Anda di halaman 1dari 3

Nama : Haryo Putro Dirgantoro

Kelas : Hukum Konservasi Lingkungan A


NIM : 18/429785/HK/21748

Lembar Jawaban UAS Hukum Konservasi Lingkungan


1.) Konteks perlindungan satwa di Indonesia baik pada satwa lindung maupun satwa
domestik mempunyai 2 dimensi konsep, yakni konsep pengawetan dan konsep perlindungan.
Konsep pengawetan dimaknai sebagai upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak
punah. Tujuan pengawetan diantarannya adalah menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa
dari bahaya kepunahan, menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa serta memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada. Beberapa upaya
pengawetan diantarannya adalah penetapan dan penggolongan yang dilindungi dan tidak
dilindungi, pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya. Sementara pada konsep
perlindungan dimaknai sebagai upaya untuk menjaga satwa yang telah dikategorikan
statusnya sebagai satwa "dilindungi" yakni mempunyai populasi yang kecil, adanya
penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam serta daerah penyebaran yang terbatas
(endemik) agar tidak punah. Beberapa dasar hukum dalam perlindungan satwa adalah UU
No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya lalu peraturan
turunannya yakni PP No 13 Thn 1994 tentang Perburuan Satwa Buru, PP No 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan & Satwa dan PP No 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan & Satwa Liar. Peran lembaga konservasi pada perlindungan satwa
diantarannya adalah menyelenggarakan pemangkuan suaka margasatwa, meyelenggarakan
penyusunan pedoman perburuan satwa liar, pengembangan satwa serta melakukan
pengamanan serta menjaga kelestarian satwa liar. Sementara peran masyarakat pada
perlindungan satwa diantarannya adalah pengembangan berbagai kegiatan seperti model desa
ramah konflik satwa liat maupun desa satwa selamat serta pengedukasian masyarakat agar
tidak memburu satwa yang dilindungi.

