Rangkuman Etika Kep Dan Hukum Kes
Rangkuman Etika Kep Dan Hukum Kes
OTONOMI
BENEFICENCE
Selalu mengupayakan tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yg terbaik dan tidak
merugikan klien -> bermanfaat untuk menolong pasien. Resiko yang mungkin timbul dikurangi sampai
seminimal mungkin dan memaksimalkan manfaat bagi pasien.
NON MALEFICENCE
Tindakan dan pengobatan harus berpedoman “Primum non nocere” (yg paling utama adalah jangan
merugikan)
Tidak melukai atau tidak menimbulkan bahaya/ cidera bagi orang lain / klien
Prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda & lebih keras daripada prinsip untuk melakukan yang
terbaik
Resiko fisik, psikologis maupun sosial akibat tindakan dan pengobatan yg akan dilakukan hendaknya
seminimal mungkin
VERACITY
Dokter dan Perawat hendaknya mengatakan secara jujur & jelas apa yang akan dilakukan serta akibat yg
dapat terjadi. Dlm memberikan informasi disesuaikan dg tingkat pendidikan pasien.
CONFIDENTIALITY
Dokter & perawat harus menghormati “privacy” dan kerahasiaan pasien, meskipun penderita telah
meninggal.
JUSTICE (KEADILAN)
Prinsip moral adil adalah untuk semua individu tindakan yang dilakukan untuk semua orang sama
Tindakan yang sama tidak selalu identic
Persamaan berarti mempunyai konstribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan seseorang
Dokter & pearwat harus berlaku adil, & tdk berat sebelah
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati
janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam berbagai
kondisi tanpa terkecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman
sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat
digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang
menuntut kemampuan professional.
Budaya dapat didefinisikan sebagai sifat nonfisik, seperti nilai, kenyakinan,sikap,dan kebiasaan, yang dibagi
bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Budaya juga menentukan persepsi tentang kesehatan; bagaimana informasi perawatan kesehatan diterima;
bagaimana hak san perlindungan dilaksanakan; apa yang dianggap sebagai masalah kesehatan, dan bagaimana
gejala dan kekawatiran mengenai masalah kesehatan diungkapkan; siapa yang harus memberikan pengobatan
dan bagaimana; dan jenis pengobatan yang harus diberikan.
Asuhan Budaya adalah konsep yang menjelaskan pemberian asuhan keperawatan melintasi batasan budaya
dan mempertimbangkan konteks tempat tinggal klien tersebut dan situasi yang mengebabkan munculnya
masalah kesehatan klien.
Keperawatan Asuhan Budaya sangat penting untuk memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan yang kompleks
pada individu, keluarga, dan komunitas tertentu. Ini adalah pemberihan asuhan keperawatan yang melintasi
batasan budaya dan mempertimbangkan kompleks tempat tinggal klien tersebut serta situasi yang menyebabkan
munculnya masalah kesehatan klien.
Peka budaya menyiratkan bahwa perawat memiliki beberapa pengetahuan dasar dan sikap konstruktif
terhadap tradisi kesehatan yang terobservasi diantara kelompok budaya yang berbeda yang ditemukan di
tatanan tempat praktik mereka.
Tepat-budaya menyiratkan bahwa perawat menerapkan latang belakang pengetahuan dasar yang harus
dimiliki guna memberikan layanan kesehatan terbaik kepada klien tertentu.
Kompeten secara budaya menyiratkan bahwa perawat memahami dan memberikan perhatian terhadap
konteks rotal situasi klien dan menggunakan kombinasi kompleks pengetahuan, sikap, dan keterampiran
dalam pemberian asuhan.
Semua kelompok yang menghadapi masalah dalam beradaptasi dengan lingkungan mereka; penyediaan nutrisi
dan tempat berlindung, pengasuhan dan pendidikan anak, pembagian kerja pembentukan organisasi sosial,
pengendalian penyakit, dan pemeliharaan kesehatan. Manusia beradaptasi dengan lingkungan yang beragam
dengan membangun solusi budaya untuk memenuhi kebutuhan ini. Budaya adalah pengalaman yang universal,
tetapi tidak ada dua budaya yang benar-benar serupa. Pola budaya dipelajari dan amat penting bagi perawat
untuk memperhatikan bahwa anggota dari kelompok tertentu mungkin tidak berbagi pengalaman budaya yang
sama persis. Oleh karena itu, tiap anggota kelompok budaya akan sedikit berbeda dari komplement budayanya
sendiri. Dan terbagi menjadi 10 bagian :
1. Subbudaya
Biasanya terdiri atas orang-orang yang memiliki identitas yang berbeda dan masih terkait dengan sebuah
kelompok budaya besar. Kelompok subbudaya umumnya memiliki asal etnik, pekerjaan, atau karateristik
fisik yang sama dengan kelompok budaya besar. Contoh subkelompok budaya pekerjaan misalnya seperti
perawat.
2. Bikultural
Biasa dipakai untuk menjelaskan seseorang yang melintasi 2 budaya, gaya hidup, dan aturan nilai.
Contohnya seorang pemuda yang ayahnya Cherokee dan ibunya orang Eropa Amerika yang menghargai
warisan Cherokee tradisionalnya dan juga di pengaruhi oleh nilai-nilai budaya ibunya.
