PEMBAHASAN
2. Data obyektif
a. Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
b. Bandingakan dengan sisi lainnya.
c. Pengukuran kekuatan otot (0-5)
d. Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
e. Kyposis, scoliosis, lordosis.
1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada gangguan muskoloskeletal
sehingga perlu diketahui secara lengkap tentang sifat-sifat dari nyeri. Kebanyakan
pasien dengan penyakit atau kondisi traumatic, baik yang terjadi pada otot, tulang, dan
sendi biasanya mengalami nyeri. Nyeri tulang dapat dijelaskan secara khas sebagai
nyeri dalam dan tumpul yang bersifat menusuk, sementara nyeri otot dijelaskan sebagai
adanya rasa pegal. Nyeri fraktur tajam dan menusuk dan dapat dihilangkan dengan
imobilisasi. Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot
atau penekanan pada saraf sensoris.
Kebanyakan nyeri muskoloskeletal dapat dikurangi dengan istirahat. Nyeri yang
bertambah karena aktivitas menunjukan memar sendi atau otot. Sementara nyeri pada
satu titik yang terus bertambah merupakan proses infeksi (Osteomielitis), tumor ganas,
atau komplikasi vascular. Nyeri menyebar terdapat pada keadaan yang mengakibatkan
tekanan pada serabut saraf.
Rasa nyeri berbeda dari satu individu ke individu yang lain berdasarkan atas ambang
nyeri dan toleransi nyeri masing-masing pasien. Pada setiap orang pengajian Maupun
penanganannya harus dibedakan pula untuk masing-masing pasien. Agar lebih
komprehensifnya pengkajian nyeri, ada suatu pendekatan yan memudahkan peserta
didik untuk melakukan pengkajian, yaitu pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST.
Quality of pain Pengkajian sifat keluhan Dalam hal ini perlu ditanyakan
(karakter), seperti apa rasa kepada pasien apa maksud dari
nyeri yang dirasakan atau keluhan-keluhannya. Apakah
digambarkan pasien. keluhan nyeri bersifat menusuk,
tajam, atau tumpul menusuk.
Ingat :
Bahwa kebanyakan deskripsi
sifat dari nyeri sulit ditafsirkan
oleh karena itu pengkaji harus
bisa menerangkan dalam bahasa
yang lebih mudah dimengerti
oleh pasien sehingga pasien
akan lebih mudah
mendeskripsikan ras nyeri
tersebut.
2. Deformitas
Deformitas atau kelainan bentuk merupakan suatu keluhan yang menyebabkan pasien
meminta pertolongan layanan kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan berapa lama
keluhan dirasakan, kemana pasien pernah meminta pertolongan sebelum ke rumah
sakit, apakah pernah ke dukun urut atau patah tulang karena ada beberapa kasus
deformitas setelah pasien meminta pertolongan pada dukun patah, atau apakah tanpa
ada tindakan apa-apa setelah mengalami suatu trauma. Perlu diarahkan pada pasien
apakah keadaan/masalah kelainan bentuk pada dirinya menyebabkan perubahan pada
citra diri pasien.
3. Kekakuan/instabilitas pada sendi.
Kekakuan atau ketidakstabilan pada sendi merupakan suatu keluhan yang dirasakan
pasien mengganggu aktivitas pasien sehari-hari dan menyebabkan pasien meminta
pertolongan layanan kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan berapa lama keluhan
dirasakan serta sejauh mana keluhan menyebabkan gangguan pada aktivitas pasien.
Kelainan ini bisa bersifat umum misalnya pada atritis rematoid, ankilosing spondilitis,
atau bersifat local pada sendi-sendi tertentu. Locking merupakan suatu kekakuan sendi
oleh tulang rawan atau meniscus. Perlu diketahui apakah kelainan yang ada
menyebabkan ketidakstabilan sendi dan ditelusuri pula penyebabnya apakah karena
kelemahan otot atau kelemahan/robekan ada ligament dan selaput sendi.
4. Pembengkakan/benjolan.
Keluhan karena adanya pembengkakan pada ekstremitas merupakan suatu tanda adanya
bekas trauma yang terjadi pada pasien. Pembengkakan dapat terjadi pada jaringan
lunak, sendi atau tulang. Hal yang perlu ditanyakan adalah lokasi spesifik
pembengkakan, sudah berapa lama proses terjadinya trauma, apakah sudah meminta
tolong untuk mengatasi keluhan, dan apakah yang terjadi secara perlahan-lahan,
misalnya pada hematoma progresif dalam beberapa waktu. Pembengkakan juga bisa
disebabkan oleh infeksi, tumor jinak atau ganas.
5. Kelemahan otot.
Keluhan adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum misalnya pada penyakit
distrofi muscular atau bersifat local karena gangguan neurologis pada otot, misalnya
pada lobus Hansen, adanya perineal paralisis, atau pada penyakit poliomyelitis.
6. Gangguan atau hilangnya fungsi.
Keluhan gangguan dan hilangnya fungsi dari organ muskoloskeletal ini merupakan
gejala yang sering menjadi keluhan utama pada masalah gangguan system
muskoloskeletal. Gangguan atau hilangnya fungsi pada sendi dan anggota gerak dapat
disebabkan oleh berbagai hal, seperti gangguan fungsi karena nyeri yang terjadi setelah
trauma, adanya kekakuan sendi, atau kelemahan otot. Anamnesis yang dilakukan
pengkaji untuk menggali keluhan utama dari pasien adalah berapa lama keluhan
muncul, lokasi, atau organ yang mengalami gangguan atau hilangnya fungsi dan apakah
ada keluhan lain yang menyertai.
7. Gangguan sensibilitas.
Keluhan adanya gangguan sensibilitas terjadi apabila melibatkan kerusakan saraf pada
upper/lower motor neuron, baik bersifat local maupun menyeluruh. Gangguan
sensibilitas dapat pula terjadi apabila terdapat trauma atau penekanan pada saraf.
Gangguan sensoris sering berhubungan dengan masalah muskoloskeletal. Pasien
mungkin menyatakan mengalami parestesia (perasaan terbakar atau kesemutan) dan
kebas. Perasaan tersebut mungkin akibat penekanan pada serabut saraf ataupun
gangguan peredaran darah.
Pembengkakan jaringan lunak atau trauma langsung terhadap struktur tersebut dapat
mengganggu fungsinya. Kehilangan fungsi dapat terjadi akibat gangguan struktur saraf
dan peredaran darah yang terletak sepanjang system muskoloskeletal. Status
neurovascular didaerah musculoskeletal yang terkena harus dikaji untuk memperoleh
informasi untuk perencanaan intervensi. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah
pasien mengalami perasaan yang tak normal atau kebas; apakah gangguan ini
bertambah berat atau malah makin berkurang setelah permulaan keluhan mucul sampai
pada saat wawancara; apakah ada keluhan lain yang pasien rasakan seperti mengalami
nyeri dan bengkak (edema); apakah ada perubahan warna kulit bagian distal dari daerah
yang terkena seperti pucat dan sianosis.
1. Sinar – X
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi dan perubahan hubungan tulang.
Sinar-X multipel diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang
diperiksa. Sinar-X korteks tulang dapat menunjukkan adanya pelebaran,
penyempitan dan tanda iregularitas. Sinar – X sendi dapat menunjukkan adanya
cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi
2. CT Scan (Computed Tomografi Scan)
Menunjukkan rincian bidang tertentu dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cedera ligamen atau tendon. CT Scan digunakan untuk
mengindentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit
dievaluasi, seperti asetabulum. Pemeriksaan dilakukan bisa dengan atau tanpa
kontras dan berlangsung sekitar satu jam.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Teknik pencitraan khusus, non invasif yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas, misal tumor
atau penyempitan jaringan lunak. Klien yang mengenakan implant logam atau
pacemaker tidak bisa menjalani pemeriksaan ini. Perhiasaan harus dilepas, klien
yang klaustrofobia biasanya tidak mampu menghadapi ruangan tertutup tanpa
penenang.
4. Angiografi
Pemeriksaan sisitem arteri. Suatu bahan kontras radiopaque diinjeksikan ke dalam
arteri tertentu, dan diambil foto sinar-X serial sistem arteri yang dipasok oleh arteri
tersebut. Pemeriksaan ini sangat baik untuk mengkaji perfusi arteri dan bisa
digunakan untuk indikasi tindakan amputasi yang akan dilaksanakan. Perawatan
setelah dilakukan prosedur yaitu klien dibiarkan berbaring selama 12-24 jam untuk
mencegah perdarahan pada tempat penusukan untuk melihat adanya
pembengkakan, perdarahan dan hematoma serta nya pantau ekstremitas bagian
distalnya untuk menilai apakah sirkulasinya adekuat.
5. Digital Substraction Angiography (DSA)
Menggunakan teknologi komputer untuk menggambarkan sistem arteri melalui
kateter vena. Sedangkan, venogram adalah pemeriksaan sistem vena yang sering
digunakan untuk mendeteksi adanya trombosis vena dalam
6. Mielografi
Suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam rongga
subarakhnoid spinalis lumbal, dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus,
stenosis spinal (penyempitan kanalis spinalis) atau adanya tumor. Sementara,
diskografi adalah pemeriksaan diskus vertebralis dengan menyuntikkan bahan
kontras ke dalam diskus dan dilihat distribusinya
7. Arthrografi
Penyuntikkan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat
struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran
pergerakannya sementara diambil gambar sinar-X serial. Pemeriksaan ini sangat
berguna untukmengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau
ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul dan pergelangan tangan. Bila
terdapat robekan bahan kontras akan mengalami kebocoran keluar sendi dan akan
terlihat dengan sinar-X. Perawatan setelah dilakukan artrogram, imobilisasi sendi
selama 12-24 jam dan diberi balut tekan elastis. Tingkatkan kenyamanan klien
sesuai kebutuhan
8. Arthrosentesis (aspirasi sendi)
Dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan pemeriksaan atau
untuk meghilangkan nyeri akibat efusi. Normalnya, cairan sinovial adalah jernih
dan volumenya sedikit. Cairan sinovial lalu diperiksa secara makroskopis terkait
dengan volume, warna, kejernihan, dan adanya bekuan musin. Secara mikroskopis
diperiksa jumlah sel, identifikasi sel, pewarnaan Gram, dan elemen penyusunannya.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mendiagnosis reumatoid artritis dan atrofi
inflamasi, serta hemartrosis (perdarahan di rongga sendi) yang mengarah pada
trauma atau kecenderungan perdarahan.
9. Arthroskopi
Merupakan prosedur endoskopi yang memungkinkan pandangan langsung ke dalam
sendi. Pemeriksaan ini dilakukan di kamar operasi dan memerlukan anestesi lokal
atau umum sebelumnya. Jarum bor besar dimasukkan dan sendi direnggangkan
dengan salin. Artroskop kemudian dimasukkan dan struktur sendi, sinovium dan
permukaan sendi dapat dilihat. Perawatan yang dilakukan setelah tindakan adalah
dengan menutup luka dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan balutan tekan
untuk menghindari pembengkakan. Kompres es diberikan untuk mengurangi edema
dan rasa tidak nyaman.
10. Skintigrafi Tulang (Pemindai Tulang)
Menggambarkan derajat sejauh mana matriks tulang “mengambil” isotop radioaktif
khusus tulang yang diinjeksikan ke dalam sistem tersebut. Pemindai dilakukan
empat sampai enam jam setelah isotop diinjeksikan. Derajat ambilan nuklida
berhubungan langsung dengan metabolisme tulang. Peningkatan ambilan tampak
pada penyakit primer tulang (osteomielitis) dan pada jenis patah tulang.
11. Termografi
Mengukur derajat pancaran panas dari permukaan kulit. Kondisi inflamasi seperti
artritis dan infeksi, neoplasma harus dievakuasi. Pemeriksaan serial berguna untuk
mendokumentasikan episode inflamasi dan respons klien terhadap terapi
pengobatan antiinflamasi.
12. Elektromiografi
Memberi infoemasi mengenai potensial listrik otot dan saraf yang menyarafi.
Tujuannya adalah menentukan abnormalitas fungsi unit motor end. Setelah
tindakan berikan kompres hangat untuk mengurangi ketidaknyamanan.
13. Absorpsiometri foton tunggal dan ganda
Uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada pergelangan
tangan atau tulang belakang. Osteoporosis dapat dideteksi dengan menggunakan
alat densitometri.
14. Biopsi
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan sinovium
serta untuk membantu menentukan penyakit tertentu. Tindakan yang dilakukan
setelah pelaksanaan prosedur adalah memantau adanya edema, perdarahan dan
nyeri. Kompres es dapat diberikan untuk mengurangi edema, bahkan pemberian
analgetik untuk mengatasi nyeri.
3.1 KESIMPULAN
Pengkajian muskuloskeletal meliputi pemeriksaan pada tulang, persendian, dan
otot-otot.Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti,dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari kesalahan.
Pengkajian keperawatan merupakan evaluasi fungsional. Teknik inspeksi dan palpasi
dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot,
cara berjalan, dan kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
3.2 SARAN
1. Saat melakukan pengkajian musculoskeletal harus secara sistematis teliti dan terarah
2. Saat akan melakukan pemeriksaan fisik terlebih dahulu harus mengetahui tentang
anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal dan integrasinya dengan sistem neurologi
dan intergumen
DAFTAR PUSTAKA