Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 PENGKAJIAN UMUM SISTEM MUSKULOSKELETAL


Perawat menggunakan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh
data tentang pola pergerakan yang biasa dilakukan seorang. Data tersebut dikoordinasikan
dengan riwayat perkembangan dan informasi tentang latar belakang sosial dan psikososial
pasien.Riwayat kesehatan meliputi informasi tentang aktivitas hidup sehari-hari, pola
ambulasi, alat bantu yang digunakan (misal; kursi roda, tongkat, walker), dan nyeri (jika
ada nyei tetapkan lokasi, lama, dan faktor pencetus) kram atau kelemahan.
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti,dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.

1.2 ANAMNESIS MUSKULOSKELETAL


1. Data subjektif
a. Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis
transportasi yang digunakan, dan orang yang terdekat dengan klien.
b. Riwayat perkembangan. Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada
neonatus, bayi prasekolah, remaja dan tua.
c. Riwayat sosial.Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang terpapar
terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, status kesehatannya dapat
dipengaruhi.
d. Riwayat penyakit keturunan.Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk
menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi (misal; penyakit DM yang
merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif, TBC, artritis, riketsia,
osteomielitis, dll)
e. Riwayat diet (nutrisi).Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkanstres pada sendi penyangga tubuh dan prdisposisi terjadinya
instabilitas legamen khususnya pada punggung bagian bawah. Kurangnya asupan
kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu
makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A, D, kalsium serta protein yang
merupakan zat untuk menjaga kondisi muskuloskeletal.
f. Aktivas kegiatan sehari-hari. Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitas sehari-hari.
Kebiasaan membewa benda-benda berat yang dapat menimbulkan regangan otot
dan trauma lainnya. Perlu dikaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi
apakah nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda, tongkat,
walker)
g. Riwayat kesehatan masa lalu.Data tentang adanya efek langsung atau tidak
langsung terhadap muskuloskeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang
rawan, riwayat artritis, dan osteomielitis.
h. Riwayat kesehatan sekarang.Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat
trauma. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbul untuk pertama kalinya
atau berulang. Kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri
atau mengunjungi fasilitas kesehatan. Keluhan utama pasien dengan gangguan
muskuloskeletal meliputi : 
i. Nyeri. Identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah,
sendi, fasia, atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang menusuk
atau berdenyut.Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit
berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau
infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas/gerakan.
Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul
menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi pada
lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin
meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi
atau malam hari. Tanyakan apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya
dapat diatasi dengan obat tertentu.
1) Kekuatan sendi. Tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya
kekuan tersebut, dan apakah selalu terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari.
Pada penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada
pagi hari setelah bangun tidur (inaktivitas).
2) Bengkak. tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai
nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai sedera pada otot. Penyakit
degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal serangan, tetapi
muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri.
3) Deformitas dan imobilitas. Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau
bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk
dengan aktivitas, apakah klien menggunakan alat bantu ( kruk, tongkat, dll)
4) Perubahan sensori. Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri.
Penekanan pada saraf dan pembuluh darah akibat bengkaka, tumor atau fraktur
dapak menyebabkan menurunnya sensasi.

2. Data obyektif
a. Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
b. Bandingakan dengan sisi lainnya.
c. Pengukuran kekuatan otot (0-5)
d. Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
e. Kyposis, scoliosis, lordosis.

1.3 KELUHAN UTAMA DALAM SISTEM MUSKULOSKELETAL


Berbagai macam keluhan yang menyebabkan pasien datang bertemu dengan
pengkaji di klinik. Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien dengan gangguan
muskoloskeletal adalah sebagai berikut :

1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada gangguan muskoloskeletal
sehingga perlu diketahui secara lengkap tentang sifat-sifat dari nyeri. Kebanyakan
pasien dengan penyakit atau kondisi traumatic, baik yang terjadi pada otot, tulang, dan
sendi biasanya mengalami nyeri. Nyeri tulang dapat dijelaskan secara khas sebagai
nyeri dalam dan tumpul yang bersifat menusuk, sementara nyeri otot dijelaskan sebagai
adanya rasa pegal. Nyeri fraktur tajam dan menusuk dan dapat dihilangkan dengan
imobilisasi. Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot
atau penekanan pada saraf sensoris.
Kebanyakan nyeri muskoloskeletal dapat dikurangi dengan istirahat. Nyeri yang
bertambah karena aktivitas menunjukan memar sendi atau otot. Sementara nyeri pada
satu titik yang terus bertambah merupakan proses infeksi (Osteomielitis), tumor ganas,
atau komplikasi vascular. Nyeri menyebar terdapat pada keadaan yang mengakibatkan
tekanan pada serabut saraf.
Rasa nyeri berbeda dari satu individu ke individu yang lain berdasarkan atas ambang
nyeri dan toleransi nyeri masing-masing pasien. Pada setiap orang pengajian Maupun
penanganannya harus dibedakan pula untuk masing-masing pasien. Agar lebih
komprehensifnya pengkajian nyeri, ada suatu pendekatan yan memudahkan peserta
didik untuk melakukan pengkajian, yaitu pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST.

Pengkajian Deskripsi Teknik Pengkajian, Prediksi


Hasil, dan Implikasi Klinis

Provoking Pengkajian untuk Pada kondisi nyeri otot, tulang


Incident menentukan factor atau dan sendi biasanya disebabkan
peristiwa yang encetuskan oleh adanya kerusakan jaringan
keluhan nyeri. saraf akibat suatu trauma atau
merupakan respon dari
peradangan local.

Quality of pain Pengkajian sifat keluhan Dalam hal ini perlu ditanyakan
(karakter), seperti apa rasa kepada pasien apa maksud dari
nyeri yang dirasakan atau keluhan-keluhannya. Apakah
digambarkan pasien. keluhan nyeri bersifat menusuk,
tajam, atau tumpul menusuk.
Ingat :
Bahwa kebanyakan deskripsi
sifat dari nyeri sulit ditafsirkan
oleh karena itu pengkaji harus
bisa menerangkan dalam bahasa
yang lebih mudah dimengerti
oleh pasien sehingga pasien
akan lebih mudah
mendeskripsikan ras nyeri
tersebut.

Region, refered Pengkajian untuk Region merupakan pengkajian


menentukan area atau lokasi lokasi nyeri dan harus
keluhan nyeri, apakah nyeri ditunjukan dengan tepat oleh
menjalar ke area lain. pasien. Pada kondisi klinik,
lokasi nyeri pada system
muskoloskeletal dapat menjadi
petunjuk area yang mengalami
gangguan, misalnya nyeri lokasi
lutut pada astritis rematik, atau
pada nyeri akibat fraktur yang
bersifat lunak pada area local
yang mengalami fraktur.
Refered atau penjalaran nyeri
yang disebut juga nyeri kiriman
adalah suatu keluhan nyeri pada
suatu tempat yang sebenarnya
akibat kelainan dari tempat lain.
Sebagai contoh : nyeri radikular
pada penyempitan atau suatu
herniasi diskus, akan dirasakan
nyeri pada sepanjang
ekstremitas bawah.

Severity (scale) of Pengkajian seberapa jauh Pengkajian nyeri dengan menilai


pain rasa nyeri yang dirasakan skala nyeri merupakan
pasien. pengkajian yang paling penting
dari pengkajian nyeri dengan
pendekatan PQRST. Pengkajian
ini juga menjadi parameter
penting dalam menentukan
keberhasilan suatu intervensi.
Sebagia contoh : pasien yang
mengalami fraktur sebelum
dilakukan intervensu imobilisasi
mempunyai derajat skala nyeri 3
(0-4) atau nyeri berat, maka
setelah mendapat intervensi
apakah skala nyeri mengalami
penurunan, misalnya 1(0-4) atau
nyeri ringan.
Berat ringannya suatu keluhan
nyeri bersifat subjektif oleh
karena itu pada pengkajian
tersebut estimasi harus
ditentukan oleh pasien sendiri.
Teknik pengkajian dilakukan
dengan cara; Pasien bisa ditanya
dengan menggunakan rentang 0-
4 dan pasien akan menilai
seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan.
0 = tidak nyeri
1 = nyeri ringan
2 = nyeri sedang
3 = nyeri berat
4 = nyeri berat sekali

Time Berapa lama nyeri Sifat mula timbulnya (onset),


berlangsung, kapan, apakah tentukan apakah gejala timbul
bertambah buruk pada mendadak, perlahan-lahan, atau
malam hari atau siang hari. seketika itu juga. Tanyakan
apakah gejala-gejala timbul
secara terus menerus atau hilang
timbul (Intermiten). Tanyakan
apa yang sedang dilakukan
pasien saat gejala timbul.
Lama timbulnya (durasi).
Tanyakan kapan gejala tersebut
pertama kali timbul dan
usahakan menghitung
tanggalnya seteliti mungkin.

2. Deformitas
Deformitas atau kelainan bentuk merupakan suatu keluhan yang menyebabkan pasien
meminta pertolongan layanan kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan berapa lama
keluhan dirasakan, kemana pasien pernah meminta pertolongan sebelum ke rumah
sakit, apakah pernah ke dukun urut atau patah tulang karena ada beberapa kasus
deformitas setelah pasien meminta pertolongan pada dukun patah, atau apakah tanpa
ada tindakan apa-apa setelah mengalami suatu trauma. Perlu diarahkan pada pasien
apakah keadaan/masalah kelainan bentuk pada dirinya menyebabkan perubahan pada
citra diri pasien.
3. Kekakuan/instabilitas pada sendi.
Kekakuan atau ketidakstabilan pada sendi merupakan suatu keluhan yang dirasakan
pasien mengganggu aktivitas pasien sehari-hari dan menyebabkan pasien meminta
pertolongan layanan kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan berapa lama keluhan
dirasakan serta sejauh mana keluhan menyebabkan gangguan pada aktivitas pasien.
Kelainan ini bisa bersifat umum misalnya pada atritis rematoid, ankilosing spondilitis,
atau bersifat local pada sendi-sendi tertentu. Locking merupakan suatu kekakuan sendi
oleh tulang rawan atau meniscus. Perlu diketahui apakah kelainan yang ada
menyebabkan ketidakstabilan sendi dan ditelusuri pula penyebabnya apakah karena
kelemahan otot atau kelemahan/robekan ada ligament dan selaput sendi.
4. Pembengkakan/benjolan.
Keluhan karena adanya pembengkakan pada ekstremitas merupakan suatu tanda adanya
bekas trauma yang terjadi pada pasien. Pembengkakan dapat terjadi pada jaringan
lunak, sendi atau tulang. Hal yang perlu ditanyakan adalah lokasi spesifik
pembengkakan, sudah berapa lama proses terjadinya trauma, apakah sudah meminta
tolong untuk mengatasi keluhan, dan apakah yang terjadi secara perlahan-lahan,
misalnya pada hematoma progresif dalam beberapa waktu. Pembengkakan juga bisa
disebabkan oleh infeksi, tumor jinak atau ganas.
5. Kelemahan otot.
Keluhan adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum misalnya pada penyakit
distrofi muscular atau bersifat local karena gangguan neurologis pada otot, misalnya
pada lobus Hansen, adanya perineal paralisis, atau pada penyakit poliomyelitis.
6. Gangguan atau hilangnya fungsi.
Keluhan gangguan dan hilangnya fungsi dari organ muskoloskeletal ini merupakan
gejala yang sering menjadi keluhan utama pada masalah gangguan system
muskoloskeletal. Gangguan atau hilangnya fungsi pada sendi dan anggota gerak dapat
disebabkan oleh berbagai hal, seperti gangguan fungsi karena nyeri yang terjadi setelah
trauma, adanya kekakuan sendi, atau kelemahan otot. Anamnesis yang dilakukan
pengkaji untuk menggali keluhan utama dari pasien adalah berapa lama keluhan
muncul, lokasi, atau organ yang mengalami gangguan atau hilangnya fungsi dan apakah
ada keluhan lain yang menyertai.
7. Gangguan sensibilitas.
Keluhan adanya gangguan sensibilitas terjadi apabila melibatkan kerusakan saraf pada
upper/lower motor neuron, baik bersifat local maupun menyeluruh. Gangguan
sensibilitas dapat pula terjadi apabila terdapat trauma atau penekanan pada saraf.
Gangguan sensoris sering berhubungan dengan masalah muskoloskeletal. Pasien
mungkin menyatakan mengalami parestesia (perasaan terbakar atau kesemutan) dan
kebas. Perasaan tersebut mungkin akibat penekanan pada serabut saraf ataupun
gangguan peredaran darah.
Pembengkakan jaringan lunak atau trauma langsung terhadap struktur tersebut dapat
mengganggu fungsinya. Kehilangan fungsi dapat terjadi akibat gangguan struktur saraf
dan peredaran darah yang terletak sepanjang system muskoloskeletal. Status
neurovascular didaerah musculoskeletal yang terkena harus dikaji untuk memperoleh
informasi untuk perencanaan intervensi. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah
pasien mengalami perasaan yang tak normal atau kebas; apakah gangguan ini
bertambah berat atau malah makin berkurang setelah permulaan keluhan mucul sampai
pada saat wawancara; apakah ada keluhan lain yang pasien rasakan seperti mengalami
nyeri dan bengkak (edema); apakah ada perubahan warna kulit bagian distal dari daerah
yang terkena seperti pucat dan sianosis.

1.4 PEMERIKSAAN FISIK MUSKULOSKELETAL


Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari kesalahan.
Pengkajian keperawatan merupakan evaluasi fungsional. Teknik inspeksi dan palpasi
dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot,
cara berjalan, dan kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
1. Pengkajian Skeletal Tubuh
Skelet tubuh dapat dikaji dengan adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan
tulang yang abnormal akibat tumor tulang dapat dijumpai.Pemendekan ekstremitas,
amputasi dan bagian tubuh yang tidan sejajar dalam kondisi anatomis harus
dicatat.Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
menunjukkan patahan tulang. Biasanya terjadi krepitus (suara berderik ) pada titik
gerakan abnormal. Gerakan fragmen tulang harus diminimalkan untuk mencegah
cedera lebih lanjut. (Smeltzer, 2002) 
Priharjo (1996) mengatakan pengkajian tulang di antaranya amato kenormalan susunan
tulang dan kaji adanya deformitas, lakukan palpasi untuk mengetahui adanya edema
atau nyeri tekan, dan amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan.
2. Pengkajian Tulang Belakang
Kurvatura normal tulang belakang konveks pada bagian dada dan konkaf pada
sepanjang leher dan pinggang.
Deformitas tulang belakang yang sering terjadi meliputi : scoliosis (deviasi kurvatura
lateral tulang belakang), kifosis (kenaikan kurvatura lateral tulang belakang bagian
dada), lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang yang
berlebihan). Kifosis terjadi pada pasien osteoporosis pada pasien neuromuscular.
Skoliosis terjadi congenital, idiopatrik (tidak diketahui penyebabnya) atau akibat
kerusakan otot paraspinal misalnya pada poliomyelitis. Lordosis dijumpai pada
penderita kehamilan karena menyesuaikan postur tubuhnya akibat perubahan pusat
gaya beratnya. 
Pemeriksaan kesimetrisan dilakukan dengan memeriksa kurvatura tulang belakang dan
kesimetrisan batang tubuh dari pandangan anterior, posterior dan lateral. Dengan cara
berdiri di belakang pasien, dan memperhatikan perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka.
Lipatan bokong normalnya simetris. Simetri bahu dan pinggul serta kelurusan tulang
belakang diperiksa dengan pasien berdiri tegak,  dan membungkuk ke depan (fleksi).
Skoliosis ditandai dengan  abnormal kurvatura lateral tulang belakang, bahu yang tidak
sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetri dan scapula yang yang menonjol, akan
lebih jelas dengan uji membungkuk kedepan. Lansia akan mengalami kehilangan tinggi
badan karena hilangnya tulang rawan dan tulang belakang.
3. Pengkajian Persendian
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan, deformitas, stabilitas dan
benjolan.Luas gerakan dievaluasi secara aktif (sendi digerakkan oleh otot sekitar sendi
dan pasif dengan sendi digerakkan oleh pemeriksa). Luas gerakan normal sendi-sendi
besar menurut American Academy of Orthopedic Surgeons diukur dengan goniometer
(busur derajat yang dirancang khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi). Bila suatu
sendi di ekstensi maksimal namun terdapat sisa fleksi, dikatakan bahwa luas gerakan
terbatas.Yang disebabkan karena deformitas skeletal, patologi sendi atau kontraktur
otot dan tendo disekitarnya.
Pada lansia penurunan keterbatasan gerakan yang disebabkan patologi degeneratif sendi
dapat berakibat menurunnya kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.Inspeksi
persendian dan bandingkan secara bilateral.Harusnya didapat kesimetrisan tanpa
kemerahan, pembengkakan, pembesaran / deformitas.Palpasi sendi dan tulang untuk
mengetahui edema dan tenderness.Palpasi sendi selama gerakan untuk mengetahui
adanya krepitasi. Sendi harusnya terasa lembut  saat bergerak dan tidak ada nodul.
Deformitas sendi disebabakan oleh kontraktur (pemendekan struktur sekitar sendi),
subluksasi (lepasnya sebagian  permukaan sendi atau distrupsi struktur sekitar sendi,
dislokasi (lepasnya permukaan sendi). Kelemahan atau putusnya struktur penyangga
sendi dapat menakibatkan sendi terlalu lemah untuk berfungsi normal, sehinga
memerlukan alat penyokong eksternal ( misalnya brace). 
Jika sendi terasa nyeri periksa adanya kelebihan cairan pada kapsulnya (efusi),
pembengkakan, dan peningkatan suhu, yang mencerminkan inflamasi aktif. Kita dapat
mencurigai adanya effuse jika sendi mebengkak,ukurannya dan tonjolan tulangnya
samar. Tempat tersering terjadi efusi adalah lutut. Bila hanya ada sedikit cairan pada
rongga sendi di bawah tempurung lutut dapat diketahui dengan maneuver : aspek lateral
dan medial lutut dalam dalam keadaan ekstensi dapat diurut dengan kuat kearah bawah.
Gerakan tersebut akan menggerakkan cairan kearah bawah. Begitu ada tekanan dari sisi
lateral dan medial pemeriksa akan melihat benjolan disisi lain dibawah tempurung
lutut.
4. Pengkajian Sistem Otot
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan merubah posisi, kekuatan otot
dan koordinasikan ukuran otot serta ukuran masing-masing otot.Kelemahan otot
menunjukkan polineuropati, gangguan elektrolit (kalsium dan kalium), miastenia grafis,
poliomyelitis, distrofi otot. Dengan palpasi otot saat ekstremitas relaks digerakkan
secara pasif akan terasa tonus otot. Mengkaji kekuatan otot dilakukan dengan palpasi
otot dan ekstremitas yang digerakkan secara pasif dan rasakan tonus otot.
 Kaji kekuatan otot
Catatan : Evaluasi kekuatan kelompok otot dari kepala ke kaki dimasukkan dalam
pengkajian rentang gerak. Teknik – teknik untuk tes skrining kekuatan otot adalah
sebagai berikut :
1) Teknik uskulatur okuler
2) Teknik muskulatur wajah
3) Teknik muskulatur leher
4) Teknik muskulatur bahu
5) Teknik muskulatur deltoid
6) Teknik bisepsi
7) Teknik triseps
8) Teknik muskulatur pergerakan tangan dan jari
9) Teknik muskulatur panggul, telentang
10) Teknik quadriseps, duduk
11) Teknik urat-urat lutut, duduk
12) Teknik muskulatur pergelangan dan telapak kaki

Penilaian Kekuatan Otot


( Priguna S, 1980 )
N
Tingkat fungsional Skala lovet DERAJAT %
O
1 Tidak ada bukti kontraktiliitas Nol 0 0%
2 Bukti sedikit kontaktilitas Kecil 1 10 %
Rentang gerak lengkap dengan
3 Buruk 2 25 %
pembatasan gravitasi
Rentang gerak lengkap dengan
4 Sedang 3 50 %
garavitasi
Rentang gerak lengkap terhadap
5 Baik 4 75 %
gravitasi dengan beberapa tahanan
Rentang gerak lengkap terhadap
6 normal 5 100 %
gravitasi dengan tahanan penuh

a. Kepala & Leher


 Inspeksi & Palpasi adanya luka, bengkak, asimetris
b. Mandibular
 Sendi Temporomandibular kaku / kejang
 R.O.M buka mulut (normal 2-5 cm )
 Kekuatan otot dengan tahanan mandibular
c. Leher
 Simetris, benjolan, kaku, nodul
 R.O.M:
 Fleksi – fleksi lateral
 Ekstensi-hiperekstensi
 Rotasi
 Kekuatan otot tahan tiap gerakan 2X
d. Bahu
 Bandingkan kanan-kiri dari simetris, atrofi, deformitas
 Adakah nyeri tekan pada sendi sternoklavikuler dan sendi akromioklavikuler.
e. Klavikula
 Simetris Tonjolan tuberositas Humerus
 Lekukan otot Humerus salah letak
f. Skapula
 Tinggi sama ?
 Jarak dengan spinal columna sama ?
 Palpasi dengan jari untuk melihat batas tulang, krepitasi ?kelembutan otot ?
Simetri ?
g. Siku
 Fleksi dan ekstensi kedua siku ( bandingkan kanan-kiri )
 Ekstensi, periksa sendi dari kemerahan dan pembengkakan, perubahan bentuk
sendi & otot
 Palpasi siku adanya cairan, pembesaran kelenjar Supra Condylar , nodulus
rematoid.
 R.O.M fleksi ( normal 150 derajat )
 Ekstensi ( normal 5-15 derajat )
 Supinasi& pronasi
h. Pergelangan Tangan
 Simetris, bentuk.
 Lakukan fleksi tahan selam 1 menit, bila timbul rasa kebas / kesemutan /
paraesthesia permukaan tangan terutama 3 jari pertama dan separoh dari jari ke 4
(tanda Phalen) merupakan tanda
i. Punggung & Dada
 Inspeksi bentuk Spinal Columna dari belakang dan samping ( Skoliosis, Lordosis)
 Membungkuk sejauh mungkin untuk melihat otot samping kanan-kiri Spina
( normal :sama )
j. Pinggul
 Thomas test ( peluk lutut kiri ke dada )
 Bila panggul kanan fleksi kemungkinan adanya kelainan fleksi panggul
 Bila sakit kemungkinan adanyafraktur ?
 Angkat tungkai bawah sampai terasa sakit kemudian dorsofleksi telapak kaki
(normal 50 derajat, tidak ada nyeri)
k. Paha
 Simetris dan bentuk
 Lingkar paha bandingkan secara bilateral ( normal kaki dominant > 1cm )
l. Lutut
 Inspeksi posisi dan bentuk
 Periksa kekakuan, pembengkakan, pembesaran tulang sekitar sendi lutut
 R.O.M ekstensi ( normal 10 derajat ) fleksi ( normal 135 derajat )
 Periksa kekuatan otot dengan tekan lutut, klien berusaha untuk mengangkat
m. Pergelangan & Telapak Kaki
 Inspeksi terhadap edema, kemerahan, kelainan bentuk
 Inversi 35 derajat, eversi 15 derajat
 Abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi jari-jari
 Bila perlu meloncat dengan satu kaki ( bila sukses fungsi motorik kaki dan
cerebellum serta position sense baik )
n. Postur Tubuh & Gaya Berjalan
 Klien jalan 20 langkah bolak-balik
 Amati postur, cara menelapakan kaki, keseimbangan ( jalan lurus satu garis ),
ayunan lengan, irama langkah, jarak langkah ( n=37,5 cm )
 Bila berputar muka & kepala berputar terlebih dahulu dari bagian lain

5. Inspeksi dan palpasi


a. Inspeksi
1) Kesemetrisan seluruh tubuh
 Simetris pada bagian – bagian tubuh, sedikit asimetris mungkin bukan
patologis yang berarti.
2) Kesejajaran ekstremitas
 Ekstremitas sejajar dengan kontur, simetris dan sudut yang sama secara
bilateral, ekstremitas tampak panjang karena ukuran batang tubuh telah
membatasi.
3) Adanya deformitas nyata dan postur
 Penampilan menyeluruh adalah salah satu dari fleksi umum, kepala dan
leher mengarah kedepan, kifosis dorsalis, fleksi pada siku, pergerakan
lengan tangan, pinggul dan lutut berdiri pada dasar lebar.
 Penympangan sangat asimetri atau deformitas: deformitas varus ( bowleg ),
deformitas valgus ( knock-knees ), lordosis dan skoliosis.
4) Otot – otot mengenai hipertrofi nyata atau atrofi
 Kerusakan dapat ditemukan dekat sendi yang terbatas geraknya, saluran di
dasar interkapal, penampilan ekstremitas keseluruhan adalah lonjong dengan
sisi datar pada posisi inferior dan posterior bila ekstremitas pada posisi
horizontal asimetris 1cm atau kurang. Penyimpangan : hipertrofi atau atrofi
nyata.
b. Palpasi
1) Palpasi tulang, sendi, dan otot mengenai pembengkaan, nyeri tekan, perubahan
suhu lokal dan krepitasi.
2) Normal : tidak ada pembengkaan dan nyeri tekan tergantung riwayat. Suhu
secara umum sama keseluruhan tidak ada krepitasi.
3) Penyimpangan : sangat menonjol, bengkak, atau nyeri takan.
4) Catatan : Bila bengkak fluktuan, ini karena cairan, bila padat ini karena
penebalan atau pembesaran.

1.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK MUSKULOSKELETAL

1.         Sinar – X
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi dan perubahan hubungan tulang.
Sinar-X multipel diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang
diperiksa. Sinar-X korteks tulang dapat menunjukkan adanya pelebaran,
penyempitan dan tanda iregularitas. Sinar – X sendi dapat menunjukkan adanya
cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi
2.         CT Scan (Computed Tomografi Scan)
Menunjukkan rincian bidang tertentu dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cedera ligamen atau tendon. CT Scan digunakan untuk
mengindentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit
dievaluasi, seperti asetabulum. Pemeriksaan dilakukan bisa dengan atau tanpa
kontras dan berlangsung sekitar satu jam.
3.         MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Teknik pencitraan khusus, non invasif yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas, misal tumor
atau penyempitan jaringan lunak. Klien yang mengenakan implant logam atau
pacemaker tidak bisa menjalani pemeriksaan ini. Perhiasaan harus dilepas, klien
yang klaustrofobia biasanya tidak mampu menghadapi ruangan tertutup tanpa
penenang.
4.         Angiografi
Pemeriksaan sisitem arteri. Suatu bahan kontras radiopaque diinjeksikan ke dalam
arteri tertentu, dan diambil foto sinar-X serial sistem arteri yang dipasok oleh arteri
tersebut. Pemeriksaan ini sangat baik untuk mengkaji perfusi arteri dan bisa
digunakan untuk indikasi tindakan amputasi yang akan dilaksanakan. Perawatan
setelah dilakukan prosedur yaitu klien dibiarkan berbaring selama 12-24 jam untuk
mencegah perdarahan pada tempat penusukan untuk melihat adanya
pembengkakan, perdarahan dan hematoma serta nya pantau ekstremitas bagian
distalnya untuk menilai apakah sirkulasinya adekuat.
5.         Digital Substraction Angiography (DSA)
Menggunakan teknologi komputer untuk menggambarkan sistem arteri melalui
kateter vena. Sedangkan, venogram adalah pemeriksaan sistem vena yang sering
digunakan untuk mendeteksi adanya trombosis vena dalam
6.         Mielografi
Suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam rongga
subarakhnoid spinalis lumbal, dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus,
stenosis spinal (penyempitan kanalis spinalis) atau adanya tumor. Sementara,
diskografi adalah pemeriksaan diskus vertebralis dengan menyuntikkan bahan
kontras ke dalam diskus dan dilihat distribusinya
7.         Arthrografi
Penyuntikkan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat
struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran
pergerakannya sementara diambil gambar sinar-X serial. Pemeriksaan ini sangat
berguna untukmengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau
ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul dan pergelangan tangan. Bila
terdapat robekan bahan kontras akan mengalami kebocoran keluar sendi dan akan
terlihat dengan sinar-X. Perawatan setelah dilakukan artrogram, imobilisasi sendi
selama 12-24 jam dan diberi balut tekan elastis. Tingkatkan kenyamanan klien
sesuai kebutuhan
8.         Arthrosentesis (aspirasi sendi)
Dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan pemeriksaan atau
untuk meghilangkan nyeri akibat efusi. Normalnya, cairan sinovial adalah jernih
dan volumenya sedikit. Cairan sinovial lalu diperiksa secara makroskopis terkait
dengan volume, warna, kejernihan, dan adanya bekuan musin. Secara mikroskopis
diperiksa jumlah sel, identifikasi sel, pewarnaan Gram, dan elemen penyusunannya.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mendiagnosis reumatoid artritis dan atrofi
inflamasi, serta hemartrosis (perdarahan di rongga sendi) yang mengarah pada
trauma atau kecenderungan perdarahan.
9.         Arthroskopi
Merupakan prosedur endoskopi yang memungkinkan pandangan langsung ke dalam
sendi. Pemeriksaan ini dilakukan di kamar operasi dan memerlukan anestesi lokal
atau umum sebelumnya. Jarum bor besar dimasukkan dan sendi direnggangkan
dengan salin. Artroskop kemudian dimasukkan dan struktur sendi, sinovium dan
permukaan sendi dapat dilihat. Perawatan yang dilakukan setelah tindakan adalah
dengan menutup luka dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan balutan tekan
untuk menghindari pembengkakan. Kompres es diberikan untuk mengurangi edema
dan rasa tidak nyaman.
10.     Skintigrafi Tulang (Pemindai Tulang)
Menggambarkan derajat sejauh mana matriks tulang “mengambil” isotop radioaktif
khusus tulang yang diinjeksikan ke dalam sistem tersebut. Pemindai dilakukan
empat sampai enam jam setelah isotop diinjeksikan. Derajat ambilan nuklida
berhubungan langsung dengan metabolisme   tulang. Peningkatan ambilan tampak
pada penyakit primer tulang (osteomielitis) dan pada jenis patah tulang.
11.     Termografi
Mengukur derajat pancaran panas dari permukaan kulit. Kondisi inflamasi seperti
artritis dan infeksi, neoplasma harus dievakuasi. Pemeriksaan serial berguna untuk
mendokumentasikan episode inflamasi dan respons klien terhadap terapi
pengobatan antiinflamasi.
12.     Elektromiografi
Memberi infoemasi mengenai potensial listrik otot dan saraf yang menyarafi.
Tujuannya adalah menentukan abnormalitas fungsi  unit motor end. Setelah
tindakan berikan kompres hangat untuk mengurangi ketidaknyamanan.
13.     Absorpsiometri foton tunggal dan ganda
Uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada pergelangan
tangan atau tulang belakang. Osteoporosis dapat dideteksi dengan menggunakan
alat densitometri.
14.     Biopsi
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan sinovium
serta untuk membantu menentukan penyakit tertentu. Tindakan yang dilakukan
setelah pelaksanaan prosedur adalah  memantau adanya edema, perdarahan dan
nyeri. Kompres es dapat diberikan untuk mengurangi edema, bahkan pemberian
analgetik untuk mengatasi nyeri.

1.6 INDIKASI PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


Pengkajian fisik sistem muskuloskeletal adalah pemeriksaan tubuh klien secara
keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan
masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Keakuratan pemeriksaan fisik muskuloskeletal mempengaruhi pemilihan terapi yang
diterima klien dan penetuan respon  terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005).
Pengkajian fisik pada gangguan muskoloskeletal terdiri atas pengkajian fisik umum
dan pengkajian lokalis muskoloskeletal. Pengkajian fisik ini dilakukan sebagaimana
pengkajian fisik lainnya dan bertujuan untuk mengklarifikasi hasil temuan dari anamnesis,
untuk mengevaluasi keadaan fisik pasien secara umum, serta melihat apakah ada indikasi
penyakit lainnya selain kelainan muskoloskeletal.
Dalam melakukan pengkajian fisik gangguan musculoskeletal, pengkaji
memerlukan pengetahuan tentang anatomi, fisiologi dan fatofisiologi dari system
muskoloskeletal. Pengalaman dan keterampilan diperlukan dalam pengkajian dasar,
kemampuan fungsional, sampai maneuver pengkajian fisik canggih yang dapat
menegakkan diagnosis kelainan khusus tulang, otot, sendi. Pengkajian fisik merupakan
eveluasi fungsional. Teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas
tulang, postur, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan kemampuan pasien
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pengkajian musculoskeletal biasanya
berhubungan erat dengan system saraf dan kardiovaskuler sehingga pengkajian ketiga
system tersebut sering dilakukan secara bersamaan.
Dasar dari pengkajian fisik system musculoskeletal adalah perbandingan
kesimetrisan tubuh. Kedalaman pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan
riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang ditemukan pengkaji yang memerlukan
eksplorasi lebih jauh.

1.7 KONTRAINDIKASI PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


Nyeri tekan: perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah nyeri setempat
atau nyeri menjalar yang berasal dari tempat lain (referred pain).
Peserta didik tidak boleh melakukan palpasi pada pasien awal fraktur tanpa
didampingi oleh pembimbing. Teknik penekanan dimulai dengan meletakkan jari-jari
tangan pada area tempat pengkajian agar pasien merasa terbiasa dengan adanya tangan di
tempat pengkajian. Dengan memperhatikan ekspresi wajah pasien, penekanan dilakukan
perlahan-lahan. Analisis pengkajian untuk menentukan apakah nyeri bersifat local
(tenderness) atau nyeri dari tempat lain
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pengkajian muskuloskeletal meliputi pemeriksaan pada tulang, persendian, dan
otot-otot.Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti,dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari kesalahan.
Pengkajian keperawatan merupakan evaluasi fungsional. Teknik inspeksi dan palpasi
dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot,
cara berjalan, dan kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

3.2 SARAN
1. Saat melakukan pengkajian musculoskeletal harus secara sistematis teliti dan terarah
2. Saat akan melakukan pemeriksaan fisik terlebih dahulu harus mengetahui tentang
anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal dan integrasinya dengan sistem neurologi
dan intergumen
DAFTAR PUSTAKA

 Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
 Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
 http://repository.unand.ac.id/14267/2/MANUAL_SKILLS_LAB_ORTHO.pdf
 Zairin Noor Helmi. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskoloskeletal. PT Salemba Medika.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai