Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MANAJEMEN PROYEK

BAB 3 DAN 4
ORGANISASI STRUKTUR, BUDAYA DAN MENENTUKAN PROYEK
Dosen Pengampu : Tri Wahyuningsih, S.E, M.Si

Diusun Oleh :
Kelompok 2 / EM-E
1. Theofilus Samuel 141170085
2. Mifta Khurrohmah 141170090
3. Lailatul Pitriyah 141170095
4. William Rino Saputro 141170098
5. Alvianita Wibowo 141170109

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita ketahui dalam menjalankan proyek tidak hanya merencanakan strategi
saja akan tetapi dalam memanajemen suatu proyek haruslah disesuaikan dengan
internal organisasi atau perusahaan. Maka sesuai dengan manajemen dimana setelah
merencanakan suatu proyek harus diorganisasi dengan optimal dalam
mengimplementasikan suatu proyek, dalam hal ini yaitu menentukan struktur serta
memahami budaya yang dimiliki perusahaan. Terdapat beberapa struktur yang dapat
digunakan perusahaan dalam mengorganisasikan proyek beberapa diantaranya yaitu :
organisasi fungsional, tim proyek berdedikasi (khusus), matriks, dan organisasi
jaringan. Struktur dan bentuk varian ini memberikan pendekatan yang paling utama
dalam mengorganisasikan suatu proyek dimana alur koordinasi bagaimanakah yang
harus dijalankan.
Tidak hanya berhenti menentukan struktur saja akan tetapi budaya organisasi
juga harus diperhatikan dan dikombinasikan dengan struktur yang dipilih, hal ini
bertujuan untuk mencapai hasil yang paling optimal dalam menjalankan suatu proyek
karena ketika terdapat ketidaksesuaian ini akan menghambat proyek dan juga akan
menimbulkan konlfik antar karyawan dimasa yang akan datang. Karena sangat
penting bagi seorang manajer proyek serta pelaksana untuk memahami “tanah tempat
mereka berpijak” sehingga dapat menghindari rintangan dan memanfaatkan berbagai
cara untuk menyelesaikan proyek sesuai dengan tepat waktu.
Setelah membentuk struktur dan memahami budaya hal selanjutnya yang
harus dilakukan adalah menentukan proyek yang dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan dan stakeholder proyek utama, dengan cara merencanakan protek
terintegrasi dan menggunakan sistem pengendali yang berdasarkan informasi yang
selektif atau yang berkaitan pelaksanaan proyek. Mungkin ketika proyek yang
dilakukan bersifat kecil manajer proyek mampu tanpa perencanaan yang terintegrasi
dan sistem pengendalian, akan tetapi ketika proyek semakin besar kedua hal tersebut
harus lah digunakan untuk membantu pelaksanaan proyek. Hal ini ditujukan untuk
mengatasi masalah-masalah secara detail dan yang terutama adalah memenuhi
kebutuhan pelanggan dan selutuh stakeholder dalam perusahaan.
Maka makalah yang kami susun dibawah ini berkaitan dengan menentukan
struktur yang tepat bagi perusahaan serta memahami budaya yang ada didalam
organisasi agar tercipta harmonisasi dan menghasilkan output yang optimal serta
memberikan beberapa teori mengenai menentukan proyek agar sesuai dengan
kebutuhan pelanggan dan seluruh stakeholder perusahaan serta sesuai dengan sumber
daya yang dimiliki perusahaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana menentukan struktur organisasi dalam implementasi proyek?
2. Bagaimana memahami budaya organisasi dalam implementasi proyek?
3. Bagaimana cara menentukan proyek yang sesuai?
C. Tujuan
Setelah mempelajari resume ini, pembaca diharapkan mampu:
1. Memahami bentuk-bentuk serta menentukan struktur organisasi dalam
mengimplementasikan suatu proyek
2. Memahami budaya organisasi sehingga dapat mengimplementasikan proyel
secara optimal
3. Memahami cara menentukan proyek yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan
dan seluruh stakeholder
BAB II
PEMBAHASAN

ORGANISASI : STRUKTUR DAN BUDAYA

A. Struktur Manajemen Proyek


Sistem manajemen proyek memberikan sebuah kerangka kerja untuk meluncurkan dan
mengimplementasikan berbagai aktivitas proyek di dalam perusahaan induk. Sistem yang
baik dengan tepat menyeimbangkan kebutuhan organisasi induk dan kebutuhan proyek,
yakni dengan menentukan antarmuka antara proyek dan organisasi induk dalam hal
wewenang, alokasi sumber daya, dan integrasi hasil akhir proyek ke dalam operasi
mainstream.

1. Mengorganisasi Proyek Dalam Organisasi Fungsional

Ada beberapa kerugian dan keuntungan menggunakan organisasi fungsional


yang sudah ada untuk mengatur dan menyelesaikan proyek. Keuntungan utama adalah
sebagai berikut:
a. Tidak ada perubahan. Proyek diselesaikan dalam struktur fungsional dasar dari
organisasi induk. Tidak ada perubahan radikal dalam desain dan operasi
organisasi induk.
b. Fleksibilitas. Ada fleksibilitas maksimum dalam penggunaan staf.
c. Keahlian mendalam. Jika lingkup proyek sempit dan unit fungsional yang sesuai
diberi tanggung jawab utama, maka unit dengan keahlian khusus dapat dipusatkan
pada aspek-aspek yang paling krusial.
d. Transisi pascaproyek cukup mudah. Jalur karier normal di dalam suatu divisi
fungsional mereka adalah ruang profesional mereka dan fokus terhadap kemajuan
dan pertumbuhan profesional mereka.
Selain keuntungan ada beberapa kerugian mengatur proyek dalam organisasi
fungsional.
a. Tidak ada fokus. Masing-masing unit fungsional punya pekerjaan rutin untuk
mereka lakukan; kadang-kadang tanggung jawab proyek dikesampingkan untuk
memenuhi kewajiban utama.
b. Integrasi lemah. Mungkin integrasi antar-unit fungsional lemah. Spesialis
fungsional cenderung hanya memerhatikan segemn proyek mereka sendiri, bukan
apa yang terbaik bagi proyek secara keseluruhan.
c. Lambat. Biasanya perlu waktu lebih lama untuk menyelesaikan proyek melalui
susunan fungsional. Sebagian bisa dihubungkan dengan lambanya waktu respons
– informasi dan keputusan harus disapaikan melalui saluran manajemen normal.
d. Kurangnya rasa memiliki. Motivasi orang-orang yang ditugaskan pada proyek
dapat lemah. Proyek mungkin dilihat sebagai beban tambahan yang secara tidak
langsung dihubungkan dengan kemajuan atau pengembangan profesional mereka.

2. Mengatur Proyek dengan Tim Khusus


Spektrum struktural lainnya adalah membentuk tim proyek independen. Tim
ini beroperasi sebagai unit terpisah dari organisasi induk. Pada umumnya ditunjuk
seorang manajer proyek penuh-waktu untuk bekerjasama dengan satu kelompok
spesialis utama yang bekerja penuh waktu untuk proyek. Manajer proyek merekrut
personel yang diperlukan dari dalam maupun dari luar perusahaan induk. Tim secara
fisik terpisah dari organisasi induk dan diberi perintah untuk menyelesaikan proyek.