3. Keragaman
Adalah tanda atau status perbedaan. Banyak faktor yang dipertimbangkan menjadi penyebab keragaman: ras,
jenis kelamin, orientai seksual, budaya, etnisitas, status sosial ekonomi, prestasi pendidikan,dll.
4. Akulturasi
Menjadi partisipan dalam budaya yang dominan, seorang anggota kelompok budaya yang tidak dominan
selalu diidentifikasi segagai anggota dari budaya.
5. Asimilasi
Proses pembentukan identitas budaya baru pada seorang individu. Asimilasi berarti menjadi
6. Ras
Ras adalah klasifikasi individu berdasarkan karakteristik biologis, penanda genetika, atau gambaran
bersama. Individu yang berasal dari ras yang sama memiliki kesamaan karateristik, seperti warna kulit,
struktur tulang, ciri-ciri wajah, tekstur rambut, dan golongan darah.
7. Prasangka
Adalah kepercayaan atau pilihan negatif yang disamaratakan mengenai sebuah kelompok dan yang
mengakibatkan”praanggapan”. Prasangka terjadi baik karena orang yang membuat penilaian tidak
memahami orang tertentu atau warisan orang tersebut, maupun karena orang yang membuat penilaian
menyamaratakan pengalaman satu individu dari budaya dengan semua anggota kelompok tersebut.
8. Pembentukan Stereotipe
Adalah menganggap bahwa semua anggota sebuah budaya atau kelompok etnik sama. Pembentukan
stereotipe dapat didasarkan pada penyamarataan yang ditemukan dalam penelitian, atau mungkin tidak
berkaitan dengan kenyataan.
9. Diskriminasi
Adalah perbedaan perlakuan terhadap individu atau kelompok berdasarkan kategori, seperti ras, etnisitas,
jenis kelamin, kelas sosial, atau”keunikan” terjadi saat seseorang bertindak berdasarkan prasangka dan
menyangkal satu atau lebih hak asasi manusia.
10. Syok Budaya
Adalah gangguan yang terjadi sebagai respons terhadap peralihan dari satu tatanan budaya ke tatanan budaya
lain. Fenomena ini dapat terjadi saat seseorang berpindah dari satu letak geografis ke letak geografis yang
lain atau saat seseorang berimigrasi kenegara baru. Ungkapan syok budaya dapat berkisar dari diam dan
tidak bergerak sampai agitasi, marah, atau amuk.
Ketetapan warisan di kembangkan oleh Estes dan Zitzow unutuk menjelaskan “Sejauh mana gaya hidup
seseorang mencerminkan budaya sukunya masing-masing.” Teori ini menggambarkan tingkat dimana gaya
hidup mencerminkan konteks kultural. Ada 4 komponen model ketetapan warisan :
1) Budaya : Menggambarkan sifat nonfisik, seperti nilai kenyakinan, sikap atau adat istiadat yang disepakati
oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya adalah satu
keutuhan yang kompleks yang tiap bagiannya saling berkaitan dengan bagian lain. Budaya juga bergantung
pada matriks sosial dasar , yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, dan kebiasaan.
2) Etnisitas : Rasa indentitas diri yang berkaitan dengan kelompok kultur sosial umum dan warisan budaya.
Etnisitas memiliki sifat variabel, seperti agama atau bahasa yang sama. Istilah etnik menimbulkan perasaan
negatif selama beberapa saat dan sering kali ditolak oleh masyarakat umum.
3) Agama : Kenyakinan atau kepercayaan dalam suatu kekuatan yang sifatnya ketuhanan dan harus dipatuhi.
Agama dianggap sebagai sarana kepercayaan, praktik dan nilai etik dalam hidup dan memiliki nilai norma.
4) Sosialisasi : Adalah proses dibesarkan dalam sebuah budaya dan mendapatkan karateristik kelompok
tersebut. Contohnya Pendidikan-baik sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah tinggi, atau keperawatan-
adalah bentuk sosialisasi.
Komunikasi dan budaya itu saat berkaitan. Melalui komunikasi, budaya diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Berkomunikasi dengan klien saat penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan
yang berkompeten sesuai dengan budayanya.ada dua jenis komunikasi yang digunakan, yaitu :
Komunikasi verbal perbedaan budaya yang paling jelas terlihat adalah dalam komunikasi verbal
perbendaharaan kata, struktur tata bahasa, kualitas pengucapan, intonasi, irama, kecepatan, pelafalan, dan
diam.
Komunikasi verbal dapat dipengaruhi oleh nilai budaya.
Komunikasi verbal menjadi lebih sulit lagi saat interaksi melibatkan orang yang berbicara dengan bahasa
yan lain. Baik klien maupun profesional kesehatan mengalami frustasi saat mereka tidak dapat saling
berkomunikasi secara verbal.
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam
konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model).
Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir
dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Tahap Pengkajian.
Pengkajian: proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar
belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada “Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah
dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi
klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
Agama : suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya.
Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas
kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan
kepala keluarga.
6. Faktor ekonomi
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai
sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat di antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari
kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya
untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau
dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu:
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan
disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak
dapat dipisahkan.
Perencanaan: suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan: melaksanakan tindakan yang sesuai
dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu:
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya
klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi;
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien;
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya;
Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok;
Gunakan pihak ketiga bila perlu;
Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan
orang tua,
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu
proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya
mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan
terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu.
Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien
yang bersifat terapeutik.
Tahap Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan
budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.