Anda di halaman 1dari 16

JOURNAL READING

OPTIMAL TIMING OF ANTIKOAGULAN TREATMENT AFTER

INTRACEREBRAL HEMORRHAGE IN PATIENTS WITH ATRIAL FIBRILASI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :
Ase Nurul Hidayah
30101407144

Pembimbing :
dr. Sri Suwarni, SpS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2019
WAKTU OPTIMAL PEMBERIAN OBAT ANTIKOAGULAN SETELAH
PERDARAHAN INTRASEREBRAL PADA PASIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI

Johanna Pennlert, MD; Rosanna Overholser, PhD; Kjell Asplund, MD, PhD;
Bo Carlberg, MD, PhD; Bart Van Rompaye, PhD; Per-Gunnar Wiklund, MD, PhD;
Marie Eriksson, PhD

Latar Belakang dan Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengobservasi mengenai hubungan antara waktu pengobatan
antitrombotik dan risiko yang berlawanan dari kejadian trombotik dan hemoragik yang parah
dalam kohort Swedia Pasien dengan atrial fibrillation dan intraserebral hemorrhage (ICH).

Metode

Pasien dengan atrial fibrillation dan ICH pertama kali diidentifikasi dalam Swedish Stroke
Register, Riksstroke, pada tahun 2005 sampai 2012. Riksstroke dikaitkan dengan daftar
nasional lainnya untuk mendapatkan informasi tentang pengobatan, komorbiditas, dan hasil.
Waktu terapi yang optimal pada pasien dengan risiko tromboembolik derajat rendah atupun
tinggi dijelaskan melalui Fungsi kejadian kumulatif secara terpisah untuk kejadian trombotik
& hemoragik dan untuk gabungan vaskuler akhir kematian atau stroke nonfatal.

Hasil

Penelitian ini melibatkan 2619 pasien ICH dengan atrial fibrillation dengan follow-up 5759
orang pertahun. Pengobatan antikoagulan dikaitkan dengan penurunan risiko kematian
vaskular dan stroke nonfatal pada pasien berisiko tinggi namun tidak signifikan untuk
peningkatan risiko perdarahan berat. Hasilnya terlihat lebih bagus jika pengobatan dimulai 7
sampai 8 minggu setelah ICH. Untuk wanita berisiko tinggi, total risiko kematian vaskular
atau kekambuhan stroke dalam 3 tahun adalah 17,0% apabila pengobatan antikoagulan
dimulai 8 minggu setelah ICH dan 28,6% tanpa pengobatan antitrombotik (interval
kepercayaan 95% untuk Beda, 1,4% -21,8%). Untuk pria berisiko tinggi, risiko yang terkait
adalah 14,3% dibandingkan 23,6% (interval kepercayaan 95% , perbedaan, 0,4% -18,2%).

Kesimpulan
Studi observasional nasional ini menunjukkan bahwa pengobatan antikoagulan dapat dimulai
pada 7 sampai 8 minggu setelah ICH pada pasien dengan atrial fibrillation untuk
mengoptimalkan manfaat dari pengobatan serta meminimalkan risiko.

Kata kunci : antikoagulan, atrial fibrilasi, perdarahan serberal, iskemik, stroke

Pendahuluan

Prevalensi dari atrial fibrilasi dengan pengobatan antikoagulan setelah perdarahan


intraserebral meningkat pada tahun tahun terakhir. Namun sebagian besar dari pasien ini
tidak diberikan terapi karena adanya kontroversi dalam pengambilan keputusan terapi.

Antikoagulan bermanfaat bagi pasien dengan atrial fibrilasi. Dalam sebuah


penelitian pada populasi di Swedia, kejadian iskemik berulang melebihi jumlah ICH rekuren
di antara korban ICH dan ICH sendiri telah diidentifikasi sebagai prediktor independen
kejadian tromboemboli di antara pasien dengan AF.