2.) Kehadiran masyarakat adat pesisir, diyakini dinilai akan berdampak signifikan dalam
menjaga wilayah perairan yang ada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh
Indonesia. Kehadiran mereka, bisa membantu pengelolaan menjadi lebih baik dan bermanfaat
bagi masyarakat dan juga ekologi pesisir. pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan
harus mengarah pada upaya mewujudkan kedaulatan, menjaga sumberdaya yang
berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk masyarakat hukum
adat di dalamnya. Bentuk pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat diterapkan
dalam dalam kegiatan pengelolaan perikanan, yaitu dalam melakukan penangkapan ikan atau
budidaya ikan itu harus mempertimbangkan hukum adat dan kearifan lokal dan serta
memperhatikan peran serta masyarakat. Pengelolaan sumber daya alam secara lestari selalu
tercermin dari falsafah hidup masyarakat adat pesisir dengan menjaga keseimbangan
hubungan manusia dan alam. Praktik pengelolaan berbasis masyarakat adat bisa dilihat dari
praktik panglima laot di wilayah Aceh. Hukum adat laot Aceh mengatur berbagai hal terkait
aktivitas di sektor kelautan mulai dari penerapan batasan wilayah, hari pantang melaut,
pelestarian lingkungan, pelaksanaan ritual, relasi sosial dan ketentuan lain. Panglima Laot,
memiliki tugas menegakkan aturan adat laot dan memberikan sanksi bagi pelanggar. Sanksi
dapat berupa penyitaan hasil tangkapan hingga membayar denda dan pelarangan melaut
untuk jangka waktu tertentu. Menurut pendapat saya, upaya konservasi di wilayah pesisir
belum dilakukan secara menyeluruh dan terpadu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di sekitar kawasan tersebut dan masih perlu ditingkatkan lagi oleh Pemerintah.
3.) Unreported Fishing adalah kegiatan penangkapan ikan yang dlakukan di area yang
menjadi kompetensi institusi pengelolaan perikanan regional, namun tidak pernah dilaporkan
atau dilaporkan secara tidak benar, atau tidak sesuai dengan ketentuan pelaporan yang telah
ditetapkan oleh institusi tersebut. Kegiatan Unreported Fishing yang umum terjadi di
Indonesia diantaranya; penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang
sesungguhnya atau pemalsuan data hasil tangkapan, hasil tangkapan ikan yang langsung
dibawa ke negara lain (transhipment di tengah laut). Sementara Unregulated Fishing adalah
kegiatan penangkapan ikan pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan
pelestarian dan pengelolaannya atau kegiatan penangkapan yang dilakukan dengan cara yang
tidak sesuai dengan tanggung-jawab negara untuk pelestarian dan pengelolaan sumberdaya
ikan sesuai aturan internasional atau pada area yang menjadi kewenangan institusi/organisasi
pengelolaan perikanan regional, yang dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan, atau yang
mengibarkan bendera suatu negara yang bukan anggota organisasi tersebut, dengan cara yang
tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dari organisasi
tersebut. Kegiatan Unregulated Fishing di perairan Indonesia, antara lain disebabkan masih
belum diaturnya mekanisme pencatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan
penangkapan ikan yang ada, belum diatur wilayah perairan-perairan yang diperbolehkan dan
dilarang, belum diatur aktifitas sport fishing; kegiatan-kegiatan penangkapan ikan
menggunakan modifikasi dari alat tangkap ikan yang dilarang. Menurut saya, kebijakan
Pemerintah Indonesia pada masa Kementrian Kelautan dan Perikanan dipimpin oleh Ibu Susi
Pudjiastuti dengan programnya yakni menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan
tindakan illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) merupakan langkah yang patut
diapresiasi. Dengan adanya tindakan ini, kapal-kapal asing yang masuk Indonesia untuk
melakukan pencurian ikan akan ditindak tegas yakni ditenggelamkan kapalnya.
Penenggelaman kapal diyakini menjadi kebijakan paling pas dan menjadi jalan keluar bagi
Indonesia dalam menyelesaikan persoalan illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF)
dan melindungi wilayah laut Indonesia. Tanpa kebijakan penenggelaman kapal, diyakini
aktivitas IUUF akan terus terjadi dan semakin merajalela di berbagai wilayah perairan laut
Nusantara. Seperti di perairan Laut Natuna Utara yang menjadi lokasi favorit bagi kapal ikan
asing mencuri ikan. Manfaat dari kebijakan tersebut diantarannya yaitu untuk konservasi laut
dan transaksi bisnis. Dengan membaiknya ekosistem, maka sumber daya laut juga akan terus
membaik dan itu sama dengan memberikan nelayan hadiah tangkapan ikan yang banyak.
Sayangnya setelah Kementrian KKP tidak dipimpin oleh Ibu Susi, Pemerintah mencabut
kebijakan ini dan menerapkan kebijakan lain. Maka dari itu menurut saya, seharusnya
pemerintah lebih tegas dalam berkomitmen untuk memberantas IIUF yang masih terjadi di
lautan nusantara.

4.) Dengan berlakunya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, fungsi tata ruang dalam
upaya konservasi mengalami perubahan. Dalam UU Cipta Kerja diperkenalkan suatu modus
rileksasi tata ruang diantaranya dihapuskannya izin pemanfaatan ruang, penghapusan
ketentuan minimal 30% kawasan hutan serta penyelesaian tumpang tindih tata ruang,
kawasan hutan, izin dan hak atas tanah. UU Cipta kerja juga mengatur tentang
penyederhanaan sistem rencana tata ruang dengan dihilangkan kawasan strategis provinsi dan
kawasan strategiskabupaten serta penataan ruang kawasan perdesaan, sentralisasi perizinan
dan kelembagaan, pengaburan hubungan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) serta perubahan perumusan sanksi pidana dari delik
formil menjadi delik materiil yang berpotensi menyulitkan pembuktian dan pengenaan sanksi
atas pelanggaran dan kejahatan dalam penataan ruang. UU Cipta kerja dinilai membuat
Partisipasi publik dalam penataan ruang mengalami penyusutan. Hal ini salah satunya
merupakan konsekuensi dari hilangnya Izin Pemanfaatan Ruang. Awalnya dengan izin
pemanfaatan ruang, masyarakat yang dirugikan oleh izin yang dikeluarkan dapat dijadikan
obyek gugatan di pengadilan tata usaha negara (PTUN). Dengan digantinya Izin Pemanfaatan
Ruang menjadi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang maka masyarakat
kehilangan akses keadilan karena persetujuan ini bukan merupakan obyek PTUN.

Anda mungkin juga menyukai