Perjanjian sewa guna usaha (leasing) yang diadakan oleh Lessor dan Lesseen dilakukan
secara tertulis dalam bentuk perjanjian standar. Isi perjanjian tersebut ditentukan oleh jenis dari
leasing itu sendiri dan hubungan hukum (hak dan kewajiban) timbal balik antara Lessor dan
Lessee. Bagi Lessor, hak dan kewajibannya adalah memperoleh pembayaran sebagai imbalan
jasa dan menyerahkan barang modal kepada Lessee. Sedangkan hak dan kewajiban Lessee
adalah meperoleh kegunaan dari barang modal dan membayar sewa secara berkala. Tidak
dipenuhinya hak dan kewajiban masing-masing pihak maka dapat disebut wanprestasi.
Perjanjian akan berakhir jika hak dan kewajiban Lessor dan Lessee telah dilaksanakan sesuai
dengan perjanjian.
PSAK 30 mengatur kebijakan akuntansi dan pengungkapan yang sesuai, baik bagi lessee
maupun lessor dalam hubungannya dengan sewa (lease). Suatu sewa dapat diklasifikasikan
sebagai sewa pembiayaan dan sewa operasi. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa
pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang
terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa
tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan aset.
Bagi lessee kedua metode yaitu sewa pembiayaan dan sewa operasi mempunyai akibat
yang berbeda terhadap penyajian neraca dan laporan laba rugi. Sewa pembiayaan akan
menghasilkan jumlah laba yang lebih rendah dibandingkan dengan sewa operasi, hal ini
disebabkan dalam sewa operasi mencatat beban yang lebih besar yang ditimbulkan dari beban
bunga dan penyusutan atau amortisasi aset yang disewa. Sedangkan dalam sewa operasi hanya
mencatat beban sewa yang jumlahnya merata sepanjang periode sewa.
PEMBAHASAN
Klasifikasi sewa
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi keuangan (PSAK) No.30, sewa
diklasifikasikan ke dalam dua klasifikasi sewa, yaitu sewa pembiayaan (financial lease)
dan sewa operasi (operating lease), berikut penjelasan tentang kedua klasifikasi tersebut :
1. Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah sewa yang mengalihkan secara substansial
seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada
akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.
2. Sewa Operasi (Operating Lease) adalah sewa yang tidak mengalihkan secara substansial
seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Klasifikasi sewa
didasarkan atas sejauh mana resiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset
sewaan berada pada lessor atau lessee, resiko termasuk kemungkinan kerugian dari
kapasitas tidak terpakai atau keusangan teknologi dan variasi imbal hasil karena
perubahan kondisi ekonomi, manfaat dapat tercermin dari ekspetasi operasi yang
menguntungkan selama umur ekonomi aset dan keuntungan dari kenaikan nilai atau
realisasi dari nilai residu.
Suatu sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi tergantung substansi
transaksi daripada bentuk (“substance over form.” – “substansi mengungguli bentuk.”)
Dalam PSAK No. 30 (revisi 2011): Sewa, menyebutkan bahwa klasifikasi sewa
sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan
bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan
pada umumnya mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan
adalah:
a. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
b. lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah
dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga
pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan;
c. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset meskipun hak milik
tidak dialihkan;
d. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara
substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan
e. aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa
perlu modifikasi secara material. Klasifikasi sewa dibuat pada awal sewa dan
berubah selama masa sewa kecuali lessee dan lessor sepakat untuk mengubah
persyaratan sewa (selain melalui pembaruan sewa), di mana klasifikasi sewa harus
dievaluasi ulang.