Dua penelitian observasional di Denmark baru-baru ini mendukung pemberian


Antikoagulan oral karena secara signifikan dapat mengurangi semua penyebab kematian dan
risiko terjadinya stroke iskemik

Pedoman internasional menyebutkan kurangnya bukti mengenai pemberian


antikoagulan pada pasien pasca ICH. Studi retrospektif terbesar yang meneliti waktu optimal
untuk memulai pengobatan melibatkan 3 pusat tersier dan 234 pasien dengan ICH terkait
warfarin. Lima puluh sembilan pasien melanjutkan pengobatan antikoagulan, dan penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa pemberian antikoagulan kembali harus ditunda 10 sampai 30
minggu untuk menghindari risiko tinggi perdarahan berulang pada ICH. Sebaliknya, tinjauan
sistematis yang melibatkan 492 pasien menunjukkan bahwa antikoagulan pada kelompok
berisiko tinggi dapat diulang 3 hari sejak pendarahan intraserebral, namun para peneliti
menekankan keterbatasan yang ada dalam studi yang dianalisis.

Dengan menggunakan Register Stroke Swedia secara nasional, Riksstroke, peneliti


mempelajari hubungan antara waktu pemberian antitrombotik dan risiko terjadinya
trombosis, perdarahan yang hebat dan kematian dikarenakan ICH pada pasien dengan atrial
fibrilasi.

Metode
Populasi

Semua pasien dengan ICH (Revisi Klasifikasi Penyakit Internasional-Kesepuluh ICD-10]:


I.61) dicatat di Riksstroke antara 1 Juli 2005 dan 31 Desember 2012, disertai diagnosis AF
dan dirawat dirumah sakit. Pasien dengan ICH karena trauma, hematoma subdural, dan
perdarahan subarachnoidal tidak disertakan. Diagnosis AF diperoleh dari Riksstroke atau
ditemukan di rawat inap Swedia (ICD-10: I48) dari tahun 1997 sampai onset ICH.

Sumber data

Rekam medis pasien dihubungan dengan beberapa database nasional Swedia


sehingga dapat menggambarkan karakteristik pasien pada saat ICH, resep obat antitrombotik
setelah ICH, dan kejadian klinis berat berikutnya. Riksstroke didirikan pada tahun 1994, dan
sejak tahun 1998 semua rumah sakit mempercayai pasien dengan stroke akut di Swedia untuk
berpartisipasi. Register memiliki cakupan > 94% dari semua pasien dengan stroke akut. The
Swedish Dispensed Drug Register membawa informasi nasional tentang semua resep obat
rawat jalan yang dikeluarkan dari semua apotek Swedia mulai 1 Juli 2005. Pendaftaran Rawat
Inap di Swedia, yang dikelola oleh Dewan Kesehatan dan Kesejahteraan Nasional, telah
memiliki cakupan nasional yang lengkap sejak tahun 1987, dan> 99 % dari semua limbah
rumah sakit somatik terdaftar. Akurasi diagnostik, diukur dengan nilai prediktif positif,
perbedaan antara diagnosis, namun umumnya 85% sampai 95% . Informasi tentang variabel
sosial ekonomi diambil dari Database Integrasi Longitudinal untuk Asuransi Kesehatan dan
Studi Pasar Tenaga Kerja yang dikelola oleh Statistik Swedia. Keterkaitan dengan Daftar
Penyebab Kematian yang dikelola oleh Dewan Kesehatan dan Kesejahteraan Nasional, dibuat
untuk menemukan informasi tentang penyebab langsung dan penyebab kematian. penelitian
ini telah disetujui dari Ethical Review Dewan, Umeå, Swedia (Dnr 2014-76-32M), sebagai
perpanjangan dari Proyek Stroke.

Definisi Variabel

Variabel hasil

Dua peristiwa hasil yang berbeda didefinisikan. Pertama, kejadian trombosis adalah
kejadian stroke iskemik (fatal atau nonfatal), dan semua penyebab kematian secara langsung
atau tidak langsung disebabkan oleh kejadian trombotik (infark miokard atau tromboemboli
arteri sistemik). Hasil yang kedua adalah kejadian hemoragik, yang didefinisikan sebagai
kejadian ICH berulang (fatal atau nonfatal) atau kejadian pendarahan apapun secara langsung
atau tidak langsung menyebabkan kematian. 2 hasil tersebut digabungkan, dan serupa dengan
titik akhir utama studi APACHE-AF (Apixaban Versus Antiplatelet Narkoba atau Tidak Ada
Obat Antitrombotik Setelah Perdarahan Intracerebral terkait Antikoagulasi pada Pasien
Dengan Atrial Fibrillation; Kematian vaskular atau stroke non fatal) . Kode ICD-10 yang
terdaftar untuk kejadian trombotik dan hemorrhagic tersedia Di Tabel I di Supplement Data
online.

Variabel waktu

Salah satu fitur yang melekat pada register stroke adalah kejadian berulang dalam 28
hari Onset stroke yang pertama kalinya tidak dicatat. Oleh karena itu, titik awal untuk tindak
lanjut hasil ditetapkan pada hari ke 28 setelah indeks ICH. Titik awal untuk tindak lanjut
pengobatan antitrombotik adalah waktu pemberian resep antitrombotik pertama setelah
dikeluarkan, mengingat pasien tersebut tidak dalam perawatan saat dikeluarkan. Kematian
dari sebab lain dimasukkan sebagai hasil ketiga yang mungkin terjadi. Pengawasan kejadian
selama tindak lanjut berupa inisiasi pengobatan ganda (antikoagulan + obat antiplatelet),
mencapai akhir studi (31 Desember 2012) atau pasien hilang untuk ditindaklanjuti karena
imigrasi.
Terapi Antikoagulan dan Antiplatelet
Riksstroke berisi informasi tentang pengobatan antikoagulan dan antiplatelet di
rumah sakit. Resep yang terdaftar pertama dari masing-masing kelompok agen antitrombotik
berasal dari Register Obat Dispenser Swedia. Kode ATC B01AC digunakan untuk obat
antiplatelet. Untuk terapi antikoagulan oral (antagonis vitamin K dan antikoagulan oral
langsung), kode berikut digunakan: B01AA, B01AE, dan B01AF. Setelah diberi resep agen
antitrombotik yang dispensasi, analisis dilakukan sesuai dengan prinsip intention-to-treat,
kecuali jika pasien beralih dari pengobatan antiplatelet ke pengobatan antikoagulan atau
sebaliknya (terapi ganda yang ditentukan). Setelah diberi terapi ganda, pasien disensor.
Informasi tentang pengobatan antitrombotik pada permulaan ICH diperoleh dari Riksstroke
atau diberi resep tanpa dispensasi 6 bulan sebelum indeks ICH.

Komorbiditas

Diagnosis pada Atrial Fibrilasi (ICD-10 148) didasarkan pada data register di
Riksstroke atau diagnosis AF sebelum ICH di register rawat inap. Hipertensi didefinisikan
sebagai pengobatan antihipertensi pada Riksstroke atau diagnosis (ICD-10 I10-15) pada
register rawat inap. Gambaran umum dari semua faktor komorbid di gambarkan pada Tabel II
dalam Supplement Data online.

Profil Pasien Beresiko

Dua tipe pasien berisiko didefinisikan sebagai seperangkat karakteristik pasien yang
penting secara klinis. Seorang pasien berisiko rendah berusia 69 tahun, menghabiskan 14 hari
di rumah sakit setelah ICH, tidak memiliki faktor risiko sebelumnya selain AF, dan
sebelumnya tidak pernah melakukan perawatan antitrombotik. Untuk mengevaluasi risiko
stroke iskemik pada pasien dengan AF, skor stratifikasi risiko yang umum digunakan adalah
skor CHA2 DS2-VASc (gagal jantung kongestif, hipertensi, usia [≥75 tahun; 2 poin],
diabetes mellitus, stroke / transient ischemic Serangan [2 poin], penyakit vaskular, usia [65-
74 tahun], jenis kelamin [perempuan]). Oleh CHA2 DS2 -VASc, profil pasien ini diberikan 1
poin jika laki-laki dan 2 poin jika perempuan.

Seorang pasien berisiko tinggi berusia 80 tahun dan menghabiskan 28 hari di rumah
sakit. Pasien tersebut memiliki stroke iskemik sebelumnya, hipertensi, dan Diabetes melitus
dan mendapatkan pengobatan antikoagulan sebelumnya pada saat ICH (oleh CHA2 DS2
-VASc; 6 poin jika laki-laki dan 7 poin jika perempuan). Skor Baseline CHA2 DS2-VASc
diperkirakan menggunakan metodologi yang sama dengan penelitian sebelumnya oleh
Pennlert dkk.

Metode Statistik

Perhitungan secara retrospektif berdasarkan 2619 pasien termasuk di antaranya 232


(8,9%) menerima antikoagulan, menunjukkan bahwa penelitian ini dapat mendeteksi
perbedaan kejadian kumulatif dari kejadian total 10% dibandingkan 17% antara pasien yang
diobati dan yang tidak diobati, Dengan kekuatan 82% (uji 2-side dengan tingkat signifikansi
5%).

Karakteristik dasar dirangkum dalam Tabel. Untuk mencari hubungan waktu


pengobatan antikoagulan dan antiplatelet dimulai dengan risiko kejadian trombotik yang
saling berlawanan, kejadian hemoragik dan penyebab kematian lainnya. Peneliti
memfokuskan analisis pada perkiraan fungsi kejadian kumulatif (CIFs). CIF adalah
probabilitas untuk mengamati suatu kejadian sebelum waktu yang ditentukan. CIF
didefinisikan untuk kejadian trombotik dan hemoragik secara terpisah dan bila dijumlahkan
memberikan CIF dengan hasil gabungan kematian vaskular atau stroke nonfatal.

Peneliti membuat model bahaya proporsional Cox21 untuk setiap kejadian. Hal ini
memungkinkan peneliti menyesuaikan diri pada perbedaan karakteristik pasien saat
menghitung bahaya penyebabnya. Setiap model berisi 2 kovariat berbeda waktu. Untuk
perawatan, kami menggunakan “smoothing splines” (fungsi nonlinier yang bentuknya
ditentukan oleh data) waktu mulai pengobatan antikoagulan atau antiplatelet selama masa
pengobatan. Untuk mengurangi kemungkinan “overfitting”, perilaku linier digunakan untuk
periode waktu dengan sedikit atau tanpa titik data (setelah 38 dan 69 minggu, masing-
masing). Untuk usia, kami menggunakan efek linear piecewise dengan titik balik pada kuartil
dari usia yang diamati. Kovariat lainnya dipilih sesuai dengan algoritma seleksi terbelakang.
Karena kovariat yang terkait dengan salah satu hasil tidak harus berhubungan dengan yang
lain, kami melakukan pemilihan model untuk masing-masing dari 3 hasil secara terpisah.

Kovariat yang tersedia adalah karakteristik awal (Tabel) dan “smoothing spline”
(dengan perilaku linier setelah 26 minggu) sejak debit. Pasien yang kehilangan nilai tingkat
kesadaran diperlakukan sebagai kategori terpisah. Kovariat lainnya termasuk <2% hilang.
Setelah kovariat dipilih untuk masing-masing dari 3 model menggunakan seperangkat pasien
yang sama dengan informasi pada semua kovariat (n = 2562), ketiga model tersebut diulang
dengan menggunakan pasien dengan informasi pada semua kovariat yang dipilih minimal 1
model (n = 2619). Algoritma seleksi dimulai dengan model yang lengkap dan menghilangkan
variabel yang memberikan penurunan terbesar pada Kriteria Informasi Akaike. Seleksi
berakhir ketika penghilangan variabel apapun menghasilkan Kriteria Informasi Akaike 2
lebih banyak daripada Kriteria Informasi Akaike saat ini.

Untuk karakteristik pasien tertentu (yaitu, pasien dengan risiko tinggi dan rendah),
bahaya spesifik penyebab dikombinasikan untuk menghitung kejadian trombotik, kejadian
hemoragik, dan kombinasi CIF. Dengan demikian, efek dari waktu mulai pengobatan dapat
Dinilai untuk setiap acara secara terpisah dan untuk acara gabungan. Hasil utama
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan status risiko pasien. SE untuk CIF dihitung
melalui bootstrap parametrik. Setelah menghitung CIF dengan dan tanpa perawatan selama
rentang waktu mulai untuk profil pasien tertentu, kami mengidentifikasi interval waktu mulai
dimana CIF berbeda secara signifikan. Waktu yang optimal kemudian dipilih sebagai waktu
pengobatan CIF terendah.

