Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.”L” G3P2A0H2


Usia Kehamilan 33-34Mg dengan Pre Eklampsia DI BANGSAL
KEBIDANAN RSUD AROSUKA
KABUPATEN SOLOK

OLEH

YESI GUSTI
1820332015

PROGRAM STUDI S2 ILMU KEBIDANAN


PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
i

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Kajian asuhan kebidanan pada G3P2A0H2 usia


kehamilan 33-34Mg dengan Pre Eklampsia dan
PPROM di Bangsal Kebidanan RSUD Arosuka
Nama Mahasiswa : Yesi Gusti
NIM : 1820332015
Ruang Praktik Klinik : Bangsal Kebidanan RSUD Arosuka
Program Studi : S2 Ilmu Kebidanan

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui sesuai dengan ketentuan dan aturan yang
berlaku agar dapat dilanjutkan untuk diseminarkan Pada Hari : Tanggal :
November 2020

Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Hudila Rifa Karmia, SpOG Bd. Meilinda Agus, S.SiT, M.Keb

NIP: 198706252014042001 NIP: 195805231986032001

Mengetahui,
Ketua Program Studi S2 Ilmu Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Prof. Dr. Arni Amir, MS


NIP: 19570717 198603 2 002
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : Kajian asuhan kebidanan pada G3P2A0H2 usia


kehamilan 33-34Mg dengan Pre Eklampsia dan
PPROM di Bangsal Kebidanan RSUD Arosuka
Nama Mahasiswa : Yesi Gusti
NIM : 1820332015
Ruang Praktik Klinik : PONEK RSUD Arosuka
Program Studi : S2 Ilmu Kebidanan Universitas Andalas Padang

Laporan ini telah di presentasekan dan disetujui dihadapan dosen pembimbing

Praktik Klinik Program Studi Pascasarjana Ilmu Kebidanan Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas Pada Tanggal November 2020

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Hudila Rifa Karmia, SpOG Bd. Meilinda Agus, S.SiT, M.Keb

NIP: 198706252014042001 NIP: 195805231986032001

Mengetahui,
Ketua Program Sudi S2 Ilmu Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Prof.Dr.Arni Amir Ms
NIP : 19570717 198603 2 002
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada kita semua. Salawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada nabi
kita Muhammad SAW yang telah membawa kita ke alam yang penuh ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Kajian asuhan kebidanan pada G3P2A0H2 usia kehamilan 33-
34Mg dengan Pre Eklampsia dan PPROM di Bangsal Kebidanan RSUD
Arosuka”.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dosen Pembimbing I Ibu Dr.
Dr. Hudila Rifa Karmia kepada Pembimbing II ibu Bd. Meilinda Agus, S.SiT
M.Keb, juga kepada semua teman teman yang secara langsung atau tidak langsung
telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, semoga Allah
senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua.

Penulis menyadari bahwa pembahasan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran demi
kesempurnaan di masa yang akan datang.

Padang, November 2020

Penulis
iv

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar Belakang Masalah............................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5

2.1. Pengertian Pre Eklampsia......................................................................5

2.2 Faktor Predisposisi Pre Eklampsia........................................................6

2.3 Etiologi dan Patogenesis Pre Eklampsia................................................8

2.4 Diagnosis.............................................................................................15

2.5 Penatalaksanaan..........................................................................................18

BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................26

3.1 Pengkajian Data/ Pengumpulan Data Dasar............................................26

3.2 Dokumentasi Asuhan kebidanan.............................................................30

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................33

4.1. Subjektif..................................................................................................33

4.2. Objektif....................................................................................................33

4.3 Asesment.................................................................................................35

4.4 Planning...................................................................................................37

BAB V................................................................................................................39

5.1. Kesimpulan..............................................................................................39

5.2. Saran........................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................41
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pre Eklampsia (PE) Merupakan sindrom pada kehamilan yang

dapat mempengaruhi semua sistem organ dan klinis terdiagnosis setelah

minggu ke-20 kehamilan. Gejala dan tanda klinis PE mencakup tekanan

darah tinggi, protein urea, pembengkakan, sakit kepala, pandangan kabur,

dan peningkatan berat badan mendadak (Cunningham, Gant, Leveno,

Gilstrap, Hauth, & Wenstrom, 2014).

Pre Eklampsia merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan

penyebab utama kematian serta kesakitan maternal maupun perinatal.

Diperkirakan setiap tahun nya 50.000 – 60.000 ibu meninggal karena Pre-

eklampsia. Pada tahun 2015 WHO memperkirakan kasus preeklampsia

tujuh kali lebih tinggi terjadi di negara berkembang daripada negara maju.

Prevalensi preeklampsia di negara maju adalah 1,3-6%, sedangkan di

negara berkembang adalah 1,8-18%. Indonesia sebagai negara

berkembang mempunyai prevalensi kasus Pre Eklampsia sebanyak 5,3% .

Pre-eklamsia, varian hipertensi yang khas pada kehamilan saat ini

menduduki peringkat kedua sebagai penyebab langsung utama ibu

kematian di seluruh dunia dengan prevalensi sekitar 17% di tingkat rendah

dan negara berpenghasilan menengah dibandingkan dengan sekitar 12% di

negara berpenghasilan tinggi. Komplikasi kehamilan ini merupakan


2

penyakit multiorgan yang menyerang ibu hamil dari tahap kedua trimester

dan seterusnya. Menurut International Society for the

Study of Hypertensive Disorders of Pregnancy (ISSHP), preeklamsia

diartikan sebagai hipertensi gestasional yang pertama kali pada atau

setelah 20 minggu kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah lebih

dari atau sama dengan 140 mmHg sistolik dan / atau tekanan darah

diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg dan disertai onset baru

proteinuria dan atau lainnya disfungsi organ ibu. Pre-eklamsia adalah

pendahulu dari eklamsia yang merupakan komplikasi berbahaya bagi ibu

dan janin. Eklampsia adalah komplikasi neurologis yang muncul sebagai a

onset baru kejang pada wanita dengan preeklamsia (Garti, Gray, Tan, &

Bromley, 2020).

Pre Eklampsia, ditandai dengan hipertensi, proteinuria, edema, dan

koagulasi terbuka atau subklinis pada hati. Preeklampsia lebih sering

terjadi pada nulipara, biasanya setelah usia kehamilan 20 minggu, dan

pada umum nya mendekati saat persalinan atau cukup bulan. Semakin dini

timbulnya, semakin kecil kemungkinannya menjadi preeklamsia "murni",

dan semakin tinggi kemungkinannya penyakit ini menjadi gangguan

hipertensi setelah melahirkan (Cunningham, Roberts, & Taylor, The

Clinical Spectrum of Preeclampsia, 2015).

Pre Eklampsia merupakan penyakit yang angka kejadiannya di

setiap negara berbeda-beda. Angka kejadian lebih banyak terjadi di negara

yang sedang berkembang daripada di negara maju. Hal ini disebabkan oleh

karena di negara maju perawatan prenatalnya lebih baik. Kejadian PE


3

dipengaruhi oleh paritas, ras, faktor genetik dan lingkungan. Kehamilan

dengan PE lebih umum terjadi pada primi gravida, sedangkan pada multi

gravida berhubungan dengan penyakit hipertensi kronis, diabetes melitus

dan penyakit ginjal.

Menurut McCharty & Kenny (2015) Pre Eklampsia terjadi akibat

gangguan diferensiasi dan invasi trofoblas pada awal kehamilan yang

mengakibatkan kegagalan sel trofoblas menghancurkan lapisan muskularis

arteri spiralis menyebabkan perkembangan perfusi yang buruk pada

plasenta dan stimulasi respons inflamasi sistemik. Namun, penurunan

perfusi plasenta saja tidak cukup menyebabkan sindrom pre-eklamsia.

Dipertimbangkan bahwa proses ini membutuhkan pengaruh tambahan

faktor ibu termasuk susunan genetik dan faktor lingkungan (seperti

obesitas dan diet), yang bersama-sama menghasilkan disfungsi endotel

yang meluas dan hipertensi.

Sedangkan Kemse, Kale & Joshi (2016) mendefinisikan Pre

Eklampsia sebagai gangguan hipertensi multi sistem yang berefek pada

peningkatan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Patofisiologi PE

belum dipahami dengan jelas. Meskipun demikian diyakini bahwa Pre-

Eklampsia berasal dari plasenta. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

fungsi plasenta bergantung pada vaskularisasi plasenta yang tepat,

gangguan pada vaskularisasi plasenta dapat mengakibatkan terjadinya Pre

Eklampsia.
4

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Kebidanan yang dilakukan pada ibu dengan

Pre Eklampsia dan PPROM?

1.3. Tujuan Penulisan


Untuk menganilisis Manajemen asuhan kebidanan Pada Ny. L

G3P2A0H2 Pre Eklampsia dan PPROM di Bangsal Kebidanan RSUD

Arosuka Kabupaten Solok.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pre Eklampsia


Pre Eklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap

adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.

Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik

yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ

lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu (POGI, 2016).

Preeklamsia adalah sindrom protean dan lebih baik dijelaskan

sebagai spektrum, yang belum terdefinisi dengan baik. Karena Pre

Eklampsia mempengaruhi hampir semua sistem regulasi pada tubuh.

Presentasi klinisnya juga sangat bervariasi. Diagnosis preeklamsia, selain

adanya hipertensi dan proteinuria setelah pertengahan kehamilan, sekarang

termasuk munculnya tekanan darah tinggi dengan trombositopenia,

gangguan fungsi hati, insufisiensi ginjal, edema paru, atau serebral atau

gangguan visual (Kasture, Sundrani, & Joshi, 2018).

Menurut American College of Obstetricans and Gynecologist

(ACOG) ada empat kategori klinis hipertensi dalam kehamilan yaitu

hipertensi kronis, hipertensi gestasional, preeklampsia eklampsia, dan

superimpos preeklampsia.
6

2.2 Faktor Predisposisi Pre Eklampsia


Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami PE bila

mempunyai faktor- faktor predisposisi sebagai berikut:

a. Primigravida

b. Hiperplasentosis: Molahihdatidosa, Gemeli, Diabetes Mellitus, Hidrops

fetalis dan Bayi Besar

c. Umur yang ekstrim

d. Riwayat PE dan Eklampsia pada kehamilan sebelum nya

e. Riwayat keluarga pernah mengalami PE dan Eklampsia

f. Riwayat penyakit ginjal dan hipertensi sebelum kehamilan

g. Obesitas

h. Trombophilia, yaitu sindrom anti fosfolipid, mutasi faktor v leiden,

resistensi protein C aktif dan hiperhomosisteinemia.

i. Dislipidemia

(Baktiyani, 2007)

Menurut Rana (2019) Faktor risiko utama Pre Eklampsia meliputi

riwayat preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes mellitus pragestasional,

sindrom antifosfolipid, dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk ibu lanjut

usia, nuliparitas, riwayat penyakit ginjal kronis, dan penggunaan teknologi

reproduksi. Faktor risiko relatif yang jarang terjadi adalah riwayat

keluarga preeklamsia dan ibu yang membawa janin trisomi. Sedangkan


7

kerentanan genetik terhadap preeklamsia sedang dipelajari secara

ekstensif.

Tabel 1. Faktor Resiko Pre Eklampsia


(Rana et.al 2019)
Jenis Faktor resiko

Faktor resiko mayor Riwayat Preeklampsia (RR, 8.4; 95% CI, 7.1–9.9)

Hipertensi Kronis (RR, 5.1; 95% CI, 4.0–6.5)

Diabetes Mellitus Pregestational (RR, 3.7; 95% CI, 3.1–


4.3)

Kehamilan Ganda (RR, 2.9; 95% CI, 2.6–3.1)

Prepregnancy BMI >30 (RR, 2.8; 95% CI, 2.6–3.1)

Antiphospholipid syndrome (RR, 2.8; 95% CI, 1.8–4.3)

Faktor resiko lain Systemic lupus erythematosus (RR, 2.5; 95% CI, 1.0–6.3)

Riwayat stillbirth (RR, 2.4; 95% CI, 1.7–3.4)

BMI saat hamil >25 (RR, 2.1; 95% CI, 2.0–2.2)

Nullipara (RR, 2.1; 95% CI, 1.9–2.4)

Riwayat Solusio Plasenta (RR, 2.0; 95% CI, 1.4–2.7)

Pendampingan teksnologi reproduksi (RR, 1.8; 95% CI,


1.6–2.1)

Penyakit ginjal kronis (RR, 1.8; 95% CI, 1.5–2.1)

Usia ibu >35 (RR, 1.2; 95% CI, 1.1–1.3)

Kerentanan genetik (ayah, ibu)

Faktor resiko relatif Riwayat Pre Eklampsia pada keluarga

(jarang terjadi) Janin Trisomy 13


8

2.3 Etiologi dan Patogenesis Pre Eklampsia

Menurut Baktiyani (2007) Patomekanisme terjadinya Pre-

eklampsia sampai sekarang masih merupakan desease of teories. Pre-

eklampsia disebabkan oleh pengurangan perfusi utero plasental.

Dijelaskan bahwa pengurangan perfusi utero plasental disebabkan oleh:

a. Penyakit vaskuler maternal

b. Plasentasi abnormal dipengaruhi faktor genetik

c. Excessive trophoblast

Banyak penelitian juga menunjukkan bahwa Pre Eklampsia dapat

dikaitkan dengan peradangan, stres oksidatif dan ketidakseimbangan

angiogenik. Juga telah diketahui bagwa stres oksidatif dan proses

inflamasi saling terkait dan keduanya dapat menjadi penyebab dan

konsekuensi dari patologi seluler (Kemse, Kale, & Joshi, 2016).

Salah satu penyebab Pre Eklampsia adalah akibat

ketidakseimbangan antara kadar oksidan dan antioksidan yang bermula

karena terjadinya kegagalan remodeling arteri spiralis. Kegagalan

remodeling arteri spiralis diduga karena ada keterlibatan ekspresi miR17

yang belum diketahuipenyebabnya. Seperti diketahui bahwa pada

kehamilan normal, miR17 hanya bersirkulasi dalam kadar yang rendah,

hal ini memungkinkan ekspresi EPHB4 dan EPHB2 di plasenta. EPHB4

dan EPHB2 diduga dapat menginduksi perubahan CTB menjadi EVT

untuk menginvasi desidua dan me-remodeling arteri spiralis uterus. Arteri


9

spiral adalah arteri dengan tahanan perifer yang lebih rendah yang

memungkinkan aliran darah bolak-balik antara maternal-fetal untuk

pertukaran nutrisi dan gas serta pengeluaran sisa metabolik fetus, namun

pada kehamilan Pre Eklampsia ternyata ekspresi miR17 justru meningkat,

mensupresi ekspresi EPHB4/EPHB2 yang akan menghambat transformasi

CTB menjadi EVT sehingga terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis,

dan hal inilah yang menghambat aliran darah maternal fetal serta

merupakan patogenesis dari Pre Eklampsia itu sendiri.

Dalam patogenesis Pre Eklampsia, cacat pada remodeling arteri

spiralis bisa menyebabkan iskemia plasenta dan kerusakan hipoksia-

reperfusi (H / R) dari trofoblas, yang kemudian menyebabkan peningkatan

syncytiotrophoblast mikropartikel, disregulasi ekspresi sitokin, dan

ketidakseimbangan faktor angiogenik dan anti-angiogenik dalam sirkulasi

ibu, akhirnya menyebabkan disfungsi sel endotel mikrovaskuler plasenta

dan onset Pre Eklampsia (Zhao, et al., 2019).

Preeklampsia adalah gangguan multisistem dengan etiologi

komplek yang khusus terjadi selama kehamilan .

a. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi

invasi tropoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan

degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.

Invasi tropoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga


10

jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis

mengalami distensi dan dilatasi.

Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spinalis ini memberi dampak

penurunan tekanan darah, penurunan resisten vaskuler, dan peningkatan

aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin

cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat

menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan

“remodeling arteri spinalis”.

Gambar 1. Remodeling arteri spiralis, pre eklampsia dan kehamilan normal

Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel tropoblas

pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan

otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
11

spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.

Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi

kegagalan “remodeling arteri spinalis”, sehingga aliran darah teroplasenta

menurun, dan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis

hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.

b. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi tropoblas, pada hipertensi

dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan

akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia

dan hipoksia menghasilkan oksidan atau radikal bebas. Radikal bebas

adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai

elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang

dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,

khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya

produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena

oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal

hidroksil dalam darah mungkin dahulu mungkin dianggap sebagai

bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam

kehamilan disebut ”toksemia”. Radikal hidroksil merusak membran sel,

yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida

lemak. Peroksida lemak selain merusak dan protein sel endotel.


12

Produksi oksidan atau radikal bebas dalam tubuh yang bersifat toksis,

selalu diimbangi produksi antioksidan.

2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

(HDK)

Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksigen, khusus nya peroksida

lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal Vitamin E pada HDK

menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksigen peroksida lemak

yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis

ini beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak

membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami

kerusakan oleh peroksida lemak yang relatif lemak karena letaknya

langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak

asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan

terhadap oksidan radikal hidroksil, yang berubah menjadi peroksida

lemak.

3) Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel

endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi

endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini

disebut “disfungsi endotel”.

c. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin


13

Komponen fetoplasenta yang melakukan invasi ke miometrium

melalui arteri spiralis secara imunologik menimbulkan dampak adaptasi

dan mal adaptasi yang sangat penting dalam proses kehamilan. Dampak

adaptasi menyebabkan tidak terjadi penolakan hasil konsepsi yang bersifat

asing, hal ini disebabkan karena adanya Human Leukocyte Antigen

Protein G (HLA-G) berperan penting dalam modulasi sistem imun. HLA-

G pada

plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer

(NK) ibu dan mempermudah invasi sel trofoblas ke jaringan desidua ibu.

Sebaliknya pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan

HLA-G yang kemungkinan menyebabkan terjadinya mal-adaptasi.

Mal-adaptasi diikuti dengan peningkatan rasio sel T yaitu Thelper

1 / Thelper 2 menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi.

Pada sel Thelper1 menyebabkan peningkatan TNFα dan peningkatan INFy

sedangkan pada Thelper 2 menyebabkan peningkatan IL-6 dan penurunan

TGFB1. Peningkatan inflamasi sitokin menyebabkan hipoksia plasenta

sehingga hal ini membebaskan zat-zat toksis beredar dalam sirkulasi darah

ibu yang menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Stress oksidatif

bersamaan dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya

kerusakan pada sel pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel.

d. Teori Adaptasi Kardiovaskuler

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-

bahan vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap


14

rangsangan bahan vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor lebih

tinggi untuk menimbulkan respons vasokontriksi. Pada kehamilan normal

terjadi refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor adalah akibat

dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh

darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopressor

hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat

produksi prostaglandin). Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata adalah

prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter

terhadap bahan vasokontriksi dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan

terhadap bahan-bahan vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh

darah terhadap bahan vasopressor hilang sehingga pembuluh darah

menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.

e. Teori Stimulus Inflamasi

Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris tropoblas,

sebagai sisa-sisa proses apotosis dan nekrotik tropoblas, akibat reaksi

stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian

merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah

debris tropoblas juga meningkat. Makin banyak sel tropoblas plasenta,

misalnya pada plasenta besar pada hamil ganda, maka stress oksidatif

sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris tropoblas juga makin

meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah

ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan

normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel dan sel-sel

makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi


15

sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu

(Saifudin, 2009).
16

Gambar 2. Patogenesis Pre Eklampsia (Rana et,al. 2019)


17

2.4 Diagnosis
Terjadinya peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30

mmHg atau peningkatan tekanan sistolik 15 mmHg atau adanya tekanan

sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg atau tekanan diastolik

sekurangkurangnya 90 mmHg atau lebih dengan kenaikan 20 mmHg atau

lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosis preeklampsia.

Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya

hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset

hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi

definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya

hipertensi disertai gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya

kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak

mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai

kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan

kehamilan normal (POGI, 2016).

Gambaran klinis akibat Preeklamsia pada hepar mungkin dapat

digambarkan secara signifikan dalam keadaan berikut:

a. Gejala, biasanya bermanifestasi dengan nyeri tekan sedang hingga berat di

bagian kanan-atas hingga midepigastrik, pada Pre Eklampsia Berat. Dalam

banyak kasus, pasien tersebut juga mengalami peningkatan kadar

aminotransferase hati serum - aspartate transferase (AST) atau Alanine

transferase (ALT). Namun, dalam beberapa kasus, file jumlah jaringan hati

yang terlibat dengan infark


18

b. Peningkatan kadar transaminase serum tanpa gejala - AST dan ALT -

dianggap sebagai penanda Preeklamsia berat. Nilai jarang melebihi 500

U / L atau jadi, tetapi bisa lebih dari 2000U / L pada beberapa wanita.

c. Perdarahan hati dari daerah nekrosis seluler dan infark dapat diidentifikasi

menggunakan CT- atau MR-imaging. Perdarahan hati bisa membentuk

hematoma intrahepatik atau hematoma subkapsular.

d. Lemak hati akut pada kehamilan terkadang dapat meragukan preeklamsia

dan sindrom HELLP. Itu juga terjadi awal pada akhir kehamilan, dan

sering disertai hipertensi, peningkatan kadar transaminase serum, dan

trombositopenia.

(Cunningham, et.al. 2015)

POGI (2016) menyatakan bahwa hipertensi saja tidak dapat

disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik

akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan

dengan adanya protein urin. Jika protein urin tidak didapatkan, salah satu

gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis

preeklampsia, yaitu:

a. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

b. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan

peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan

ginjal lainnya
19

c. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan

atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

d. Edema Paru

e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

f. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi

uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau

didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

2.5 Penatalaksanaan

a. Manajemen Ekspektatif

Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk

memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal

serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu.

Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal

seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio sesar, atau solusio

plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta

mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin,

necrotizing enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta

lama perawatan. Berat lahir bayi rata – rata lebih besar pada manajemen

ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih

banyak. Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian sindrom gawat


20

napas, perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian

neonatal.

1) Manajemen ekspektatif pada Pre Eklampsia tanpa gejala berat

Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia

tanpa gejala berat.

Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:

a) Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien

b) Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis

c) Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu

d) Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali

dalam seminggu)

e) Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi

menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal

direkomendasikan
21

Gambar 3. Manajemen ekspektatif pada Pre eklampsia tanpa gejala berat (POGI, 2016)

2) Manajemen ekspektatif pada Pre Eklampsia berat

a) Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia

berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat

kondisi ibu dan janin stabil.

b) Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga

direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan

yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan

neonatal (Level evidence II,Rekomendasi A)


22

c) Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia

berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu

pematangan paru janin (Level evidence I ,Rekomendasi A)

d) Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan

rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif (Level evidence

IIb ,Rekomendasi B)
23

Gambar 4. Manajemen Ekspektatif pada PE Berat

b. Pemberian Magnesium Sulfas (MgSO4)

Sejak tahun 1920-an, magnesium sulfat sudah digunakan untuk

eklampsia di Eropa dan Amerika Serikat.6 Tujuan utama pemberian


24

magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk mencegah dan

mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan

mortalitas maternal serta perinatal.

Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya.

Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui

relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus,

sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna

sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan

dalam menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang

apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium

ke dalam neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi

kejang

Rekomendasi

1) Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini eklampsia

2) Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap

eklampsia pada pasien preeklampsia berat (Level evidence I,

Rekomendasi A)

3) Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia

berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya

kejang/eklampsia atau kejang berulang

4) Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia

berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya


25

kejang/eklampsia atau kejang berulang (Level evidence Ia,

Rekomendasi A)

5) Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat

direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia (Level

evidence II, Rekomendasi A)

6) Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak direkomendasikan

(Level evidence I, RekomendasiC)

7) Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk diberikan

secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak didapatkan gejala

pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat)

c. Anti hipertensi

Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi

ringan - sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih

kontroversial. European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010

merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥

140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi

gestasional (dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik

superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala atau

kerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapa pun. Pada keadaan

lain, pemberian antihipertensi direkomendasikan bila tekanan darah ≥

150/95 mmHg
26

Metaanalisis RCT yang dilakukan oleh Magee, dkk menunjukkan

pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan menunjukkan penurunan

insiden hipertensi berat dan kebutuhan terapi antihipertensi tambahan15

Hipertensi akut yang berat berhubungan dengan komplikasi organ vital

seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal, insufisiensi uteroplasenta dan

solusio plasenta

Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan

adalah untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.

Pemberian antihipertensi berhubungan dengan pertumbuhan janin

terhambat sesuai dengan penurunan tekanan arteri rata – rata.

Rekomendasi:

1) Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi

berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110

mmHg (Level evidence II, Rekomendasi A)

2) Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan

diastolik < 110 mmHg

3) Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short

acting, hidralazine dan labetalol parenteral (Level evidence I,

Rekomendasi A )

4) Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,

metildopa, labetalol (Level evidence I, Rekomendasi B)


27

d. Kotikosteroid

1) Pemberian kortikosteroid antenatal berhubungan dengan penurunan

mortalitas janin dan neonatal, RDS, kebutuhan ventilasi mekanik/CPAP,

kebutuhan surfaktan dan perdarahan serebrovaskular, necrotizing

enterocolitis serta gangguan pekembangan neurologis.

2) Pemberian kortikosteroid tidak berhubungan dengan infeksi, sepsis

puerpuralis dan hipertensi pada ibu.

3) Pemberian deksametason maupun betametason menurunkan bermakna

kematian janin dan neonatal, kematian neonatal, RDS dan perdarahan

serebrovaskular. Pemberian betametason memberikan penurunan RDS

yang lebih besar dibandingkan deksametason

4) Kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan ≤ 34 minggu untuk

menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal

(POGI, 2016)
28

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Data/ Pengumpulan Data Dasar

Tempat Praktek : RSUD AROSUKA

Tanggal masuk : 5 juli 2013 Pukul : 06.30 Wib

Identitas

Ibu Suami

Nama : Ny.L Nama : Tn, S

Umur :33 Tahun Umur :37 tahun

Bangsa :Indonesia Bangsa : Indonesia

Agama :Islam Agama : Islam

Pendidikan :SLTA Pendidikan : SLTA

Pekerjaan :IRT Pekerjaan : Wiraswata

Alamat Rumah : Samarinda Alamat Rumah : Samarinda

Kartu Sehat : BPJS

3.1.1. Data Subjektif

a. Keluhan Utama :

Keluar air- air sejak pukul 02.30 WIB. Ini kehamilan ke-3

b. HPHT : 01 – 02 – 2020
29

c. TP : 08 – 11 – 2020

d. Imunisasi TT : ada

e. Tanda- tanda bersalin :

1) Keluar lendir bercampur darah : Tidak ada

2) Keluar air - air : Ada sedikit - sedikit

3) Keluar darah dari kemaluan yang banyak : Tidak ada

f. Riwayat kehamilan ini

1) Gerakan anak : Dirasakan sejak 5 bulan yang lalu

2) Mual : Tidak ada

3) Muntah : Tidak ada

4) Pendarahan : Tidak ada

g. Riwayat menstruasi

1) Menarche :11 tahun,

2) siklus menstruasi : 28 hari teratur,

3) lama haid : 5-7 hari,

4) banyak : ganti doek 2-3 kali/hari, dan

5) nyeri haid : (-)

h. Riwayat perkawinan : 1 Kali

i. Riwayat kehamilan persalinan yang lalu

No Usia Usia Persalinan


Anak Kehamilan Jenis Tempat penolong BB JK Lochea Ket
1 12 Normal Bidan Lk
2 9 Normal Bidan Lk
3 Ini
30

j. Alergi : tidak ada

k. Riwayat penyakit keluarga:

1) Penyakit keturunan : DM, jantung, atsma tidak ada

2) Penyakit menular : Tidak ada

3) Penyakit yang diderita sekarang: hipertensi

l. Riwayat psikososial dan spiritual

1) Psiko sosial : kehamilan diinginkan, ada dukungan keluarga

2) Status psikologis : cemas

3) Status mental : sadar dan orientasi baik

4) Sosial : hubungan dengan keluarga baik

3.1.2. Data Objetif

Data Umum dan Khusus

a. Keadaan umum : Sedang

b. Keadaan Emosional : Cemas

c. Tanda-tanda vital :

1) Tekanan darah: 187/107 mmhg

2) Nadi : 87 x/i

3) Pernafasan : 20 x/menit

d. Mata : Konjungtiva tidak anemis sklera tidak ikterik


31

e. Mulut dan bibir : lembab, karies ada

f. Leher : pembesaran kelenjer tidak ada

g. Jantung /Paru : normal

h. Payudara : puting menonjol, hiperpigmentasi areola

i. Abdomen :

Inspeksi : membesar sesuai usia kehamilan, tidak ada bekas

operasi (tidak ada data linea)

Palpasi :

1) Leopold I : TFU 4 jari atas pusat, Teraba bulat dan keras

melenting, kemungkinan kepala

2) Leopold II : Teraba tahanan memanjang dan memapan di kiri

perut ibu

3) Leopold III : Teraba bulat tidak keras, bisa di goyang

kemungkinan bokong belum masuk PAP

4) Leopold IV : Tidak dilakukan

j. Kontraksi : tidak ada

k. Auskultasi : DJJ 140 x/i

l. Perkusi : Timpani

m. Genitalia : Vulva / uretra tenang

n. Pendarahan pervaginam tidak ada

o. Data Penunjang

Hb : 12,1 gr% Leukosit : 9.900

Trombosit : 234.000 Hematokrit : 34

CT : 5’ BT : 2’ 30”
32

GDR : 93

Protein urin : Positif 2

3.2 Dokumentasi Asuhan kebidanan

Hari/ Tanggal: 30 September 2020

Pukul: 06. 30 WIB

a. Subjektif

Ini kehamilan ke 3, keluar air- air pervaginam sejak pukul 02.30 (4 jam

yang lalu). HPHT 01 – 02 – 2020

b. Objektif

KU : sedang

TD: 187/107 mmHg Nadi: 87 x/menit Nafas: 20 x/menit

Suhu: 36,5 0C

1) Leopold I : TFU 4 jari atas pusat, Teraba bulat dan keras melenting,

kemungkinan kepala

2) Leopold II: Teraba tahanan memanjang dan memapan di kiri perut ibu

3) Leopold III : Teraba bulat tidak keras, bisa di goyang

kemungkinan bokong belum masuk PAP

4) Leopold IV : Tidak dilakukan

Hb : 12,1 gr% Leukosit : 9.900

Trombosit : 234.000 Hematokrit : 34


33

CT : 5’ BT : 2’ 30”

GDR : 93

Protein urin : Positif 2

c. Asesment

Diagnosa:

G3P1A0H1 33-34 minggu, dengan PEB dan KPD

Janin hidup, tunggal, intra uterin, let-su, Pu-ki, KU janin baik

Diagnosa Potensial:

Potensial mengalami Eklampsia, infeksi intra uterin

d. Perencanaan

1) Menjelaskan hasil pemeriksaan, bahwa ibu mengalami masalah dengan

kehamilan nya yang dapat membahayakan ibu dan janin.

Evaluasi: ibu dan keluarga paham dan bersedia di rawat

2) Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan pre eklampsia

Advis dokter spesialis:

a) Injeksi dexa metason 2 x 2 ampul selama 2 hari

b) Regimen MgSO4 maintenance

c) Nifedipine 3x1
34

d) Dopamet 3x1

e) Ceftriaxone 2 x 1 gr

f) Calc 1 x 1

g) Vit c 3 x 1

h) Sf 1 x 1

i) Observasi

3) Memasang kateter urine

Kateter terpasang

4) Memantau tanda vital

Hasil tercatat di laporan kontrol istimewa. Tekanan darah mulai turun,

tanda vital lain dalam batas normal

5) Memantau kontraksi dan tanda- tanda persalinan

Evaluasi: Tidak ada kontraksi dan tanda persalinan lainnya

6) Memantau input dan out put

Evaluasi: Input terpasang regimen MgSO4 28 tts/menit, ibu minum

dua gelas air dalam 6 jam pertama dan pengeluaran urine 600 cc
35

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Subjektif

Dari data subjektif didapatkan bahwa keluhan utama Ny. “L” saat

masuk Rumah Sakit adalah keluar air- air pervaginam, belum ada keluhan

lain seperti pusing atau sakit kepala yang mengarah ke gejala Pre

eklampsia.

Data Hari pertama haid terakhir berguna untuk menentukan

taksiran usia kehamilan dan tafsiran persalinan. Dengan ditentukan usia

kehamilan tentu saja bermanfaat untuk menentukan diagnosis dan

penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini.

4.2. Objektif

Data yang dikumpulkan adalah data yang tepat yaitu data yang

relefan dengan situasi yang sedang ditinjau atau data yang memiliki

berhubungan dengan situasi yang ditinjau. Tehnik pengumpulan data ada

tiga, yaitu: observasi, wawancara, pemeriksaan. Observasi adalah

pengumpulan data melalui indra penglihatan (perilaku, tanda fisik,

kecacatan, ekspresi wajah), pendengaran (bunyi batuk, bunyi napas),

penciuman (bau nafas, bau luka) serta perabaan (suhu badan,

nadi). Meskipun penulis hanya melihat dari rekam medis pasien.


36

Data fokus yang dapat diambil dari data objektif dari kasus ini

adalah

a. Tekanan Darah

Dalam kasus ini tekanan darah awal yang ditermukan adalah 187/107

mmHg. Hal ini sudah memenuhi salah satu kriteria pre eklampsia. Dimana

meurut POGI (2016) Pre eklampsia adalah terjadinya peningkatan tekanan

sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg atau peningkatan tekanan sistolik

15 mmHg atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg

atau tekanan diastolik sekurangkurangnya 90 mmHg atau lebih dengan

kenaikan 20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosis

preeklampsia

b. Protein urine

Pada pemeriksaan urine di dapatkan protein urine +1. Penelitian

yang dilakukan Damayanti et.al 2019, menunjukkan perbedaan yang

signifikan kejadian kualitas proteinuria > +1 antara preeklamsia onset dini

dan preeklamsia lateonset dimana pasien preeklamsia onset dini 71,0%

dengan proteinuria > +1, sedangkan pasien preeklamsia terlambat 39,6%

dengan proteinuria > +1. Dalam penelitian ini distribusi proteinuria> +1

yang artinya +2, +3 dan +4, yaitu distribusi yang diperoleh adalah +2

sebesar 53%, +3 sebesar 39%, dan +4 oleh 8%. Ini terkait dengan teori

dasar preeklamsia onset dini yang dihasilkan dari invasi trofoblas yang

menyebabkan kerusakan endotel darah pembuluh darah di seluruh tubuh

ibu
37

Pemeriksaan yang belum dilakukan atau tidak tercatat adalah

Data objektif yang belum tampak untuk menunjang diagnosa KPD

adalah pemeriksaan lakmus.

Penegakan diagnosa yang akurat terjadinya ketuban pecah

dini dapat mencegah komplikasi lebih lanjut pada ibu dan janin. Nilai basa

pada cairan ketuban merupakan kunci dalam menegakkan diagnosa

ketuban pecah dini, penggunakan lakmus test adalah pengukuran kadar

basa yang umum digunakan. Alat ukur yang lebih akurat adalah

menggunakan pH meter (Pratiwi & Rahayu, 2018).

4.3 Asesment

Dari data yang dikumpulkan pada Ny. “L” maka dapat ditegakkan:

Diagnosa : G3P1A0H1 33-34 minggu, dengan early onset PE dan KPD

Janin hidup, tunggal, intra uterin, let-su, Pu-ki, KU janin baik

1) Diagnosa Potensial:

Potensial eklampsia dan infeksi

2) Pembahasan

Dari usia kehamilan saat ibu mengalami pre eklampsia, dapat

digolongkan PE yang dialami adalah erly onset Pre eklampsia. Damayanti

et.al (2019) mengungkapkan bahwa Insiden early onset Pre Eklampsia


38

lebih kecil daripada late onset, tetapi menyebabkan komplikasi lebih buruk

untuk ibu dan perinatal. Salah satu temuan pada studi ini menunjukkan

perbedaan yang signifikan kejadian gawat janin / hipoksia antara

preeklamsia awal dan akhir di mana pasien preeklamsia early onset adalah

56,8% sedangkan late onset 19,7% dengan gawat janin / hipoksia.

Ketuban pecah secara spontan sebelum permulaan persalinan

disebut prelabor rupture of membranes (PROM) atau Ketuban Pecah Dini.

Jika pecahnya terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, itu disebut

Premature Prelabor Rupture Of Membranes (PPROM). Di Amerika

Serikat, PPROM terjadi di sekitar 3% dari semua wanita hamil.96 Faktor

risiko PPROM sama dengan risiko faktor persalinan prematur. Infeksi

dapat menjadi penyebab PPROM dan konsekuensi dari PPROM. PPROM

yang dicurigai merupakan indikasi untuk konsultasi dan rujukan dokter.

Selaput yang pecah dapat muncul sebagai "semburan" yang diperhatikan

wanita atau sebagai "tetesan" atau basah terus-menerus. Dalam kasus yang

jarang terjadi, sobekan kecil dapat menutup selama beberapa hari atau

minggu. Dalam keadaan itu, kehamilan diharapkan bisa berjalan dengan

normal meski hati-hati pemantauan untuk setiap kehilangan cairan

tambahan yang signifikan diperlukan. Seorang wanita yang melaporkan

kemungkinan PPROM paling baik dievaluasi dalam pengaturan persalinan

dan persalinan (King, Bucker, Osbornde, & Jevitt, 2019).

Potensial eklampsia ditegakkan karena jika pre eklampsia tidak

tertangani atau tidak terkontrol maka akan jatuh ke eklampsia


39

Sedangkan potensial infeksi adalah dari ketuban pecah dini.

4.4 Planning

Pada manajemen kebidanan suatu rencana tindakan yang

komprehensif termasuk indikasi apa yang timbul berdasarkan kondisi klien

serta hubungannya dengan masalah yang dialami klien, dan juga meliputi

antisipasi dengan bimbingan terhadap klien, serta konseling. Rencana

tindakan harus disetujui klien dan semua tindakan, diambil harus

berdasarkan rasional yang relevan dan diakui kebenarannya.

a. Pemberian MgSO4

Meskipun ada sedikit pemahaman tentang apa yang menyebabkan

preeklamsia / eklamsia, ada pengobatan yang efektif untuk kondisi ini.

Pada tahun 1994, WHO merekomendasikan magnesium sulfat sebagai

pengobatan standar untuk pre-eklamsia dan eklamsia, dan dalam 2 tahun,

itu dipasang Daftar Obat Esensial WHO. Pengobatan preeklamsia dengan

magnesium sulfat telah terbukti secara signifikan menurunkan risiko

eklamsia (sebesar 58%) dan risiko kematian (sebesar 45%) (Danmusa,

Coeytaux, Potts, & Wells, 2020).

b. Obat anti hipertensi

Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan

hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥

110 mmHg (Level evidence II, Rekomendasi A) (POGI, 2016)

c. Suplemen Kalsium
40

Suplementasi kalsium direkomendasikan oleh WHO dari 20

minggu kehamilan dengan dosis 1,5 – 2,0 g per hari, terutama pada

populasi dengan asupan kalsium yang rendah Asupan kalsium makanan di

pengaturan berpenghasilan rendah biasanya sangat miskin.

d. Kontrol Keadaan umum pasien, Tanda vital

Tindakan ini diperlukan untuk melihat kemajuan perawatan yang

dilakukan serta menentukan tindakan yang tepat pada pasien.


41

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pre Eklampsia (PE) Merupakan sindrom pada kehamilan yang

dapat mempengaruhi semua sistem organ dan klinis terdiagnosis setelah

minggu ke-20 kehamilan. Gejala dan tanda klinis PE mencakup tekanan

darah tinggi, protein urea, pembengkakan, sakit kepala, pandangan kabur,

dan peningkatan berat badan mendadak

Penatalaksanaan asuhan bayi Ny. “L” Pre Eklampsia dan KPD di

Bangsal Kebidanan RSUD Arosuka sudah sesuai dengan prosedur yang

direkomendasikan POGI. Meskipun terkendala dengan beberapa

pemeriksaan.

5.2. Saran

Upaya pencegahan terjadinya terjadinya Pre- eklampsia dapat

dilakukan bidan yang menjadi ujung tombak pemberi asuhan. Deteksi dan

Asuhan kebidanan yang berkualitas dapat diberikan hanya jika Bidan

mengerti dan paham tentang apa yang sedang ia hadapi dan apa yang harus

dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan.

Bidan dapat memberikan konseling pada orang tua, baik dalam

upaya promotif dan preventif, ataupun upaya kuratif dan rehabilitatif.


42

Bidan juga dituntut untuk dapat mengetahui batasan antara Pre- eklampsia

den hipertensi dalam kehamilan.


43

DAFTAR PUSTAKA

Baktiyani, S. (2007). Pengaruh Pemberian Kombinasi Nac Dengan Vitamin C


Dan E Terhadap Stres Oksidatif Pada Huvecs Dipapar Plasma Eklampsia.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No. 3, 144-150.

Cunningham, F., Gant, N., Leveno, K., Gilstrap, L., Hauth, J., & Wenstrom, K.
(2014). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

Cunningham, F., Roberts, M., & Taylor, R. (2015). The Clinical Spectrum of
Preeclampsia. In The fourth edition of Chesley’s Hypertensive Disorders
of Pregnancy (pp. 25-36). London: Elsevier Inc.

Damayanti, S., Sulistyowati, S., & Probandari, A. (2019). Maternal


Characteristics and the Effects of Early and Late-onset Types of
Preeclampsia on Maternal and Perinatal Complications. Indonesian
Journal of Medicine , 4, 329-338.

Danmusa, S., Coeytaux, F., Potts, J., & Wells, E. (2020). Scale-up of magnesium
sulfate for treatment of pre-eclampsia and eclampsia in Nigeria.
International Journal of Gynecology and Obstetrics, 233-236.

Garti, I., Gray, M., Tan, J., & Bromley, A. (2020). Midwives’ knowledge of pre-
eclampsia management:A scoping review. Elsevier; Women and Birth, 1-
18.

Kasture, V., Sundrani, D., & Joshi, S. (2018). Maternal one carbon metabolism
through increased oxidative stress and disturbed angiogenesis can
influence placental apoptosis in preeclampsia. Life Sciences, 1-29.

King, T., Bucker, M., Osbornde, K., & Jevitt, n. (2019). Varneys midwifery 6th
edition. Burlington: World Headquarters Jones & Bartlett Learning.

McCharty, F., & Kenny, L. (2015). Hypertension in pregnancy. Obstetrics,


Gynaecology And Reproductive MedicinE, 1-7.

POGI. (2016). Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklampsia. Jakarta: Persatuan


Obstetri Ginekologi Indonesia.

Pratiwi, I., & Rahayu, S. (2018). PH Measurement Of Amniotic Fluid. Journal Of


Midwifery, 13-18.
44

Rana, S., Lemoine, E., Granger, G., & Karumanchi, S. (2019). Preeclampsia
Pathophysiology, Challenges, and Perspectives. Preeclampsia and
Vascular Disease, 1094- 1111.

Zhao, L., Ma, R., Zhang, L., Yuan, X., Wu, J., He, L., et al. (2019). Inhibition of
HIF-1a-mediated TLR4 activation decreases apoptosis and promotes
angiogenesis of placental microvascular endothelial cells during severe
pre-eclampsia pathogenesis. Elsevier: Placenta, 8-16.

Anda mungkin juga menyukai