Dalam menentukan apakah suatu perjanjian mengandung sewa atau tidak harus
menggunakan paduan ISAK 8 : “penentuan apakah suatu perjanjian mengandung sewa”
yang mengadopsi IFRIC 4 “Determining Whether an Arrangement Containts a Leases”,
suatu entitas dapat melakukan suatu perjanjian, yang terdiri dari satu atau serangkaian
transaksi terkait, Perjanjian entitas dapat melakukan perjanjian dalam bentuk legal bukan
sewa tetapi memberikan hak kepada pihak lain untuk menggunakan aset dengan
serangkaian pembayaran. Misal
– Perjanjian pengalihdayaan (outsourcing) fungsi produksi
Penilaian tentang apakah suatu perjanjian mengandung sewa dilakukan pada awal
perjanjian, yaitu tanggal yang lebih awal antara tanggal perjanjian dan tanggal komitmen
pihak-pihak terhadap ketentuan pokok perjanjian, berdasarkan semua fakta dan kondisi .
Penilaian kembali tentang apakah perjanjian hanya akan dilakukan apabila salah satu dari
kondisi-kondisi berikut dipenuhi :
Penilaian kembali suatu perjanjian harus berdasarkan fakta dan keadaan pada
tanggal penilaian kembali tersebut, termasuk sisa masa perjanjian. Perubahan estimasi
(sebagai contoh estimasi jumlah keluaran yang akan dikirimkan kepada lessee atau lessee
potensial lainnya) tidak akan memicu suatu penilaian kembali. Jika perjanjian dinilai
kembali dan ditetapkan mengandung sewa (atau tidak mengandung sewa), maka
akuntansi sewa harus diterapkan (atau dihentikan penerapannya) sejak :
Seperti yang dilihat pada perjanjian sewa dari contoh kasus atau ilustrasi diatas,
perjanjian sewa itu pihak PT. Traktor Leasing menyewakan Peralatannya kepada PT.
Jaya Kontruksi jadi dalam perjanjian itu PT. Jaya Kontruksi harus membayar beberapa
pembayaran pada perjanjian tersebut untuk menggunakan aset tersebut dalam jangka
waktu yang diperjanjikan diatas,
Dan menurut saya pada perjanjian yang mengandung sewa dari contoh kasus atau
ilustrasi diatas maka, Perjanjian yang mengandung sewa tersebut pihak
pelanggan/pembeli melakukan perjanjian yang bukan sewa kepada pihak pemasok untuk
memasok gas yang diperlukan dalam jangka waktu tertentu dan pembeli harus melakukan
serangkaian pembayaran, dalam perjanjian tersebut pemasok membangun fasilitas (aset)
serta secara eksplisit diidentifikasi dalam perjanjian dan pemenuhan perjanjian
bergantung pada fasilitas (aset) tersebut, dalam hal ini mungkin menurut saya aset
tersebut hanya sebagai alat untuk memenuhi sesuatu yang diperjanjikan antar pembeli
dan pemasok seperti contoh diatas yang fasilitas sebagai aset untuk memenuhi
permintaan yang diperjanjikan yaitu gas, terlepas dari itu pembeli mempunyai hak untuk
menggunakan fasilitas (aset) karena fasilitas (aset) dirancang hanya untuk memenuhi
kebutuhan pembeli dan pemasok tidak mempunyai untuk memperluas atau memodifikasi
fasilitas.
PENUTUP
Kesimpulan
Perjanjian sewa dan perjanjian mengandung sewa adalah dua perjanjian yang berbeda
yang telah dijelaskan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 30(PSAK 30) dan
Interprestasi Standar Akuntansi Keuangan 8 (ISAK 8)
Pada kasus atau ilustrasi diatas tentang perbedaaan perjanjian sewa dan perjanjian
mengandung sewa maka jika perjanjian mengandung sewa, maka pihak dalam perjanjian harus
menerapkan ketentuan PSAK 30 untuk unsur sewa dalam perjanjian tersebut.
Dan dalam menentukan apakah suatu perjanjian merupakan perjanjian sewa atau
perjanjian yang mengandung sewa, perlu diperhatikan substansi perjanjian dan dilakukan
evaluasi terlebih dahulu untuk mengetahuinya
DAFTAR PUSTAKA
Farida,2019, Akuntansi Sewa (Leasing), Diakses pada tanggal 9 febuari 2021 Di https://farida-
datakuliah.blogspot.com/2019/01/leasing.html
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2011. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 30 Sewa revisi
2011