Dalam analisis konfirmatori, CIF empiris dihitung untuk populasi penelitian total
dan sesuai dengan status pengobatan pada perkiraan titik waktu optimal (8 minggu setelah
stroke). Untuk perbandingan kelompok sederhana (pasien dengan pengobatan antikoagulan
dan antiplatelet versus tidak ada pengobatan pada 8 minggu), nilai P diperkirakan
menggunakan uji χ2 untuk variabel kategoris dan uji t untuk umur. Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan R

Hasil

Ada 2777 pasien di Riksstroke yang selamat dari perawatan di rumah sakit setelah
ICH pertama dengan AF bersamaan. Kami mengecualikan 1 pasien karena kesalahan rekam
medis. Pasien dengan waktu kejadian dalam 28 hari segera setelah waktu onset ICH (n = 103)
dan 11 pasien yang menjalani pengobatan antikoagulan dan antiplatelet saat dikeluarkan (n =
11) telah dihapus. Populasi penelitian akhir terdiri dari 2662 pasien, 1568 laki-laki dan 1094
perempuan, dengan usia rata-rata 78 tahun (Gambar 1). 2662 pasien ini digunakan dalam
proses pembuatan model. Satu atau lebih karakteristik dasar yang digunakan pada model
akhir CIF hilang untuk 43 pasien, dan analisis CIF meliputi 2619 pasien. Karakteristik dasar
dari survivor ICH yang termasuk dalam model akhir disajikan pada Tabel. Karakteristik
pasien menurut status perawatan pada 8 minggu setelah ICH disajikan pada Tabel IV
Pasien tindak lanjut sebanyak 5759 orang per tahun dari onset stroke sampai pasien
disensor atau mengalami kejadian baru (follow up rata-rata adalah 1,7 tahun). Total waktu
tindak lanjut dari inisiasi pengobatan adalah 581 orang per tahun untuk antikoagulan, dan
3,001 orang per tahun untuk antiplatelet. Dari 232 pasien yang memulai pengobatan
antikoagulan, 59,5% memiliki resep tanpa dispensasi dalam 3 bulan pertama setelah onset
ICH. Di antara 1.036 pasien yang mendapat terapi antiplatelet, 58,9% mendapat resep dalam
waktu 3 bulan.

Outcome

Selama masa tindak lanjut, kami mengamati 379 kejadian trombotik berat dimana
302 (79,7%) adalah stroke iskemik. Dari 115 kejadian hemoragik berat, 96 (83,5%) adalah
kejadian ICH berulang.

Kasus kematian terjadi 28 hari setelah stroke iskemik adalah 17,5% dibandingkan
dengan 37,5% setelah stroke hemoragik berulang (P <0,001, χ2 test). Selama 3 tahun,
kejadian kumulatif kejadian trombotik adalah 14,5%, dan kejadian kejadian hemoragik berat
adalah 4,4%.

Adanya kasus kasus stroke iskemik setelah 28 hari didapatkan sebanyak 17.5% dibandingkan
dengan 37.5% setelah stroke hemmoragik ulang (P<0.001, chi-square test). Pada tahun
ketiga, insiden kumulatif dari kejadian trombotik didapatkan 14.5%, dan insidensi adanya
perdarahan yang lebih parah yaitu 4.4% (Figure 2).

Waktu Terapi Optimal


Figure 3A (wanita) dan Figure 3B (pria) menunjukkan insiden kumulatif, disesuaikan dengan
perbedaan karakteristik pasien, trombotik, hemooragik, dan jumlah dari 2 kejadian (kematian
vascular dan stroke) pada 3 tahun setelah onset dari ICH dengan hubungan waktu mulai dari
terapi antikoagulan dan antitrombosit. Garis tebal merepresentasikan periode waktu selama
terapi yang diinisiasi antikoagulan (hitam) dan terapi antitrombosit (abu abu) secara
signifikan berbeda daripada tidak mendapatkan terapi. Berkurangnya resiko kejadian
trombotik pada pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan dibandingkan dengan tanpa
terapi menghasilkan hasil yang memuaskan dan signifikan pada minggu ke-4 sampai 16 baik
pada pasien dengan resiko tinggi maupun pasien dengan resiko rendah (Figure 3). Inisiasi
dari antikoagulan tidak ada hubungannya dengan peningkatan dari resiko kejadian
perdarahan. Tetapi, kita tidak dapat mengesampingkan bahwa inisiasi antikoagulan dapat
meningkatkan resiko perdarahan, dibandingkan dengan yang tidak mendapat terapi. (Figure
3).

Pada profil pasien sekarang (wanita dan pria, pasien dengan resiko rendah dan resiko tinggi)
terdapat hubungan antara waktu inisiasi antikoagulan dan kombinasi titik akhir dari kematian
vascular atau stroke (Figure 3). Estimasi insiden kumulatif terendah pada kematian vascular
atau nonfatal stroke ditemukan ketika terapi antikoagulan dimulai pada 7-8 minggu. Pada
wanita resiko tinggi, resiko total dari kematian vascular atau stroke ulang pada 3 tahun yaitu
17.0% ketika terapi antikoagulan dimulai sejak 8 minggu setelah ICH, ketika dibandingkan
dengan 28.6% tanpa adanya terapi antitrombotik (95% interval confidence 1.4%-21.8%).
Resiko koresponding yaitu 14.3% disbanding 23.6% (95% Cl untuk perbedaan, 0.4%-18.2%)
untuk pria berisiko tinggi, 8.2% disbanding 12.6% (95% Cl, -2.1% sampai 10.8%) untuk
wanita resiko rendah dan 7.3% disbanding 10.7% (95% Cl, -2.7% sampai 9.4%) untuk pria
resiko rendah (Figure 3).

Perubahan kovariat, sebagai gantinya untuk menginvestigasi pasien dengan terapi


antikoagulan sebelumnya dan hipertensi serta DM, tidak merubah hubungan efek positif dari
antikoagulan pada resiko thrombosis, tanpa resiko berlebihan dari perdarahan (Figure 4).
Lebih lagi, perubahan profilpasien hanya memiliki efek minor pada inisiasi terapi awal
meskipun besarnya efek terapi.

Jika dibandingkan dengan tanpa terapi antitrombotik, terapi antitrombosit tidak terdapat
hubungan dengan menurunnya kejadian resiko pada waktu menginisiasi terapi dan
dihubungkan dengan meningkatkan resiko (Figure 3).
Insiden kumulatif yang tidak disesuaikan dengan kejadian trombotik pada 3 tahun setelah
stroke didapatkan 6.3% pada pasien yang diinisiasi terapi antikoagulan pada 8 minggu setelah
ICH, 18.8% pada pasien yang diinisiasi antitrombosit pada 8 minggu, dan 13.8% pada pasien
yang diinisiasi keduanya pada 8 minggu. Insidensi korensponden yaitu 6.9%, 3.9%, dan 4.4%
pada kejadian perdarahan (Figure 5). Pasien yang diinisiasi terapi antikoagulan pada 8
minggu setelah ICH didapatkan pengurangan rerata kejadian trombotik (95% Cl, -13.9%
sampai -1.0%), dengan tidak adanya peningkatakan kejadian perdarahan secara signifikan
(95% Cl, -3.7% sampai 8.7%) dibandingkan dengan pasien tanpa terapi antitrombotik pada 8
minggu.
Diskusi

Pada awal penelitian ditemukan bahwa terapi antikoagulan mempunyai hubungan dengan
adanya pengurangan secara signifikan pada 3 tahun resiko kejadi trombotik dan tidak
dihubungkan dengan adanya peningkatan yang signifikan pada kejadian perdarahan pada
pasien dengan ICH dan AF. Pernyataan ini benar untuk pria dan wanita dengan profil resiko
rendah dan tinggi. Pada pasien dengan resiko tinggi, terapi antikoagulan juga dihubungkan
dengan adanya pengurangan kejadian gabungan pada kejadian kematian vascular dan stroke
nonfatal. Pada observasi kedua, yaitu waktu optimal untuk memulai terapi antikoagulan pada
pasien dengan AF yang mempunyai ICH sekitar minggu ke 7-8 setelah kejadian perdarahan.
Memulai lebih awal dari 7 minggu mungkin menyebabkan peningkatan resiko perdarahan.
Perubahan profil karakteristik pasien tidak merubah waktu terapi optimal untuk menginisiasi
terapi.