Seperti pada kasus organisasi fungsional, pendekatan tim proyek khusus


mempunyai kelemahan dan kekuatan. Beberapa kekuatannya adalah sebagai berikut:
a. Sederhana. Selain menempatkan sumber daya dalam bentuk para spesialis yang
ditugaskan pada proyek organisasi fungsional tetap utuh dengan tim proyek
beroperasi bebas.
b. Cepat. Proyek cenderung dikerjakan lebih cepat ketika para peserta memberi
perhatian penuh kepada proyek dan tidak dikacaukan dengan tugas-tugas dan
kewajiban lain
c. Kompak/kohesif. Tingkat efektif dan kohesivitas yang lebih tinggi ebih sering
muncul dalam tim proyek. Peseta mengadopsi tujuan umum dan tanggung jawab
pribadi pada proyek dan tim.
d. Integrasi Lintas-Fungsional. Spesialis dari berbagai area berbeda bekerja bersama-
sama dan, dengan bimbingan yan tepat, menjadi terikat untuk mengoptimalkan
proyek yang diluar keahlian mereka.

Kelemahannya menjadi jelas ketika kebutuhan-kebutuhan organisasi induk


diperhitungkan:
a. Mahal. Anda tidak hanya menciptakan posisi manajemen baru (manajer proyek),
tetapi juga menugaskansumber daya dalam basis penuh waktu (full-time). Hal ini
dapat mengakibatkan duplikasi usaha pada banyak proyek dan hilangnya ekonomi
skala.
b. Perselisihan internal. Kadang-kadang tim proyekkhusu hanya peduli dengan diri
mereka, dan sebuah penyakit yang dikenal sebagai projectitis pun berkembang.
c. Keahlian teknologi yang terbatas. Tim khusus menghambat keahlian teknologi
maksimum yang sedang dipusatkan untuk menanggulangi masalah. Keahlian
teknis terbatas pada talenta dan pengalaman dari spesialis yang ditugaskan pada
proyek.
d. Transisi pascaproyek yang sulit. Menugaskan personel penuh waktu pada sebuah
proyek menciptakan dilema, yakni apa yang akan dilakukan pada personel
tersebut setelah proyek selesai.

3. Mengatur Proyek dalam Susunan Matriks


Manajemen matriks adalah bentuk organisasi dimana struktur manajemen
proyek horizontal “ditumpukkan” (overleid) pada hierarki fungsional yang normal.
Biasanya dalam sistem matriks ada dua rantai perintah/komando: rantai pertama
disepanjang jalur fungsional dan rantai kedua pada jalur proyek.

Perusahaan menerapkan susunan matriks dalam berbagai cara yang berbeda.


Beberapa organisasi menjalankan sistem matriks temporer untuk proyek-proyek
spesifik, sedangkan di organisasi lain “matriks” mungkin menjadi peralatan
permanen. Perhatikan gambar diatas ada tiga proyek yang sekarang ini sedang
dikerjakan: A, B dan C. Ketiga manajer proyek A-C melapor pada direktur
manajemen proyek, yang mensupervisi semua proyek. Masing-masing proyek punya
satu pembantu administratif, meskipun tenaga administrasi untuk proyek C hanya
bekerja paruh waktu.
Proyek A melibatkan desain dan perluasan lini produksi yang sudah ada untuk
mengakomodasi campuran logam metal baru. Untuk memenuhi sasaran tersebut, 3,5
orang dari manufaktur dan 6 orang dari engineering ditugaskan pada proyek A.
Mereka ditugaskan pada proyek dalam basis penuh waktu atau paruh waktu,
tergantung kebutuhan proyek selama berbagai tahap proyek. Proyek B melibatkan
pengembangan sebuah produk baru yang memerlukan representasi yang cukup berat
dari bagian engineering, manufaktur, dan pemasaran. Proyek C berkaitan dengan
perkiraan (forecasting) perubahan kebutuhan dari basis pelanggan saat ini. sementara
tiga proyek tersebut dan proyek-proyek lainnya sedang diselesaikan, divisi fungsional
melanjutkan tugas/aktivitas utama mereka.
Pada prinsipnya setiap tindakan dan keputusn proyek utama harus
dirundingkan. Manajer proyek bertanggung jawab untuk menyatukan input fungsional
dan mengatur penyelesaian proyek. Para manajer fungsional bertanggung jawab
mengatur kontribusi fungsional pada proyek.

