2001).

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Perawataan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
2.  Diet
a. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama
7 hari.
3. Obat-obatan
a. Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara
oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
b. Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
c. Kortimoksazol.
Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan
80 mg trimetoprim)
d. Ampisilin dan amoksilin.
Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
e. Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus
sekali sehari, selama 3-5 hari.
f. Golongan Fluorokuinolon

1) Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari


2) Siprofloksasi : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
3) Ofloksasn : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
4) Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
5) Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah
terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain
kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a Identitas klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya. 
b Keluhan utama
Pada pasien thypoid fever keluhan utamanya adalah demam.
c Riwayat penyakit sekarang
Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu
minggu.
d Riwayat penyakit dahulu
Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.
e Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang karier
f Riwayat psiko social dan spiritual
Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi
kecemasan.
g Riwayat tumbuh kembang
Tidak mengalami gangguan apapun, terkadang hanya sakit batuk pilek
biasa.
h Activity Daily Life
1) Nutrisi : pada klien dengan demam tifoid didapatkan rasa mual,
muntah, anoreksia, kemungkinan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Eliminasi : didapatkan konstipasi dan diare
3) Aktifitas : badan klien lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat
dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
4) Istirahat tidur : klien gelisah dan mengalami kesulitan untuk tidur
karena adanya peningkatan suhu tubuh.
5) Personal hygiene : klien dianjurkan bedrest sehingga mengalami
gangguan perawatan diri. Perlu kaji kebiasaan klien dalam personal
hygiene seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan jajan di
sembarang tempat.
j. Pemeriksaan fisik
1) Mata : kelopak mata cekung, pucat, dialtasi pupil, konjungtifa pucat
kadang di dapat anemia ringan.
2) Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak sedap.
Terdapat beslag lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering dilatasi
selaput tebal dibagian ujung dan tepi lidah nampak kemerahan, lidah
tremor jarang terjadi.
3) Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada
komplikasi. Pada daerah perangsang ditemukan resiola spot.
4) Abdomen : adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan limpa,
distensi abdomen, bising usus meningkat
5) Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.

2. Diagnosa Keperawatan
a Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman
salmonella thypi.
b Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat, mual, muntah dan anoreksia.
c Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.
d Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
e Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan
tentang penyakit dan kondisi anaknya

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Peningkatan Tujuan :   Observasi tanda-
  Tanda-tanda vital
suhu tubuh Setelah tanda vital berubah sesuai
(Hipertermi) diberikan tingkat
berhubungan tindakan perkembangan
dengan proses keperawatan penyakit dan
infeksi selama 3 x menjadi indikator
Salmonella 24 jam, suhu untuk melakukan
Typhi. tubuh normal. intervensi
  Beri kompres selanjutnya
Kriteria hasil : pada daerah dahi  Pemberian kompres
          TTV dalam dapat menyebabkan
batas normal peralihan panas
          TD : 80- secara konduksi
120/60-80 dan membantu
mmhg tubuh untuk
          N : 120-140 menyesuaikan
  Anjurkan untuk terhadap panas
x/i (bayi), 100-
120 (anak) banyak   Peningkatan
minum suhu
          S : 36,5- air putih tubuh
370C mengakibatkan
          P : 30-60 x/i penguapan
(bayi), 15-30 x/i sehingga perlu
(anak) diimbangi dengan
asupan cairan yang
banyak
  Kolaborasi   Mempercepat
pemberian proses
antiviretik, penyembuhan,
antibiotik menurunkan
demam. Pemberian
antibiotik
menghambat
pertumbuhan dan
proses infeksi dari
bakteri
2 Resiko Tujuan :   Kaji kemampuan
  Untuk mengetahui
pemenuhan Setelah makan klien perubahan nutrisi
nutrisi kurang dilakukan klien dan sebagai
dari kebutuhan tindakan indikator intervensi
tubuh keperawatan   Berikan selanjutnya
berhubungan   Memenuhi
selama 3 x 24 makanan dalam
dengan intake jam kekurangan porsi kecil tapi kebutuhan nutrisi
yang tidak nutrisi tidak sering dengan
adekuat, mual, terjadi. meminimalkan rasa
muntah dan mual dan muntah
anoreksia. Kriteria hasil :   Beri   Memenuhi
nutrisi
           Nafsu dengan diet kebutuhan nutrisi
makan lunak, tinggi adekuat
meningkat, kalori tinggi
          Tidak ada protein
keluhan   Anjurkan kepada
  Menambah selera
anoreksia, orang tua makan dan dapat
nausea, klien/keluarga menambah asupan
          Porsi makan untuk nutrisi yang
dihabiskan memberikan dibutuhkan klien
makanan yang
disukai
  Anjurkan kepada
orang   dapat meningkatkan
tua
klien/keluarga asam lambung yang
untuk dapat memicu mual
menghindari dan muntah dan
makanan yang menurunkan asupan
mengandung nutrisi
gas/asam, pedas
  Kolaborasi.
Berikan   Mengatasi
antiemetik, mual/muntah,
antasida sesuai menurunkan asam
indikasi lambung yang
dapat memicu
mual/muntah
3 Resiko defisit Tujuan :   Kaji tanda dan
  Hipotensi,
volume cairan Setelah gejala dehidrasi takikardia, demam
berhubungan dilakukan hypovolemik, dapat menunjukkan
dengan intake tindakan riwayat muntah, respon terhadap dan
yang tidak keperawatan kehausan dan atau efek dari
adekuat, selama 3x24 turgor kulit kehilangan cairan
kehilangan jam,   Observasi
tidak   Agar segera
cairan berlebih terjadi defisit adanya tanda- dilakukan tindakan/
akibat muntah volume cairan tanda syok, penanganan jika
dan diare. tekanan darah terjadi syok
Kriteria hasil : menurun, nadi
          Tidak terjadi cepat dan lemah
tanda-tanda   Berikan   Cairan peroral akan
cairan
dehidrasi, peroral pada membantu
         Keseimbanga klien sesuai memenuhi
n intake dan kebutuhan kebutuhan cairan
output   Anjurkan kepada
dengan   Asupan cairan
urine normal orang tua klien secara adekuat
dalam untuk sangat diperlukan
konsentrasi mempertahankan untuk menambah
jumlah asupan cairan volume cairan
secara dekuat tubuh
  Kolaborasi   Pemberian
pemberian cairan intravena sangat
intravena penting bagi klien
untuk memenuhi
kebutuhan cairan

4 Gangguan pola Tujuan :   Kaji   Sebagai data dasar


pola
eliminasi BAB Setelah eliminasi klien gangguan yang
berhubungan dilakukan dialami,
dengan tindakan memudahkan
konstipasi keperawatan intervensi
selama 3 x 24 selanjutnya
jam,   Auskultasi bising
pola   Penurunan
eliminasi usus menunjukkan
kembali normal. adanya obstruksi
statis akibat
Kriteria hasil : inflamasi,
          Klien penumpukan fekalit
melaporkan   Berhubungan
BAB lancar   Selidiki keluhan dengan distensi gas
         Konsistensi nyeri abdomen
lunak   Observasi   Indikator
gerakan usus, kembalinya fungsi
perhatikan GI,
warna, mengidentifikasi
konsistensi, dan ketepatan intervensi
jumlah feses
  Mengatasi
  Anjurkan makan konstipasi yang
makanan lunak, terjadi
buah-buahan
yang
merangsang
BAB
  Kolaborasi.   Mungkin perlu
Berikan pelunak untuk merangsang
feses, supositoria peristaltik dengan
sesuai indikasi perlahan

5 Ansietas Tujuan :   Kaji   Untuk


tingkat
berhubungan Setelah kecemasan yang mengeksplorasi
dengan proses dilakukan dialami orang tua rasa cemas yang
hospitalisasi, tindakan klien dialami oleh orang
kurang keperawatan tua klien
pengetahuan   Beri
selama 3 x 24   Meningkatkan
penjelasan
tentang jam, kecemasan pada orang tua pengetahuan orang
penyakit dan teratasi klien tentang tua klien tentang
kondisi penyakit penyakit anaknya
anaknya Kriteria hasil : anaknya
          Ekspresi   Beri kesempatan
  Mendengarkan
tenang pada orang tua keluhan orang tua
          Orang tua klien untuk agar merasa lega
klien tidak mengungkap kan dan merasa
sering bertanya perasaan nya diperhatikan
tentang kondisi sehingga beban
anaknya   Libatkan orang yang dirasakan
tua klien dalam berkurang
rencana   Keterlibatan orang
keperawatan tua dalam
terhadap perawatan anaknya
anaknya dapat mengurangi
kecemasan

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai


saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna
dan gangguan kesadaran. Penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella type A.B.C penularan
terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. 
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari minum air
mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.

3.2 SARAN

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka


dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami tentang
penyakit typoid dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai