Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

RASA AMAN NYAMAN

DISUSUN OLEH :

NURSINAH

(017013395)

S1 AKADEMI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

MATARAM
A. Definisi
Nyeri adalah suatu hal yang sudah asing lagi dikehidupan kita. Nyeri menjadi alasan
yang paling banyak dan paling umum dikeluhkan seorang pasien untuk mencari perawatan
kesehatan dibandingkan keluhan-keluhan lainnya. Dalam ilmu kesehatan terutama
keperawatan, kenyamanan adalah konsep sentral dalam pemberian asuhan keperawatan.
Kolcaba (1992) dalam poter dan peri 2006, mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu
keadaan telah terpeuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan
ketentraman kelegaan dan transenden.
Nyeri merupak tidak kenyaman yang didefinisikan dalam berbagai prespektif asosiasi
internasioal untuk penelitian nyeri sebagai mana dikutip dalam suzanne C. Smeltzer 2002
mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pngalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yangaktual, pontensial, atau yang
dirasakan dalam kejariian-kejarian saat terjadi kerusakan.
Arthur C.Curton 1993 dalam pseio 2010 mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan yag sedang rusak, menyebabkan
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.
Elzack dan Wall1988 dalam judha dkk 2012 mengatakan bahwa nyeri adalah
pengalaman pribadi subjektif, yang dipengaruhi oleh budaya, presepsi seseorang, perhatian,
dan variabel-variabel pesikologis lain, yang menggagu periaku berkelajutan dan motifasi
setiap orang utuk menghentikan rasa tersebut.
1. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan durasinya dibedakan menjadi nyeri akut dan
nyeri kronik.
a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah terjadi cedera akut, penyakit, tau intervensi
bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan samapai
berat) dan berlangsung waktu yang singkat (Mainhart dan McCaffery, 1983: NIH, 1986
dalam Smaltzer, 2002. Fungsi nyeri akut adalah memberi peringatan akan suatu cedera atau
penyakit yang akan datang.

Nyeri akut akan berheti dengan sendirinya dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa
pengobatan setelah keadaan pulih pada area setelah terjadi kerusakan. Nyeri akut berdurasi
singkat (kurang dari 6 bulan), memiliki omset yang tiba-tiba dan terlokalisasi. Nyeri ini
biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi. Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi
sistem saraf simpatis yang akan memeperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi,
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, disphoresis, dan dilatasi pupil. Klien
yang mengalami nyeri akut akan biasanya juga akan memperlihatkan respons emosi dan
perilaku seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah, atau menyeringai.
b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode
waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya
berlangsung lebih dari 6 bulan (McCaffery, 1986 dalam Potter & Perry, 2005). Nyeri
kronik dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk
diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang
dirahkan pada penyebabnya.
Nyeri kronik dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik nonmalignan dan malignan (Potter &
Perry, 2005). Nyeri kronis nonmalignan merupakan nyeri yang timbul akibat cidera
jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh (Shceman, 2009 dalam Potter &
Perry, 2005), bisa timbul tanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri pada pinggang
bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis, misalnya osteorthritis (Tanra, 2005,
dalam Potter & Perry, 2005). Sementara nyeri kronik malignan yang disebut juga nyeri
kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat diidentifikasi, yaitu terjadi akibat perubahan
pada saraf. Perubahan ini terjadi bisa karena penekanan pada saraf akibat metastasis sel-
sel kanker maupun pengaruh zat-zat kimia yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri
(Portenoy, 2007 dalam Potter & Perry, 2005).
Penderita nyeri kanker tidak berasal dari pengalaman nyeri tetapi berasal dari proses
keganasan dan pada umumnya berhubungan dengan metastasis. Sekitar 60 sampai 80%
pasien kanker yang dirawat di rumah sakit menderita nyeti yang sangat hebat (Lewis,
1983).
Manifestasi klinis yang tampak dalam pemeriksaan tanda-tanda vital, seringkali
didapatkan masih dalam batas normal dan tidak disertai dilatasi pupil. Manifestasi yang
biasanya muncul berhubungan dengan respon psikososial seperti rasa keputusasaan,
kelesuan, penurunan libido (gairah seksual), penurunan berat badan, perilaku pada
aktivitas fisik.
Etiologi
1) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakan jaringan akibat bedah atau luka
cidera
2) Iskemik jaringan
3) Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak
terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot
yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan
atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama
4) Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga
karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5) Post operasi (setelah pembedahan)
Manifestasi Klinis
a) Gangguan tidur
b) Posisi menghindari nyeri
c) Gerakan menghindari nyeri
d) Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
e) Perubahan nafsu makan
f) Tekanan darah meningkat
g) Nadi meningkat
h) Pernapasan meningkat
Patofisiologi
1. Transduksi
Merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) diubah menjadi suatu
aktifas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stumuli ini dapat berupa stimuli fisik
(tekanan), suhu (panas), atau kimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena
mediator-mediator nyeri mempengaruhi nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran
nyeri meluas. Kemudian terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang
rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator dan penurunan pH jaringan. Terjadi
pengeluaran zat-zat mediator nyeri seperti histamine, serotonin yang akan menimbulkan
sensasi nyeri.
2. Transmisi
Merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornus
dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena
proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinap melewati neuro transmiter.
3. Modulas
Adalah proses pengendalian internal oleh system saraf, dapat meningkatkan atau
mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi melalui system analgesia endogen
yang melibatkan bermacam-macam neurotansmiter antara lain endorphin yang dikeluarkan
oleh sel otak dan neuron di spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductuagrey (PAG)
dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat spinalis. Modulasi
nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula spinalis atau supraspinalis.
4. Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima.
Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks
serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat
ringannya nyeri yang dirasakan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
- Kaji karakteristik PQRST
a. Palliative : aktivitas yang membuat nyeri makin parah
b. Qualitas : Bagaimana nyeri yang dirasakan, apakah terasa tajam, tumpul seperti
terbakar, tertindih benda berat, tertusuk, menjalar.
c. Region : Di lokasi mana nyeri dirasakan ?
d. Severity : Intensitas nyeri
e. Time : kapn nyerei mulai dirasakan ?
- Kaji riwayat nyeri
a. Lokasi, untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan
area nyerinya
b. Intensitas nyeri
c. Kualitas nyeri, terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-
tusuk.
d. Pola, pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval
nyeri
e. Faktor presipitasi, factor pencetus timbulnya nyeri.
f. Gejala yang menyertai, meliputi mual, muntah, pusing dan diare
g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari.
h. Sumber koping, setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri
i. Respon afektif, respon klien bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri,
intepretasi tentang nyeri, dan faktor
- Kaji tanda-tanda vital  tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu tubuh.
- Kaji respon perilaku dan fisiologis
a. Respon non verbal: ekspresi wajah, misal menutup mata rapat-rapat atau
membuka mata lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan seringai wajah.
b. Respon perilaku: menendang-nendang, membalik-balikkan tubuh di atas kasur,
dll.
c. Respon fisiologis: nyeri akut misalnya peningkatan tekanan darah, nadi, dan
pernafasan, diaphoresis, dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf
simpatis.

Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
3. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyamanan fisik
4. Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang
5. Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskular
6. Ansietas b.d krisis situasional

Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
a. Melaporkan nyeri yang terkontrol dari skala 6 menjadi skala 2. (skala 0-10)
b Ekspresi nyeri wajah berkurang
c. Tekanan darah dipertahankan pada kisaran normal
Intervensi:
a) Kaji nyeri secara komprehensif
b) Monitor tanda-tanda vital
c) Berikan pasien lingkungan yang tenang dan mendukung
d) Ajarkan teknik non farmakologi relaksasi nafas dalam
e) Kolaborasi pemberian analgesik
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik (gerak otot dan gerak sendi)
b. Meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
c. Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
Intervensi:
a) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
b) Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
c) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
d) Berikan ROM aktif dan pasif pada pasien
e) Latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
3. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyamanan fisik
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
a. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
b. Kesulitan memulai tidur berkurang
c. Pasien tampak segar
Intervensi:
a) Monitor kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam
b) Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
c) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
d) Kolaborasi pemberian obat tidur
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan kriteria hasil:
a. Keinginan untuk makan meningkat
b. Intake nutrisi meningkat
Intervensi:
a) Kaji nutrisi pasien
b) Berikan makanan yang terpilih
c) Jelaskan pada pasien pentingnya nutrisi bagi tubuh
d) Kolaborasi pemberian nutrisi dengan ahli gizi

5. Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskular


Kriteria hasil:
a. Mampu untuk membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
b. Mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
Intervensi:
a) Memantau kebersihan kuku menurut kemampuan perawatan diri pasien
b) Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya dapat mengasumsikan perawatan diri
c) Ajarkan keluarga untuk mendukung kemandirian dengan membantu hanya ketika pasien
tak mampu melakukan (perawatan diri)
d) Bina konsistensi dari satu shift ke shift berikutnya terkait rutinitas lingkungan dan
perawatan

6. Ansietas b.d kritis situasional


Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
c. Vital sign dalam batas normal
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Intervensi:
a) Monitor vital sign
b) Identifikasi tingkat kecemasan
c) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut
d) Ajarkan pasien teknik relaksasi
e) Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi cemas.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta: Ar-Ruzz Media.
Bulechek, Gloria, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification. Singapore: Elsevier Global
Right
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions &
Classifications 2015-2017, Ed. 10. Jakarta: EGC
Kuzier, Barbara dkk. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcome Classification. Singapore: Elseiver Global Right
Potter, dkk. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, danPraktik, Edisi 4,
Volume 11. Jakarta:EGC
Prasetyo, Sigit. 2010. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wibowo, Sanekto dkk. 2011. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta: Salemba Medikat.

Anda mungkin juga menyukai