4. Bentuk-Bentuk Matriks
Dalam praktik ada berbagai macam sistem matriks yang berbeda-beda,
tergantung otoritas manajer proyek dan manajer fungsional. Matriks fungsional atau
week matrix adalah istilah untuk matriks dimana keseimbangan otoritas para manajer
fungsional sangat ditekankan. Matriks seimbang (balanced matrix atau middlewight
matrix) digunakan untuk menguraikan susunan matriks tradisional. Strong matrix
digunakan untuk menguraikan sebuah matriks dimana keseimbangan otoritas sangat
kuat pada sisi manajer proyek.
Perbedaan kekuasaan antara manajer fungsional dan manajer proyek
dicerminkan dalam berbagai dimensi yang terkait, salah satunya adalah tingkat
hubungan pelaporan. Manajer proyek yang melapor langsung kepada CEO punya
wewenang lebih dibanding manajer pemasaran yang melapor kepada direktur
pemasaran. Lokasi aktivitas proyek adalah faktor lain yang juga penting. Manajer
proyek lebih berpengaruh pada peserta proyek jika mereka (peserta proyek) bekerja
dikantor sang manajer proyek dibanding jika mereka melaksanakan aktivitas proyek
dikantor fungsional mereka. Persentase fase penuh waktu yang ditugaskan pada
proyek juga berpengaruh. Status penuh waktu menyiratkan perpindahan yang sifatnya
wajib dari berbagai aktivitas fungsional ke aktivitas proyek.
Satu faktor lain adalah siapa yang bertanggung jawab melakukan penelitian
kinerja/prestasi dan keputusan kompensasi. Dalam matriks lemah, manajer proyek
kemungkinan besar tidak punya input langsung untuk evaluasi peserta mengerjakan
proyek. Evaluasi adalah tanggung jawab manajer fungsional. Sebaliknya, dalam
matriks kuat, evaluasi manajer proyek lebih ditekankan dibanding evaluasi manajer
fungsional. Dalam matriks seimbang, input dari kedua manajer tersebut diperlukan,
atau manajer proyek membuat rekomendasi kepada manajer fungsional yang
bertanggung jawab atas evaluasi resmi bagi para karyawan individu.
Akhirnya, apakah matriks kuat atau lemah, matriks fungsional atau proyek ditentukan
oleh seberapa jauh manajer proyek mempunyai otoritas langsung atas para peserta
proyek. Berikut ini penjelasan singkat ketiga matriks tersebut :
a. Weak matrix
Format ini sangat mirip dengan pendekatan fungsional, kecuali bahwa manajer
proyek yang ditunjuk secara resmi untuk bertanggung jawab mengoordinasi
aktivitas-aktivitas proyek. Para manajer fungsional bertanggung jawab mengelola
segmen proyek mereka. Manajer proyek pada dasarnya bertindak sebagai staf
pembantu yang membuat daftar periksa dan jadwal, mengumpulkan informasi
status pekerjaan, dan memfasilitasi penyelesaian proyek. Manajer proyek
memiliki otoritas tidak langsung untuk mempercepat dan memonitor proyek. Para
manajer fungsional kebanyakan memutuskan siapa mengerjakan apa dan kapan
pekerjaan selesai.
b. Balanced matrix
Inilah matriks klasik dimana manajer proyek bertanggung jawab untuk
menentukan apa saja yang perlu diselesaikan, sedangkan manajer fungsional
mengurusi bagaimana hal tersebut akan diselesaikan. Lebih rinci, manajer proyek
menetapkan rencana menyeluruh untuk menyelesaikan proyek, mengintegrasikan
kontribusi dari berbagai disiplin yang berbeda, menetapkan jadwal, dan
memonitor kemajuan. Para manajer fungsional bertanggung jawab untuk
menugaskan personel dan melaksanakan segmen proyek mereka menurut jadwal
dan standar yang ditentukan oleh proyek manajer. Gabungan tersebut apa dan
bagaimana mengharuskan kedua belah pihak bekerja bersama dan bersama-sama
menyetujui keputusan operasional dan teknis.
c. Strong matriks
Matriks ini berusaha menciptakan “perasaan” tim proyek dalam suatu
lingkungan matriks. Manajer proyek mengatur sebagian besar aspek proyek,
termasuk timbal balik cakupan proyek dan penugasan personel fungsional.
Manajer proyek mengendalikan kapan dan apa yang dilakukan spesialis dan
membuat keputusan akhir pada proyek utama. Manajer fungsional punya
kepentingan dengan orang-orangnya dan dikonsultasikan berdasarkan kebutuhan.
Dalam beberapa situasi, manajer departemen fungsional boleh bertindak sebagai
“subkontraktor” bagi proyek, dalam hal mereka memiliki lebih banyak kendali
atas pekerjaan khusus.
Manajemen matriks, dalam format umum maupun spesifik, memiliki kekuatan
dan kelemahan. Keuntungan dan kerugian dari organisasi matriks secara umum
dijelaskan dibawah ini, dengan singkat menyoroti pokok-pokok mengenai format
yang berbeda :
a. Efisien. Sumber daya dapat dipakai bersama pada berbagai proyek dan juga
dalam divisi fungsional. Individu dapat membagi energi mereka untuk berbagai
proyek, sesuai yang dibutuhkan. Hal ini mengurangi duplikasi seperti yang
diperlukan dalam struktur proyek.
b. Fokus proyek kuat. Fokus proyek lebih kuat dengan secara resmi menugaskan
manajer proyek yang bertanggung jawab untuk mengoordinasi dan
mengintregasikan kontribusi dari berbagai unit yang berbeda. hal ini membantu
memperkuat pendekatan holistik untuk memecahkan masalah yang sering hilang
dalam fungsi organisasi.
c. Transisi pasca proyek lebih mudah. Karena organisasi proyek diserahkan
pada divisifungsional, spesialis memelihara hubungan dengan kelompok
fungsional mereka sehingga mereka punya sebuah homeport untuk kembali
ketika proyek telah selesai.
d. Fleksibel. Susunan matriks memungkinkan sumber daya dan keahlian
dimanfaatkan secara fleksibel. Dalam beberapa kasus berbagai unit fungsional
mungkin menyediakan individu yang diatur oleh manajer proyek. Dalam kasus
lain, kontribusi dimonitor oleh manajer fungsional.

Kekuatan struktur matriks pantas dipertimbangkan. Sayangnya, ada kelemahan


potensial. Kelemahan tersebut sebagian besar berkaitan dengan fakta bahwa struktur
matriks lebih rumit dan beberapa bos berangkat dari sistem otoritas hierarkis yang
tradisional.
Lagipula, orang tidak menerapkan struktur matriks dalam satu malam. Para pakar
menyatakan bahwa diperlukan waktu tiga sampai lima tahun bagi sebuah sistem
matriks untuk benar-benar matang. Banyak permasalahan yang dijelaskan dibawah
ini menggambarkan hal-hal sulit yang terjadi :
a. Konflik disfungsional. Pendekatan matriks memicu ketegangan antara manajer
fungsional dan manajer proyek yang membawa keahilan kritis dan perspektif
pada proyek yang akan digarap. Ketegangan seperti itu dipandang sebagai
mekanisme yang diperlukan untuk mendapatkan keseimbangan antara masalah
teknis kompleks dan kebutuhan proyek unik. Sekalipun tujuannya baik, efeknya
kadang-kadang dapat sama dengan membuka kotak masalah. Konflik dapat
menjalar ketingkat yang lebih pribadi, sebagai akibat dari berbagai agenda dan
akutabilitas yang bertentangan. Diskusi dapat berubah menjadi argumentasi yang
sengit yang menyebabkan kebencian diantara para manajer yang terlibat.
b. Perkelahian Tersembunyi. Situasi apapun dimana peralatan, sumber daya, dan
orang-orang disebarkan diberbagai proyek dan aktivitas fungsional, akan
mendorong kepada konflik dan persaingan untuk mendapatkan sumber daya
langka. Perkelahian tersembunyi dapat terjadi antar manajer proyek, terutama
mereka yang peduli dengan apa yang terbaik untuk proyek mereka.
c. Penuh Tekanan. Manajemen matriks melanggar prinsip manajemen kesatuan
perintah. Peserta proyek sedikitnya punya dua bos-kepala fungsional dan satu
atau lebih manajer proyek. Bekerja dalam lingkungan matriks dapat sangat
menekan. Bayangkan akan seperti apakah jika anda bekerja dalam sebuah
lingkungan dimana anda diminta mengerjakan tiga hal yang berlawanan dari tiga
manajer yang berbeda.
d. Lambat. Secara teori, kehadiran seorang manajer proyek untuk mengoordinasi
proyek akan mempercepat penyelesaian proyek. Dalam praktik, pengambilan
keputusan dapat terhambat karena harus ada persetujuan dari beberapa kelompok
fungsional. Ini terutama terjadi pada matriks seimbang.

5. Mengatur Proyek Dalam Organisasi Jaringan


Perampingan dan pengendalian biaya menghasilkan sesuatu yang dinamakan
“organisasi jaringan”. Secara teori, organisasi jaringan adalah aliansi dari beberapa
organisasi dengan tujuan menciptakan produk atau jasa bagi para pelanggan. Struktur
kerjasama ini umunya terdiri dari beberapa organisasi satelit yang mengitari satu
“perusahaan inti”. Perusahaan inti mengoordinasi proses jaringan dan menyediakan
satu atau dua kemampuan inti, seperti pemasaran atau pengembangan produk.
Proyek jaringan adalah bread & butter dari industri konstruksi. Apakah sedang
membangun sebuah rumah impian atau pabrik desalinasi (membuang kandungan
garam, terutama dari air laut supaya dapat diminum), kilen umumnya merekrut
perusahaan kontraktor yang melakukan subkontrak untuk orang-orang perdagangan
dan organisasi profesional untuk melakukan berbagai segmen kontruksi yang spesifik.
Pendekatan tersebut sedang diterapkan di sejumlah besar proyek.
Ada banyak keuntungan proyek jaringan, yaitu :
a. Biaya berkurang. Perusahaan dapat mempertahankan harga kompetitif untuk jasa
yang dikontrakkan, terutama jika pekerjaan dapat di outsourcing. Lagi pula, biaya
umum secara dramatis berkurang karena perusahaan tidak lagi harus secara
internal memelihara jasa yang dikontrakkan.
b. Keahliaan tingkat tinggi. Tingkat teknologi dan keahlian tinggi dapat dipusatkan
pada proyek. Perusahaan tidak lagi harus mengikuti kemajuan teknologi. Sebagai
gantinya, ia dapat fokus pada pengembangan kompetensi inti dan menggandeng
perusahaan-perusahaan dengan know-how untuk mengerjakan segmen proyek
yang relevan.
c. Fleksibel. Organisasi tidak lagi dibatasi oleh sumber daya mereka sendiri, tetapi
dapat mengejar serangkaian proyek dengan mengombinasikan sumber daya
mereka dengan dengan talentadari perusahaan lain. Perusahaan kecil dapat dengan
segera mengglobal karena bekerja sama dengan mitra asing.
Kerugian proyek jaringan :
a. Koordinasi Terganggu. Koordinasi para profesional dari berbagai organisasi
berbeda dapat menantang, terutama jika pekerjaan proyek memerlukan kerja sama
yang erat dan penyesuaian timbal balik. Bentuk manajemen struktur proyek
cenderung bekerja paling baik ketika masing-masing pihak seperti pada
kebanyakan proyek kontruksi, bertanggung jawab untuk deliverabel independen
yang ditentukan dengan baik.
b. Hilangnya Kendali. Ada kerugian potensial atas hilangnya kendali terhadap
proyek. Tim inti tergantung pada organisasi lain yang tidak memiliki otoritas
langsung. Sementara kemampuan bertahan jangka panjang dari organisasi-
organisasi yang terlibat tergantung pada kinerja, proyek bisa gagal ketika satu
mitra gagal melakukan tugasnya.
c. Konflik. Proyek jaringan cenderung akan konflik antarpribadi karena peserta yang
berbeda-beda tidak memegang nilai-nilai yang sama, prioritas dan budaya.
Kepercayaan yang penting untuk sukses proyek, sukar diasah jika interaksi
terbatas dan orang-orang berasal dari organisasi yang berbeda-beda.

B. Memilih Struktur Manajemen Proyek Yang Tepat

1. Pertimbangan Organisasi
Ditingkat organisasi, pertanyaan pertama yang perlu diajukan adalah seberapa
penting manajemen proyek bagi sukses perusahaan? berapa persen pekerjaan inti
melibatkan proyek? Jika lebih dari 75 persen pekerjaan melibatkan proyek, organisasi
perlu mempertimbangkan organisasi proyek penuh. Jika organisasi memiliki produk
dan proyek standar, susunan matriks tampaknya lebih sesuai. Jika organisasi memiliki
sangat sedikit proyek, susunan yang tidak begitu formal mungkin diperlukan. Satuan
tugas temporer dapat dibentuk jika dibutuhkan dan organisasi dapat membuat
pekerjaan proyek dilakukan dengan cara outsourcing.
Pertanyaan kunci kedua adalah ketersediaan sumber daya. Matriks
meningkatkan perlunya memakai secara bersama-sama sumber daya untuk berbagai
proyek dan area fungsional, sementara pada waktu yang sama melegitimasi
kepemimpinan proyek. Bagi organisasi yang tidak bisa mengikat personel penting
pada proyek individual, maka sistem matriks tampaknya sesuai. alternatifnya adalah
menciptakan tim khusus, tetapi kerja proyek dilakukan dengan cara outsourcing
ketika sumber daya internal tidak tersedia. Berkenaan dengan dua pertanyaan pertama
tersebut, organisasi harus menilai praktik yang saat ini dilakukan dan perubahan-
perubahan apa yang diperlukan untuk mengatur proyek secara lebih efektif.

2. Pertimbangan Proyek
Ditingkat proyek, pertanyaannya adalah berapa banyak otonomi yang
dibutuhkan oleh proyek agar proyek berhasil diselesaikan. Hobbs dan menard
menidentifikasi 7 faktor yang mempengaruhi pilihan struktur manajemen proyek :
a. Ukuran proyek
b. Arti penting strategis
c. Hal-hal baru dan kebutuhan untuk inovasi
d. Perlunya integrasi (jumlah departemen yang terlibat)
e. Kompelksitas lingkungan (jumlah antarmuka atau alat penghubung eksternal)
f. Batasan waktu dan anggaran
g. Stabilitas persyaratan sumber daya
Semakin tinggi tingkat 7 faktor tersebut, semakin besar otonomi dan otoritas
yang diperlukan oleh manajer proyek dan tim proyek agar berhasil. Hal tersebut
diterjemahkan kedalam penggunaan tim proyek khusus atau struktur matriks proyek.
Banyak perusahaan yang banyak menerapkan manajemen proyek sudah menciptakan
sistem manajemen fleksibel yang mengorganisasi proyek menurut kebutuhan proyek.
Sebagai contoh, chaparral steel, sebuah mini-mili yang memproduksi balok baja dari
sisa metal, mengelompokkan proyek dalam 3 kategori :
1. Proyek pengembangan lanjutan adalah usaha beresiko tinggi yang melibatkan
dibuatnya sebuah produk atau proses terobosan.
2. Proyek platform adalah proyek dengan resiko sedang yang melibatkan upgrade
sistem yang meningkatkan produk dan proses baru.
3. Proyek inkremental adalah proyek berisiko rendah jangka pendek yang
melibatkan usaha penyesuaian produk dan proses yang sudah ada.

C. Budaya Organisasi
1. Apa yang Dimaksud dengan Budaya Organisasi?
Budaya organisasi mirip dengan budaya dari negara-negara yang berbeda.
Pikiran perbedaabn tata letak fisik, pakaian, dan cara berkomunikasi di bank local,
departemen store, atau klinik medis. Demikian juga, jika seseorang yang telah bekerja
di beberapa organisasi mengadapi perbedaan penting dalam norma, nilai-nilai dan
kebiasaan organisasi.
Riset menyatakan bahwa ada 10 karakteristik utama yang secara bersama-
sama menunjukkan esensi dari budaya organisasi:
a. Identitas anggota. Tingkat dimana karyawan disamakan dengan organisasi
sebagai suatu keseluruhan ketimbang dengan jenis pekerjaan dengan bidang
keahlian profesional mereka.
b. Menekankan pada tim. Tingkat dimana aktivitas kerja diorganisasi dalam
kelompok-kelompok daripada dalam perorangan.
c. Focus manajemen. Tingkat dimana keputusan menejemen mempertimbangkan
efek hasil akhir terhadap orang-orang di dalam organisasi.
d. Integrasi unit. Tingkat dimana unit-unit di dalam organisasi didukung untuk
beroperasi di dalam suatu cara yang terkoordinasi dan saling tergantung.
e. Kontrol. Tingkat dimana aturan, kebijakan, dan arahan pengawasan digunakan
untuk mengatur dan mengendalikan perilaku karyawan.
f. Toleransi terhadap resiko. Tingkat dimana karyawan didukung untuk agresif,
inovatif, dan mencari risiko.
g. Kriteria penghargaan. Tingkat dimana pemberian penghargaan seperti kenaikan
gaji dan promosi dialokasikan menurut kinerja karyawan ketimbang berdasarkan
‘senioritas’, pilih kasih, atau factor nonkinerja lainnya.
h. Toleransi terhadap konflik. Tingkat dimana karyawan didukung untuk terbuka
terhadap kritik dan konflik.
i. Cara versus orientasi hasil akhir. Tingkat dimana manajemen focus pada hasil
ketimbang pada proses dan teknik yang digunakan untuk mencapai hasil.
j. Fokus pada sistem terbuka. Tingkat dimana organisasi memonitor dan bereaksi
terhadap perubahan di dalam lingkungan eksternal.

Budaya melakukan beberapa fungsi penting di dalam organisasi. Budaya


organisasi memberikn identitas bagi para anggotanya. Semakin jelas persepsi dan
nila-nilai bersama dari organisasi, semakin mampu untuk menyamakan diri dengan
organisasi mereka dan merasa menjadi bagian penting dari organisasi. Identitas
menghasilkan komitmen terhadap organisasi dan menjadi alasan bagi anggota untuk
mengerahkan energi dan loyalitas kepada organisasi.
Fungsi penting kedua adalah bahwa budaya membantu mengesahkan sistem
manajemen organisasi. Budaya membantu memperjelas hubungan otoritas dan
menyediakan berbagai alasan mengapa orang-orang berada dalam suatu otoritas dan
mengapa otoritas mereka harus dihargai. Lebih lanjut, budaya melalui berbagai
mitos, cerita, dan simbl-simbol membantu orang-orang untuk menghapus
ketidaksesuaian antara perilaku nyata dan perilaku ideal.
2. Mengidentifikasi Karakteristik Budaya
Menerjemahkan budaya organisasi merupakan proses interpretatif yang sangat
subyektif yang mengharuskan adanya penilaian terhadap aktivitas sekarang dan
sejarah masa lampau.
a. Mempelajari karakteristik fisik suatu organisasi.
b. Karakteristik fisik menunjukkan siapa yang mempunyai kekuasaan riil dalam
organisasi, tingkat di mana organisasi secara internal dibedakan, dan seberapa
formal organisasi dalam berbagai bisnis yang dilakukannya.
c. Membaca berbagai tulisan tentang organisasi tersebut.
d. Seperti memeriksa laporan tahunan, pernyataan misi, keterangan pers, dan
laporan berkala internal. Apakah ada hal yang ditunjukkan, berupa prinsip-
prinsip yang di ekspos dalam dokumen, atau adanya penekanan pada anggota
organisasi dalam kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan pada masing-
masing penekanan akan mencerminkan budaya yang berbeda.
e. Mengamati bagaimana orang-orang berinteraksi.
f. Mengamati bagaimana kecepatan mereka, nilai-nilai yang diekspresikan, dan
bagaimana proses rapat yang berlangsung untuk mendapatkan informasi yang
berguna. Masalah atau persoalan yang dibahas berulang-ulang dan lama adalah
kunci dari nilai-nilai budaya organisasi.
g. Menginterpretasikan cerita dan riwayat yang beredar di organisasi.
h. Memberikan perhatian khusus kepada cerita dan anekdot yang beredar dalam
organisasi sering menghasilkan bukti bermanfaat tentang kualitas penting dari
budaya organisasi. Pokok materi yang ditekankan di dalam cerita yang diulang-
ulang sering mencerminkan apa yang penting bagi budaya organisasi.

D. Implikasi Budaya Organisasi dalam Pengorganisasian Proyek


Manajer proyek harus mampu beroperasi dalam beberapa budaya organisasi yang
berbeda. Pertama, mereka harus berinteraksi dengan budaya organisasi induk dan
subbudaya dari berbagai departemen. Kedua, mereka harus berinteraksi dengan
organisasi pelanggan atau klien proyek. Banyak dari organisasi tersebut memiliki budaya
yang berbeda sehingga manajer proyek harus mampu membaca budaya tempat mereka
sedang bekerja untuk mengembangkan strategi, rencana, dan respons yang dapat
dipahami dan diterima.
Kiasan untuk menjelaskan hubungan antara manajemen proyek dan budaya
organisasi adalah perjalanan perahu sungai (riverboat). Budaya adalah sungai dan proyek
adalah perahu. Mengorganisasi dan menyelesaikan proyek dalam suatu organisasi di
mana budayanya kondusif bagi manajemen proyek adalah seperti mengayuh dayung ke
hilir, sangat sedikit usaha yang diperlukan, dan kekuatan alami dari sungai menghasilkan
kemajuan mencapai tujuan. Sebaliknya, berusaha menyelesaikan suatu proyek dalam
sebuah organisasi di mana beberapa hal penting dari budaya dominan menghalangi
manajemen proyek yang efektif, adalah seperti mengayuh ke hulu, diperlukan lebih
banyak waktu, usaha, dan perhatian untuk mencapai tujuan.
Diperlukan wewenang dan sumber daya proyek yang lebih besar untuk
menyelesaikan proyek yang menghadapi masalah budaya yang kuat dan negatif.
Sebaliknya, diperlukan lebih sedikit wewenang resmi dan lebih sedikit sumber daya
untuk menyelesaikan proyek dimana budaya organisasi menghasilkan kooperasi dan
perilaku yang penting untuk sukses proyek.

MENENTUKAN PROYEK

Cara terbaik yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dan
stakeholder proyek pertama adalah menggunakan perencanaan proyek terintegrasi dan sistem
pengendalian yang memerlukan informasi selektif. Manager proyek yang mengelola sebuah
proyek kecil dapat merencanakan dan menjadwalkan tugas-tugas proyek tanpa sistem
informsi dan perencanaan formal. Akan tetapi, ketika manager proyek harus mengelola
beberapa proyek kecil atau sebuah proyek besar yang kompleks, akan ada titik dimana dia
tidak bisa lagi mengatasi hal-hal detail.
Langkah- langkah untuk mengumpulkan informasi proyek :

1. Menentukan Cakupan Proyek


Langkah ini adalah langkah untuk mengembangkan sebuah rencana proyek. Cangkupan
proyek adalah definisi dari hasil akhir atau misi proyek seuah produk atau jasa untuk
klien atau pelanggan. Tujuan utama adalah menentukan dengan sejelas mungkin
deliverabel bagi pemakai akhir dan untuk memfokuskan rencana proyek.
Riset dengan jelas menunjukan bahwa misi atau cakupan proyek yang tidak
ditentukan dengan baik paling sering dikutip sebagai penghalang sukses
proyek.Dokumen cakupan proyek mengarahkan fokus pada tujuan proyek di sepanjang
proyek ntuk pelanggan atau peserta proyek.
Cakupan ini harus dikembangkan dibawah arahan manager proyek dan pelanggan.
Manajer proyek bertanggungjawab untuk melihat apakah ada persetujuan dengan
pemilik dalam hal sasaran proyek, deliverabel disetap tahap proyek, persyaratan teknis,
dan sebagaimana.
Definisi cakupan proyek adalah dokumen yang akan diterbitkan dan digunakan oleh
pemilik proyek untuk merencanalkan dan mengukur sukses proyek. Cakupan proyek
menguraikan apa yang diharapkan untuk dikirim ke pelanggan ketika proyek selesai.
Cakupan proyek anda perlu menggambarkan hasil yang hendak dicapai dalam istilah
yang spesifik, dapat dilihat dan terukur.

a. Menggunakan Daftar Cakupan Proyek


Cakupan proyek adalah fondasi yang melekatkan semua unsur dari sebuah rencana
proyek. Daftar cakupan proyek meliputi :
1. Sasaran proyek. Langkah pertama definisikan cakupan proyek adalah
menggambarkan sasaran keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Jadi
sasaran proyek akan menjawab pertanyaan apa, kapan, dan berapa banyak.
2. Deliverabel. Langkah selanjutnya adalah menentukan deliverabel utama,yaitu output
yang diharapkan dari umur hidup proyek.
3. Milestone. Milestone adalah suatu peristiwa penting didalam sebuah proyek yang
terjadi pada satu titik waktu yang hanya akan menunjukan segmen kerja utama.
Jadwal milestone dibuat dengan menggunakan deliverabel sebagai platform untuk
mengidentifikasi segmen kerja utama dan tanggal akhir. Milestone adalah poin
pengendalian dan harus mudah dikenali oleh semua peserta proyek.
4. Persyaratan teknis. Seringnya sebuah jasa atau produk akan mempunyai persyaratan
teknis untuk memeastikan kinerja yang sesuai.
5. Batasan dan pengecualian. Baasan dan pengecualian harus ditentukan, jika tidak
harapan atas proyek dapat salah dan perluasan sumber daya dan waktu dapat
menimbulkan masalah.
6. Tinjauan ulang pada pelanggan. Daftar cakupan proyek diakhiri dengan tinjauan
ulang pada pelanggan. Perhatian utama adalah persetujuan dan kesepakatan terhadap
harapan dari proyek.
Daftar tersebut bersifat umum. Industri dan perusahaan yang berbeda akan
mengembangkan daftar dan template unik agar cocok dengan kebutuha mereka dan
jenis proyek spesifik. Banyak proyek tidak mempunyai cakupan proyek yang jelas,
yang cenderung membuat proyek terus meluas biasanya ada perubahan kebutuhan,
spesifikasi, dan prioritas. Cakupan yang meluas dapat berdampak positif dan negatif,
tetapi dalam banyak kasus cakupan yang meluas berarti menambah biaya dan
keterlambatan proyek.

2. Menetapkan Prioritas Proyek


Kualitas dan sukses sebuah proyek umumnya ditentukan jika proyek memenuhi
dan melebihi harapan pelanggan dan atau manajemen puncak dalam hal biaya
(anggaran), waktu (jadwal), dan kinerja (cakupan) proyek (lihat Gambar 4.1). Semakin
lama proyek dikerjakan, semakin mahal/tinggi biayanya. Akan tetapi, hubungan positif
antara jadwal dan biaya tidak selalu benar. Biaya proyek bisa saja berkurang dengan
menggunakan tenaga kerja atau peralatan yang lebih murah dan kurang efisien yang
akan memperpanjang durasi waktu proyek. Salah satu pekerjaan manajer proyek adalah
mengelola imbal balik antara waktu, biaya, dan kinerja. Untuk melakukannya, manajer
proyek harus menentukan dan memahami sifat alami prioritas proyek. Mereka perlu
berdiskusi dengan pelanggan proyek dan tingkat manajemen di atas mereka untuk
menetapkan nilai penting dari masing-masing kriteria. Teknik yang bermanfaat untuk
tujuan ini adalah melengkapi matriks prioritas untuk pioritas untuk proyek yang
mengidentifikasi kriteria mana yang dibatasi, yang perlu ditingkatkan, dan yang dapat
diterima:
a. Batasan kriteria. Menetapkan parameter awal. Proyek harus memenuhi tanggal
penyelesaian, cakupan dan spesifikasi proyek, atau anggaran.
b. Peningkatan kriteria. Dengan cakupan proyek, kriteria mana yang harus
dioptimalkan? Dalam kaitannya dengan biaya dan waktu, ini umumnya berarti
memanfaaatkan peluang entah untuk mengurangi biaya atau mempersingkaat
jadwal. Sebaliknya, berkaitan dengan kinerja, meningkatnya peralatan yang dapat
menambahkan nilai pada proyek
c. Kriteria yang diterima. Kriteria mana yang dapat ditoleransi, dalam artian tidak
memenuhi parameter awal? Kapan imbal balik harus dibuat, apakah jadwal boleh
bergeser, untuk mengurangi lingkup dan kinerja proyek, atau untuk melebihi
anggaran yang sudah ditetapkan?

Gambar 4.2 Matriks prioritas untuk pengembangan sebuah modem kabel. Karena
waktu tiba di pasar adalah penting bagi tenaga penjualan, manajer proyek diminta
memanfaatkan setiap peluang untuk mengurangi untuk mengurangi waktu penyelesaian.
Dalam pelaksanaannya, keterlambatan bisa meskipun tidak diinginkan. Akan tetapi,
spesifikasi kinera modem dan standar keandalan tidak bisa dikompromi.

3. Membuat WBS
a. Pengelompokan WBS
Sekali cakupan dan deliverable telah dikenali, pekerjaan proyek dapat dibagi
menjadi elemen-elemen pekerjaan yang lebih kecil. Hasil proses hierarkis ini
disebut work breakdown structure (WBS). WBS adalah peta proyek. Penggunaan
WBS membantu meyakinkan manajer proyek bahwa semua produk dan elemen
pekerjaan telah diidentifikasi, untuk mengintegrasikan proyek dengan organisasi
saat ini, dan untuk membangun basis pengendalian. Pada dasarnya, WBS adalah
garis besar proyek dengan tingkat detail yang berbeda.
Gambar 4.3 menunjukkan pengelompokan utama yang biasanya digunakan di
lapangan untuk membuat hierarkis WBS. WBS memulai dengan proyek sebagai
deliverabel akhir. Deliverabel atau sistem kerja proyek yang utama diidentifikasi
lebih dulu, kemudian subdeliverabel yang diperlukan untuk memenuhi deliverabel
yang lebih besar. Proses diulangi sampai detail subdeliverabel cukup kecil untuk
dapat dikelola dan satu orang dapat bertanggungjawab untuk hal tersebut.
Subdeliverabel ini lebih lanjut dibagi menjadi paket kerja. Karena subdeliverabel
yang paling rendah umumnya meliputi beberapa paket kerja, paket kerja
dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan-sebagai contoh, perangkat keras,
pemrograman, pengujian. Pengelompokan dalam satu subdeliverabel disebut akun
biaya (cost account). Pengelompokan ini memudahkan sistem untuk memonitor
kemajuan proyek berdasarkan pekerjaan, biaya, dan tanggungjawab.

b. Bagaimana WBS Membantu Manajer Proyek


WBS menggambarkan semua elemen proyek dalam sebuah kerangka hierarkis
dan menetapkan hubungan mereka dengan item akhir dari proyek. Pikirkanlah
proyek sebagai sebuah pekerjaan besar yang dipecah ke dalam paket-paket kerja
yang lebih kecil, proyek total adalah jumlah dari semua paket kerja yang lebih kecil.
Struktur hierarkis ini memudahkan evaluasi biaya, waktu, dan kinerja teknis di
semua tingkat di dalam organisasi. WBS juga menyediakan bagi manajemen
informasi yang sesuai bagi masing-masing tingkat manajemen. Sebagai contoh,
manajemen puncak terutama menghadapi deliverabel utama, sedangkan para
penyelia garis pertama (first-line) berhadapan dengan subdeliverabel yang lebih
kecil dan paket-paket kerja.
Ketika WBS dikembangkan, unit-unit organisasi dan individu diberi tanggung
jawab untuk menyelesaikan paket-paket kerja. Hal ini akan mengintegrasikan
pekerjaan dan organisasi. Dalam praktik, proses tersebut kadang-kadang disebut
organization breakdown structure (OBS), yang akan didiskusikan lebih lanjut dalam
bab ini.
WBS membantu membuat rencana, jadwal, dan anggaran. WBS memberi
suatu kerangka untuk menelusuri biaya dan kinerja. Penggunaan struktur
menyediakan kesempatan untuk “menjumlahkan” anggaran dan biaya aktual dari
paket-paket kerja yang lebih kecil ke dalam elemen kerja yang lebih besar
sedemikian sehingga kinerja dapat diukur berdasarkan unit organisasi dan
penyelesaian pekerjaan.
WBS menentukan saluran-saluran komunikasi dan membantu pemahaman dan
koordinasi banyak bagian dari proyek. Struktur memungkinkan unit kerja dan
organisasi bertanggung jawab dan menyarankan dimana komunikasi tertulis harus
diarahkan. Masalah dapat diatasi dengan cepat dan dikoordinasi karena struktur
mengintegrasikan pekerjaan dan tanggung jawab.

c. Pengembangan WBS
Gambar 4.4 menunjukkan WBS yang telah disederhanakan untuk
mengembangkan sebuah proyek komputer personal baru. Bagian atas (level 1)
adalah item akhir dari proyek – produk atau jasa deliverabel. Perhatikan bagaimana
tingkat struktur dapat menghadirkan informasi untuk level 1 dari manajemen yang
berbeda. Sebagai contoh, informasi level 1 menghadirkan sasaran proyek secara
total dan informasi ini berguna bagi manajemen puncak; level 2, 3, dan 4 adalah
untuk manajemen madya; dan level 5 untuk para manajer garis depan.
Level 2 menunjukkan daftar parsial dari deliverabel yang diperlukan untuk
mengembangkan computer personal. Satu deliverabel adalah unit diskstorage
(shaded) yang terdiri dari tiga subdeliverabel – USB eksternal, optic, dan hard-disk.
Akhirnya, hard-disk memerlukan empat subdeliverabel – motor, papan sirkuit,
chasis frame, dan read atau write head, subdeliverabel tersebut menunjukkan
elemen-elemen paling rendah dari proyek yang dapat dikendalikan. Masing-masing
subdeliverabel memerlukan paket kerja yang akan diselesaikan oleh satu unit
organisasi yang ditugaskan. Masing-masing deliverabel akan dibagi atau dipecah
dengan cara tersebut. Semua elemen WBS tidak perlu dibagi pada tingkat yang
sama.
Tingkat paling rendah dari WBS disebut paket kerja. Paket kerja adalah tugas-tugas
dengan durasi pendek yang memiliki titik mulai (start) dan titik berhenti (stop),
mengonsumsi sumber daya, dan memakan biaya. Masing-masing paket kerja
merupakan satu titik kendali. Manajer paket kerja bertanggung jawab untuk
memerhatikan apakah paket selesai tepat waktu, sesuai anggaran, dan sesuai dengan
spesifikasi teknis. Praktik menyarankan bahwa satu paket kerja semestinya tidak
lebih dari 10 hari kerja atau satu periode. Jika satu paket kerja mempunyai durasi
lebih dari 10 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan atau monitoring secara

periodik, katakanlah setiap tiga sampai lima hari sehingga kemajuan dan masalah
dapat dikenali sebelum terlalu banyak waktu terbuang. Paket kerja dari WBS
sedapat mungkin terlepas dari paket-paket lainnya dari proyek. Tidak ada paket
kerja yang diuraikan dalam lebih dari satu subdeliverabel WBS.
Ada satu perbedaan penting antara subdeliverabel uraian kerja (work
breakdown) yang terakhir dari paket kerja. Umumnya subdeliverabel uraian kerja
meliputi hasil akhir lebih dari satu paket kerja dari dua atau tiga departemen. Oleh
karena itu, subdeliverabel tidak mempunyai durasi dan tidak mengonsumsi sumber
daya atau biaya secara langsung. (Dalam hal ini, tentu saja durasi waktu untuk
elemen uraian kerja tertentu dapat diperoleh dengan mengidentifikasi paket kerja
yang harus mulai lebih dulu (paling awal) dan paket mana yang terkahir
diselesaikan; perbedaan dari kedua hal tersebut adalah durasi untuk subdeliverabel).
Sumber daya dan biaya untuk subdeliverabel adalah jumlah dari sumber daya dan
biaya untuk semua paket kerja dalam beberapa subdeliverabel kerja. Inilah basis
bagi istilah project rollup-mulai dengan paket kerja, sumber daya, dan biaya dapat
“di-roll-up” ke dalam elemen-elemen yang lebih tinggi. Elemen-elemen yang lebih
tinggi digunakan untuk mengidentifikasi deliverabel pada tahap-tahap yang berbeda
di dalam proyek dan untuk menyusun laporan status selama tahap eksekusi dari
siklus hidup proyek. Jadi, paket kerja adalah unit dasar yang digunakan untuk
perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek.

Untuk mengkaji ulang, masing-masing paket kerja dalam WBS perlu :


1) Menentukan pekerjaan (apa)
2) Mengidentifikasi waktu untuk menyelesaikan sebuah paket kerja (berapa
lama)
3) Mengidentifikasi anggaran time-phased untuk menyelesaikan sebuah paket
kerja (biaya)
4) Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan
sebuah paket kerja (berapa banyak)
5) Mengidentifikasi satu orang yang bertanggung jawab untuk unit-unit kerja
(siapa)
6) Mengidentifikasi titik-titik monitoring untuk mengukur kemajuan

WBS adalah produk dari usaha kelompok. Jika proyek kecil, tim proyek
keseluruhan dapat dilibatkan untuk menguraikan/atau memecah proyek ke dalam
komponen-komponen proyek. Untuk proyek besar dan kompleks, orang-orang yang
bertanggung jawab untuk deliverabel utama dapat bertema untuk menetapkan dua
tingkat pertama dari deliverabel. Pada gilirannya, detail lebih lanjut akan
didelegasikan kepada orang-orang yang bertanggung jawab untuk pekerjaan spesifik.
Tim proyek yang mengembangkan WBS pertama mereka sering melupakan bahwa
struktur seharusnya adalah item akhir yang berorientasi pada hasil akhir. Hasil usaha
pertama kerap kali adalah sebuah WBS yang mengikuti struktur organisasi desain,
pemasaran, produki, keuangan. Jika sebuah WBS mengikuti struktur organisasi,
fokus WBS adalah fungsi organisasi dan proses, bukan output atau deliverabel
proyek. Sebagai tambahan, WBS dengan fokus proses akan menjadi alat akuntansi
yang mencatat biaya-biaya berdasarkan fungsi, ketimbang sebuah alat untuk
manajemen “output”.
4. Mengintegrasikan WBS dan Organisasi
Bagian integral dari WBS adalah menentukan unit-unit organisasi yang bertanggung
jawab melakukan pekerjaan. Dalam praktik, hasil akhir dari proses tersebut adalah
organization breakdown structure (OBS). OBS melukiskan bagaimana perusahaan
diorganisasi untuk menentukan tanggung jawab kerja. Tujuan OBS adalah menyediakan
suatu kerangka untuk meringkas kinerja unit organisasi, mengidentifikasi unit organisasi
yang bertanggung jawab untuk paket kerja, dan mengikat unit organisasi kepada akun
pengendalian biaya.
Kelebihan utama menggunakan WBS dan OBS adalah mereka dapat diintegrasikan.
Interseksi paket kerja dan unit organisasi menciptakan sebuah titik kendali proyek (akun
biaya) yang mengintegrasikan tanggung jawab dan pekerjaan. Interseksi WBS dan OBS
menghasilkan serangkaian paket kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan
subdeliverabel tepat dibagian atas unit organisasi di sisi kiri orang yang bertanggung
jawab untuk menyelesaikan paket-paket yang berada di interaksi tersebut. Nanti kita akan
menggunakan interseksi sebagai akun biaya untuk pengendalian manajemen proyek.

5. Pengodean WBS untuk Sistem Informasi


Mendapatkan kegunaan maksimum dari sebuah struktur uraian (breakdown structure)
tergantung pada sistem pengodean. Kode di gunakan untuk menggambarkan tingkat dan
elemen-elemen pada WBS, unsur-unsur organisasi, paket kerja, dan informasi anggaran
dan biaya. Kode memungkinkan laporan dikonsolidasi di tingkat mana pun di dalam
struktur.
1) Rollup Proyek
Paket kerja dan akun biaya bertindak sebagai sebuah database dari mana
semua perencanaan, penjadwalan, dan proses pengendalian lainnya dikoordinasi.
Akun biaya memasukkan satu atau lebih paket kerja, masing-masing memiliki waktu,
anggaran, tanggung jawab dan titik kontrol yang dapat digunakan untuk melacak
kemajuan proyek.
2) Struktur Uraian Proses
WBS cocok untuk merancang dan membangun proyek yang memiliki hasil
akhir yang kelihatan (tangible). Proyek dapat dipecah ke dalam deliverabel utama,
subdeliverabel, subdeliverabel lanjutan, dan akhirnya paket kerja. Menerapka WBS
pada proyek yang kurang tangible dan berorientasi pada proses, adalah proses yang
lebih sulit. Ini karena hasil akhirnya adalah sebuah produk atau serangkaian tahap
atau langkah-langkah.
Daftar periksa (checklist) yang berisi tahap persyaratan keluar (dari sebuah tahap)
disusun untuk mengelola kemajuan proyek. Daftar tersebut menyediakan alat-alat
untuk mendukung tahap walk-throughs dan tinjauan ulang. Daftar periksa bervariasi
tergantung pada proyek dan aktivitas-aktivitas yang terlibat, tetapi secara umum
meliputi detail berikut ini :
a. Deliverabel yang diperlukan untuk keluar dari (menyelesaikan) sebuah tahap dan
memulai yang baru
b. Titik pemeriksaan kualitas untuk memastikan bahwa deliverabel akurat dan
lengkap
c. Persetujuan dari semua stakeholder yang bertanggung jawab untuk menunjukkan
bahwa tahap telah dengan sukses diselesaikan dan bahwa proyek perlu bergerak
ke tahap berikutnya
Selama persyaratan keluar disusun dengan ketat dan deliverabel untuk mmasing-
masing tahap didefinisikan dengan baik, PBS mampu menyediakan alternatif
yang memadai untuk WBS untuk proyek-proyek yang melibatkan kerja
pengembangan yang ekstensif.
3) Matriks Tanggung Jawab
Dalam banyak kasus, ukuran dan cakupan proyek tidak menjamin keabsahan
suatu WBS atau OBS. Sebuah alat yang secara luas digunakan oleh manajerproyek
dan pemimpin gugus tugas dari proyek-proyek kecil adalah matriks tanggung jawab
(RM-Responsibility Matrix). RM (kadang-kadang disebut bagan tanggung jawab
linier) merangkum tugas-tugas untuk diselesaikan dan siapa yang bertanggung jawab
terhadap sesuatu pada sebuah proyek.
Matriks tanggung jawab menyediakan sebuah alat bagi semua peserta didalam
sebuah proyek untuk melihat tanggung jawab mereka dan menerima penugasan yang
mereka terima. Matriks tersebut juga membantu memperjelas tingkat atau jenis
otoritas yang diberikan kepada masing-masing peserta untuk melakukan sebuah
aktivitas dimana dua atau lebih bagian mungkin saja overlap. Dengan menggunakan
RM dan menentukan otoritas, tanggung jawab, dan komunikasi sesuai dengan
kerangkanya, hubungan antara unit-unit organisasi yang berbeda dan isi (content)
kerja dari proyek menjadi jelas.
Menetukan dengan jelas proyek adalah langkah pertama dan paling penting
dalam perencanaan. Rencana proyek yang tidak digambarkan dengan jelas adalah
alasan utama mengapa proyek gagal. Apakah menggunakan WBS, OBS, PBS, atau
matriks tanggung jawab adalah tergantung terutama pada ukuran proyek. Apapun
metode yang digunakan , tentukan proyek dengan cukup jelas agar ada pengendalian
yang baik ketika proyek diimplementasikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Struktur organisasi sangat mempengaruhi penyelesaian dan implementasi proyek,
maka penentuan struktur organisasi harus disesuaikan dengan tujuan serta sumberdaya yang
dimiliki. Struktur organisasi dalam implementasi proyek dapat dikatakan paling efektif ketika
mampu menyeimbangkan kebutuhan proyek dengan kebutuhan organisasi induk. Dalam hal
ini struktur yang dianggap mampu yaitu pendekatan matriks, pendekatan ini adalah bentuk
organisasi yang mengkombinasikan unsur-unsur dari bentuk organisasi fungsional dan tim
proyek dalam upaya merealisasikan kekuatan dari kedua bentuk tersebut.
Budaya organisasi adalah pola kepercayan dan harapan yang dipegang Bersama oleh
suatu anggota organisasi. Budaya meliputi norma-norma perilaku, kebiasaan, nilai-nilai, dan
“aturan permainan” untuk bertahan dan berkembang di dalam organisasi. Maka sangat
penting bagi manajer proyek untuk memahami budaya tersebut sehingga dapat
mengembangkan stratrgi serta tanggapan yang dapat dipahami dan diterima, dan juga
menghindari konflik yang akan membahayakan efektifitas dalam organisasi. Maka haruslah
terjalin hubungan yang harmonis antara struktur dengan budaya organisasi agar berjalan
selaras untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam menentukan proyek mewajibkan para manajer proyek untuk membuat
keputusan imbal balik yang sesuai atau output yang sesuai dengan kebutuhan seluruh
stakeholder. Penentuan proyek harus dilakukan dengan pendekatan yang terstruktur.
Pendekatan tersebut dapat melalui berbagai cara yaitu WBS, OBS, dan kode akun untuk
memudahkan dalam menentukan prioritas proyek yang akan diimplementasikan. Pendekatan
ini merupakan gabungan informasi yang selektif antara kebutuhan yang harus dicapai dengan
sumber daya yang dimiliki, sehingga proyek yang dipilih mampu diselesaikan dan memenuhi
kebutuhan pelanggan dan juga seluruh stakeholder.

Anda mungkin juga menyukai