Menunggu hasil dari uji coba terkontrol secara acak, penelitian obervasional mungkin
merupakan bukti ilmiah terbaik yang tersedia. Hasil saat ini sesuai dengan penelitian
observasional terakhir di Denmark, yang secara keseluruhan manfaat pengobatan
antikoagulan setelah ICH pada pasien dengan AF telah ada. Ini mendukung dari temuan saat
ini.

Penelitian sejauh ini merupakan yang terbesar secara khusus mengatasi masalah kapan harus
memulai atau memulai kembali terapi antikoagulan pada pasien dengan AF yang telah
memiliki ICH. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, jumlah pasien dalam penelitian ini
telah memenuhi syarat secara statistik. Alih-alih menggunakan skor ringkasan seperti
CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED (skor risiko perdarahan masing masing 1 poin untuk
adanya kriteria sebagai berikut: hipertensi (darah sistolik yang tidak terkontrol Tekanan> 160
mmHg], fungsi ginjal dan / atau fungsi hati abnormal, stroke sebelumnya, riwayat perdarahan
atau predisposisi, lanjut usia, dan obat-obatan dan/atau kelebihan alkohol), komorbiditas
individual digunakan pada model statistic. Karena sederhana dan kurang signifikan dari
peningkatan kejadian perdarahan pada pasien dengan awal pengobatan antikoagulan dini hari
setelah ICH, manfaat untuk semua kejadian tidak signifikan secara statistik sebelum 7
minggu. Bahkan jika ada keuntungan di subkelompok sampai 16 minggu, terutama pada
pasien berisiko tinggi, kesempatan untuk awal efektif pencegahan sekunder seharusnya tidak
dilewatkan. karena itu nampaknya itu waktu optimal untuk memulai terapi antikoagulan pada
pasien dengan AF akan berada di sekitar 7 sampai 8 minggu setelah ICH.

Pola waktu yang sama diamati dalam risiko tinggi dan pasien berisiko rendah yang diberi
antikoagulan. Secara absolut, manfaat bergantung jauh lebih besar dalam pasien risiko tinggi.
Karena itu, waktu onset pengobatan antikoagulan nampaknya sangat penting pada pasien ini.
Pada pasien resiko rendah, perbedaan risiko stroke rekuren dan kematian vaskular setelah 3
tahun tidak signifikan setelah memulai terapi antikoagulan pada 8 minggu. Namun,
ketidakpastiannya dari perkiraan itu besar, mengapa data ini tidak bisa digunakan sebagai
argumen untuk melawan terapi antikoagulan pada pasien dengan skor CHA2DS2-VASc
rendah.

Dalam penelitian ini, proporsi pasien dengan AF yang bertahan dengan ICH menerima
antikoagulan rendah (8,9%). Hal ini tampaknya mencerminkan fakta bahwa dokter telah
menemukan bukti ilmiah bahwa pengobatan antikoagulan setelah ICH AF kurang atau tidak
cukup. Tidak ada penelitian yang dipublikasikan, dan baru belakangan telah dipublikasikan
dan menunjukkan bahwa pengobatan antikoagulan mengurangi semua penyebab kematian
dan kejadian tromboembolik, bahkan setelah kejadian hemoragik parah. Baru-baru ini
terdapat laporan tentang korban selamat yang menderita ICH dengan AF juga menyiratkan
bahwa, secara paradoks, semakin tinggi pula risiko kejadian tromboemboli Untuk skor
CHA2DS2-VASc, semakin rendah probabilitas untuk menerima antikoagulan dalam bulan-
bulan pertama setelah ICH. Karena pasien dengan skor CHA2DS2-VASc yang lebih tinggi
cenderung memiliki peningkatan risiko perdarahan hebat seperti yang diperkirakan oleh skor
HAS-BLED, ini mungkin mencerminkan jumlah dokter dan pasien yang memilikil
kecenderungan untuk meminimalkan risiko tanpa adanya bukti kuat.

Variasi antara rumah sakit dalam penggunaan terapi antikoagulan setelah stroke iskemik pada
pasien dengan AF sangat besar di Swedia, mulai dari 36% sampai 100%. Karena itu tradisi
rumah sakit dan sikap dokter sangat penting dan merupakan faktor penentu penggunaan
antikoagulan pada pasien stroke AF. Dalam penelitian ini, kita telah mengambil keuntungan
dari pendekatan acak seperti heterogenitas. Padahal, kemungkinan residual perancu tetap ada.
Ada risiko kematian yang lebih rendah akibat penyebab selain kejadian trombotik dan
hemoragik pada pasien dengan pengobatan antikoagulan dan antiplatelet dimulai bulan
pertama setelah ICH (data tidak dipublikasikan). Ini mungkin dihasilkan dari seleksi dimana
pasien dengan resiko tinggi kematian non-vaskular tidak diobati dengan antitrombotik. Risiko
kejadian trombotik meningkat terlihat pada terapi antiplatelet bisa menjadi temuan nyata, tapi
bisa juga pertanda yang mengacaukan indikasi. Meski kami bisa menyesuaikan diri untuk
beberapa faktor pembaur yang penting, kita tidak dapat sepenuhnya menyesuaikan diri.

Studi kami memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, di register ini berbasis Penelitian, kami
belum memiliki akses terhadap data pencitraan otak untuk membedakannya antara subtipe
yang berbeda dari ICH (lobar dan dalam ICH melibatkan risiko perdarahan berulang yang
berbeda. Proporsi yang telah menurunkan kesadaran saat onset ICH (untuk keparahan ICH)
agak rendah pada pasien yang diresepkan antikoagulan daripada 2 kelompok lainnya,
perbedaan ini telah disesuaikan. Kedua, validasi penelitian telah menunjukkan bahwa risiko
stroke mencakup 94% dari semua penerimaan rumah sakit untuk stroke akut, sebaliknya, ada
overdiagnosis stroke akut dalam rutinitas praktek di rumah sakit dan dalam daftar penyebab
kematian. Daftar obat nasional pada dasarnya lengkap. Ketiga, Penelitian ini dilakukan
sebelum pengenalan skala besar dalam praktik klinis rutin antikoagulan oral baru. Oleh
karena itu, tidak mungkin menganalisa secara terpisah dalam waktu yang optimal untuk
memulai antikoagulan oral baru setelah ICH pada pasien dengan AF. Keempat, kami tidak
memiliki data hasil fungsional setelah stroke rekuren. Dengan demikian, fatalitas kasus
adalah satu-satunya variable yang digunakan untuk menggambarkan tingkat keparahan
kejadian stroke berulang, secara signifikan lebih tinggi setelah ICH berulang daripada setelah
stroke iskemik rekuren. Keterbatasan terakhir adalah kami tidak memiliki informasi terapi
antitrombotik yang diberikan di rumah sakit dan kepatuhan pengobatan antikoagulan atau
antiplatelet selama masa periode tindak lanjut tidak diukur.

Uji coba terkontrol secara acak terhadap antikoagulan pada pasien dengan AF yang telah
memiliki ICH baru saja dimulai. Ini akan memberikan bukti yang lebih pasti mengenai
ukuran yang menguntungkan dan efek samping dari yang bisa didapat dari pengamatan.
Namun demikian, tidak mungkin percobaan acak yang dilakukan dapat memberikan
informasi tentang waktu optimal terhadap terapi.

Kesimpulan

Waktu optimal untuk memulai pengobatan antikoagulan pada pasien dengan AF yang telah
sembuh dari ICH tampaknya berada di sekitar 7 sampai 8 minggu setelah perdarahan. Pada
pasien berisiko tinggi, pengobatan antikoagulan dimulai pada interval ini tidak hanya
mengurangi risiko kejadian trombotik tapi juga risiko gabungan dari kematian vascular dan
stroke nonfatal. Jika pengobatan dimulai pada interval tersebut, sepertinya tidak ada resiko
yang berlebihan terhadap perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai