Anda di halaman 1dari 10

Penatalaksanaan Ulkus Peptikum Ny Y yang Disebabkan oleh Bakteri

Helicobacter pylori.

Oleh : Fitri Anggun Solehah Marzuki

NIM : G70118085

Penyakit ulkus peptikum atau tukak peptikum adalah kondisi rusaknya jaringan
mukosa, submukosa hingga lapisan otot dari saluran cerna dan berhubungan
langsung (kontak) dengan cairan lambung asam/pepsin. Penyebab ulkus peptikum
di seluruh negara dihubungan dengan H pylori dan Obat Anti Inflamasi Non
Steroid (OAINS). Infeksi H pylori menyumbang 90% tukak duodenum dan 70%
-90% tukak lambung (Septyarani, E. 2019). Prevalensi ulkus peptikum di
Indonesia sebesar 6-15% terutama pada usia 20-50 tahun dengan usia puncak 50-
60 tahun. Menurut data WHO kematian akibat penyakit ulkus peptikum di
Indonesia mencapai 1.081 atau 0,08% dari total kematian (WHO, 2014). Tujuan
dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui bagaimana cara kita sebagai seorang
apoteker memberikan terapi baik farmakologi maupun terapi nonfarmakologi
yang tepat pada pasien serta memberikan konseling dan edukasi kepada pasien
penyakit ulkus peptikum agar proses penyembuhan pasien dapat berjalan dengan
lancar dan sesuai dengan yang di harapkan.

Kasus

Ibu Y, 41 tahun, yang bekerja sebagai staff di salah satu bank swasta ternama di
Bandung, datang ke poliklinik rawat jalan dengan keluhan sakit epigastrium sejak
tiga bulan lalu. Keluhan itu disertai rasa mulas (retrosternal burning) yang
menjalar ke tenggorokan dan juga rasa tidak nyaman di perut. Gejala ini tidak
memburuk baik dengan aktivitas maupun inspirasi, juga tidak memburuk saat
membungkuk atau berbaring. Sensasi terbakar ini tidak dibarengi dengan rasa
asam di mulut. Dia merasa mudah kenyang dan beberapa kali memuntahkan
makanan yang dia makan. Dari pemeriksaan lebih lanjut didapatkan informasi
bahwa Ny. Y mengalami sakit epigastrik episodik terutama yang dirasakan saat
makan berat, dan tidak sembuh setelah makan dan minum obat OTC. Dia telah
bekerja selama 24 tahun, dengan etos kerja yang penuh tekanan (stres). Dia makan
dua kali sehari, merokok setengah bungkus / hari, dan kadang-kadang minum
alkohol bersama teman-temannya. Ia meminum tablet Piroxicam sekali sehari
untuk meredakan nyeri lutut sejak 6 bulan lalu. Ada riwayat kotoran tinggal, tapi
tidak ada muntah berwarna seperti kopi bubuk.

Hasil pemeriksaan pasien menunjukkan BMI pasien : 32 kg/m2, serta


pemeriksaan abdomen menunjukkan pasien positif on palpation epigastric pain.

Kemudian setelah sebulan, Ibu Y datang lagi ke klinik dan menunjukkan bahwa
tes nafas Urea positif, dan hasil endoskopi dilakukan oleh ahli penyakit dalam.
Hasil Endoskopi menunjukkan bahwa Ny. Y menderita eritematosa mukosa
lambung dengan ulserasi di antrum, berukuran diameter satu cm. Analisis sampel
jaringan yang diambil dari lokasi menunjukkan bahwa Ny Y juga mengalami
infeksi yang disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori.

Diagnosis dari pasien ini adalah Ulkus Peptikum yang disebabkan oleh infeksi
Helicobacter pylori dan OAINS dengan GERD. Tatalaksana yang diberikan pada
pasien berupa konseling dan edukasi pada pasien maupun anggota keluarga pasien
serta pemberian Amoksisilin 2 X 1000 mg, Klaritromisin 2 x 500 mg, Omeprazol
2 x 20 mg selama dua minggu.

Pembahasan

Pada problem medik yang pertama yaitu ulkus peptikum oleh infeksi
Helicobacter pylori, dan perlu kita ketahui bahwa penyakit tersebut juga tidak
hanya dipengaruhi oleh infeksi bakteri saja tapi dipengaruhi pleh berbagai faktor
diantaranya, sering mengkonsumsi obat-obatan NSAID, stress, konsumsi alkohol,
merokok, dan lain sebagainya. Pada kasus dapat kita lihat bahwa pasien memiliki
gejala sakit epigastrium, mulas (retrosternal burning) yang menjalar ke
tenggorokan, rasa tidak nyaman di perut, mudah kenyang, , serta muntah. Dengan
data klinik menunjukkan BMI pasien 32 kg/m2, menurut literatur yang saya
dapatkan jika BMI pasien berada pada rentang 30-34,99 kg/m 2 itu tergolong
obesitas kelas 1serat pasien positif on palpation epigastric pain. Terapi yang
diberikan yaitu Amoksisilin 2 X 1000 mg, Klaritromisin 2 x 500 mg, Omeprazol 2
x 20 mg selama dua minggu. Pada problem medik ini terapi yang diberikan sudah
tepat berdasarkan dari literatur Dipiro, 2020 yang menyatakan bahwa pasien
penyakit ulkus peptikum yang di sebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori lini
pertamanya dapat diberikan triple therapy dengan kombinasi PPI, amoxicillin 1g 2
kali sehari atau setiap 12 jam dan clarithromycin 500 mg 2 kali sehari atau setiap
12 jam selama 14 hari, dapat dikonsumsi sesudah makan, simpan obat-obatan ini
pada suhu ruang terlindug dari cahaya matahari. Adapun monitoring yang dapat
dilakukan yaitu memantau kondisi pasien, gejala yang di rasakan serta, berat
badan pasien.

Pada problem medik yang kedua yaitu nyeri lutut sejak 6 bulan yang lalu, pasien
mengkonsumsi piroxicam 1x sehari untuk meredakan nyerinta, DRPs pasien yaitu
terapi yang diberikan kurang tepat, oleh karena itu sebagai apoteker saya
merekomendasikan untuk lini pertama terhadap nyeri lutut pasien sebaiknya di
berikan paracetamol 500 mg 3x sehari, atau setiap 8 jam, karena terapi ini
merupakana terapi lini pertama dan terapi yang paling aman diberikan untuk
pasien (Dipiro,2020). Simpan obat ini pada suhu ruang terlindug dari cahaya
matahari. Monitoring frekuensi nyeri pasien, ADR dari penggunaan obat
golongan NSAID.

Pada problem medik yang ketiga yaitu muntah dan muntah pada pasien, pada
problem medik ini terdapat DRPs yaitu ada indikasi tapi tidak ada terapi, oleh
karena itu terapi yang dapat di berikan yaitu Perimperan 10 mg 3 kali sehari atau
setiap 8 jam, yang dapat dikonsumsi sebelum makan, yang mekanisme kerja dari
obat ini yaitu dengan cara memblokir reseptor dopamine dan reseptor serotonin di
zona pemicu kemoreseptor dan sensitive tehadap jaringan asetilkolin (Medscape,
2020). Simpan obat ini pada suhu ruang terlindug dari cahaya matahari.

Dari kasus di atas sebagai apoteker kita dapat menyarakan pada pasien agar
menurunkan berat badannya, karena berat badan pasien sangat berpengaruh
terhadap penyembuhan ulkus peptikum pasien, kita dapat menyarankan dengan
melakukan pola hidup sehat, diet, kurangi makan makanan pedas, bergaram
tinggi, banyak makan buah dan sayuran, oatmeat, dll, kurangi konumsi alkohol
dan merokok karena dapat memperburuk penyakit pasien, hindari stress, serta
rajin berolahraga ringan.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J, et al (2020). Pharmacotheraphy Eleventh Edition. MC Grow Hill.


Amerika Serikat.

Medscape (2020). Diakses Tanggan 27 November 2020 Pukul 10.50 WITA.

Nutalla, F, Q, (2015). Body Mass Index. Nutrition Research. Jakarta,

Septyarani, E. (2019). Potensi Buah Pare (Momordhica Charantia) Sebagai Agen


Pengobatan Ulkus Peptikum. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada.
Lampung.

WHO, (2014). World Health Rankings Indonesia Peptic Ulcer Disease [diakses
tanggal 23 Agustus 2019.

Anda mungkin juga menyukai